Anda di halaman 1dari 21

TANGGUNGJAWAB PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : Taufiq Hidayat Siregar


Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UIN-SU
aboesyuraih@gmail.com
ABSTRACT
Islamic education has a very important position for every Muslim, because, only
with Islamic education, a Muslim can know and carry out his duties and functions
as a caliph on the surface of the earth.
The person in charge of Islamic education is very needed to implement Islamic
Education properly, and every person in charge of education should understand
what is his responsibility in Islamic education.
Writing aims to find out who is responsible for carrying out Islamic education,
and what is their responsibility in implementing Islamic education.
In this paper, the authors conclude that those responsible for implementing
Islamic education are: Parents, Teachers, and Communities. While the
responsibilities of Islamic education that must be carried out are: Faith Education,
Moral Education, Physical Education, Intellect Education, Heart Education, and
Social Education.
Keywords: Responsibility, Islamic Education
Pendidikan Islam memiliki kedudukan yang sangat penting bagi setiap
muslim, karena, hanya dengan pendidikan Islam lah seorang muslim dapat
mengetahui dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai khalifah di permukaan
bumi.
Penanggungjawab pendidikan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan
Pendidikan Islam itu dengan baik, dan setiap penanggungjawab pendidikan
tersebut hendaknya mengerti apa saja yang menjadi tanggungjawabnya di dalam
pendidikan Islam itu.
Tulisan bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang bertanggungjawab
dalam melaksanakan pendidikan Islam, dan apa saja yang menjadi
tanggungjawabnya dalam melaksanakan pendidikan Islam itu.

1
Dalam tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa yang bertanggungjawab
dalam melaksanakan pendidikan Islam adalah : Orang tua, Guru, dan Masyarakat.
Sedangkan tanggungjawab pendidikan Islam yang harus dilaksanakan adalah :
Pendidikan Iman, Pendidikan Akhlak, Pendidikan Fisik, Pendidikan Akal,
Pendidikan Hati, dan Pendidikan Sosial.
Kata Kunci : Tangungjawab, Pendidikan Islam

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kedudukan mulia yang diberikan kepada manusia adalah sebagai
khalifah Allah swt. di muka bumi yang bertugas untuk memakmurkan bumi
dengan mengikuti petunjuk yang telah diberikan melalui Alquran dan al Hadiṡ.
Tugas mulia ini dapat diaktualisasikan jika manusia dibekali dengan pengetahuan,
semua ini dapat dipenuhi hanya dengan proses pendidikan.1
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan Islam, seorang pendidik baik
dalam pendidikan formal di sekolah maupun informal di rumah dan lingkungan
masyarakat memiliki tanggungjawab yang harus dipenuhi.
Makalah ini akan membahas tanggungjawab yang harus dipenuhi orang
tua, guru dan masyarakat dalam mendidik peserta didik dalam pendidikan formal,
non formal maupun informal.
B. Batasan Masalah
Pembatasan makalah dilakukan agar makalah lebih terarah, terfokus dan
tidak menyimpang, untuk itu pemakalah menfokuskan pembahasan atas masalah-
masalah sebagai berikut:

A. Penanggung Jawab Pendidikan Islam


B. Tanggung Jawab Pendidikan Islam

C. Rumusan Masalah
 Siapa Saja Yang Bertanggung jawab Atas Pendidikan Islam?
 Apa Saja Tanggung Jawab Pendidikan Islam?

D. Tujuan
 Mengetahui Penanggung Jawab Pendidikan Islam
 Mengetahui Tanggung Jawab Pendidikan Islam

1
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, cet. 4 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 9.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penanggung Jawab Pendidikan Islam


1. Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Islam

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak – anak
mereka , karena dari merekalah anak mula – mula menerima pendidikan terdapat
dalam kehidupan keluarga. Orang tua itu memegang peranan penting dalam
pendidikan anak – anaknya.
Berikut beberapa pendapat tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak-
anaknya:
a. Menurut Hery Noor Aly orang tua adalah “ibu dan ayah dan masing-
masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan
anak”.2
b. Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa “orang tua adalah pembina
pribadi utama dalam hidup anak”.3
c. M. Syafaat Habib mengatakan bahwa “Orang tua menempati tempat
pertama dan orang tualah yang mula-mula memperkenalkan adanya
Tuhan kepada anaknya, kemudian mengajarkan shalat, puasa dan
sebagainya”.4
Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-
kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
a. Memelihara dan membesarkan anak.
b. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah
c. Memberi pengajaran
d. Membahagiakan anak5
Kesalahan terbesar orang tua saat ini adalah menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anaknya pada lembaga pendidikan tempat anak tersebut belajar, tidak
memberikan dasar-dasar agama dari rumah, tidak mengontrol proses dan materi
yang diperoleh sang anak, sehingga keberadaan orang tua berfungsi hanya sebatas
membesarkan fisik anak, adapun agama, akhlak, dan pemikiran sang anak
dirampas oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, kita menginginkan anak

2
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 88.
3
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 55.
4
M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1982), h. 56.
5
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, h. 35.

