Jumlah Halaman : 40
DAFTAR ISI
Halaman
Topik 1.
Penanganan Obat Sitostatika ....................................................................... 3
Latihan ....……………………………………..................................................................... 10
Ringkasan ..…………………………………………........................................................... 11
Tes 1 ..……………………………..……............................................................................. 12
Topik 2.
Central Sterilization Supply Department (CSSD) ............................................ 15
Latihan ............……………………………………………...................................................... 20
Ringkasan ..…………………………………………........................................................... 20
Tes 2 ..……………………………..……............................................................................. 21
Topik 3.
Infeksi Nosokomial ........................................................................................ 24
Latihan ....…………………………………………….......................................................... 29
Ringkasan ..…………………………………………...................................................... 29
Tes 3 ..……………………………..…….......................................................................... 30
Pendahuluan
S
audara mahasiswa sekarang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk
pelayanan farmasi klinik. Tenaga Teknis Kefarmasian bertanggung jawab terhadap
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit
yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Perlu diketahui bahwa rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat
yang baik untuk meningkatkan keamanan, khususnya obat dengan penanganan secara aseptik
seperti obat sitostatika, alat kesehatan untuk operasi, dan baju operasi, sarung tangan, tutup
kepala yang harus steril untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Dampak dari alat
kesehatan yang tidak steril dan tidak dikerjakan secara aseptik memungkinkan terjadinya
infeksi nosokomial.
Ruang lingkup modul ini adalah berkaitan dengan sediaan farmasi yang didispensing
secara aseptik dan alat kesehatan yang diproses di unit Central Sterilization Suply
Departement (CSSD). Tujuan dan manfaat dari modul ini adalah memberi pemahaman kepada
mahasiswa tentang bentuk sediaan farmasi yang didispensing secara aseptik sebelum
digunakan dan ruang lingkup CSSD serta kejadian infeksi nosokomial.
Saudara mahasiswa, setelah mempelajari seluruh materi yang disajikan dalam Bab 1 ini
diharapkan Anda mampu menjelaskan tentang penanganan sediaan farmasi dan alat
kesehatan secara aseptik.
Selanjutnya, agar Anda berhasil dengan baik mencapai target atau kompetensi tersebut,
ikutilah saran atau petunjuk belajar sebagai berikut:
1. Bacalah setiap uraian dengan cermat, teliti, dan tertib sampai Anda memahami pesan,
ide, dan makna yang disampaikan.
2. Lakukanlah diskusi dengan teman-teman sejawat dalam mengatasi bagian-bagian yang
belum Anda pahami.
3. Kerjakan semua soal yang terdapat pada latihan dan tes dengan disiplin tinggi.
4. Perbanyak pula membaca dan mengerjakan soal-soal dari sumber lainnya, seperti yang
direferensikan dalam Bab 1 ini.
5. Jangan lupa, tanamkan dalam diri Anda bahwa Anda akan berhasil dan buktikanlah
bahwa Anda memang berhasil.
Saudara mahasiswa sediaan obat sitostatika merupakan golongan obat yang digunakan
untuk pengobatan kanker dan proses penangannnya harus dilakukan secara aseptik untuk
menghindari terjadinya kontaminasi. Sitostatika penanganannya harus mempunyai standar
operasional procedur baik dari aspek dispensing, pemberian obat kepada pasien maupun
penangannya limbahnya. Penggunaan sitostatika memiliki risiko yang sangat besar toksisitas
yang sering dilaporkan berkenaan dengan preparasi dan handling cytotoxic berupa toksisitas
pada liver, neutropenia ringan, fetal malformation, fetal loss, atau kasus timbulnya kanker.
Dilaporkan adanya kerusakan liver pada 3 orang perawat yang bekerja pada ward oncology
dan ditemukan cyclophosphamide dan ifosfamide dalam urine perawat dan staf farmasi yang
tidak mengikuti peraturan khusus dalam menangani obat-obat kanker.
Perlu diketahui bahwa prosedur penanganan obat sitostatika yang aman perlu
dilaksanakan untuk mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi,
transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika.Potensial paparan pada petugas
pemberian sitostatika telah banyak diteliti. Perawat yang bekerja pada ruangan kemoterapi
tanpa perlindungan yang memadai menunjukkan aktivitas mutagenik yang signifikan lebih
besar dari pada kontrol subjek.
