Kosurfaktan
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pengembangan formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini tidak hanya dapat
digunakan sebagai alat utama untuk memantau konsistensi dan stabilitas produk
obat tetapi juga sebagai teknik yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi
penyerapan in vivo suatu sediaan obat (Zhang et al., 2010). Uji disolusi
memberikan gambaran perubahan jumlah zat aktif yang terlarut di dalam medium
(Fudholi, 2013). Uji difusi dapat digunakan untuk memperoleh parameter kinetik
penyusun sediaan terhadap profil transpor obat (Deferme, 2008). Kedua uji
emulsi minyak dalam air (O/W) ketika dimasukkan ke dalam medium air dengan
penyusun SNEDDS yang digunakan dalam penelitian ini adalah olive oil (minyak
zaitun) sebagai minyak, Tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai
kosurfaktan.
1
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 2
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
membran intestinal (Patel et al., 2008). PEG 400 sebagai kosurfaktan, merupakan
semakin sulit untuk berdifusi melewati membran usus (Shargel et al., 2005).
Pada penelitian ini dilakukan uji in vitro dissolusi dan difusi SNEDDS
dengan senyawa obat simvastatin yang tersusun atas variasi kadar Tween 80 dan
PEG 400. Uji disolusi menggunakan alat apparatus I (basket) sedangkan uji difusi
dan PEG 400 terhadap parameter disolusi dan difusi SNEDDS simvastatin dengan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap disolusi
SNEDDS simvastatin?
2. Bagaimana pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap difusi
SNEDDS simvastatin?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap disolusi
SNEDDS simvastatin.
2. Mengetahui pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap difusi
SNEDDS simvastatin.
D. Manfaat Penelitian
variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap parameter disolusi dan difusi
E. Tinjauan Pustaka
1. Simvastatin
simvastatin adalah 4,68. Simvastatin bersifat asam lemah dengan nilai pKa ± 5,5.
Kelarutan simvastatin didalam air adalah 0.03 g/L (Katy and Magdassi, 2009).
didalam tubuh.
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 4
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
maksimum yang dapat dicapai setelah 1,3-2,4 jam setelah penggunaan secara
peroral. Senyawa obat utuh dan metabolitnya di ekskresi diurin sebanyak 13% dan
Simvastatin tidak larut dalam air (0,03g/L), n-hexane (0,15 g/L) dan asam
hidroklorida (0,1 M). Larut dalam kloroform (610 g/L), dimetil sulfoksid (540
g/L), methanol (200 g/L), etanol (160 g/L), polietieln glikol (70 g/L), solium
hidroksid (0,1 M) (70 g/L) dan propilen glikol (30 g/L). Simvastatin mengandung
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari C25H18O5. Penyimpanan
simvastatin harus terlindung dari cahaya. Pengguaan dosis harian berada pada
minyak natural atau sintetis, surfaktan, kosurfaktan, dan dengan satu atau lebih
et al, 2008). Selain itu, formulasi ini mampu meningkatkan bioavailabilitas dari
zat aktif atau obat yang termasuk kedalam BCS (Biopharmaceutical Classification
System) Kelas II. BCS Kelas II memiliki karakteristik rendahnya kelarutan dalam
air tetapi memiliki permeabilitas yang tinggi. Sehingga diharapkan dengan sistem
seperti susunan misel mampu mencegah terjadinya presipitasi obat karena adanya
pengaruh cairan gastro intestinal sehingga merubah sistem menjadi emulsi dan
meningkatkan absorpsi obat. Kemudian adanya pengaruh fase minyak yang akan
menemui fase air di dalam lambung. SNEDDS akan secara langsung menyebar di
dalam saluran GI dan karena pengaruh motilitas lambung maka secara langsung
obat yang terlarut dalam sistem memiliki ukuran droplet yang lebih kecil serta
memberikan luas permukaan yang besar untuk bersentuhan dengan area absorpsi
obat sehingga absorbsi obat dapat lebih cepat terjadi (Raesuddin, 2011).
