Voluntary Counseling and Testing (VCT) dalam bahasa Indonesia disebut konseling
dan tes sukarela yaitu layanan yang diberikan kepada klien yang tidak hanya membuat
orang mempunyai akses terhadap berbagai layanan, tetapi juga efektif bagi pencegahan
terhadap HIV/AIDS. Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) juga dapat
pencegahan HIV (Modul Pelatihan Konselig dan Tes Sukarela HIV, Depkes RI: 2004).
mutu pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela dan mencegah penularan
HIV/AIDS.
Tujuan khusus adalah membuka pintu pertama bagi orang untuk mendapatkan
masalah individu, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan
testing ada 4, yaitu rahasia, sukarela, konseling dan persetujuan ( Dinas Kesehatan,
2008).
a. Rahasia.
Hasil pemeriksaan hanya boleh diketahui oleh yang bersangkutan dan konselor
yang menanganinya. Boleh dibukakan statusnya kepada orang lain, dengan melalui
Layanan harus bersifat professional, menghargai hak dan martabat semua klien, semua
informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan
Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh
mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin
b. Sukarela.
Untuk tes HIV sifatnya sukarela (voluntary), tidak ada paksaan dari konselor.
Konselor hanya mengajaknya secara persuasif, terutama bagi klien yang memiliki
risiko tinggi untuk terpapar HIV. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar
kerelaan klien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan tes
terletak ditangan klien. Tes dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT) bersifat
sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk tes wajib pada pasangan yang
menikah, pekerja seksual, rekrutmen pegawai/ tenaga kerja Indonesia, dan asuransi
kesehatan
c. Konseling.
yang dapat menimbulkan stres atau depresi pada dirinya. Mempelajari latar belakang
sendiri atau melukai orang lain, seandainya hasilnya positif. Menilai pemahaman klien
d. Persetujuan.
Klien harus mengisi formulir persetujuan untuk melakukan tes (inform concent),
Adapun prinsip-prinsip lain dalam konseling VCT tidak jauh berbeda dengan
prinsip-prinsip konseling pada umumnya, yaitu (Prayitno dan Amti, Erman. 2013) :
a. Mendengarkan.
Ini berbarti konselor harus diam beberapa saat dan biarkan percakapan mengalir
mendengarkan dilakukan dengan terlebih dahulu membuat klien merasa nyaman agar
namun bukan dalam artian mengikuti dan kemudian melupakan tujuan konseling.
judgement.
2) Mendengarkan secara aktif terjadi saat adanya diskusi diantara keduanya. Klien
memancing klien, agar klien berpikir mencari jawaban atas perilaku apa yang
Ketika kepercayaan pada konselor tumbuh, klien sudah merasakan nyaman dan
mau membuka dirinya. Adanya trust yang terbangun memudahkan konselor dalam
dengan klien. Konselor menggali informasi dari klien dengan melihat dan
bisa menjadi ODHA. Apabila klien belum mau terbuka dan jujur terkait riwayat
dan merubah perilaku yang bebas dari HIV. Dalam membantu klien memecahkan
masalahnya, konselor tidak boleh memberikan saran kepada klien, konselor harus
bersikap pasif dan klien dibuat untuk menemukan solusinya sendiri namun dengan
pengarahan konselor. Kesadaran untuk merubah perilaku beresiko harus tumbuh dari
diri klien sendiri bukan hasil intervensi orang lain. Perubahan perilaku yang dimaksud
yaitu ketika klien tidak bisa berhenti dari perilaku beresikonya, setidaknya
diminimalisir dengan cara yang aman agar tidak menularkan HIV kepada orang lain.
masalah klien dan upaya pemberian bantuan psikologis tanpa ada maksud untuk
c. Self Disclosure
hidden area klien. Klien yang datang pertama kali ke proses konseling berusaha
yang berulang kali dan seiring dengan kepercayaan dan rasa nyaman yang tumbuh,
klien perlahan mau terbuka kepada konselor terkait latar belakangnya. Berhadapan
dengan klien yang memiliki latar belakang berbeda, tentu tingkat keterbukaan diri
seorang klien terhadap masalahnya akan berbeda pula. Klien yang sulit membagikan
hidden area-nya kepada konselor akan membuat proses konseling menjadi lambat.
Untuk menggali hidden area klien terkait latar belakang kenapa bisa terkena HIV,
setiap konselor memiliki caranya sendiri seperti menempatkan diri konselor sebagai
teman dan orang yang ramah, mengajak ngobrol yang bermanfaat nantinya klien akan
klien mengeluarkan semua unegunegnya dan setelah klien merasa tenang, konselor
Ini merupakan suatu cara agar klien bisa melihat masalah dari sudut pandang yang
berbeda dan membantu konsleor untuk memahami situasi. Dalam hal ini konselor harus
mendengarkan setiap kata dan perasaan yang ada di balik kata-kata tersebut.
Dalam hal ini konselor memberikan informasi yang benar dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh klien, juga meluruskan informasi yang keliru, antara mitos dan
fakta.
Konselor harus menjaga informasi tentang klien sehingga klien merasa bahwa
rahasianya tidak terbuka kepada pihak lain dan klien dapat secara bebas dan terbuka
menghadapi klien dengan karakteristik yang agak sulit atau terjadi keterlibatan emosi
yang terlalu dalam dengan klien. Hal-hal seperti dapat mengganggu proses konseling
dan terkadang konselor tidak bisa berfikir obyektif. Bila hal ini terjadi, konselor dapat
menghentikan proses konseling dan dilanjutkan di lain waktu atau dapat merujuk/
seperti kenyamanan, aman dari gangguan fisik (bising, sempit, gelap), terjaga
privasinya, ada alat peraga dan media KIE lainnya, serta menyesuaikan dengan