1. Penyiapan Sitostatika
Proses penyiapan sitostatika sama dengan proses penyiapan pencampuran obat suntik,
yaitu:
a. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian)
b. Memeriksa kondisi sitostatika yang diterima (nama obat, jumlah, nomor batch, tanggal
kadaluarsa), serta melengkapi formulir permintaan.
2. Pencampuran Sitostatika
Proses pencampuran sitostatika yaitu:
a. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) sesuai prosedur tetap
b. Mencuci tangan sesuai prosedur tetap
c. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum digunakan.
d. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC sesuai prosedur tetap
e. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sitostatika.
f. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sitostatika.
g. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70%.
h. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari pass box.
i. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas meja BSC.
j. Melakukan pencampuran sitostatika secara aseptis.
k. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi sediaan
sitostatika
l. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat yang harus
terlindung cahaya.
m. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan khusus.
n. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke dalam wadah
untuk pengiriman.
o. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi melalui pass box.
p. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap
3) Tertusuk jarum
a) Jangan segera mengangkat jarum. Tarik kembali plunger untuk menghisap obat
yang mungkin terinjeksi.
b) Angkat jarum dari kulit dan tutup jarum, kemudian buang.
c) Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk mengambil obat dalam
jaringan yang tertusuk.
d) Tanggalkan sarung tangan, bilas bagian yang tertusuk dengan air hangat.
e) Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat.
f) Tanggalkan semua APD.
g) Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi.
h) Laporkan ke supervisor.
i) Lengkapi format kecelakaan kerja.
Sebagian besar obat sitostatika yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel
kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel kanker tersebut berproliferasi maka
semakin peka terhadap sitostatika
1. Alkylating agents
a. Siklofosfamid
b. Klorambusil
c. Prokarbazin
d. Karboplatin
2. Antimetabolit
a. 5-fluorourasil (5-FU)
b. Gemsitabin
3. Produk Alamiah
a. Vinkristin (VCR)
b. Vinblastin (VLB)
c. Paklitaksel
d. Etoposid
e. Irinotekan, Topotekan
f. Daktinomisin (Aktinimisin D)
g. Antrasiklin: Daunorubisin, Doksorubisin, Mitramisin
h. Bleomisin
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Sitostatika merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak menunjukkan
kemajuan dalam pengobatan penderita kanker. Prosedur penanganan obat sitostatika yang
aman perlu dilaksanakan untuk mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat
dalam preparasi, transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika. Selain untuk
melindungi petugas dan lingkungan dari keterpaparan obat kanker.
Penanganan sitostatika harus memperhatikan :
1. Teknik aseptik
2. Pemberian dalam biological safety cabinet (BSC)
3. Petugas yang bekerja harus terlindungi
4. Jaminan mutu produk
5. Dilaksanakan oleh petugas yang terlatih
6. Adanya SOP
1) Salah satu pengobatan kanker yang paling banyak menunjukkan kemajuan dalam
pengobatan penderita kanker adalah…..
A. Obat tradisional
B. Obat herbal
C. Obat sitostatika
D. Obat racikan
E. Obat khusus yang dibuat untuk penyakit kanker
3) Penggunaan sitostatika memiliki resiko yang sangat besar, toksisitas yang sering
dilaporkan berkenaan dengan preparasi dan handling cytotoxic berupa toksisitas pada….
A. Liver
B. Pernafasan
C. Saluran cerna
D. Saraf
E. Darah
4) Prosedur penanganan obat sitostatika yang aman perlu dilaksanankan untuk mencegah
resiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi, transportasi,
penyimpanan dan…..
A. Pemberian obat
B. Pengobatan
C. Pemeriksaan
D. Perbaikan mutu
E. Pengendalian
6) Proses penyiapan sitostatika sama dengan proses penyiapan pencampuran obat suntik
yaitu, kecuali….
A. Menghitung kesesuaian dosis
B. Memilih jenis pelarut yang sesuai
C. Menghitung volume pelarut yang digunakan
D. Melengkapi dokumen pencampuran
E. Melakukan pencampuran sitostatika secara aseptis
7) Memberi label yang sesuai pada setiap infuse dan spuit yang sudah berisi sedian
sitostatika merupakan proses dari…..
A. Penyiapan sitostatika
B. Pencampuran sitostatika
C. Penanganan tumpahan
D. Pengelolaan limbah sitostatika
E. Pengelolaan obat sitostatika
Secara umum fungsi utama pusat sterilisasi yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril
untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat sterilisasi
adalah menerima, memproses, meproduksi, mensterilkan, menyimpan serta
mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan medis.
