Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini

dapat menyerang anak-anak dan balita hampir diseluruh dunia. Bila penyakit ini tidak segera

ditangani, dapat menyebabkan beberapa komplikasi bahkan kematian.

Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.

Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang

tersumbat oleh eksudat mukosa purulen untuk membentuk bercak konsolidasi pada lobus-

lobus yang berbeda didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis (Wong, 2008).

Menurut WHO (2008), insidens pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah

151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu

perawatan di rumah sakit. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total

insidens pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita setiap tahun.

Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74%

(115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari 2 setengahnya terdapat di 6

negara, mencakup 44% populasi anak-balita di dunia.

Berdasarkan Kemenkes (2009), jumlah pneumonia pada balita masih tetap tinggi.

Pneumonia pada balita bila tidak ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat

menghambat upaya mencapai target MDGs menurunkan angka kematian pada bayi dan anak.

Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita dengan

perbaikan gizi dan imunisasi dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia.

Penemuan kasus pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% dengan jumlah kasus yang

ditemukan sebanyak 499.259 kasus.


Berdasarkan data diatas penulis tertarik dalam membuat laporan kasus dengan judul

“Asuhan Kebidanan Pada Bayi “E” Usia 4 Bulan dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak

RSUD Kota Tanjungpinang 11sampai 14 September 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui konsep

dan asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien Bronkopneumonia dengan

intervensi-intervensi mandiri keperawatan di samping tindakan kolaboratif dengan

Tim Medis lainnya.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menganalisis konsep dan asuhan serta intervensi keperawatan yang bisa dilakukan

pada pasien Bronkopneumonia di Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu memahami konsep pada pasien Bronkopneumonia di

Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh

b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Bronkopneumonia di

Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh

c. Mahasiswa mampu membuat analisa data dan menegakkan diagnosa

keperawatan pada pasien Bronkopneumonia di Rumah Sakit Dr. Adnaan WD

Payakumbuh

d. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien

Bronkopneumonia di Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh


e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien

Bronkopneumonia di Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh

f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien

Bronkopneumonia di Rumah Sakit Dr. Adnaan WD Payakumbuh


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai

bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara

penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.

(Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009).

Bronkopneumonia adalah merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas

yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan

produktif. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008).

Bronkopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola

penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan

meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2005)

Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian

menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga

pneumonia lobaris (Wong, 2008).

Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh

agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. Etiologi

Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya

penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang

normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan

kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,

mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2005) antara lain:

1. Bakteri seperti Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus seperti Legionella pneumoniae

3. Jamur seperti Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang

daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan

karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2004 dan Sandra

M. Nettina, 2005)

C. Fisiologi

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran bagian

atas,bagian bawah dan paru.

1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari nafas anterior yang memuat kelenjar sebaseus

dengan di tutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung.rongga hidung yang di

lapisi selaput lendir yang mngandung pembuluh darah.proses oksigenasi diawali dengan

penyaringan udara yang masuk melalui hidung.kemudian dihangatkan sementara di

lembabkan (Sandra M. Nettina, 2005).

Faring,laring, merupakan pipa yang memiliki otot memanjang dari dasar tengkorak

sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring di belakang mulut dan di belakang

faring.
Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terjadi dari atas bagian dari

tulang rawan yang di ikat bersama ligamen dan membran,terdiri atas 2 lapisan yang

bersambung di garis tengah

Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring pada saat

proses makanan.

2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari

Trakea sebagai batang tengkorak,memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai dari

laring sampai kira-kira ketingian vertebrata torakalis kelima. Bronkus merupakan bentuk

percabaan/kelanjutan dari trachea yang terdari atas percabangan kanan dan kiri.

Bronchiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.

3. Paru

Merupakan organ utama dalam sistem pernafasan.paru terletak dalam rongga toraks

setinggi tulang selangka sampai tulang diafragma.

D. Patofisiologi

Bakteri, virus atau jamur masuk ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan

secara percikan (droplet).

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Kapiler melebar dan kongesti, serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri

dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan

pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan florin, leukosit, neutrofil dan

banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisi kelabu (3-8 hari)


Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram

karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fotositosis

pneumococcus.

4. Stadium resolusi (4-11 hari)

Eksudat berkurang dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis

dan degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang (Sujono Riyadi & Sukarmin,

2009).

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut, mungkin juga

komplikasi lain yang dekat seperti atelektosis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti

meningitis, komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005).

F. Prognosis

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan

sampai kurang dari 1%. Bila pasien disertai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan pasien

yang datang terlambat angka mortalitasnya masih tinggi (Ngastiyah, 2005).

G. Manifestasi klinis

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan

bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami

tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif,

hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.

Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan

penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula–mula kering dan kemudian menjadi produktif.

Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena.
Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya

terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).

Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi terdengar

keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. (Sujono Riyadi &

Sukarmin, 2009). Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika

terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2005).

H. Pemeriksaan penunjang

Untuk dapat menegakkan diagnosa dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya

jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2005)

b. Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.

Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk

mendeteksi agen infeksius.

c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra

M. Nettina, 2005)

d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen

mikroba. (Sandra M. Nettina, 2005)

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal

atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan

haemofilus.

b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh

benda padat. (Sandra M, Nettina, 2005).

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Menurut (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).

a. Terapi

1) Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari, ditambah dengan

kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai

spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5

hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang

kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.

2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya

diperlukan campuran glukusa 5 % dan Nacl 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah

larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.

