DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1. CAROLINA SOURIPET
2. DESAMBRI HITIMALA
3. TRESYE BERNARD
4. WATI RAHAYAAN
5. YUNIARTI MAASILY
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas besar makalah yang berjudul
“Konseling dan VCT pada pasien HIV/AIDS” di mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS.Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen yang telah
memberikan materi selama kuliah berlangsung. Kami juga berterima kasih kepada
teman-teman yang memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Tentunya kami berharap dapat memenuhi apa yang menjadi tugas kami
melalui tugas makalah ini, juga telah bermanfaat bagi diri kami sendiri karena
menambah ilmu kami. kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu kami berharap kritik dan saran yang membangun dari
dosen terkait, guna menyempurnakan tugas makalah yang kami buat ini.
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
II. BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Teori HIV AIDS
B. Konseling HIV/AIDS
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trend kejadian HIV/AIDS didunia cenderung meningkat setiap tahunnya.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 di dunia didapatkan
36.900.000 orang terinfeksi HIV/AIDS. Di Indonesia menurut Dirjen PP dan PL
Kemenkes RI (2014),ada sekitar 150.285orang terinfeksi HIV/AIDS. Pemerintah
Indonesia telah mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS dengan berbagai
macam cara. Menurut Permenkes RI (2013), penanggulangan HIV/AIDS
dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu; 1) promosi kesehatan; 2) pencegahan
penularan HIV/AIDS; 3) pemeriksaan diagnosis HIV/AIDS; 4) pengobatan,
perawatan dan dukungan; serta 5) rehabilitasi. Menurut Kemenkes RI (2014),
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS
diwujudkan melalui voluntary counseling and testing (VCT).Hal ini menunjukkan
bahwa VCT sebagai upaya untuk penanggulanggan HIV/AIDS. VCT berperan
dalam pencegahan dan pengobatan pada klien HIV/AIDS.
VCT termasuk layanan yang diterapkan secara global. Menurut WHO (2012),
layanan VCT mengacu kepada lima prinsip dasar penangganan HIV secara
globalyaitu; 1)informed consent; 2) confidentiality; 3) counseling; 4) correct test
result; dan 5) connections to care, treatment and prevention service.Prinsip
tersebut telah menjadi acuan Indonesia untuk dikembangkan secara nasional.
Tenaga kesehatan bertanggungjawab memberikan layanan VCT kepada klien.
Menurut Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia/PKVHI(2014), tenaga
kesehatan yang memberikan layanan VCT disebut konselor. Konselor adalah
orang yang memberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan
konseling HIV-AIDS dan dinyatakan mampu.Konselor VCT memiliki kompetensi
yang diantaranya berupa; tulus, empati, aktif mendengarkan, care, percaya, peka
akan budaya, sabar, jujur, mempunyai alternatif, menyadari keterbatasan diri,
mendukung ekspresi perasaan/pikiran, tidak menghakimi dan berpengetahuan
(Kemenkes RI, 2012).Berdasarkan kompetensi tersebut konselor dapat
memberikan layanan VCT dengan baik.
Pelaksanaan VCT tidak selalu berjalan dengan baik.Menurut Commonwealth
Regional Health Community Secretariat (2002), ada 3 (tiga) masalah serius dalam
pelaksanaan VCT yaitu 1) menciptakan kesadaran masyarakat;2) kekuatan dan
infrastruktur konselor VCT; dan 3) mempertahankan kualitas layanan VCT.