1. Tujuan Pusat Sterilisasi (CSSD)
a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah
terjadinya infeksi.
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi
infeksi nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis atau paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan
terhadap pasien.
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
Pusat sterilisasi adalah menjamin sterilitas alat perlengkapan medik sebelum dipakai
dalam melakukan tindakan medik. Tugas utama pusat sterilisasi di rumah sakit adalah:
a. Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien
b. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan
c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi, dan
ruang lain yang membutuhkan
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman, efektif dan bermutu
e. Mempertahankan stok inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
f. Mempertahankan standar yang ditetapkan
g. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun
h. sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu
i. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nasokomial
j. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi
k. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD baik yang bersifat
intern dan ekstern
l. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
Perlu diketahui bahwa alur aktivitas fungsional dari pusat sterilisasi secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Pengguna alat dan bahan steril (user)
2. Penerimaan alat
3. Seleksi/Pencatatan
4. Perendaman
5. Pencucian
6. Pengeringan
7. Pengemasan
8. Labeling
9. sterilisasi
10. Kontrol indikator
11. Gudang alat
12. Distribusi
Saudara mahasiswa pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana tugas
pokok pusat sterilisasi adalah menerima bahan dan alat medik dari semua unit-unit di rumah
sakit untuk kemudian diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi steril dan selanjutnya
1. Ruang Dekontaminasi
Pada ruang ini, terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan
pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara dan dikontrol untuk
mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda
yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Syarat-syarat ruang
dekontaminasi antara lain :
a. Ventilasi
1) Sirkulasi udara yang dilengkapi dengan filter
2) Pergantian udara 10 kali/jam
3) Tekanan udara negatif
4) Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin
b. Suhu dan kelembaban
1) Suhu 18-22°C
2) Kelembaban antara 35-75%
4. Ruang Sterilisasi
Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat atau bahan. Untuk sterilisasi etilen oksida,
sebaiknya dibuatkan ruang tersendiri dan dilengkapi dengan saluran pembuangan (exhaust).
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Mengapa perlu diketahui alur proses kegiatan sterilisasi alat dan bahan di pusat
sterilisasi (CSSD) di rumah sakit ketika dilakukan sterilisasi? jelaskan
2) Mengapa harus anda ketahui tentang Pusat sterlisasi (CSSD)? jelaskan
Ringkasan
Sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi
dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sterilisasi. Pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana tugas pokok pusat
sterilisasi adalah menerima bahan dan alat medik dari semua unit-unit di rumah sakit untuk
kemudian diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi steril dan selanjutnya
mendistribusikan kepada unit lain yang membutuhkan kondisi steril, maka dalam menentukan
lokasi pusat sterilisasi perlu diperhatikan.
Pusat sterlisasi (CSSD) merupakan instalasi yang sangat berperan untuk mencegah
terjadinya infeksi dan infeksi nosokomial di rumah sakit, sehingga patient safety (keamanan
dan keselamatan pasien) dapat diwujudkan. Pusat sterilisasi adalah menjamin sterilitas alat
perlengkapan medik sebelum dipakai dalam melakukan tindakan medis.
Saudara mahasiswa perlu diketahui bahwa penyakit infeksi masih merupakan penyebab
utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Pada akhir-akhir ini banyak kejadian
infeksi, terutama infeksi yang sampai saat ini banyak terjadi di Rumah sakit, yakni infeksi
Nosokomial. Infeksi ini sangat rawan terjadi karena penularannya dan penyebarannya terjadi
pada saat seseorang dirawat di rumah sakit. Infeksi ini terjadi karena adanya infeksi
mikroorganisme yang menyerang sistem imun manusia. Hal ini juga dipengaruhi oleh
lingkungan rumah sakit dan juga kesterilan alat atau bahan medis yang digunakan di rumah
sakit yang menjadi penyebab terjadinya infeksi nosokomial. Sebagaimana jenis infeksi
penyakit lainnya, infeksi nosokomial biasanya terjadi jika penderita lemah atau jika barier
alamiah terhadap invasi mikroba terganggu. Terdapat beberapa jenis barier alamiah
terjadinya infeksi penyakit. Sebagaimana diketahui, kulit, membran mukosa, saluran
gastrointestinal, saluran kencing, dan saluran nafas atas berfungsi sebagai barier alamiah
terhadap infeksi.