3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme akibat kurang makan

dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.

4) Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang

sudah mengalami perbaikan sesak nafas.

5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan salin normal dan beta

agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer

dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga

dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.


Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai terapi yang

melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas yang diinspirasi. Terapi ini

terutama mencangkup peningkatan konsentrasi oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi

oksigen), peningkatan uap air yang terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi),

penambah partikel udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian

berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan (ventilasi buatan, tekanan

jalan nafas positif) (Wong, 2008). Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi

(hirupan) ke dalam saluran respiratori (IDAI, 2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan obat

cair yang mengandung larutan dalam udara (Ringel Edward, 2012).


H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan
mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah
dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik
sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem
imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi
saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering
terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga
bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga
perokok.

f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena
system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan
infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein
= MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.
Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum
memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.


Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3
dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi
dan fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat
menentukan/mencari etiologinya.
Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya
dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x
ray) dilakukan untuk melihat :
a. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
b. Luas daerah paru yang terkena.
c. Evaluasi pengobata
d. Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.
e. Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2< 0 mmHg.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan
paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun,
sesak nafas.
c. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme sekunder terhadap demam
C.INTERVENSI
N Diagnosa Noc Nic
o
1 a. Ketidakefektifan NOC: Pastikan kebutuhan oral /
Respiratory status tracheal
bersihan jalan nafas
: suctioning.
berhubungan Ventilation Berikan O2 ……l/mnt,
Respiratory status metode………
dengan
: Anjurkan pasien untuk
peningkatan Airway patency istirahat dan napas
Aspiration Control dalam
produksi sputum.
kriteria hasil : · Posisikan pasien untuk
Mendemonstrasika memaksimalkan
n batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang · Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, perlu
tidak ada sianosis · Keluarkan sekret dengan batuk
dan atau
dyspneu (mampu suction
mengeluarkan · Auskultasi suara nafas, catat
sputum, adanya suara
bernafas dengan tambahan
mudah, tidak ada
pursed
lips)
Menunjukkan
jalan
nafas yang paten

2 Gangguan pertukaran gas NOC: NIC :


Respiratory Status · Posisikan pasien untuk
berhubungan dengan
: Gas memaksimalkan
proses infeksi pada exchange ventilasi
Keseimbangan · Pasang mayo bila perlu
jaringan paru
asam · Lakukan fisioterapi dada jika
Basa, Elektrolit perlu
Respiratory Status · Keluarkan sekret dengan batuk
: atau
ventilation suction
Vital Sign Status · Auskultasi suara nafas, catat
Setelah dilakukan adanya
tindakan suara tambahan
keperawatan selama · Atur intake untuk cairan
…. mengoptimalkan
Gangguan pertukaran keseimbangan.
pasien teratasi · Monitor respirasi dan status O2
dengan · Monitor suara nafas, seperti
kriteria hasi: dengkur
Mendemo · Monitor pola nafas : bradipena,
nstrasikan takipenia,
peningkatan kussmaul, hiperventilasi, cheyne
ventilasi dan stokes,
oksigenasi biot
yang adekuat · Auskultasi suara nafas, catat
Memeliha area
ra kebersihan paru penurunan / tidak adanya
paru ventilasi dan
dan bebas dari tanda suara tambahan
tanda distress · Monitor TTV, AGD, elektrolit
pernafasan dan ststus
mental

3 Hipertermi berhubungan NOC: NIC :


Thermoregulasi Monitor suhu sesering
dengan inflamasi terhadap
Setelah dilakukan mungkin
infeksi saluran nafas tindakan Monitor warna dan suhu kulit
keperawatan Monitor tekanan darah, nadi
selama………..pasie dan RR
n Monitor penurunan tingkat
menunjukkan : kesadaran
Suhu tubuh dalam Monitor WBC, Hb, dan Hct
batas Monitor intake dan output
normal dengan Berikan anti piretik:
kreiteria Kelola
hasil: Antibiotik:………………………
Suhu 36 ..
– 37C Selimuti pasien
Nadi dan Berikan cairan intravena
RR dalam rentang Kompres pasien pada lipat
normal paha dan
Tidak ada aksila
perubahan warna Tingkatkan sirkulasi udara
kulit Tingkatkan intake cairan dan
dan tidak ada pusing, nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor hidrasi seperti turgor
kulit,
kelembaban membran mukosa)

4 Nutrisi kurang dari NOC: Kaji adanya alergi makanan


a. Nutritional status: Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh
Adequacy of nutrient untuk
berhubungan dengan b. Nutritional Status : menentukan jumlah kalori dan
food nutrisi yang
peningkatan metabolisme and Fluid Intake dibutuhkan pasien
c. Weight Control Yakinkan diet yang dimakan
sekunder terhadap demam
selama….nutrisi mengandung
kurang tinggi serat untuk mencegah
teratasi dengan konstipasi
indikator: Ajarkan pasien bagaimana
Albumin serum membuat
Pre albumin serum catatan makanan harian.
Hematokrit Monitor adanya penurunan BB
Hemoglobin dan gula
Total iron binding darah
capacity Monitor lingkungan selama
Jumlah limfosit makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga
tentang manfaat nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Salemba Medika: Jakarta
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta
Nettina, S.M. 2005. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC: Jakarta
Wong, D.L. 2008. Perawatan Pediatrik. EGC: Jakarta
Sujono, R & S, 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi pertama. Graha Ilmu:
Yogyakarta
Surasmi, A. 2004. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC: Jakarta
Suriadi, Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai