Anda di halaman 1dari 10

Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No.

2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

KORELASI KOMITMEN MANAJEMEN DAN PELATIHAN K3


DENGAN PENGETAHUAN DI RUMAH SAKIT “X”

Putri Ayuni Alayyannur1


1
Universitas Airlangga
putri_a_a@yahoo.com

Abstrak

Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia usaha berlaku pada
semua orang di tempat kerja termasuk di Rumah Sakit. Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) harus dilakukan
oleh manajemen, penyelia, jajaran pelaksana, pemberi kerja, pekerja dan pekerja mandiri. Pada tahun 2012,
terdapat 1 kecelakaan kerja dan 2 kecelakaan kerja pada tahun 2014 di RS “X”. Data kecelakaan tersebut
menunjukkan masih belum optimalnya pengendalian manajemen komitmen manajemen secara praktis dalam
penerapan K3 di RS “X”. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara komitmen manajemen dan
pelatihan K3 dengan pengetahuan untuk mencegah kejadian kecelakaan kerja di Rumah Sakit “X” Surabaya.
Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di RS “X”
Surabaya dilakukan pada bulan Oktober-November 2015 dengan besar sampel sebanyak 65 orang yang
didapatkan dari teknik simple random sampling. Hasil uji korelasi Pearson’s menunjukkan tidak ada hubungan
antara komitmen manajemen dengan pengetahuan namun terdapat hubungan antara pelatihan K3 dengan
pengetahuan. Kesimpulan penelitian yaitu tidak terdapat hubungan signifikan antara komitmen manajemen
berupa kebijakan K3, pendanaan, sumber daya manusia K3, dan sarana prasarana dengan pengetahuan
responden terkait K3 namun terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan K3 dengan pengetahuan.

Kata Kunci : Komitmen manajemen, pelatihan, pengetahuan

CORRELATION OF MANAGEMENT COMMITMENT AND K3


TRAINING WITH KNOWLEDGE IN HOSPITAL "X"
Abstract

Occupational Health and Safety (OHS) were carried out in the workplace and in the corporate world by
everyone at work including at the Hospital. Occupational health and safety should been carried out by
management, supervisors, line of executors, employers, workers and work for themselves. In 2012, there were 1
work accident and 2 work accidents in 2014 in RS "X". The accident data show that management control of
management commitment wasn’t optimal in the implementation of OHS in RS "X". The aims of study was to
analyzed the relationship between management commitment and K3 training with knowledge to prevent
accidents at Surabaya Hospital "X". This research was a quantitative research with cross sectional design. The
study was conducted in RS "X" Surabaya in October-November 2015 with a large sample of 65 people obtained
from simple random sampling technique. Pearson's correlation test results showed no relationship between
management commitment and knowledge but there were relationship between OHS training with knowledge.
The conclusion in this research was there no significant relationship between management commitment of OHS
policy, funding, human resources OHS and infrastructure with knowledge of respondent related to OHS but there
was a significant correlation between OHS training with knowledge.

Keywords: Management commitment, training, knowledge

102
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

PENDAHULUAN
Kesehatan & Keselamatan Kerja Pengertian rumah sakit (RS) menurut
(K3) dilaksanakan di dunia kerja dan di Kementerian Kesehatan tahun 2012 adalah
dunia usaha berlaku bagi semua orang sebagai salah satu tempat kerja yang
yang berada pada tempat kerja baik oleh memiliki berbagai risiko bahaya yang
manajemen, penyelia, jajaran pelaksana, dapat menimbulkan dampak terhadap
pemberi kerja, pekerja, dan pekerja Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
mandiri. Kesehatan kerja merupakan salah kepada pekerja di RS, pasien, pengunjung
satu upaya yang dilakukan dalam RS, maupun masyarakat di lingkungan RS
melindungi tenaga kerja agar mereka sehingga pihak RS seharusnya menerapkan
selalu dalam keadaan sehat, selamat, aman, berbagai usaha program K3 di RS
dan sejahtera sesuai dengan jenis (Kemneterian Kesehatan, 2012). World
pekerjaannya sehingga dapat mencapai Health Organization (WHO) menetapkan
tingkat produktivitas yang tinggi. Hal ini 2 juta pekerja di RS terpajan virus hepatitis
tercantum dalam Undang-Undang No. 1 B, virus hepatitis C sebesar 0,9 juta
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pekerja, virus HIV dan AIDS 170.000
pasal 3 ayat (1), 50% dari syarat pekerja, dan 8-12% pekerja sensitif
keselamatan kerja merupakan syarat terhadap lateks (bahan yang sering
kesehatan kerja (Undang-Undang No. 1 digunakan untuk sarung tangan). Kasus
tahun 1970). lainnya di USA tercatat setiap tahunnya
Pengelolaan program K3 di tempat terdapat 5.000 tenaga kesehatan
kerja harus seperti pengelolaan aspek lain teridentifikasi Hepatitis B. Sebanyak
seperti aspek produksi, sumber daya 600.000-1.000.000 luka karena tertusuk
manusia, keuangan, dan pemasaran. jarum suntik yang terlaporkan per
Menurut Ramli (2010), K3 tidak dapat tahunnya, sedangkan perkiraan untuk
berjalan tanpa ada intervensi oleh pihak kasus yang tidak dilaporkan sekitar 60%.
manajemen berupa perencanaan dalam Di Indonesia pada 2004, sebanyak 65,4%
mengelolanya sehingga manajemen pekerja kebersihan sebuah RS di Jakarta
organisasi harus meletakkan K3 setara mengalami dermatitis kontak iritan kronis
dengan unsur lainnya dalam organisasi di tangan, prevalensi gangguan mental
(Ramli, 2010). emosional sebesar 17,7% pada perawat
terdapat hubungan yang bermakna dengan
103
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

stressor kerja (Kepmenkes RI No. 1087 Menurut Ivana, dkk tahun 2014,
tahun 2010). pekerja di RS mempunyai risiko bahaya
Alat, bahan dan proses kerja pada RS lebih tinggi daripada pekerja industri lain
banyak mengancam kesehatan dan untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja
keselamatan pekerja di RS. Angka (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja
berbagai PAK seperti low back pain, (KAK) maka diperlukan standar
hypertensi, varises, gangguan pencernaan, perlindungan untuk pekerja di RS.
stress dan angka kecelakaan kerja yang Penerapan standar K3 RS diperlukan untuk
cukup tinggi. NSC-Amerika pada 1998 pencegahan dan pengurangan risiko
diperoleh angka KAK di RS lebih tinggi bahaya tersebut. Pelaksanaan K3 RS terkait
41% daripada pekerja di sektor lain dengan kebijakan pemerintah yang diberlakukan
angka terbesar adalah Needle Stick Injuries bagi RS di Indonesia yaitu untuk
(NSI). Masalah yang muncul karena meningkatkan akses, keterjangkauan dan
lemahnya penerapan manajemen K3 RS, kualitas pelayanan kesehatan yang aman di
serta rendahnya tingkat kesadaran pekerja RS (Ivana, dkk, 2014).
rumah sakit (Ekowati, 2009). Penerapan K3 RS menjadi tanggung
Menurut penelitian Parubak, dkk jawab bersama antara manajemen, pekerja,
pada 2009, pada petugas dua RS di dan pemerintah namun yang paling
Kabupaten Tana Toraja, petugas pernah berkepentingan dan bertanggung jawab
mengalami kecelakaan kerja sebesar penuh adalah manajemen rumah sakit.
40,5%. Petugas tersebut ada yang Manajemen RS bertanggung jawab
mengalami lebih dari satu jenis kecelakaan terhadap seluruh kegiatan usaha termasuk
kerja sehingga memperbanyak jumlah aspek Kesehatan & Keselamatan Kerja
kecelakaan kerja yang terjadi. Kecelakaan (K3) yang timbul dari berbagai proses atau
kerja pada petugas cenderung merupakan kegiatan usahanya. Pengalihan tanggung
petugas unit kerja medik dengan jawab tidak diperkenankan, tetapi dapat
kecelakaan tertinggi di bagian rawat inap dilimpahkan secara beruntun ke jenjang
karena pekerjaannya beragam dan lebih pimpinan yang lebih rendah. Tanggung
berisiko serta jam kerja yang bervariasi jawab utama terletak pada manajemen
(adanya pembagian shift kerja) (Parubak, puncak (Ramli, 2013).
2009). Komitmen manajemen merupakan
salah satu elemen utama dalam Sistem
104
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Adanya data kecelakaan tersebut


