Anda di halaman 1dari 53

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia cenderung

menganut gaya hidup modern. Gaya hidup seperti salah satu hal

yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup

yang tidak sehat seperti dari makanan, aktifitas fisik, stres, dan

merokok dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi (Sari,

2017).

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, yang disebabkan karena

penyempitan pembuluh darah Hipertensi disebut sebagai the silent

killer didunia dengan angka kejadian yang terus berkembang

(Aryani., Tatwoto.Wartonah., 2015)

Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7%

penduduk Asia Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18

tahun ke atas mengalami hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015).

Pada populasi dewasa mengalami kejadian hipertensi sekitar 20%,

lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi primer/essensial

(Smelzer & Bare, 2015).

Berdasarkan data (Riskesdas, 2018) menunjukkan bahwa

prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 34.1%.

Prevalensi hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun, menurut

diagnosis dokter tahun 2013-2018 menurun dari 9.4% menjadi 8.4%,

untuk prevalensi diagnosis dokter atau minum obat juga mengalami

1
2

penurunan dari 9.5% menjadi 8.8%, serta prevalensi hasil

pengukuran langsung tahun 2013-2018 mengalami kenaikan yaitu

dari 25.8% menjadi 34.1%.

Gambaran hipertensi pada tahun 2013 dengan menggunakan

unit analisis individu menunjukkan bahwa terdapat 65.048.110 jiwa

yang menderita hipertensi di Indonesia (InfoDatin Kemenkes, 2014).

Perbandingan proporsi laki-laki dengan hipertensi 22,8% sedangkan

perempuan 28,8% (Kemenkes, 2015).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi

berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis oleh tenaga

kesehatan dan minum obat hipertensi), di Provinsi Maluku sebesar

6,8%. .Adapun prevalensi tertinggi ada pada Kabupaten Maluku

Tenggara sebesar 13,9%, diikuti oleh Kabupaten Kepulauan Aru

sebesar 11 % dan Kota Tual sebesar 9%. Sedangkan prevalensi

terendah terdapat di Kabupaten Seram Bagian Barat yaitu sebesar

0,8%, diikuti oleh Kabupaten Maluku Tengah sebesar 4,8% (DINKES

Provinsi Maluku, 2015).

Penyebab terbesar 95% hipertensi adalah hipertensi primer.

Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya (Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, 2009).

Hipertensi primer terjadi pada individu pada akhir usia 30 tahun dan

awal usia 50 tahun (Smelzer & Bare, 2015). Hipertensi primer

muncul secara perlahan-lahan sebagai kasus ringan dan tidak


3

menampakkan gejala. Apabila tidak ditangani dan diterapi secara

tepat dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada organ-organ

penting di dalam tubuh hingga menyebabkan kematian, hal ini

menempati posisi kelima sebesar 5,3% (Kemenkes RI, 2015;

Marunduh S & Wungouw H, 2014).

Pada dasarnya pengobatan untuk penderita hipertensi terbagi

menjadi dua jenis pengobatan yaitu terapi farmakologis dan non-

farmakologis. Terapi ini bertujuan untuk mengontrol tekanan darah

dan untuk mencegah timbulnya komplikasi dari hipertensi. Menurut

(Depkes RI, 2006), terapi farmakologi adalah dengan

menggunakan obat -obatan anti hipertensi seperti diuretik,

antagonis aldosterone, penghambat reseptor beta adrenergic,

penghambat ACE, penghambat renin, penghambat reseptor

angiotension II, penghambat saluran kalsium, antagonis reseptor α-

adrenergik, obat aktifitas simpatomimetik intrinsic, vasolidator

arteriolar, dan penghambat simpatik. Sedangkan terapi non

farmakologi merupakan penanganan awal sebelum penambahan

obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang

yang sedang dalam terapi obat misalnya penggunaan jus pemengkur

(papaya mengkal dan kurma) dalam menurunkan tekanan darah.

Penelitian yang dilakukan oleh Aida Andriani (2017) dengan judul

Pengaruh Pemberian Jus Pepaya Mengkal Dalam Menurunkan

Tekanan Darah Penderita Hipertensi diketahui bahwa rata-rata


4

tekanan darah pre-test adalah 166,33/97 mmHg dan setelah

intervensi menurun menjadi 148,33/86,00 mmHg (Andriani, 2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan juga oleh Septriana

dan Juniar (2018), yang menunjukan bahwa ada pengaruh terapi jus

papaya mengkal dan kurma dengan tekanan darah.

Berdasarkan uraian data rekam medik yang diperoleh dari

wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya Ambon selama 3 tahun

terakhir menunjukan angka kejadian penderita hipertensi mengalami

peningkatan yaitu sebanyak 35 orang pada tahun 2016, 43 orang

pada tahun 2017, tahun 2018 menjadi 50 orang, dan pada tahun

2019 bulan Januari sampai Mei 2019 terdapat 56 orang penderita

hipertensi.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada 3 orang hipertensi di

daerah Belakang Soya, tentang manfaat jus pemengkur (papaya

mengkal dan kurma), dapat menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi. Kedua penderita mengatakan bahwa mereka

belum mengetahui tentang manfaat jus pemengkur (papaya mengkal

dan kurma) dalam menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi.