lebih stabil serta mudah dibuat. Untuk obat yang bersifat lipofil dengan dibuat
3. Minyak
tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang digunakan untuk SNEDDS
ditentukan oleh jenis obatnya. Jenis obat yang berbeda memerlukan jenis minyak
yang berbeda pula (Anton et al., 2008; Bouchemal et al., 2004; Gursoy and
Benita, 2004; Lopez-Montilla, 2002; Pouton and Porter, 2008). Minyak dengan
melarutkan obat lipofilik yang lebih baik (Anton and Vandamme, 2009; Lundin et
al., 1997). Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi yaitu olive oil,
corn oil, soya bean oil, dan virgin coconut oil (Patel et al, 2008). Pada penelitian
minyak zaitun menunjukkan beberapa asam lemak tidak jenuh seperti asam
palmitat (20%), asam palmitoleat (5%), asam stearat (5%), asam oleat (55%),
asam linoleat (21%), dll. (Rowe et al., 2009). Asam oleat (C18H34O2) merupakan
asam lemak tidak jenuh dengan 18 rantai karbon dan satu ikatan rangkap antara
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 7
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
karbon nomor 9 dan karbon nomor 10 (Win, 2005). Struktur asam oleat dapat
kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Asam ini memilki
aroma yang khas. Ia tidak larut dalam air, titik leburnya 15,30C dan titik didihnya
3600C. Asam oleat dapat melarutkan obat yang bersifat lipofil sehingga dapat
digunakan dalam sediaan SNEDDS. Sebagai asam, lemak, oleat adalah salah satu
yang lebih baik untuk dikonsumsi. Manfaatnya antara lain sebagai pengganti
lemak jenuh lain, dapat menurunkan jumlah kolesterol dan meningkatkan kadar
4. Surfaktan
Surfaktan non ionik dengan nilai HLB yang tinggi digunakan dalam
terbentuknya droplet O/W (Kumar et al., 2010). Surfaktan non ionik diketahui
permeabilitas membran intestinal (Patel et al., 2008). Jumlah surfaktan yang besar
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 8
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dapat mengiritasi saluran usus. Oleh karena itu aspek keamanan dari surfaktan
perlu dipertimbangkan (Rahman et al., 2012). Surfaktan yang berasal dari alam
fase minyak dan fase air. Zat ini akan berada dipermukaan cairan atau antar muka
2 cairan dengan cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air
sedangkan gugus lipofil akan berada pada bagian minyak. Surfaktan bersifat
2011). Fungsi lain dari surfaktan yaitu untuk mencegah terjadinya presipitasi
didalam lumen saluran usus dan untuk memperpanjang keberadaan obat dalam
bentuk molekul terlarut sehingga proses absorpsi dapat berjalan secara efektif
SNEDDS.
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 9
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tegangan antar muka mendekati nol (Ghosh et al,. 2006). Tween 80 dapat
partikel dari mikroemulsi dapat menurunkan disolusi obat sehingga disolusi obat
dapat dikontrol dengan mengatur ukuran partikel rata-rata (Kang, et al., 2004).
surfaktan yang digunakan. Dilaporkan bahwa droplet dengan ukuran yang lebih
merupakan faktor kritis didalam performa self emulsification karena hal tersebut
5. Ko-surfaktan
(Wulandari, 2013). Pelarut organik yang sesuai untuk penggunaan secara peroral
(ethanol, propilen glikol, polietilen glikol, dll) dapat menolong pelarutan surfaktan
hidrofilik atau obat didalam pembawa minyak dalam jumlah yang besar. Namun
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 10
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sehingga menyebabkan presipitasi obat. Disisi lain, kelarutan obat lifofilik dalam
formula yang tidak menggunakan alkohol menjadi terbatas. Pelepasan obat dari
formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini dapat digunakan tidak hanya sebagai
alat utama untuk memantau konsistensi dan stabilitas produk obat tetapi juga
sebagai teknik yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi penyerapan in
vivo dari formulasi obat (Zhang et al., 2010). Dalam sistem biologis, disolusi obat
adalah atribut penting sebelum penyerapan sistemik (Dressman et al., 1998). Uji
timbul dari perbedaan disolusi dan perbedaan faktor formulasi seperti polimer,
luas permukaan partikel, karakteristik fisik dan kimia dari obat (Hörter and
in vivo obat, sangat penting bahwa pengujian harus meniru kondisi in vivo
zat pembasah, agen pelarut, atau surfaktan untuk media disolusi (Singla et al.,
2009). Penggunaan surfaktan dalam media disolusi obat lipofilik, secara fisiologis
melarutkan produk obat tertentu (Noory et al., 2000). Dalam beberapa kasus,
konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi dapat memberikan disolusi yang lebih
cepat, namun memiliki efek negatif terhadap kinerja in vivo (Singla et al., 2009).
