Anda di halaman 1dari 18

Peserta JKN yang menginginkan kelas - (11) Peningkatan kelas perawatan yang lebih Permenkes RI Nomor 51 Tahun 2018

pelayanan rawat inap yang lebih tinggi dari tinggi dari haknya hanya bisa dilakukan satu Tentang Pengenaan Urun Biaya dan
haknya. tingkat lebih tinggi dari dari kelas yang menjadi Selisih Biaya Dalam Program
hak peserta. Jaminan Kesehatan
- Pembayaran selisih biaya dilakukan dengan
ketentuan:
 Untuk peningkatan kelas pelayanan
rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2 dan
dari kelas 2 ke kelas 1 harus membayar
sesilih biaya tarif antara kelas perawatan
tersebut
 Untuk peningkatan kelas rawat inap di
atas kelas 1, harus membayar selisih
biaya paling banyak 75% dari tarif kelas
1.
- (12) Pembayaran selisih biaya pelayanan rawat
jalan eksekutif dilakukan dengan membayar
paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling
banyak Rp. 400.000 untuk setiap episode
perawatan.
Contoh perhitungan:
Kelas 2 Kelas 1
Kelas 2 : Rp. 5.000.000
Kelas 1 : Rp. 10.000.000
Selisih 10.000.000 - 5.000.000 = 5.000.000
75/100 x 5.000.000 = 3.750.000
Jadi biaya yang haru dibayar adalah sebesar Rp.
3.750.000

Denda yang harus dibayarkan jika peserta - Kepesertaan dihentikan sementara sampai Peraturan Badan Penyelenggaraan
menunggak dengan akhir bulan sejak tanggal 1 bulan Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 5
berikutnya. Tahun 2018 Tentang Tata Cara
- Pemberhentian sementara berakhir dan status Penagihan, Pembayaran dan
kepesertaan aktif kembali apabila : Pencatatan Iuran Jaminan Kesehatan
 Membayar iuran tertunggak paling dan Pembayaran Denda Akibat
banyak untuk waktu 24 bulan Keterlambatan Pembayaran Iuran
Jaminan Kesehatan BAB III tata cara
 Membayar iuran pada bulan saat pembayaran tunggakan iuran dan
peserta ingin mengakhiri denda iuran jaminan kesehatan
pemberhentian sementara jaminan bagian kesatu pasal 24
- Dalam waktu 45 hari sejak status kepertaan
aktif kembali peserta wajib membayar denda
kepada BPJS Kesehatan untuk setiap
pelayanan kesehatan rawat inap tingkat
lanjutan yang diperolehnya sebesar 2,5%
dari perkiraan biaya INA-CBG untuk setiap
bulan tertunggak dengan ketentuan:
 Jumlah bulan tertunggak paling
banyak 12 bulan bulan
 Besar denda paling tinggi Rp.
30.000.000

Contoh perhitungan:
Pasien dirawat inap di rumah sakit dan menjalani
operasi jantung dengan biaya Rp 55.871.700 (sesuai
tarif INA CBG’s). Karena ia dirawat inap dengan
kondisi masih dalam waktu ≤ 45 hari sejak
kepesertaannya diaktifkan kembali, sebagaimana
yang ditetapkan dalam Perpres di atas, maka ia
dikenai denda 2,5%, sehingga ia wajib membayar
denda sebesar 2,5% x 5 bulan (bulan tertunggak) x
Rp 55.871.700 = Rp 6.983.962,5
Peserta dengan pelayanan operasi katarak Peserta yang memiliki visus di bawah 6/18 yang Peraturan Direktur Jaminan
telah sesuai dengan indikasi medis penderita Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun
penyakit katarak maka akan dijamin pelayanan 2018 Tentang Pelayanan Operasi
operasi katarak dengan tindakan: Katarak
 Phacoemulsification
 SICS
 ICCE
 ECCE
Kriteria pasien gawat darurat medis a. mengancam nyawa; Peraturan Badan Penyelenggara
b. adanya gangguan pada jalan nafas/airway, Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1
pernafasan/ breathing, sirkulasi/ circulation Tahun 2018 Tentang Penilaian
dan dehidrasi / déhydration; Kegawat Daruratan dan Prosedur
c. adanya penurunan kesadaran; Pengganti Biaya Pelayanan Gawat
d. adanya gangguan hemodinamik; Darurat
e. memerlukan tindakan segera yaitu suatu
kondisi yang harus ditangani agar tidak
melewati golden period (kurang dari 6
(enam) jam), apabila melewati akan
menyebabkan kerusakan organ yang
permanen/kematian; atau
f. gejala psikotik akut/panic attack yang
membahayakan atau kegawatdaruratan lain
di bidang psikiatri.
Penggantian biaya di FKTP  Secara kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang Peraturan Badan Penyelenggara
terdaftar di FKTP Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 7
 Non kapitasi berdasarkan jenis dan jumlah Tahun 2018 Tentang Pengelolaan
pelayanan kesehatan yang diberikan Administrasi Klaim Faskes dalam
a. Pelayanan ambulan untuk rujukan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
b. Pelayanan obat program rujuk balik
c. Pemeriksaan penunjang rujuk balik: gula
darah, HbA1c dan kimia darah
d. Pelayanan penapisan (screening) kesehatan
tertentu berupa inspeksi visual asam asetat
(IVA) atau pap smear dan gula darah
e. Pelayanan terapi krio untuk kanker leher
rahim dengan kasus pemerikasaan IVA positif
f. Pelayanan RITP dibayar paket per hari rawat
g. Pelayanan kebidanan, neonatal dan keluarga
berencana yang dilakukan oleh bidan atau
dokter sesuai kompetensi dan kewenangannya
meliputi:
1. Pemeriksaan antenatal care (ANC) dan
postnatal care (PNC)
2. Persalinan pervaginam normal, persalinan
pervaginam dengan tindakan emergensi dasar di
Puskesmas PONED, pelayanan tindakan paska
persalinan di Puskesmas PONED, pelayanan
pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan
neonatal
3. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) berupa
pemasangan dan/pencabutan intra uterine
device (IUD)/implant, suntik KB, penanganan
komplikasi KB dan metode operasi pria
(MOP)/vasektomi
h. Protesa gigi
Penggantian biaya di FKTPL  secara INA-CBG:
a. RJTL
b. RITL
Selain tarif INA-CBG, BPJS Kesehatan dapat
melakukan pembayaran kepada FKRTL yang
memberikan pelayanan:
a. Obat untuk penyakit kronis dan obat kemoterapi
b. Alat bantu kesehatan yang meliputi:
1. Kacamata
2. Alat bantu dengar
3. Protesa alat gerak
4. Protesa gigi
5. Korset tulang belakang
6. Collar neck
7. Kruk
c. Pelayanan ambulans yang diberikan antar FKRTL
d. Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis
(CAPD)