Berdasarkan latar belakang diatas serta banyaknya penderita

hipertensi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Terapi Jus Pemengkur (Pepaya Mengkal dan


5

Kurma) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

yang diangkat yaitu “Adakah pengaruh terapi jus pemengkur

(pepaya mengkal dan kurma) terhadap penurunan tekanan darah

pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi jus pemengkur (pepaya

mengkal dan kurma) terhadap penurunan tekanan darah pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tekanan darah sebelum diberikan terapi jus

pemengkur (pepaya mengkal dan kurma) di wilayah kerja

Puskesmas Belakang Soya.

b. Untuk mengetahui tekanan darah diberikan terapi jus

pemengkur (pepaya mengkal dan kurma) di wilayah kerja

Puskesmas Belakang Soya.

c. Untuk menganalisis perbedaan tekanan darah sebelum dan

sesudah diberikan terapi jus pemengkur (pepaya mengkal dan

kurma) di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan di bidang

kesehatan khususnya keperawatan dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengobatan non

farmakologi pada penderita hipertensi, serta dapat menjadi

masukan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan peneliti mengenai cara dan

metode dalam melakukan penelitian, dan membangun jiwa

peneliti untuk terus mengembangkan berbagai penelitian di

bidang keperawatan.

b. Bagi responden

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan

dan pengobatan alternatif yang aman mengenai buah

pepaya mengkal dan kurma yang dapat menurunkan

tekanan darah tinggi.

c. Bagi masyarakat

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi salah satu alternatif

bagi masyarakat dalam mengendalikan tekanan darah bagi

penderita hipertensi.
7

d. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi mahasiswa Stikes Pasapua Ambon dalam

penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah aktivitas otot-otot jantung dan aliran

darah secara keseluruhan di mana saat jantung memompa

darah, otot-otot jantung mengerut dan berkontraksi, sebaliknya

saat jantung beristirahat darah dari seluruh tubuh masuk ke

jantung (Ardiansyah, 2012).

Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh

jantung yang berkontraksi seperti pompa, untuk mendorong

agar darah terus mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah. Tekanan darah ini diperlukan agar darah tetap mengalir

dan mampu melawan gravitasi, serta hambatan dalam dinding

pembuluh darah. Tekanan darah dibagi menjadi dua, yaitu

tekanan darah sistolik dan diastolik. Angka lebih tinggi yang

diperoleh pada saat jantung berkontraksi disebut tekanan darah

sistolik. Angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung

berelaksasi disebut tekanan darah diastolik. Tekanan darah

ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik

(Khasanah, 2012).

8
9

2. Jenis Tekanan Darah

Menurut (Potter & Perry, 2010) tekanan darah digolongkan

menjadi dua jenis, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan

darah diastolic :

a. Tekanan darah sistolik

Tekanan darah sistolik adalah puncak dari tekanan

maksimum saat ejeksi terjadi. Tekanan maksimun yang

ditimbulkan di arteri 10 sewaktu darah disemprotkan masuk ke

dalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata

adalah 120 mmHg.

b. Tekanan darah diastolic

Tekanan darah diastolik adalah terjadinya tekanan minimal

yang mendesak dinding arteri setiap waktu darah yang tetap

dalam arteri menimbulkan tekanan. Tekanan minimum di dalam

arteri sewaktu darah mengalir keluar selama diastol yakni

tekanan diastolic, rata-rata tekanan diastole adalah 80 mmHg.

3. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut (Lany Sustrani; Alam Syamsir; Hadibroto Iwan

(Tim Redaksi Vitahealth), 2005), Pengukuran tekanan darah

menggunakan alat spygmomanometer (termometer) dan

stetoskop. Ada 3 tipe dari spygmomanometer yaitu dengan

menggunakan air raksa (merkuri), aneroid dan elektrik. Pada

penelitian ini sphygmomanometer yang digunakan adalah


10

merk aneroid dengan prinsip penggunaannya yaitu

menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan darah kapsul

metalis tipis yang menyimpan udara di dalamnya.

Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus

diperhatikan, yaitu:

1) Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum

pengukuran dilakukan.

2) Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh

lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).

3) Pakailah baju lengan pendek.

4) Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih

yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada

pasien setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring

paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi

terbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan

interval 2 menit. Ukuran manset harus sesuai dengan ukuran

lengan atas. Manset harus melingkar paling sedikit 80% lengan

atas atau 3 cm diatas lengan atas dan lebarnya minimal 40%

dari lingkar lengan dan di bawah kontrol manometer. Balon

dipompa hingga kira-kira 30 mmHg di atas nilai saat pulsasi

radialis yang teraba menghilang, kemudian stetoskop

diletakkan di atas arteri brankhialis pada lipat siku, di sisi bawah


11

manset. Kemudian tekanan manset diturunkan perlahan-lahan

dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung.

Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi yang

pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat jika

bunyi tidak terdengar lagi (korotkooff V) .

4. Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah

Menurut (Hayens, B, 2003) tekanan darah dikontrol oleh

otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin,

arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah

di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf

otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk

menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume

darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini

diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju

organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya

ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh

darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis.

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida

(campuran cairan dan gas) di dalam tubuh. Ginjal juga

memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal

merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan

pembuluh darah kontriksi sehingga tekanan darah meningkat.

Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat


12

mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada

ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin

dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang

dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau hormon

tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan

tekanan darah .

Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai

proses fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian

mekanisme inilah yang memastikan darah mengalir di sirkulasi

dan memungkinkan jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat

berfungsi dengan baik. Jika salah satu mekanisme mengalami

gangguan, maka dapat terjadi tekanan darah tingggi.

B. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

1. Defenisi Hipertensi

Sedangkan menurut (Endang, 2014), Hipertensi adalah

suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan

angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah > 140/90

mmHg secara kronis (Tanto Chris, 2014) .Hipertensi dapat

didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90

mmHg .
13

Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah

di dalam pembuluh darah arteri dalam satu periode,

mengakibatkan arteriolaberkonstriksi sehingga membuat darah

sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding

arteri (Udjianti Juni Wajan, 2010).

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut (WHO, 2015) batas normal tekanan darah adalah

tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan

darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang

dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan

(Joint National Committee-8, 2014), tekanan darah dapat

diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu.

Diantaranya adalah:

Tabel 2.1 Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint


National Commite VIII Tahun 2014
Batasan tekanan Kategor
Darah (mmHg) i
Usia ≥60 tahun tanpa penyakit
≥150/90 mmHg
diabetes dan cronic kidney disease
≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit
penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit
ginjal
Usia ≥18 tahun dengan penyakit
≥140/90 mmHg
diabetes
Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).
14

(Association Heart American, 2014) menggolongkan hasil

pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2.2 Kategori Tekanan Darah Berdasarkan


American Heart Association
Kategori tekanan Sistolik Diastolik
darah
Normal <120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 ≥ 180mmHg ≥ 110 mmHg
(keadaan gawat)
Sumber: American Heart Assosiation (2014).

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder Hipertensi primer

adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui

penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi

primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan

berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin,

usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah

peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada

sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari

10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor

pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain:

penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume

intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti Juni Wajan, 2010).


15

3. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan

menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi

yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik).

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain. Hipertensi sekunder merupakan 10% dari

seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena

suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit

ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi

renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan

hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder

yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal

hypertension). (Tanto, Liwang, Hanifati, & Dkk, 2014).

4. Faktor – Faktor Risiko Terjadi Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena

interaksi berbagai faktor risiko. Risiko relative hipertensi

tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan dari faktor risiko

yang dapat dikontrol seperti stress, obesitas, nutrisi dan gaya

hidup, serta faktor yang tidak dapat dikontrol seperti genetik,

usia, jenis kelamin dan etnis.


16

a. Usia

Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang

disebabkan oleh interaksi berbagai faktor risiko yang

dialami seseorang. Pertambahan usia menyebabkan

adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan

dinding arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada

lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan mengalami

penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun.

Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan

aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor

(pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.

Menurut penelitian dari (Febby Haendra Dwi Anggara;

Nanang Prayitno, 2013) menunjukkan adanya hubungan

antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan

karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan

bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta, serta

adanya proses degeneratif, yang lebih sering pada usia tua.

b. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama

dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen


17

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL).

Menurut penelitian dari (Nelli, Suyanto, & Butar-butar,

2015) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kejadian hipertensi. Jenis kelamin

terbanyak pada laki-laki yaitu 56,4%.

c. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu juga akan

menyebabkan keluarga itu memiliki risiko untuk menderita

penyakit hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraselular dan rendahnya rasio

antara potassium terhadap sodium. Individu dengan orang

tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70- 80% kasus hipertensi esensial dengan

riwayat hipertensi dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Nelli Sapitri, 2015), menunjukkan bahwa mayoritas

responden hipertensi memiliki riwayat hipertensi keluarga

sebanyak 71,8%. Keluarga yang memiliki hipertensi dan

penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2 sampai 5

kali lipat.
18

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam

dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum

diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang

kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan

sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar.

e. Aktivitas fisik

Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak

faktor. Salah satunya adalah aktifitas fisik. Orang yang

dengan aktifitas fisik kurang tapi dengan nafsu makan yang

kurang terkontrol sehingga terjadi konsumsi energi yang

berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah yang

akhirnya berat badannya naik dan dapat menyebabkan

obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah, maka

volume darah akan bertambah pula, sehingga beban

jantung untuk memompa darah juga bertambah. Semakin

besar bebannya, semakin berat kerja jantung dalam

memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan perifer

dan curah jantung dapat meningkat kemudian menimbulkan

hipertensi.