Infeksi Nosokomial, berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion (merawat)
nosocomion berarti Rumah Sakit jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama
dalam perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika, pasien di rawat 3
x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karena di timbulkan oleh
mikroorganisme dan bakteri. Infeksi nosokomial yang diperoleh di rumah sakit ini biasa juga
disebut sebagai ”Health-care Associated Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections
(HAIs)”, infeksi nosokomial ini merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab
langsung maupun tidak lagsung kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi
yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau
petugas rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien
dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.
C. SUMBER PENULARAN
Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial adalah
mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang
biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar terdapat dalam tubuh inang manusia yang
sehat, seperti, Escherichia Coli, Klebsiella pneumonia, Candica albicans, Staphylococus aureus,
Serratia marcescens, Proteus mirabilis, dan beberapa Actinomyces spp. Mikroorganisme
penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota
inang, bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat, operasi, maka pathogen dapat
berkembang biak dan menyebabkan sakit.
Sal. Cerna E. coli, salmonella, Shigella compylobacter
Sal. pernapasanatas H. influenzae, S. pyogenes, S. pneumoniae
Sal. pernapasan bawah S. pneumoniae, P. aeroginosa, K. pneumoniae, L. Pneumophila
Septikemi E. coli, P. aeroginosa, S. auerus
Luka bakar P. aeroginosa, E. coli, S. aureus pyogenes
Luka S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella bacteroides,
P. mirabilis marcescens
Saluran Kemih E. coli, P. aeruginosa, Proteus aerogenes,
S. marcescens, Klebsiella, S. Faecalis
E. PENCEGAHAN
Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari
pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi
bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi
baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas
1. Cuci Tangan
Teknik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya cara yang paling penting
untuk mengurangi penyebaran infeksi. Dengan cara menggosok tangan dengan sabun atau
deterjen dan air kuat kuat selama 15 detik dan dibilas baik, baik sebelum dan sesudah
memeriksa penderita, sudah cukup. Namun bila selama merawat penderita, tangan terkena
darah, sekresi luka, bahan bernanah, atau bahan yang lain yang di curigai maka harus di cuci
selama 2 sampai 3 menit dengan menggunakan bahan cuci antiseptik.
2. Asepsis
Asepsis adalah penghinderaan atau pencegahan penularan dengan cara meniadakan
mikroorganisme yang secara potensial berbahaya. Tujuan asepsis ialah mencegah atau
membatasi infeksi, di rumah sakit digunakan 2 konsep asepsis yaitu asepsis medis dan bedah.
Asepsis Medis meliputi segala praktek yang di gunakan untuk menjaga agar para petugas
medis, penderita dan lingkungan terhindar dari penyebab infeksi, seperti cuci tangan, sanitasi
dn kebersihan lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa contoh asepsis medis. Asepsis
Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka dan
jaringan penderita. Maka dari itu dalam asepsis bedah semua alat kesehatan harus berprinsip
steril, lingkungan harus bersanitasi, dan juga flora mikroba di udara harus di saring lewat filter
berefisiensi tinggi.
9. Peran Tenaga Kerja Kefarmasian dan Apoteker dalam Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit
Tanggung jawab farmasis dalam pengendalian infeksi di rumah sakit terkait dengan
pengendalian infeksi nosokomial, peningkatan penggunaan yang rasional dari berbagai zat
antimikroba dan edukasi.
Tanggung jawab farmasis dalam bidang ini, dapat dipenuhi melalui berbagai fungsi
berikut:
1. Berpartisipasi dalam berbagai urusan Komite Pengendalian Infeksi (KPI) atau yang
setara.
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika pasien di rawat di rumah sakit
infeksi ini dapat menular dari satu pasien ke pasien lainya serta petugas medis,selain itu alat
kesehatan yang di gunakan biasanya sebagai media transmisi dalam segi penularan sebab
biasanya kurang sterilnya alat kesehatan tersebut.
Infeksi nosocomial disebabkan dari mikroorganisme yang ada dalam tubuh manusia dan
juga bakteri dari lingkungan rumah sakit.oleh karna itu dengan pencegahan dan pengendalian
terhadap infeksi ini dengan berbagai cara mulai sterilisasi alat kesehatan,pemusnahan
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya serta sanitasi lingkungan.
Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian di dunia. Pada akhir-akhir ini banyak kejadian infeksi, teruma infeksi yang
sampai saat ini banyak terjadi di rumah sakit. Jenis infeksi yang banyak terjadi di rumah
sakit adalah….
A. Infeksi HIV/AIDS
B. Infeksi nosokomial
C. Infeksi saluran pernafasan
D. Infeksi saluran cerna
E. Infeksi bakteri
2) Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika pasien dirawat 3x24 jam dirumah sakit dan
infeksi ini sangat sulit diatasi karena ditimbulkan oleh……
A. Mikroorganisme
B. Bakteri
C. Mikroorganisme dan bakteri
D. Bakteri E. Coli
E. Salmonella
5) Suatu penelitian yang dilakukan WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah
sakit dari 14 negara yang berasal dari eropa, timur-tengah, asia tenggara dan pasifik
masih menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di….
A. Eropa dengan presentase 40%
B. Timur-tengah dengan presentase 30%
C. Pasifik dengan presentase 20%
D. Asia tenggara dengan presentase 10%
E. Amerika utara 25%
8) Penularan melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu terjadi melalui penularan….
A. Penularan secara kontak
B. Penularan melalui common vecicle
C. Penularan melalui makanan
D. Penularan melalui udara dan inhalasi
E. Penularan dengan perantara vector
Test 2
1) A
2) A
3) B
4) C
5) C
6) A
7) C
8) B
9) B
10) E
Test 3
1) B
2) A
3) A
4) C
5) D
6) E
7) C
8) B
9) A
10) C
Siregar Charles, J.P., Kumolosari, E., 2006, Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, 2003, Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Barber, N., Wilson, A., 2007, Clinical Pharmacy, Second Edition, Churchill Livingstone Elsevier
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Mushuda A (Ed), 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPF)/Good
Pharmacy Practice (GPP). Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia dan
Kementrian Kesehatan RI.
Cipolle, R.J, Strand, L,M, Morley, P.C, 2007, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician's
Guide, 2nd Edition, The McGraw-Hill Companies, Chapter 4.
Rusli dan Raimundus Chaliks, 2013, Buku Ajar Farmasi Klinik, Poltekkes Makassar.
Badan POM RI, 2012, Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Jakarta, hal.
4-6.
Badan POM RI, 2013, Drug for Patien Safety, Buletin MESO, No. ISSN: 0852-6184, Volume 31,
No. 1 Edisi Juni, 2013, hal 2-10.
Aslam M, Tan CK, Prayitno A, 2003, Farmasi Klinik, (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media komputindo, Jakarta.
Siregar Charles, J.P., Kumolosari, E., 2006, Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Barber, N., Wilson, A., 2007, Clinical Pharmacy, Second Edition, Churchill Livingstone Elsevier.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Mushuda A (Ed), 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPF)/Good
Pharmacy Practice (GPP). Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia dan
Kementrian Kesehatan RI.
Cipolle, R.J, Strand, L,M, Morley, P.C, 2007, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician's
Guide, 2nd Edition, The McGraw-Hill Companies, Chapter 4.
Rusli dan Raimundus Chaliks, 2013, Buku Ajar Farmasi Klinik, Poltekkes Makassar.
Badan POM RI, 2012, Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Jakarta, hal.
4-6.
Badan POM RI, 2013, Drug for Patien Safety, Buletin MESO, No. ISSN: 0852-6184, Volume 31,
No. 1 Edisi Juni, 2013, hal 2-10.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit,
Jakarta, 1-126.
Aslam M, Tan CK, Prayitno A, 2003, Farmasi Klinik , (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media komputindo, Jakarta.
Siregar Charles, J.P., Kumolosari, E., 2006, Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, 2003, Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Barber, N., Wilson, A., 2007, Clinical Pharmacy, Second Edition, Churchill Livingstone Elsevier.
Mushuda A (Ed), 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPF)/Good
Pharmacy Practice (GPP). Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia dan
Kementrian Kesehatan RI.
Cipolle, R.J, Strand, L,M, Morley, P.C, 2007, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician's
Guide, 2nd Edition, The McGraw-Hill Companies, Chapter 4.
Rusli dan Raimundus Chaliks, 2013, Buku Ajar Farmasi Klinik, Poltekkes Makassar.
Badan POM RI, 2012, Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Jakarta, hal.
4-6.
Badan POM RI, 2013, Drug for Patien Safety, Buletin MESO, No. ISSN: 0852-6184, Volume 31,
No. 1 Edisi Juni, 2013, hal 2-10.