Penyakit-Penyakit yang ditanggung oleh Info BPJS Kesehaan Edisi XI Tahun


FKTP 2014
Sistem rujuk berjenjang  Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah Panduan Praktis Rujukan Berjenjang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal yang
wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh fasilitas kesehatan.
 Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara
horizontal maupun vertikal.
 Rujukan horizontal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan dengan ketentuan-
ketentuan tertentu
 Rujukan vertikal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan
 Pelayanan kesehatan di faskes primer yang
dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan
diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
 Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang
dapat dikecualikan dalam kondisi:
 terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi
kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
 bencana; Kriteria bencana ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
 kekhususan permasalahan kesehatan
pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi
tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
 pertimbangan geografis; dan
 pertimbangan ketersediaan fasilitas
 Rujukan Parsial
 Rujukan parsial adalah pengiriman
pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka
menegakkan diagnosis atau pemberian
terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
 Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk
pemeriksaan penunjang
 Apabila pasien tersebut adalah pasien
rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan
perujuk.
Sistem rujuk balik  Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Panduan Praktis Program Rujuk Balik
Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada Bagi Peserta JKN
penderita penyakit kronis dengan kondisi
stabil dan masih memerlukan pengobatan
atau asuhan keperawatan jangka panjang
yang dilaksanakan di Faskes Tingkat
Pertama atas rekomendasi/rujukan dari
Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang
merawat.
1. Jenis Penyakit
Jenis penyakit yang termasuk program rujuk
balik adalah:
a. Diabetes melitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Epilepsy
g. Schizophrenia
h. Stroke
i. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia dan Komite
Formularium Nasional, penyakit sirosis tidak
dapat dilakukan rujuk balik ke Faskes Tingkat
Pertama karena:
a. Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang
tidak curabel
b. Tidak ada obat untuk sirosis hepatis
c. Setiap gejala yang timbul mengarah
kegawatdaruratan (misal: esophageal
bleeding) yang harus ditangani di Faskes
Rujukan Tingkat Lanjutan
d. Tindakan-tindakan medik untuk
menangani gejala umumnya hanya dapat
dilakukan di Faskes Rujukan Tingkat
Lanjutan
2. Jenis Obat
Obat yang termasuk dalam obat rujuk balik
adalah:
a. Obat Utama, yaitu obat kronis yang
diresepkan oleh dokter spesialis/sub
spesialis di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan dan tercantum pada Formularium
Nasional untuk Obat Program Rujuk Balik
b. Obat Tambahan, yaitu obat yang mutlak
diberikan bersama obat utama dan
diresepkan oleh dokter spesialis/sub
spesialis di Faskes Rujukan Tingkat
Lanjutan untuk mengatasi penyakit
penyerta atau mengurangi efek samping
akibat obat utama
S
 Peserta yang berhak memperoleh obat PRB
adalah: Peserta dengan diagnosa penyakit
kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi
terkontrol/stabil oleh Dokter Spesialis/Sub
Spesialis dan telah mendaftarkan diri untuk
menjadi peserta Program Rujuk Balik.
 Mekanisme pendaftaran peserta PRB:
1. Peserta mendaftarkan diri pada
petugas Pojok PRB dengan
menunjukan :
a Kartu Identitas peserta BPJS
Kesehatan
b Surat Rujuk Balik (SRB) dari
dokter spesialis
c Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dari
BPJS Kesehatan
d Lembar resep obat/salinan resep
2. Peserta mengisi formulir pendaftaran
peserta PRB
3. Peserta menerima buku kontrol
Peserta PRB
Memberikan gratifikasi layanan agar Tidak boleh, karena hal tersebut termasuk fraud PERATURAN MENTERI
dapat dijamin BPJS dalam BPJS KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 36 TAHUN
Pasal 3 2015
c. Memberikan gratifikasi kepada pemberi BAB II PASAL 3
pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang
tidak sesuai/tidak ditanggung;

Anda mungkin juga menyukai