Penelitian dari Framingham study menyatakan bahwa

aktivitas fisik sedang dan berat dapat mencegah kejadian

stroke. Selain itu, meta analisis yang dilakukan juga


19

menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis pertama

menyebutkan bahwa berjalan kaki menurunkan tekanan

darah pada orang dewasa sekitar 2%. Analisis kedua pada

54 randomized controlled trial (RCT), aktivitas aerobik

menurunkan tekanan darah rata- rata TDS 4 mmHg dan 2

mmHg TDD pada pasien dengan dan tanpa hipertensi.

Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30-45 menit per hari

penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan

pengelolaan hipertensi.

Aktifitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit, ≥3 kali per minggu

2. Sedang, jika dilakukan ≥30 menit, <3 kali per minggu

3. Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali per minggu.

f. Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan

sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas

mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak

remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami

hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan

normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan

tekanan darah 7 mmHg.


20

Penyelidikan epidemiologi membuktikan obesitas

merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi.

Curah jantung dan volume darah pasien obesitas dengan

hipertensi lebih tinggi dibandingkan penderita yang

mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah

yang setara. Akibat obesitas, para penderita cenderung

menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes

mellitus.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Nelli Sapitri,

2015) menunjukkan bahwa orang dengan obesitas

(IMT>25) beresiko menderita hipertensi sebesar 6,47 kali

dibanding dengan orang yang tidak obesitas.

g. Konsumsi lemak

Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang beresiko terjadinya

hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan

darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak

dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang

berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain

yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan

darah.
21

h. Konsumsi natrium

Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada

suku bangsa dengan asupan garam rendah. Apabila

asupan garam antara 5-15 g/hr prevalensi hipertensi

meningkat menjadi 15-20%.

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi

melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan

tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak

lebih dari 6 gr/hr yang setara dengan 110 mmol natrium

atau 2400 mg/hr. asupan natrium yang tinggi dapat

menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga

meningkatkan volume darah.

Menurut Depkes RI, klasifikasi dari banyaknya asupan

natrium yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi: jika ≥6 grm

sehari atau >3 sdt dan normal: jika <6 grm sehari atau ≤3

sdt. Hal ini sejalan degan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Raihan tahun 2014, menunjukkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara pola asupan garam dengan

kejadian hipertensi .
22

i. Merokok

Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.

Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok

terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per

hari.

Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang)

rokok sehari memiliki risiko 2 kali lebih rentan untuk

menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler daripada

mereka yang tidak merokok.

j. Konsumsi alkohol dan kafein

Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang

terdapat dalam kopi, teh, dan cola akan meningkatkan

aktifitas syaraf simpatis karena dapat merangsang sekresi

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang berujung

pada peningkatan tekanan darah. Sementara kafein dapat

menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

k. Stres

Stress diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal

ini diduga melalui aktivitas syaraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Disamping

itu juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan


23

hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih

cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan

meningkat. Jika stress berlangsung cukup lama, tubuh

akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul

kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang

akan muncul berupa hipertensi atau penyakit mag. Stress

dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu

dan bila stress sudah hilang tekanan darah bisa normal

kembali.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nelli Sapitri, 2015)

menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat stress

mempunyai risiko mendertia hipertensi sebesar 0,19 kali

dibanding dengan yang tidak memiliki riwayat stress.

5. Manifestasi Klinis

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan

mengakibatkan penderita tersebut mengalami kelemahan otot

pada aldosteronisme primer, mengalami peningkatan berat

badan dengan emosi yang labil pada sindrom cushing,

polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan

keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan

rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Sudoyo, Setiati,

Alwi, & dkk, 2014). Saat hipertensi terjadi sudah lama pada

penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan


24

tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan,

mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur.

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat

mengalami penurunan kesadaran dan bahkan mengakibatkan

penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan pada

bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan

ensefalopati hipertensi (Irianto Koes, 2014).

6. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla

diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi


25

sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2009).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,

yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi

perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan

relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya


26

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi

yang berbahaya menurut (Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, 2009;

Corwin, 2009; Irianto Koes, 2014; Lorraine, 2006; Vitahealt, 2005)

seperti :

a. Payah Jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi

jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan

tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau

sistem listrik jantung.

b. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke,

karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi

pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka

terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian.

Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan

darah yang macet dipembuluh yang sudah menyempit.


27

c. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran

darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai

penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan

tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan

membuangnya kembali kedarah.

d. Kerusakan pengelihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh

darah di mata, sehingga mengakibatkan pengelihatan

menjadi kabur atau buta. Pendarahan pada retina

mengakibatkan pandangan menjadi kabur, kerusakan organ

mata dengan memeriksa fundus mata untuk menemukan

perubahan yang berkaitan dengan hipertensi yaitu retinopati

pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi pada bagaian otak,

jantung, ginjal dan juga mata yang mengakibatkan

penderita hipertensi mengalami kerusanan organ mata yaitu

pandangan menjadi kabur.

Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit hipertensi

menurut Departemen Kesehatan (Depkes RI, 2006) adalah

tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang lama akan

merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis.

Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh

seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah


28

besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit

serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit

arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal,

dementia, dan atrial fibrilasi.

8. Terapi Hipertensi

a. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi merupakan penanganan awal

sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping

perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi

obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,

pendekatan non farmakologi ini dapat membantu

pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh

karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang

penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan

penanganan hipertensi (Nurkhalida, 2003).


29

Tabel. 2.3 Modifikasi Gaya Hidup Menurut (Chobanian et al, 2003)

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan


penurunan tekanan
diastole yang
terjadi
Penurunan berat Pengaturan berat 5-20 mmHg/
badan badan normal penurunan 10 Kg

Adaptasi Konsumsi makanan 8-14 mmHg


pengaturan pola yang banyak
makan
berdasarkan mengandung buah
DASH dan sayur serta
mengurangi asupan
lemak atau yang
mengandung lemak

Penurunan 2-8 mmHg


konsumsi garam
tidak lebih dari 6
Diet rendah garam

Aktifitas olahraga 4-9 mmhg


aerobik (jogging
Aktivitas fisik sekitar 30 menit
setiap hari, atau
lebih dari sekali
dalam seminggu)

Tidak lebih dari dua 2-4 mmhg


jenis minuman
Pengurangan beralkohol atau
konsumsi alkohol bahkan penghentian
penggunaan alkohol
g
d
S
umber: (Chobanian et al, 2003)
30

b. Terapi Farmakologi

Menurut (Depkes RI, 2006), terapi farmakologi adalah

dengan menggunakan obat -obatan anti

hipertensi. Masing-masing obat antihipertensi memiliki

efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi.

terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok

antihipertensi, antara lain :

1) Diuretik

Obat jenis diuretik adalah obat pilihan pertama

pada hipertensi. mekanisme diuretik dengan menekan

reabsorbsi natrium di tubulus ginjal sehingga

meningkatkan ekskresi natrium dan air.

2) Antagonis aldosteron

Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan

menahan retensi natrium. Efek samping dapat

menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan

penyakit gagal ginjal kronis.

3) Penghambat reseptor beta adrenergik

Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor

beta adrenergik sehingga terjadi penurunan curah

jantung dan penghambatan pelepasan renin, frekuensi

dan kontraksi otot jantung.


31

4) Penghambat angiotensin coverting enzyme (ACE)

Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang

mengkonversi perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah).

5) Penghambat renin

Mekanisme obat ini mencegah pemecahan

angiotensinogen menjadi angiotensin I.

6) Penghambat Reseptor Angiotension II

Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor

angiotension II sehingga menimbulkan efek

vasodilatasi, penurunan pelepasan aldosteron, adan

penurunan aktivitas saraf simpatik.

7) Penghambat saluran kalsium

Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi

otot jantung dan otot polos melalui penghambatan

masuknya ion kalsium masuk ke dalam intrasel.

8) Antagonis reseptor α-adrenergik

Mekanisme obat dengan penghambatan α-

adrenergik sehingga pelepasan katekolamin

terhambat. Menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

yang berefek pada penurunan resistensi perifer. Efek

tersebut menurunkan laju jantung dan curah jantung.


32

9) Obat aktifitas simpatomimetik intrinsik

Mekanisme obat dengan penghambatan parsial

reseptor beta1, sehingga mengurangi bronkospasme

dan vasokonstriksi.

10) Vasodilator arteriolar

Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos

arteriolar menyebabkan terjadinya refleks baroreseptor

sehingga terjadi peningkatan laju jantung, curah

jantung, dan pelepasan renin.

11) Penghambat simpatik

Mekanisme guanetidin dan guanadrel adalah

dengan menghambat pelepasan norepinefrin pada post

ganglion pusat saraf simpatik dan penghambatan

pelepasan norepinefrin dalam menstimulasi saraf

simpatik.

C. Tinjauan Umum Dan Kandungan Pemengkur (Pepaya Mengkal

dan Kurma) Sebagai Terapi

1. Defenisi Buah Pepaya Mengkal

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang

berasal dari Amerika Tengah. Pepaya dapat tumbuh dengan

baik di daerah yang beriklim tropis. Tanaman pepaya oleh para

pedagang Spanyol disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia.

Negara penghasil pepaya antara lain Costa Rica, Republik


33

Dominika, Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia

merupakan penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno,

2003).

Klasifikasi tanaman pepaya adalah sebagai berikut (Yuniarti,

2008)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Cistales

Family : Caricaceae

Genus : Carica

Species :Carica Papaya L.

2. Kandungan dan Manfaat Buah Pepaya Mengkal

Buah pepaya mengkal mengandung antioksidan, tinggi

serat dan telah terbukti khasiatnya untuk menormalkan tekanan

(Jain, 2011). Buah pepaya mengkal banyak mengandung zat-

zat kimia yang bermanfaat bagi tubuh, terutama untuk pembuluh

darah. Buah pepaya mengkal kaya akan vitamin A (β-Karotena),

vitamin C, Peptin, enzim papain serta kalium.Vitamin A (β-

Kartena) dan vitamin C sebagai antioksidan yang berperan

penting dalam mencegah dan memperbaiki kerusakan

pembuluh darah akibat aktivitas molekul radikal bebas.