dengan kecepatan putar pengaduk pada 100 rpm. Uji disolusi dilakukan sejak
sediaan dimasukkan kedalam alat sampai waktu tertentu. Untuk immediate release
dosage forms waktu pengamatan berkisar dari 30 sampai 60 menit. Jumlah bahan
aktif terlarut dalam medium dari sediaan tipe ini pada umumnya mencapai 85%
diperoleh cepat didapat, mudah dikerjakan, dan solven yang digunakan hanya
of square (WSS) :
(1)
Wi adalah weighting factor, yang secara opsional dapat ditetapkan
sebagai 1, 1/yi_obs atau 1/yi_obs2 untuk fitting data disolusi, yi_obs adalah ith
sebelum melakukan optimasi berulang. Perkiraan yang baik untuk untuk nilai
metode untuk memperoleh nilai awal yang tepat, termasuk regresi linier
sederhana, regresi linier berganda, trial and error, metode empiris, dan
kembali menjadi bentuk linier, metode regresi linier sederhana lebih disukai.
Metode tersebut merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan nilai awal
yang tepat pada sebagian besar model disolusi. Peneliti menggunakan model
Kinetika orde nol (K0) menjelaskan disolusi obat dari sediaan terjadi
secara perlahan. Model ini memperlihatkan grafik fraksi disolusi obat terbentuk
linier terhadap waktu jika kondisi yang ditetapkan telah terpenuhi. Kinetika orde
nol digunakan untuk menggambarkan disolusi obat pada beberapa jenis sediaan
seperti sistem transdermal, tablet matriks dengan obat kelarutan rendah, bentuk
salut, sistem osmosis, dan lain-lain. Sediaan tersebut melepaskan obat dengan
jumlah yang sama tiap unit waktu dan metode ini ideal untuk menggambarkan
Qt = Q0 + K0t (2)
eliminasi beberapa obat, meskipun sulit untuk membuat konsep mekanisme ini
secara teoritis. Model ini menampilkan grafik logaritma desimal dari jumlah
menggambarkan disolusi obat sebanding dengan jumlah obat yang tersisa pada
sediaan atau dengan kalimat lain, jumlah obat yang terdisolusi per satuan
ln Qt = ln Q0 + K1t (3)
disesuaikan (Rsqr_adj atau R2Adj), mean square error (MSE), standar deviasi
dari residual (MSE_root atau Sy.x), SS, WSS, Akaike Information Criterion
yang paling populer dalam bidang identifikasi model disolusi adalah R2adjusted
dan AIC.
yang berbeda, R2Adj harus digunakan. Hal ini karena R2 akan selalu
dapat menurun ketika over-fitting terjadi. Oleh karena itu, model terbaik
adalah salah satu model dengan nilai R2Adj tertingi dibandingkan nilai R2
tertinggi.
(4)
n adalah jumlah titik data dan p adalah jumlah parameter dalam model.
penentuan model yang optimal selama lebih dari 35 tahun. Penerapan umum
didefinisikan di bawah tergantung pada besarnya data serta jumlah titik data.
n adalah jumlah titik data , WSS adalah weighted sum of square, dan p
berbeda, model dengan nilai AIC yang lebih rendah dapat dianggap sebagai
model yang lebih baik, namun seberapa rendah nilai yang diperlukan untuk
ditentukan karena distribusi dari nilai-nilai AIC yang tidak diketahui (Zhang et
al., 2010).
dengan luas segi empat seratus persen zat aktif larut dalam medium pada saat
diperlukan untuk hancurnya kapsul dalam medium), dan dapat pula waktu
termasuk lag time, akan menunjukkan hasil yang lebih mendekati gambaran
pengungkapan hasil uji disolusi zat aktif dalam suatu medium, mempunyai
1. Dengan satu ekspresi dapat terungkap semua titik yang ada didalam kurva
Untuk mengukur besarnya luas dibawah kurva zat aktif terlarut, dapat
kecil dengan alas yang sejajar dari kurva yang ada (Fudholi, 2013).
