PENGERTIAN
Beberapa pengertian mengenai kista ovarium sebagai berikut:
a Menurut (Winkjosastro, 2005) kistoma ovarii merupakan suatu
tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak
atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang
paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein.
Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan
letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya
kepala ke dalam panggul.
b Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal
pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium
secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh
hormonal dengan siklus mentsruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen.
2005).
c Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal,
folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul
akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium. (Smelzer & Bare,
2002)
d Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari
uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik
(Sjamsoehidayat, 2005).
2. ETIOLOGI
Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2002), penyebab dari kista
belum diketahui secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat
gangguan pembentukan hormon dihipotalamus, hipofisis atau di
indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat
timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami
involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat
membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah
yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista
theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel
yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari
folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
4. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa fungsi
ovarium yang normal tergantung pada sejumlah hormon, dan
kegagalan salah satu pembentukan hormon dapat mempengaruhi
fungsi ovarium tersebut. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal
jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah
yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan
penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal
berinvolusi, gagal mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur,
sehingga menyebabkan folikel tersebut menjadi kista.
Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista
kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada
saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tenga-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan
luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut
dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG.
5. PATHWAY
Klien mengalami
ketakutan dalam
melakukan mobilisasi
Hambatan
mobilisasi fisik
b.d kelemahan
fisik
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan (Winkjosastro, 2005) bahwa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan kista ovarium
sebagai berikut:
1. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui
apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk
menentukan silat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung
kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan
pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat
dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram
intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di
atas.
4. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan
kemungkinan adaya kanker atau kista.
Kecemasan Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang 1. Mengurangi kecemasan
b.d perubahan 3x24 Jam Diharapkan kecemasan menurun dirasakan selama prosedur selama tindakan untuk
peran dan dengan kriteria hasil sebagai berikut: 2. Temani pasien untuk memberikan keamanan kesehatan klien
status Indikator Awal Target dan mengurangi takut 2. Mengalihkan perhatian
kesehatan 1. Klien mampu 3 5 3. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, dengan berbincang-
mengidentifikasi tindakan prognosis bincang
dan 4. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien 3. Mengurangi kecemasan
mengungkapkan 5. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan 4. Keluarga dapat
gejala cemas tehnik relaksasi memberikan kenyamanan
2. Mengidentifikasi, 3 5 6. Dengarkan dengan penuh perhatian pada pasien
mengungkapkan 7. Identifikasi tingkat kecemasan 5. Untuk meningkatkan
dan menunjukkan 8. Bantu pasien mengenal situasi yang kenyamanan dan
tehnik untuk menimbulkan kecemasan mengurangi kecemasan
mengontol cemas 9. Dorong pasien untuk mengungkapkan
3. Vital sign dalam 3 5 perasaan, ketakutan, persepsi
batas normal
4. Postur tubuh, 3 5
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Keterangan:
1: keluhan ekstrim
2: keluhan berat
3: keluhan sedang
4: keluhan ringan
5: tak ada keluhan
Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan 1. Mengetahui status
mobilitas fisik 3x24 Jam Diharapkan hambatan mobilitas dan lihat respon pasien saat latihan kemampuan klien dalam
b.d kelemahan fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil 2. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain latihan ambulasi
fisik sebagai berikut: tentang teknik ambulasi 2. Merubah posisi mencegah
Indikator Awal Target 3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dekubitus
1. Klien meningkat 3 5 4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
dalam aktivitas ADLs secara mandiri sesuai
fisik kemampuan
2. Mengerti tujuan 3 5 5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
dari peningkatan berikan bantuan jika diperlukan
mobilitas
3. Memverbalisasikan 3 5
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Keterangan:
1: keluhan ekstrim
2: keluhan berat
3: keluhan sedang
4: keluhan ringan
5: tak ada keluhan
Kerusakan Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan 1. Mengurangi penekanan
integritas 3x24 Jam Diharapkan Integritas Jaringan pakaian yang longgar daerah luka
jaringan b.d Baik Dengan Kriteria Hasil Segabai Berikut: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 2. Mengurangi kelembapan
faktor 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih 3. Menjaga kebersihan luka
mekanik Indikator Awal Target dan kering 4. Untuk mempercepat
1. Integritas Kulit 3 5 4. Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi penyembuhan luka
Yang Baik Bisa 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 5. Memungkinkan infeksi
Dipertahankan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 6. Mengetahui sejauh mana
(Sensasi, Elastisitas, 7. Monitor status nutrisi pasien klien dapat melakukan
Temperatur, Hidrasi, 8. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman mobilisasi
Pigmentasi) luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, 7. Protein menyebabkan
2. Perfusi Jaringan jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal percepatan
Baik 9. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan penyembuhan luka
3. Menunjukan Proses 3 5 perawatan luka 8. Mengetahui kondisi luka
Perbaikan Kulit 10. Lakukan tehnik perawatan luka untuk perbaikan luka
4. Mempertahankan 9. Mempercepat granulasi
Kelembaban Kulit 3 5 luka
5. Menunjukkan
Terjadinya Proses
penyembuhan luka 3 5
3 5
Keterangan:
1: keluhan ekstrim
2: keluhan berat
3: keluhan sedang
4: keluhan ringan
5: tak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Hefner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.