34

Sedangkan peptin dapat menurunkan kadar kolestrol dalam

darah sehingga mengurangi terjadinya arterosklerosis (Kholish,

2011).

Enzim papain merupakan zat yang sangat aktif dalam

memecah protein sehingga terbentuk berbagai senyawa asam

amino yang bersifat autointoxicating atau otomatis

menghilangkan terbentuknya subtansi yang tidak diinginkan

akibat pencernaan yang tidak sempurna dan tidak bermanfaat

bagi tubuh, seperti penumpukan lemak yang berlebihan dalam

tubuh kemudian dikeluarkan melalui feses. Enzim papain yang

ada dalam pembuluh darah akan menghancurkan partikel-

partikel yang menempel disepanjang pembuluh darah penyebab

arterosklerosis sehingga tekanan darah dapat dinetralisir

(Kholish, 2011).

3. Definisi Buah Kurma

Kurma atau dalam bahasa ilmiahnya Dactylifera Phoenix,

merupakan buah asli dari Semenanjung Arab, Timur Tengah

dan Afrika Utara. Warna kurma beragam, dari coklat terang

hingga mendekati warna hitam. Bentuknya pun berbeda-beda,

mulai dari persegi panjang, bulat kecil, hingga buah yang

berukuran panjang. Kebanyakan kurma yang diekspor berupa

kurma kering. Kurma kaya akan gizi, fitokimia, air dan gula
35

alamiah yang dapat digunakan untuk mempertahankan

kesehatan. Kandungan fruktosa dan glukosa dalam kurma

merupakan sumber energi yang kaya akan asam amino

(Mukhlidah, 2012).

4. Kandungan dan Manfaat Buah Kurma

Selain daripada tinggi vitamin dan mineral, buah kurma

adalah sumber yang kaya dengan fiber atau serat, iaitu 6.4%

hingga 11.5% bergantung kepada jenis dan tahap

kemasakan(Al-Shahib & Marshall, 2002). Pengambilan 100

gram kurma setiap hari dapat memenuhi 32% daripada saranan

pengambilan serat harian. Serat mempunyai banyak manfaat

teraputik termasuk menurunkan aras kolesterol darah dan risiko

banyak penyakit kronik seperti diabetes, hipertensi, kanser

kolon, dan penyakit jantung (Cummings, Bingham, Eastwood, &

Heaton, 2000; Judith A Marlett; Michael I McBurney; Joanne L

Slavin, 2002).

Kurma mengandungi tinggi mineral seperti selenium,

copper, potassium, dan magnesium, sederhana kandungan

manganese, zat besi, phosphorus, dan calcium serta

mengandungi sedikit kuantiti boron (Barreveld WH, 1993).

Kandungan magnesium dan potassium yang tinggi serta sodium

yang rendah di dalam kurma adalah sesuai dalam mengawal


36

tekanan darah. Peranan magnesium dikatakan dapat

meningkatkan keberkesanan ubat yang digunakan untuk

mengawal tekanan darah (Houston, 2011). Tekanan darah yang

tinggi merupakan faktor risiko utama penyakit jantung.

5. Panduan Pembuatan Jus Pemengkur

a. Alat Dan Bahan Pembuatan Jus Pemengkur

1) Tensi meter aneroid

2) Stetoskop

3) Timbangan

4) Blender

5) Pepaya Bangkok mengkal

6) Kurma Tunisia

b. Langkah-Langkah Pembuatan Jus Pemengkur

1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2) Kupas papaya Bangkok dan bersihkan

3) Potong dadu papaya Bangkok lalu sisihkan sebentar

4) Bersihkan kurma dengan membuang biji pada bagian

dalam kurma

5) Blender papaya mengkal, kurma, dan air hingga halus

6) Jika sudah halus, Angkat dan tuang ke gelas atau ke

wadah yg diinginkan.
37

Dari bahan diatas jika menggunakan gelas selay (gelas

kecil) bisa mendapatkan 2 gelas, namun jika

menggunakan gelas berukuran besar maka

mendapatkan jus 1 gelas besar.

7) Jus Pemengkur siap dinikmati.

Gambar. 2.1 Alat dan Bahan Gambar. 2.2 Jus Pemengkur


Pembuatan jus
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN
DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel

bebas (independen) yaitu jus pepaya mengkal dan kurma dan

variabel terikat (dependen) yaitu tekanan darah pasien hipertensi

yang tergambar pada gambar 3.1 dibawah ini.

Variabel Independen Variabel

Dependen Tekanan
darah
Jus pepaya mengkal dan kurma

1. Konsumsi lemak berlebih

2. Obesitas

3. Merokok

4. Stres

5. Kurang Olahraga

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel Yang Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

38
39

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesisnya adalah :

1. Ho (Hipotesis Nol)

Tidak ada pengaruh terapi jus pemengkur (pepaya mengkal dan

kurma) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya.

