PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini
dapat menyerang anak-anak dan balita hampir diseluruh dunia. Bila penyakit ini tidak segera
Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukosa purulen untuk membentuk bercak konsolidasi pada lobus-
lobus yang berbeda didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis (Wong, 2008).
151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu
perawatan di rumah sakit. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total
insidens pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita setiap tahun.
Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74%
(115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari 2 setengahnya terdapat di 6
Berdasarkan Kemenkes (2009), jumlah pneumonia pada balita masih tetap tinggi.
Pneumonia pada balita bila tidak ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat
menghambat upaya mencapai target MDGs menurunkan angka kematian pada bayi dan anak.
Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita dengan
perbaikan gizi dan imunisasi dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia.
Penemuan kasus pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% dengan jumlah kasus yang
“Asuhan Kebidanan Pada Bayi “E” Usia 4 Bulan dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui konsep
dan asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien Bronkopneumonia dengan
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis konsep dan asuhan serta intervensi keperawatan yang bisa dilakukan
2. Tujuan khusus
Payakumbuh
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas
yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2005)
menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga
B. Etiologi
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang
normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan
karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2004 dan Sandra
M. Nettina, 2005)
C. Fisiologi
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran bagian
1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari nafas anterior yang memuat kelenjar sebaseus
dengan di tutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung.rongga hidung yang di
lapisi selaput lendir yang mngandung pembuluh darah.proses oksigenasi diawali dengan
Faring,laring, merupakan pipa yang memiliki otot memanjang dari dasar tengkorak
sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring di belakang mulut dan di belakang
faring.
Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terjadi dari atas bagian dari
tulang rawan yang di ikat bersama ligamen dan membran,terdiri atas 2 lapisan yang
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring pada saat
proses makanan.
Trakea sebagai batang tengkorak,memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai dari
laring sampai kira-kira ketingian vertebrata torakalis kelima. Bronkus merupakan bentuk
percabaan/kelanjutan dari trachea yang terdari atas percabangan kanan dan kiri.
3. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernafasan.paru terletak dalam rongga toraks
D. Patofisiologi
Bakteri, virus atau jamur masuk ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan
Kapiler melebar dan kongesti, serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan florin, leukosit, neutrofil dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fotositosis
pneumococcus.
Eksudat berkurang dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis
dan degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang (Sujono Riyadi & Sukarmin,
2009).
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut, mungkin juga
komplikasi lain yang dekat seperti atelektosis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti
meningitis, komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005).
F. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%. Bila pasien disertai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan pasien
G. Manifestasi klinis
bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami
tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif,
hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula–mula kering dan kemudian menjadi produktif.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena.
Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).
keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. (Sujono Riyadi &
Sukarmin, 2009). Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2005).
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra
M. Nettina, 2005)
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal
atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus.
I. Penatalaksanaan
a. Terapi
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya
diperlukan campuran glukusa 5 % dan Nacl 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah
3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
4) Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan salin normal dan beta
dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga
melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas yang diinspirasi. Terapi ini
terutama mencangkup peningkatan konsentrasi oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi
oksigen), peningkatan uap air yang terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi),
penambah partikel udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian
berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan (ventilasi buatan, tekanan
jalan nafas positif) (Wong, 2008). Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi
(hirupan) ke dalam saluran respiratori (IDAI, 2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan obat
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena
system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan
infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein
= MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.
Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum
memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan
paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun,
sesak nafas.
c. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme sekunder terhadap demam
C.INTERVENSI
N Diagnosa Noc Nic
o
1 a. Ketidakefektifan NOC: Pastikan kebutuhan oral /
Respiratory status tracheal
bersihan jalan nafas
: suctioning.
berhubungan Ventilation Berikan O2 ……l/mnt,
Respiratory status metode………
dengan
: Anjurkan pasien untuk
peningkatan Airway patency istirahat dan napas
Aspiration Control dalam
produksi sputum.
kriteria hasil : · Posisikan pasien untuk
Mendemonstrasika memaksimalkan
n batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang · Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, perlu
tidak ada sianosis · Keluarkan sekret dengan batuk
dan atau
dyspneu (mampu suction
mengeluarkan · Auskultasi suara nafas, catat
sputum, adanya suara
bernafas dengan tambahan
mudah, tidak ada
pursed
lips)
Menunjukkan
jalan
nafas yang paten
Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Salemba Medika: Jakarta
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta
Nettina, S.M. 2005. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC: Jakarta
Wong, D.L. 2008. Perawatan Pediatrik. EGC: Jakarta
Sujono, R & S, 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi pertama. Graha Ilmu:
Yogyakarta
Surasmi, A. 2004. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC: Jakarta
Suriadi, Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto: Jakarta