Kerja (SMK3) sesuai Kepmenkes No.432 menunjukan bahwa masih belum
Tahun 2007. Pada SMK3 ditekankan optimalnya pengendalian manajemen
bahwa tanggungjawab tertinggi terkait K3 dalam hal ini komitmen manajemen dalam
ada pada manajemen puncak. Komitmen penerapan program K3 RS “X” Surabaya.
manajemen sangat penting karena salah Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja
satu prinsip dari K3 menjadi landasan tersebut tidak lepas dari fungsi penerapan
pengembangan K3 adalah safety is K3 pada semua unit kerja. Penyebab
management responsibility (Ramli, 2010). umum dari masalah tersebut adalah
Rumah sakit “X” merupakan salah sebanyak 85%-95% insiden di atas
satu RS di Surabaya yang diakibatkan oleh perilaku tidak aman atau
menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan kesalahan manusia yang hanya dapat
kesehatan umum, khususnya bedah. Status dikendalikan oleh system manajemen.
RS “X” merupakan rumah sakit kelas B Pengendalian sistem manajemen yang
khusus bedah. Terdapat banyak hal yang kurang, menunjukkan bahwa belum
perlu dilakukan kembali dalam optimalnya komitmen di dalam organisasi.
membangun rumah sakit ini menjadi Cooper berpendapat bahwa pejabat bidang
rumah sakit yang terbaik, salah satunya K3 seharusnya merupakan pekerja senior
yaitu terkait keberadaan K3 di dalam sehingga mampu memberikan contoh dan
struktur organisasi rumah sakit (Rumah dapat mengajak pihak manajemen dan
Sakit X, 2015). pekerja secara bersama-sama
Berdasarkan data studi pendahuluan, memperlancar proses pelaksanaan K3
sejumlah kecelakaan kerja masih terjadi di (Cooper, 2001).
RS ini. Sebelum adanya Panitia K3 RS, Berdasarkan penjelasan tersebut
pada 2012 terdapat satu kecelakaan pada telah diketahui berbagai alasan perlunya
tenaga kebersihan. Kejadian ini tidak dilakukan usaha program K3 RS untuk
tercatat karena pada saat itu hanya ada tim mengendalikan, meminimalisasi dan bila
Keselamatan Pasien. Data kecelakaan di memungkinkan untuk menghilangkan
RS “X” yang terlaporkan selama tahun bahaya yang timbul untuk memberikan
2014 sebanyak dua orang yang berasal dari perlindungan kepada pasien, pengunjung,
unit teknik. pekerja, dan masyarakat sekitar RS. Oleh
karena itu, maka penelitian ini dilakukan
105
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

untuk mengetahui hubungan antara sampling dan didapatkan sampel sebanyak


komitmen manajemen dan pelatihan K3 65 orang. Pengumpulan data diperoleh
dengan pengetahuan untuk mencegah dari data primer meliputi hasil kuesioner
kejadian kecelakaan kerja di RS “X”. dan data sekunder meliputi profil rumah
sakit dan data jumlah kecelakaan. Analisis
METODE PENELITIAN data menggunakan software pengolah data
Penelitian ini dilakukan di RS “X” menggunakan uji korelasi Pearson’s
Surabaya pada bulan Oktober-November dengan variabel independen berupa
2015 dan merupakan penelitian kuantitatif komitmen manajemen meliputi kebijakan
jenis observasional dan rancang penelitian K3; pendanaan; SDM K3; dan sarana
cross sectional. Populasi penelitian ini prasarana, dan pelatihan K3. Variabel
yaitu sejumlah 180 orang pekerja tetap di dependent meliputi pengetahuan.
RS “X”, dengan metode simple random

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakterisitik responden ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
≤ 1 tahun 3 bulan 12 18,5
> 1 tahun 3 bulan - 2 tahun 6 bulan 9 13,8
Masa kerja
> 2 tahun 6 bulan - 3 tahun 9 bulan 17 26,2
> 3 tahun 9 bulan 27 41,5
Kurang 7 10,8
Kebijakan
Cukup 33 50,8
K3
Baik 25 38,5
Kurang 26 40,0
Pendanaan Cukup 26 40,0
Baik 13 20,0
Kurang 17 26,2
SDM K3 Cukup 36 55,4
Baik 12 18,5
Kurang 10 15,4
Sarana
Cukup 28 43,1
prasarana
Baik 27 41,5
Kurang 21 32,3
Pelatihan
Cukup 28 43,1
K3
Baik 16 24,6
Pengetahuan Kurang 3 4,6
K3 Cukup 12 18,5
106
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

Baik 50 76,9
Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 1 menunjukkan mayoritas dikatakan cukup oleh 36 responden


responden bekerja dalam waktu > 3 tahun (55,4%). Sarana prasarana dirasa sudah
9 bulan yaitu sebesar 27 orang (41,5%). cukup baik menurut 28 responden (43,1%).
Kebijakan K3 menurut 33 responden Penilaian tentang pelatihan K3 dirasa
(50,8%) masih cukup. Pendanaan sudah cukup baik oleh mayoritas
dikatakan kurang dan cukup hal yang sama responden (43,1%). Pengetahuan
diungkapkan oleh responden, masing- responden tentang K3 dimiliki oleh
masing sebanyak 26 responden (40,0%). mayoritas responden (76,9%) sudah baik.
Penilaian tentang SDM K3 juga masih
Tabel 2. Korelasi Kebijakan K3, Pendanaan, SDM K3, Sarana Prasarana, dan Pelatihan K3
dengan Pengetahuan
Pengetahuan
Kesimpulan
Koefisien korelasi Sig (2-tailed)
Kebijakan K3 -0,038 0,766 Tidak signifikan
Pendanaan -0,184 0,143 Tidak signifikan
SDM K3 -0,147 0,243 Tidak signifikan
Sarana Prasarana -0,150 0,233 Tidak signifikan
Pelatihan K3 -0,253 0,042 Signifikan
Sumber: Data Primer, 2015

Hasil analisis data bivariat pada dalam organisasi (Ramli, 2013). Menurut
Tabel 2 menunjukkan hubungan antara Bloom (1975) dalam Notoatmodjo (2007),
kebijakan K3, pendanaan, SDM K3, sarana pengetahuan merupakan pemberian bukti
prasarana, dan pelatihan K3 dengan seseorang dari proses pengingatan atau
pengetahuan. Tidak terdapat hubungan pengenalan informasi dan ide yang sudah
antara kebijakan K3 dengan pengetahuan, diperoleh sebelumnya. Kebijakan K3 yang
besar koefisien korelasi antar keduanya dibuat oleh RS dapat digunakan untuk
yaitu -0,038. Kebijakan K3 merupakan meningkatkan pengetahuan responden
syarat penting penerapan SMK3 di meskipun dalam hal ini bukan faktor
organisasi. Kebijakan K3 adalah komitmen penyebab pengetahuan meningkat.
manajemen terhadap K3 dalam bentuk Kebijakan K3 secara tertulis untuk
nyata tertuang tertulis yang memuat pokok menuangkan kebijakan RS tentang
kebijakan perusahaan terkait penerapan K3 pelaksanaan K3 dalam organisasi.
107
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

Kebijakan K3 secara tertulis untuk penyelenggaraan K3 tidak memPengaruhi


memberikan informasi kepada pekerja RS, program peningkatan pengetahuan.
yang mengunjungi RS, dan pihak yang Penilaian pekerja di RS “X” tentang
bekerja sama dengan RS terkait kebijakan SDM K3 yang baik tidak mengindikasikan
K3 yang berlaku di RS. pekerja akan memiliki pengetahuan yang
Hubungan antara pendanaan dengan baik pula. Tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan juga tidak ada, besar nilai p SDM K3 dengan pengetahuan, besar
keduanya yaitu -0,184. Semakin baik koefisien korelasi antar keduanya yaitu -
penilaian pekerja tentang pendanaan untuk 0,147. Manusia harus bekerja sama dalam
penerapan K3 di RS tidak menjadikan mencapai tujuan bersama. Penerapan K3
pengetahuan pekerja meningkat. Dana membutuhkan keterlibatan sumber daya
merupakan unsur penting tidak terabaikan. manusia yang sesuai mulai dari level
Menurut PP No.50 Tahun 2012 tentang tertinggi yaitu direktur sampai pekerja
Penerapan SMK3, organisasi diharuskan terendah (Ramli, 2013). Keberadaan
mengalokasikan anggaran sebagai tenaga kerja bidang K3 di RS dan tenaga
pendanaan pelaksanaan K3 secara lain sangat penting bagi proses pemberian
menyeluruh di organisasi. Organisasi tidak produk dan jasa pelayanan kesehatan bagi
dapat melakukan berbagai kegiatan seperti pasien. Responden menilai bahwa adanya
pemberian imbalan kepada pekerja dan tenaga kerja bidang K3 tidak
pembelian proses produksi tanpa dana meningkatkan pengetahuan mereka tentang
(Ramli, 2013). Responden menilai bahwa K3. Responden mendapatkan pengetahuan
pendanaan terkait K3 yang berkurang atau tentang K3 dari orang lain di sekitarnya
meningkat tidak mendorong pekerja untuk seperti pekerja lain dengan tingkat
meningkatkan pengetahuan K3. pengetahuan yang lebih baik tentang K3
Peningkatan pengetahuan berkaitan dengan maupun responden juga mendapatkan
beberapa proses oleh responden untuk pengetahuan tentang K3 melalui berita di
mengingat dan mengenal informasi dan internet. K3 di rumah sakit harus dilakukan
usulan yang sudah diperoleh sebelumnya secara bersama-sama sehingga seluruh
(Notoatmodjo, 2007). Bagian pendidikan pekerja diharapkan ikut aktif dalam
dan pelatihan RS “X” mempunyai penyelenggaraan K3. Tidak hanya
anggaran tersendiri untuk peningkatan bersumber dari tenaga K3, seluruh pekerja
pengetahuan pekerja sehingga dana untuk diharapkan mempunyai pengetahuan K3
108
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

yang setidaknya cukup baik yang pengetahuan dengan koefisien korelasi


bersumber dari berbagai pihak. sebesar -0,253. Setiap individu
Tidak terdapat hubungan antara memerlukan latihan dalam pelaksanaan
sarana prasarana untuk pelaksanaan K3 pekerjaannya untuk mencapai sasaran
dengan pengetahuan, besar nilai p tertentu. Pelatihan berkaitan dengan
keduanya yaitu -0,150. Semakin baik perubahan tingkah laku karena fungsi dari
penilaian pekerja tentang sarana prasarana suatu sistem pelatihan adalah proses
di RS bedah tidak menjadikan pengetahuan individu dengan target perilaku tertentu
yang dimiliki oleh pekerja meningkat. agar berperilaku sesuai dengan yang
Sarana dan prasarana yang digunakan di ditentukan sebagai produk akhir dari
dalam organisasi untuk mempermudah pelatihan (Demak, 2013). Pelatihan K3
atau menguntungkan yang lebih besar serta adalah kegiatan pekerja dalam memperoleh
mewujudkan efisiensi kerja. Sarana dan pengetahuan tentang bahaya kecelakaan
prasarana mempunyai dampak yang sangat kerja, mendapat keterampilan baru,
besar karena banyak kecelakaan kerja mendidik pekerja untuk menghadapi
terjadi dalam proses kerja ketika potensi bahaya maka pekerja berperilaku
menggunakan peralatan kerja dan sarana kerja yang aman dan peduli pada kondisi
prasarana yang kurang memenuhi keselamatan di tempat kerja serta mampu
persyaratan (Ramli, 2013). Sarana mempertahankan perilaku aman di
prasarana terkait dengan efisiensi kerja lingkungan kerja (Statt, 2000). Pada
sehingga tidak terkait dengan peningkatan penelitian ini, meskipun pelatihan K3
pengetahuan. Sarana prasarana yang sudah jarang dilakukan di Rumah Sakit “X”,
baik harus didukung oleh hal lain seperti responden sudah memiliki pengetahuan
kompetensi tenaga kerja agar dapat terhadap K3 yang baik. Pengetahuan
meningkatkan pengetahuan. tersebut dapat dimiliki oleh responden dari
Hasil analisis korelasi menggunakan pelajaran semasa menjadi mahasiswa,
uji korelasi Pearson’s pada Tabel 2 membaca buku yang disediakan oleh
menunjukkan bahwa pengetahuan rumah sakit, dan bertanya dengan rekan
responden tentang K3 sudah baik kerja karena adanya keingintahuan
meskipun penilaian responden tersebut responden tentang K3.
tentang pelatihan K3 kurang. Terdapat Salah satu penyebab terbesar
hubungan antara pelatihan K3 dan pelatihan K3 tidak berjalan dengan baik
109
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