2. Ha (Hipotesis Alternatif)

Ada pengaruh terapi jus pemengkur (pepaya mengkal dan

kurma) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya.

C. Definisi Operasional

Secara rinci definisi operasional pada pasien penelitian ini

dijelaskan pada tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

N Defenisi
Variabel Alat ukur Hasil ukur Skala
o opersional
Variabel
Independen
Jus Pemengkur Timbangan -
Pemengkur adalah pepaya
mengkal
berjenis papaya
Bangkok yang
dipotong dadu
dan kurma
berjenis Tunisia
yang dibuat
menjadi jus
yang bisa
dikonsumsi
langsung.
Takaran yang
40

digunakan yaitu
papaya
Bangkok
sebanyak 271
gr dan kurma 4
buah yang
diminum 1 kali
sehari sebelum
makan siang
dan diberikan
selama 5 hari
berturut-turut.
Variabel
Dependen
Tekanan Tekanan darah Stetoskop 1. Systole : Interv
Darah yaitu tekanan dan Tensi 120-189 al
pada pembuluh Meter 2. Diastole : 80-
darah arteri merk 110
ketika darah Aneroid.
dipompa oleh
jantung
keseluruh
tubuh. Yang
diukur pada
lengan kiri
dengan
memblok aliran
darah
menggunakan
manset yang
kemudian
dibuka secara
perlahan sambil
didengarkan
bunyi
ketukannyan.
Bunyi pertama
kita sebut
systole dan
bunyi kedua
disebut diastole
yang kemudian
diinterpretasikan
sebagai tekanan
darah systole
per diastole
41

yang diukur 2
kali yaitu
sebelum dan
sesudah
diberikan
intervensi.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pre eksperimental design dengan rancangan one group pretest-

posttest. One group pretest dan posttest design, merupakan desain

eksperimen yang hanya menggunakan satu kelompok subyek (kasus

tunggal serta melakukan pengukuran sebelum diberikan perlakuan

(pretest) dan sesudah diberikan perlakuan (posttest), perlakuan

dalam penelitian ini berupa jus pemengkur (papaya mengkal dan

kurma) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Pasien Pre Test Post Test

Intervensi 01 02

Gambar 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : Sebelum pemberian jus papaya mengkal dan kurma

O2 : Sesudah pemberian jus papaya mengkal dan kurma

X : Perlakuan

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas
Belakang Soya.

42
43

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Juli – Agustus
2019.

C. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya Ambon sebanyak 56

orang.

D. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh


penderita hipertensi sebanyak 49 orang dengan menggunakan
𝑁
rumus Slovin sebagai berikut : 𝑛 = 1+𝑁(𝑒)2
56
𝑛 = 1+56(0.05)2
56
𝑛 = 1+56(0.0025)
56
𝑛 = 1+0.14
56
𝑛 = 1,14

𝑛 = 49
Keterangan :
N = Populasi
n = Sampel
e = Nilai signifikan (p < 0.05)
44

2. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah


teknik non propability sampling dengan pendekatan purposive
sampling.
Dalam pengambilan sampel penelitian harus memperhatikan
dua kriteria yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi

1) Penderita berumur 30-60 tahun

2) Penderita hipertensi yang berobat di wilayah kerja

Puskesmas Belakang Soya Ambon.

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Responden tidak ada ditempat selama penelitian.

2) Tidak memiliki penyakit penyerta seperti stroke, gagal

ginjal, jantung, diabetes dan lain-lain.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Kuesioner A
Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang
terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dan agama.
2. Lembar Observasi
Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk
mengukur tekanan darah pretest dan posttest sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan dengan menggunakan
sphygmomanometer aneroid.
45

3. Alat dan Bahan


a. Alat Penelitian
1) Tensi meter aneroid
2) Stetoskop
3) Timbangan
4) Blender

Gambar 4.2 Sphygmomanometer Aneroid

b. Bahan Penelitian
1) Papaya Bangkok mengkal
2) Kurma Tunisia
3) Air 200 ml (1 gelas selay)

F. Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh perlu di olah terlebih dahulu dengan

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan memeriksa data hasil jawaban

dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan

kemudian dilakukan koreksi apakah terlah terjawab dengan

lengkap.
46

2. Coding

Kegiatan ini memberikan kode angka pada kuesioner terhadap

jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data

selanjutnya.

3. Entry

Jawaban yang sudah diberi kode kategori dimasukan dalam

tabel melalui komputer yaitu SPSS.

4. Cleaning

Dari jumlah sampel sebanyak yang ditemukan selama waktu

penelitian dari kemungkinan data yang belum di entry.

5. Tabulasi

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari

jawaban kuesioner responden yang telah diberikan kode,

kemudian diamsukan dalam tabel.

G. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan dalam penelitia ada dua jenis analisa

yaitu analisa univariat dan bivariat.

1. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

karakteristik responden, variabel independen (jus pemengkur)

dan variabel dependen (tekanan darah) .


