Anda di halaman 1dari 3

Kleptomania

Apa itu Kleptomania?


“Kegagalan rekuens untuk menahan impuls untuk mencuri benda benda yang tak diperlukan, untuk
pemakaian pribadi atau yang memiliki arti ekonomi” Harold I. Kaplan, Benjamin J. Sadock, dan Jack A.
Grebb, 2010, Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis, Jilid II, Bina Rupa Aksara,
Tanggerang, h. 240
“Kelainan jiwa yang menyebabkan si penderita memuaskan dirinya dengan cara mencuri. Sedangkan
mencuri tesebut bukan mencari keuntungan, tetapi merupakan pengaruh dorongan untuk mencuri yang
bersifat abnormal” (Kartini Kartono tt: 81)
“Merupakan bagian dari kompulsi yaitu suatu desakan yang kuat dan berulang-ulang tetapi yang
menggangu dan tak dihendaki pada sesorang untuk melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan
keinginan atau norma yang biasa,karena kompulsi itu merupakan pengganti buah pikiran dan keinginan
yang lebih tidak dapat diterima, maka bila kompulsi itu tak dituruti, maka timbulah kecemasan yang
nyata” (WF. Maramis, 1980 ;748)
Dalam beberapa kasus, kleptomania diderita seumur hidup, penderita juga mungkin memiliki kelainan
jiwa lainnya, seperti kelainan emosi atau personality disorder atau disebut juga sebagai perilaku
menyimpang karena memiliki kelainan pada jiwanya. Kleptomania adalah penyakit jiwa, orang yang sakit
jiwanya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dijelaskan pada Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP
mengenai hal-hal yang menghapuskan.
Mencuri yang dilakukan oleh para pengidap kleptomania atau tidak pada dasarnya adalah sama. Akan
tetapi penyakit kleptomania juga menyangkut penyakit jiwa. Berdasarkan kedua pasal diatas, terdapat
perbedaan yang menimbulkan permasalahan dalam tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh
pengidap kleptomania, dalam hal ini apakah kleptomania dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang
dapat dihukum dan diberi sanksi kepada pelaku?
Sebelumnya, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kleptomania. Merriam-
Webster Dictionary memberikan pengertian atas kleptomania sebagai berikut:

“a persistent neurotic impulse to steal especially without economic motive.”

Sedangkan, dalam laman kamuskesehatan.com kleptomania diartikan:

“… gangguan kontrol impuls yang ditandai oleh kegagalan berulang untuk tidak mencuri.”

Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat bahwa kleptomania pada dasarnya adalah keinginan impuls
untuk mengambil barang yang bukan miliknya tanpa ada motif ekonomi di baliknya (karena biasanya
barang yang diambil juga bukanlah barang yang bernilai tinggi). Berdasarkan pengertian di atas,
kleptomania dapat digolongkan ke dalam sakit jiwa.

Kleptomania ini berkaitan erat dengan tindak pidana pencurian. Melihat pada pertanyaan Anda, kami
berasumsi bahwa Anda mempertanyakan bagaimana jika terjadi tindak pidana pencurian oleh seorang
kleptomania, apakah akan dipidana atau tidak.

Sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”):

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Dalam pasal ini tidak dikatakan bahwa maksud dari pencurian itu adalah untuk memperkaya diri, akan
tetapi sekedar untuk memiliki barang yang bukan milikinya. Selain itu, tujuan pencurian tidak selalu untuk
memperkaya diri dapat dilihat juga dari pengertian mengenai “barang”. R. Soesilo, terkait pasal ini, dalam
bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa “barang” adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk
pula binatang. Dalam pengertian “barang” masuk pula “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud,
akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. Oleh karena
itu, mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tidak dengan izin wanita itu, masuk
pencurian, meskipun dua helai rambut tidak ada harganya.

Melihat pada ketentuan dalam Pasal 362 KUHP, maka seorang kleptomania yang mengambil barang milik
orang lain dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHP. Akan tetapi perlu diingat bahwa dalam hukum
pidana ada yang disebut dengan alasan pembenar dan alasan pemaaf.

Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Apakah Seorang yang Gila Bisa
Dipidana? dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar dan alasan
pemaaf:
a. Alasan pembenar berarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi,
dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan 'pencabutan nyawa'
yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (Pasal 50 KUHP);
b. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan
perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya
(subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP).
Kleptomania lebih mengarah kepada alasan pemaaf, yang berhubungan dengan keadaan si pelaku.
Mengenai alasan pemaaf dapat dilihat dari bunyi Pasal 44 ayat (1) KUHP:

“Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, terkait pasal ini, dikatakan bahwa sebab tidak dapat
dihukumnya terdakwa berhubung perbuatannya tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya adalah
karena:
a. Kurang sempurna akalnya. Yang dimaksud dengan perkataan “akal” di sini ialah kekuatan pikiran,
daya pikiran, dan kecerdasan pikiran. Orang dapat dianggap kurang sempurna akalnya, misalnya: idiot,
imbicil, buta-tuli, dan bisu mulai lahir. tetapi orang-orang semacam ini sebenarnya tidak sakit, tetapi
karena cacat-cacatnya sejak lahir, maka pikirannya tetap sebagai kanak-kanak.
b. Sakit berubah akalnya. yang dapat dimasukkan dalam pengertian ini misalnya: sakit gila, histeri
(sejenis penyakit saraf terutama pada wanita), epilepsi, dan bermacam-macam penyakit jiwa lainnya.

Mengenai pasal ini Jan Remmelink, dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana (hal. 212), sebagaimana
kami sarikan, bahwa harus ada hubungan kausal antara penyakit dan tindakan yang dilakukan oleh pelaku
tersebut. Jan Remmelink (Ibid, hal 213) juga mengutip pendapat seorang psikiater bernama Ramaer yang
mengatakan bahwa jika hubungan kausal tidak dapat dibuktikan, pelaku yang sakit jiwa akan tetap dijatuhi
pidana, namun di dalam tahapan eksekusi harus disediakan fasilitas-fasilitas tertentu.

Dalam hal ini untuk mengetahui apakah tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh seorang kleptomania
dapat dipertanggungjawabkan kepadanya atau tidak, pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu
apa yang dimaksud “dapat dimintakan pertanggungjawaban” menurut hukum pidana.

Jan Remmelink (Ibid, hal 213) mengutip pendapat Prof. Van Hamel, mengatakan bahwa kemampuan
untuk bertanggungjawab (secara hukum) adalah suatu kondisi kematangan dan kenormalan psikis yang
mencakup tiga kemampuan lainnya, yakni (1) memahami arah-tujuan faktual dari tindakan sendiri; (2)
kesadaran bahwa tindakan tersebut secara sosial dilarang; (3) adanya kehendak bebas berkenaan dengan
tindakan tersebut.

Lebih lanjut dikatakan bahwa definisi tersebut dibuat dengan merujuk pada sejarah perundang-undangan,
khususnya dari Memorie van Toelichting (MvT) yang menyatakan bahwa tidak ada pertanggungjawaban
pidana kecuali bila tindak pidana tersebut dapat diperhitungkan pada pelaku, dan tidak ada perhitungan
demikian bila tidak ditemukan adanya kebebasan pelaku untuk bertindak – kebebasan memilih untuk
melakukan atau tidak melakukan apa yang dilarang atau justru diwajibkan oleh undang-undang – sehingga
pelaku tidak menyadari bahwa tindakan tersebut dilarang dan tidak mampu memperhitungkan akibat dari
tindakannya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa ada banyak hal untuk menentukan apakah seorang
kleptomania tersebut dapat dipidana atas tindakan pencurian yang dilakukannya. Dalam hal ini Hakimlah
yang akan memutuskan dapat atau tidaknya orang tersebut dimintai pertanggungjawabannya. Tentu saja
dengan meminta pendapat dari dokter penyakit jiwa (psikiater).

Anda mungkin juga menyukai