Anda di halaman 1dari 3

ADHD adalah satu dari sekian banyak gangguan psikiatri pada anak-anak dengan

prevalensi sebesar 5%. Di beberapa literatur, kemasukan benda asing pada hidung dan telinga
adalah kejadian yang umum terjadi pada anak dengan ADHD. Kemungkinan adanya kaitan
antara kemasukan benda asing sendiri dengan ADHD dapat diasumsikan

Pada penelitian ini, semua anak yang terdaftar asuransi penyedia asuransi publik “AOK
NORDOST” mendapatkan terapi benda asing telinga dan hidung dianalisis adanya ADHD
simultan, gangguan pengembangan psikososial, atau malformasi kongenital, deformitas dan
abnormalitas kromosom.

Penggunaan data dari perusahaan asuransi dapat menganalisis banyak pasien. Dengan
12.887 anak yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian terbesar mengenai benda asing
pada hidung da telinga pada anak. Sebagian besar dari pasien yang diteliti telah berkunjung ke
berbagai dokter spesial. Akurasi diagnosis tergantung dari kategori ICD 10 dan dokter
subspesialis. Misalnya, tidak ada perbedaan antara benda asing yang dimasukkan sendiri dan
benda asing yang dimasukkan oleh orang lain. Selain itu, benda asing aural dapat ditutupi oleh
serumen yang terkena dampak dan oleh karena itu dapat dikodekan sebagai H61.2 dalam ICD
10.

Hubungan diagnosis sekunder tertelan benda asing diteliti denga menganalisis


keterkaitannya dengan diagnosis seperti ADHD, kelainan perkembangan psikologis, atau
malformasi kongenital, deformasi dan kelainan kromosom dilaporkan ke perusahaan asuransi.
Pemilihan pasien tidak menyertakan tingkatan bukti untuk mendiagnosis berdasarkan kriteria
diagnosis yang umum seperti Conners’ parent rating scale (CPRS) atau Turgay’s DSM-IV
berdasarkan ADHD dan gangguan kebiasaan disruptif. Namun demikian, karena banyak anak-
anak yang diteliti, desain studi ini memungkinkan evaluasi data yang adekuat.

Hasil analisis menunjukkan insidensinya sedikit didominasi laki-laki (51,3%) begitu


juga dengan denga insidensi benda asing telinga (73,9%). Hasil ini sesuai dengan literatur
internasional. Mukherjee et al melaporkan rasio laki-laki 59,7% dan Schulze dkk, melaporka
insidensi kejadian pada laki-laki sebanyak 52%. Dari total 2,36 juta. SKIP. Insidensi benda
asing telinga sebesar 0,55% pada analisa kohort. Benda asing di telinga adalah masalah yang
umum terjadi di IGD.

Insiden benda asing aural adalah 0,55% dalam kelompok yang dianalisis. Benda asing di kanal
aural adalah masalah umum di ruang gawat darurat. Tinjauan literatur menunjukkan kejadian
0,0056-0,46. Insiden yang sedikit lebih tinggi dalam penelitian ini bisa jadi karena
kemungkinan salah interpretasi dalam menelan benda asing.

Pada penelitian ini, usia rerata pada penaganan pertama yaitu 6,22 tahun. Anak laki-
laki dapat terkena di usia yang lebih muda (5,89 tahun) dibandingkan perempuan (6,32 tahun).
Anak-anak dengan gangguan perkembangan psikologis mengalami insidensi benda asing pada
usia yang lebih muda dibandingkan anak-anak yang normal. Selain itu, insidensi benda asing
pada anak-anak dengan malformasi kongenital terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan
anak normal.