Sedangkan menurut Layer, et al.(2014), ada 3 (tiga) hambatan dalam pelaksanaan
VCT meliputi;1) individu; 2) fasilitas; dan 3) masyarakat dan struktural.Adapun
Menurut Dayaningsih (2009), ada 5 (lima) faktor hambatanpelaksanaaan VCT,
yaitu;1) faktor konselor;2) faktor klien; 3) faktor keluarga;4) faktor masyarakat;
dan 5) faktor fasilitas pelayanan VCT. Jadidapat disimpulkan bahwa faktor yang
sering menjadi hambatan pelaksanaan VCT adalah faktor konselor, klien,
keluarga,masyarakat dan fasilitas pelayanan.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yakni apa itu konselor dan
VCT untuk pasien HIV/AIDS
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu konselor dan VCT untuk pasien HIV/AIDS
2. Mengetahui konseling pre dan post test HIV/AIDS
3. Mengetahui alas an dan tujuan konseling HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
B. Konseling HIV/AIDS
1. Pengertian Konseling HIV/AIDS
Konseling HIV/AIDS merupakan komunikasi bersifat konfidensial
antara klien dan konselor yang bertujuan meningkatkan kemampuan
menghadapi stress dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS.
Proses konseling termasuk evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitasi
pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien menghadapi
hasil tes positif. (World Health Organization/WHO).
UNAIDS (2000) mendefinisikan konseling HIV/AIDS dialog rahasia
antara seseorang dan pemberi layanan yang bertujuan membuat orang tersebut
mampu menyesuaikan diri dengan stres dan membuat keputusan yang sesuai
berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko
personal tranmisi HIV dan memfasilitasi perilaku pencegahan.
Konseling HIV/AIDS perlu dilakukan karena diagnosis HIV atas diri
seseorang mempunyai banyak implikasi, baik secara psikologis, fisik, sosial
maupun spiritual. Selain itu HIV merupakan penyakit yang mengancam
kehidupan dan terapi terhadap penderitanya harus dilakukan seumur hidup.
Di lapangan, konseling HIV/AIDS disebut juga dengan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) atau Tes dan Konseling Sukarela. Kata
‘sukarela’ di sini menekankan bahwa konseling harus berjalan tanpa paksaan
serta berdasarkan atas keinginan dan kesadaran dari klien itu sendiri. Selain itu
testing dan konseling HIV merupakan komponen utama dalam program
HIV/AIDS. Hubungan antara konseling dan tes HIV dapat digambarkan
sebagai berikut:
Konseling pra tes mencakup penilaian kondisi perilaku berisiko individu dan
kondisi psikososial, penyediaan informasi faktual tertulis ataupun lisan
A. Kesimpulan
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah suatu virus yang
menyerang sel-sel limposit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem kekebalan
tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tapi ditularkan dari
satu orang ke orang lainnya; “Immune” adalah sistem daya tangkal tubuh
terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan
“Syndrome” adalah kumpulan tanda atau gejala penyakit. Sehingga AIDS dapat
didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit yang ditandai
dengan berkurangnya daya tahan tubuh atau defisiensi imun yang berat.
Konseling HIV/AIDS merupakan komunikasi bersifat konfidensial antara
klien dan konselor yang bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi stress
dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling
termasuk evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan perilaku
dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil tes positif. (World
Health Organization/WHO).
UNAIDS (2000) mendefinisikan konseling HIV/AIDS dialog rahasia
antara seseorang dan pemberi layanan yang bertujuan membuat orang tersebut
mampu menyesuaikan diri dengan stres dan membuat keputusan yang sesuai
berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko personal
tranmisi HIV dan memfasilitasi perilaku pencegahan.
Konseling HIV/AIDS perlu dilakukan karena diagnosis HIV atas diri
seseorang mempunyai banyak implikasi, baik secara psikologis, fisik, sosial
maupun spiritual. Selain itu HIV merupakan penyakit yang mengancam
kehidupan dan terapi terhadap penderitanya harus dilakukan seumur hidup.
Di lapangan, konseling HIV/AIDS disebut juga dengan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) atau Tes dan Konseling Sukarela. Kata ‘sukarela’
di sini menekankan bahwa konseling harus berjalan tanpa paksaan serta
berdasarkan atas keinginan dan kesadaran dari klien itu sendiri. Selain itu testing
dan konseling HIV merupakan komponen utama dalam program HIV/AIDS.
B. Saran
Untuk tenaga kesehatan yang menjadi petugas untuk melakukan konseling VCT
diharapkan dapat melakukan tindakan dengan baik, yang melihat setiap aspek
pada pasien HIV/AIDS