47

2. Analisa bivariate

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan. Uji statistic yang digunakan adalah uji Paired

Sample T Test jika data berdistribusi normal dan uij Wilcoxon

Siggned Rank apabila datanya tidak berdistribusi normal dengan

derajat kemaknaan (α) adalah 0,05 apabila nilai p < 0,05 maka

hasilnya bermakna statistik atau terdapat hubungan (H0 ditolak

dan Ha diterima), sedangkan bila nilai p > 0,05 maka hasilnya

tidak bermakna secara statistik atau tidak terdapat hubungan (H 0

diterima dan Ha ditolak).

H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip

etik yang meliputi :

1. Lembar persetujuan ( Informed Consent)

Informed Consent adalah informasi secara lengkap tentang

tujuan riset yang akan dilaksanakan dan mempunyai kebebasan

dalam berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Setiap

responden diberikan lembar persetujuan beserta penjelasan

tentang maksud dan tujuan penelitian, jika menandatangani

lembar persetujuan tersebut berarti bersedia, tetapi jika subjek

tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghargai haknya.


48

2. Tanpa nama (Anonimity)

Anonimity adalah kerahasiaan identitas atau biodata

responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup

dengan memberi nomor kode (nama inisial) pada masing-masing

lembar untuk menjaga privasi.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data

tertentu sebagai hasil riset. Segala informasi yang diperoleh dari

responden, peneliti bersedia menjamin kerahasiaannya, hanya

pada kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan sebagai hasil riset.


49

I. Alur Penelitian

Pengambilan data awal di Wilayah Kerja


Puskesmas Belakang Soya

Menetapkan Populasi : Seluruh Penderita


Hipertensi N=56

Menetapkan : Sampel yang memenuhi


kriteria inklusi n = 49

Pemberian Informed Consent

Variabel Independen Variabel dependen


Pemberian Jus Pemengkur Penurunan Tekanan Darah

Analisa data yang digunakan adalah Paired Sample T Test


(data berdistribusi normal) & Wilcoxon Siggned Rank (data
tidak berdistribusi normal)

Penyajian hasil

Gambar 4.3 Alur Penelitian


50

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shahib, W., & Marshall, R. J. (2002). Dietary fibre content of dates from 13

varieties of date palm Phoenix dactylifera L. International Journal of Food

Science and Technology, 37(6), 719–721.

Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

(Vol. 53). Jakarta: Interna Publishing.

Andriani, A. (2017). Pengaruh Pemberian Jus Pepaya Mengkal Dalam

Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Jurnal IPTEKS Terapan, 4.

Aryani., Tatwoto.Wartonah., R. (2015). Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa

Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Barreveld WH. (1993). Date Palm Products. Bulletin No 101. Rome, Italy: Food

And Agriculture Organization of the United Nations.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (3rd ed.). Jakarta: EGC.

Cummings, J. H., Bingham, S. A., Eastwood, M. A., & Heaton, K. W. (2000). Fecal

weight, colon cancer risk, and dietary intake of nonstarch polysaccharides

(dietary fiber). The Journal of Clinical Hypertension, 103(6), 1783–1789.

Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. In Direktorat

Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat

Kesehatan, Jakarta (Vol. 3).

DINKES Provinsi Maluku. (2015). Profil Kesehatan Provinsi MalukuTahun 2015.

Ambon.
51

Febby Haendra Dwi Anggara; Nanang Prayitno. (2013). Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang

Barat. Jurnal Ilmiah Kesehatan, volume 5(1), 20–25.

Hayens, B, D. (2003). Buku Pintar Menaklukan Hipertensi. Jakarta: Ladang

Pustaka.

Houston, M. (2011). The Role of Magnesium in Hypertension and Cardiovascular

Disease. The Journal of Clinical Hypertension, 843–847.

InfoDatin Kemenkes. (2014). Hipertensi. In Pusat Data Dan Informasi Kementrian

Kesehatan RI.

Irianto Koes. (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Judith A Marlett; Michael I McBurney; Joanne L Slavin. (2002). Position of the

American Diabetic Association: Health implications of dietary fiber. Journal

American Diabetic Association, 102, 993–1000.

Kemenkes. (2015). Hasil Utama Riskesdas 2018. In Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Lany Sustrani; Alam Syamsir; Hadibroto Iwan (Tim Redaksi Vitahealth). (2005).

Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lorraine, P. S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6th

ed.). Jakarta: EGC.

Marunduh S & Wungouw H. (2014). Mudah Mempelajari Patofisiologi. Tangerang


52

Selatan: Binarupa Aksara.

Nelli, S., Suyanto, & Butar-butar, W. R. (2015). Analisis Faktor Risiko Kejadian

Hipertensi Pada Masyarakat Di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota

Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Kedokteran, 3(1), 1–15.

Riskesdas. (2018). Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan.

Sari. (2017). Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi Medika.

Smelzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8th

ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran (4th

ed.). Jakarta: Media Aesculapius.

Udjianti Juni Wajan. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba

Medika.

Vitahealt. (2005). Hipertensi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

WHO. (2015). A Global brief on HYPERTENSION Silent killer, global public health

crisis. Zwitzerland.
53

Anda mungkin juga menyukai