Hasil ini berlawanan dengan label keamanan penggunaan mainan. Pada mainan yang
mempunyai bagian-bagian kecil, pemeriksaan label DIN EN 71-6:1994 menunjukkan bahwa
mainan ini tidak cocok untuk anak dibawah umur 3 tahun. Pelabelan keselamatan ini secara
khusus berkaitan dengan risiko tersedak, menelan benda asing dan berkaitan dengan
komplikasi yang memngancam jiwa. Tertelan benda asing ini juga dapat terjadi pada usia
lanjut. Perbedaan utama antara yang lebih tua dan yang muda adalah badan yang lebih tua lebih
besar khususnya trakea. Hal ini berati bahwa tertelan benda asing pada usia lebih tua lebih
mudah ditangani. Namun demikian, label seperti “anak-anak dibawah umur 6 tahun harus
denga pengawasan orang dewasa” harus disertakan di mainan.

Pasien dengan retardasi mental diidentifikasi memeiliki resiko tinggi tertelan benda
asing. Prevalensi diagnosis sekunder pada studi kohort ini lebih tinggi dibandingkan populasi
normal bahkan dengan satu pemindahan benda asing. Prevalensi ADHD pada anak dengan
dengan benda asing di telinga dan hidung adalah sebesar 13,5%, 2,8 kali lebih tinggi dibanding
populasi normal. Prevalensi gangguan perkembangan psikologis sekitar 6%. Ini meningkat
yaitu 8,5-51,2% pada anak setidaknya satu pengangkatan benda asing. Peningkatan terbesar
dapat dilihat pada anak-anak dengan kelainan bawaan (Q00-Q99) di mana prevalensi normal
0,9% meningkat dengan faktor 55,8 hingga 50,2%. Perera dkk menunjukkan prevalensi 14,3%
ADHD pada anak dengan benda asing pada studi kohort ini. Hasil penelitia ini mengkonfirmasi
temuan ini, Ozcan dkk menunjukkan anak dengan ADHD lebih cenderung memiliki kondisi
yang dapat merusak diri mereka sendiri seperti memasukka benda asing.

Kejadian benda asing yang berulang lebih sedikit dibandingkan yang tidak berulang dan terjadi
hanya 22,1% kasus. Namun, ttalaksana benda asing yang berulang berkaitan dengan diagnosis
sekunder. Sebagaimana meningkatnya frekuensi tatalaksana benda asing, begitu juga dengan
tingginya prevalensi diagnosis sekunder.
Meskipun anak-anak dengan diagnosis sekunder perlu didefinisikan sebagai kelompok
risiko tinggi untuk kejadian benda asing, evaluasi kursus temporal berbeda. Diagnosis awal
ADHD dibuat rata-rata 174,8 hari setelah peristiwa benda asing. Ini berarti bahwa ADHD harus
dipertimbangkan pada anak-anak dengan benda asing dan skrining menggunakan Conners
'Parent Rating Scale (CPRS) atau ADHD berbasis DSM-IV Turgay dan skala skrining
gangguan perilaku mengganggu (Skala T-DSM-IV) harus dilakukan keluar, terutama setelah
kejadian berulang.

Berbeda dengan ini, peristiwa benda asing terjadi rata-rata 517,2 hari setelah diagnosis
gangguan perkembangan psikologis (F80-F89). Demikian pula, perawatan benda asing pada
anak-anak dengan kelainan bawaan, deformasi dan kelainan kromosom (Q00-Q99) terjadi rata-
rata 683,1 hari setelah diagnosis gangguan. Oleh karena itu, anak-anak dengan gangguan
perkembangan psikologis atau kelainan bawaan harus diklasifikasikan sebagai kelompok
berisiko tinggi dan perlu dipantau dengan tepat.

Mukherjee et al. telah menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga berpenghasilan


rendah lebih sering terjadi benda asing. Karena perusahaan asuransi AOK mencakup orang-
orang yang berpenghasilan rendah dibandingkan dengan penyedia asuransi swasta lainnya,
efek ini dapat diasumsikan dalam penelitian ini juga; Namun, berdasarkan desain penelitian
ini, status keluarga dan pendapatan tidak dapat dianalisis

Anda mungkin juga menyukai