karena sering tidak ada kesepadanan antara SARAN


syarat keberhasilan pelatihan dengan Sebaiknya tetap dilakukan
pelatihan yang diberikan, program pelatihan secara rutin meskipun tingkat
pelatihan K3 sering tidak sesuai dengan pengetahuan pada responden tentang K3
kebutuhan peserta pelatihan (Cooper, sudah baik.
2001). Pengetahuan K3 tidak akan
langsung meningkat seiring dengan Daftar Pustaka
meningkatnya jumlah pelatihan K3 dari
pihak rumah sakit, namun harus dilakukan Cooper, D. 2001. Improving Safety
Culture: A Pratical Guide. Applied
analisis kebutuhan terlebih dahulu. Selain Behavioural Sciences
itu, metode yang dilakukan juga harus
Demak D, L. 2013. Analisis Penyebab
tepat dengan pembicara yang berkompeten Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
di RS Islam Asshobirin Tanggerang
sesuai dengan bidang keahliannya
Selatan Tahun 2013. [Skripsi]. UIN
sehingga tujuan pelatihan K3 salah satunya Syarif Hiddayatullah, Jakarta
untuk meningkatkan pengetahuan pekerja Ekowati, A. D. 2009. Magang tentang
dapat tercapai. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
KESIMPULAN [Laporan Umum]. Universitas
Berdasarkan analisis hasil penelitian Negersi Sebelas Maret, Solo

disimpulkan bahwa tidak terdapat Ivana, A., B. Widjasena, dan S. Jayanti.


Analisa Komitmen Manajemen
hubungan signifikan antara komitmen Rumah Sakit (RS) Terhadap
manajemen berupa kebijakan K3, Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3) Pada RS Prima Medika
pendanaan, SDM K3 dan sarana prasarana Pemalang. Jurnal Kesehatan
dengan pengetahuan responden terkait K3. Masyarakat (e-Journal). 2014; 2 (1):
35-41
Semakin baik komitmen manajemen tidak
menjadikan pekerja untuk memiliki Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman
Manajemen Kesehatan dan
pengetahuan yang lebih baik. Ada Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
hubungan signifikan antara pelatihan K3 Sakit. Direktorat Bina Kesehatan
Kerja Kementerian Kesehatan RI,
dengan pengetahuan, meskipun penilaian Jakarta.
responden tersebut tentang pelatihan K3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
kurang namun masih termasuk baik. 432/Menkes/SK/IV/2007. Pedoman
Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah

110
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 2, April 2018
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i2.1881 No. ISSN cetak : 2527-4686

Sakit. Kementerian Kesehatan,


Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
1087/Menkes/SK/VIII/2010. Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit. Kementerian
Kesehatan, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka
Cipta, Jakarta.
Parubak, M., dkk. 2009. Studi Kecelakaan
Kerja Pada Petugas RS Elim
Rantepao dan RSUD Lakipadada
Makale Kabupaten Tana Toraja.
Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia. 5 (4): 82-88.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun
2012. Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pemerintah RI, Jakarta.
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja OHSAS 18001. PT.
Dian Rakyat, Jakarta.
Ramli, Soehatman. 2013. Smart Safety,
Panduan Penerapan SMK3 yang
Efektif. PT. Dian Rakyat, Jakarta.
Rumah Sakit “X” Surabaya. 2015.
Gambaran Umum Rumah Sakit “X”
Surabaya. Rumah Sakit “X”
Surabaya, Surabaya.
Statt, D. 2000. Using Psychology in
Management Training: The
Psychological Foundation of
Management Skills. Routledge,
London.
Undang-Undang No. 1 tahun 1970.
Keselamatan Kerja. Kementerian
Tenaga Kerja da Transmigrasi,
Jakarta.

111

Anda mungkin juga menyukai