formula SNEDDS Simvastatin. Uji difusi ini menggunakan alat using chamber
dengan prinsip side by side diffusion. Uji difusi ini dapat digunakan untuk
Keunggulan dan keterbatasan uji difusi dengan menggunakan metode side by side
Tabel I. Keunggulan dan keterbatasan metode side by side diffusion (Deferme, 2008)
Keunggulan Keterbatasan
Model skrining yang baik Viabilitas jaringan
Korelasi yang baik dengan data Ketersediaan jaringan
permeabilitas in vivo (manusia)
Memungkinkan untuk mengevaluasi semua Terdapat lapisan otot
saluran GI melingkar
Kesulitan pada proses
Mengevaluasi mekanisme transpor
pengadukan
Mengevaluasi enhancer
Usus tikus yang terisolasi digunakan sebagai sel difusi pada Ussing
chamber tipe horizontal yang terbagi dalam dua kompartemen yaitu kompartemen
ras dan jenis kelamin yang sama, serta usia yang kurang lebih sama pada uji difusi
terhadap daya absorpsi obat dengan isolasi usus tikus dilakukan sebagai studi
pendahuluan obat yang tertranspor di usus dan untuk mengestimasi level first pass
terjadi secara transeluler melalui sel-sel lipoid dua lapis (lipoidal bilayer) dan
difusi diantaranya adalah difusi pasif. Difusi pasif adalah suatu proses
gerakan molekul acak & berhubungan dengan gradien konsentrasi. Untuk obat-
obat yang ditransport secara difusi pasif peranan membran usus dalam transfer
obat hanya sebagai membran difusi. Tenaga pendorong pada difusi pasif yaitu
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 19
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
perbedaan konsentrasi pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum Fick I,
molekul obat berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (Shargel and
Yu, 1999).
J= (6)
tiap satu satuan luas pada waktu tertentu. Besarnya fluks berbanding lurus dengan
J= (7)
terjadi dalam arah yang berlawanan dengan kenaikan konsentrasi. Jadi difusi
terjadi dalam arah penurunan konsentrasi difusan. Difusi akan berhenti jika tidak
terdapat lagi gradien konsentrasi. Dua persamaan di atas dapat digabung menjadi
= (8)
J= = (9)
merupakan kadar obat yang ada di dalam membran. Namun demikian, besarnya
C1 dan C2 dapat diperhitungkan dari besarnya Cd (kadar obat dalam donor) dan
C1 = Cd x K (10)
C2 = Ca x K (11)
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 20
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
J= = (12)
Proses difusi dalam tubuh ke saluran sistemik selalu dalam kondisi sink
dimana kadar obat dalam akseptor (pembuluh darah) selalu jauh lebih kecil
dibanding kadar obat dalam donor (Ca < 0,1 Cd), sehingga Ca dapat diabaikan
(13)
(14)
Diperoleh sebuah persamaan linear antara waktu perlakuan (t) dan jumlah
obat yang tertranspor (Mt) dengan slope (P.Cd.S) dan intersep (tlag.P.Cd.S).
(15)
(16)
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 21
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
natural kadar obat di dalam kompartemen donor (ln Cd(t)) dengan slope (P.S/Vd)
10. WinSAAM
melalui membran usus sebagai serangkaian proses perpindahan obat dari fase
donor (kondisi in vitro) menuju membran usus, selanjutnya obat dari membran
berpindah menuju fase aseptor (kondisi in vitro) atau ke dalam darah (kondisi in
persamaan linear dan atau non linear yang berbeda. Hal ini memerlukan beberapa
Komputer. Oleh karena itu diperlukan software yang mampu memberikan model
terhadapa data eksperimen. Secara umum software tersebut harus mampu untuk
sistem metabolik, simulasi terhadap suatu eksperimen dan fitting model atas suatu
lain: mudah dioperasikan, untuk sistem linier dan nonlinier dikerjakan dengan
melewati membran usus. Analisis selanjutnya adalah listing yang terdiri dari
estimasi nilai awal, batas minimum, dan maksimum, serta penulisan parameter-
parameter model yang disusun secara sistematis sesuai dengan konvensi yang ada.
(iteration).
F. Landasan Teori
sistem penghantaran yang saat ini sedang berkembang yaitu self emulsifying drug
dalam air (O/W) ketika dimasukkan ke dalam medium air dengan penggojogan
Uji In Vitro Disolusi Dan Difusi SNEDDS Simvastatin Menggunakan Surfaktan Tween 80 Dan
Kosurfaktan 23
PEG 400
IRSYAD RAHMANUDIN
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tight junction. Semakin besar konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka ukuran
droplet akan semakin kecil. Dengan ukuran partikel yang kecil, maka difusi obat
secara paraselular akan lebih mudah terjadi. Selain itu Tween 80 dapat mencegah
obat dalam bentuk molekul terlarut sehingga proses absorpsi dapat berjalan lebih
merupakan rate limiting step pada absorbsi obat. Penggunaan sediaan SNEDDS
simvastatin dengan komponen penyusun minyak zaitun, tween 80, dan PEG 400
G. Hipotesis
simvastatin.
variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 dapat meningkatkan difusi simvastatin.