4
yang shalih, bertauhid kepada Allah, berakhlak kepada orang tua dan
berpemahaman agama yang lurus, tetapi lembaga pendidikannya malah
mengarahkan anak menyembah kuburan, melakukan berbagai macam kesyirikan,
bid’ah, berakhlak buruk dan memiliki pemikiran liberal, sekuler.
2. Tanggung Jawab Guru Dalam Pendidikan Islam.

Guru adalah pendidik yang professional karna ia merelakan dirinya


menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul
dipundak para orang tua. Ketika orang tua menyerahkan anak nya untuk
disekolahkan, berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya
kepada guru.
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa).6
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan
murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid.7 Menurut peristilahan yang
dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai
tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
a. Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya
untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam
sekitarnya.
b. Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus
melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi sertaimplementasi.

6
Suryosubroto B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983),
h.26.
7
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), 75.

5
c. Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di
masa depan.
d. Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya.
e. Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau
sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan bagi peserta didiknya.8
3. Tanggung Jawab Masyarakat Dalam Pendidikan Islam

Masyarakat adalah kumpulan individudan kelompok yang diikat oleh


kesatuan budaya, agama, dan pengalaman – pengalaman yang sama serta
memiliki sejumlah penyesuaian dalam ikut memikul tanggung jawab pendidikan
secara bersama – sama.Masyarakat adalah lembaga ketiga setelah keluarga dan
sekolah untuk memberikan pengaruh dan arahan terhadap pendidikan anak –
anak.9
Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina,
memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, menyuruh yang ma’ruf
melarang yang munkar di mana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan-
perbuatannya dan maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup
dan alam di sekelilingnya. Sebagaimana firman Allah:

ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ َي ْدعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُرو‬
‫ف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن‬
َ‫ْال ُم ْن َك ِر َوأُول ِئ َك ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحون‬
Arinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.".10

8
Ibid, h. 76.
9
Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan Islam, (Malang: UIN-
Malang Pers, 2007), h.99
10
Lihat : (QS. Ali Imron: 104)

6
Secara konseptual tanggung jawab masyarakat, antara lain: mengawasi
jalannya nilai sosio budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan
meningkatkan kualitas keluarga.11

B. Tanggung Jawab Pendidikan Islam

1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman (Tauhid)


Tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk men-tauhid-kan Allah
swt. hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran:

  


   
12

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

Al-Baghawi menjelaskan makna ‫ ليعبدون‬dalam tafsirnya :

‫ فأما المؤمن فيوحده في الشدة‬، ‫ إال ليعبدون " إال ليوحدوني‬: " ‫وقيل‬
، ‫ وأما الكافر فيوحده في الشدة والبالء دون النعمة والرخاء‬، ‫والرخاء‬
  ‫ عز وجل‬- ‫بيانه قوله‬
  
  
  
  
13
(65 - ‫)العنكبوت‬  

Artinya:

Disebutkan makna liya’buduuni adalah liyuwahhiduuni (mentauhidkan-


Ku) adapun orang mukmin akan mentauhidkan Allah dalam keadaan sulit
maupun senang, adapun orang kafir maka mereka akan mentauhidkan Allah
dalam keadaan sempit atau ditimpa bencana, hal ini sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Ankabut ayat 65 : Maka apabila mereka naik kapal mereka

11
Abd. Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta:
Grafindo Persada, 2005), h. 347.
12
Lihat Q.S. Adz Dzariyat (51) : 56
13
Al-Husein bin Mas’ud al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi – Ma’alim at-Tanzil- ,Jilid : 7
(Riyadh : Daar ath-Thayyibah, 1412H), h.381

7
mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala
Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah).

Untuk merealisasikan tujuan yang sangat penting tersebut; pendidikan


Islam harus memperhatikan keimanan peserta didik.

Yang dimaksud dengan pendidikan keimanan adalah menanamkan pada


diri anak sejak dini pokok-pokok keimanan, rukun Islam, dan dasar-dasar
syariat.14

Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan setidaknya ada 3 sebab seorang


pendidik diharuskan memperhatikan keimanan peserta didiknya:

1. Perintah Nabi saw. untuk menjadikan kalimat Laa Ilaha Illallah


sebagai kalimat pertama yang didengar peserta didik ketika
dilahirkan
2. Mengajarkan pada peserta didik hukum halal – haram sejak dia
dapat memahami.
3. Menyuruh peserta didik untuk beribadah sejak berusia 7 tahun.15

Dalam menanamkan, meningkatkan dan mempertahankan kualitas


keimanan peserta didik, seorang pendidik harus melakukan usaha yang besar dan
berkesinambungan, mengingat keimanan seseorang selalu mengalami pasang-
surut, Imam al-Bukhari menyebutkan di dalam Shahihnya :

16
‫وهو قول و فعل ويزيد وينقص‬
Artinya:

Dan dia (iman Itu) terdiri dari perkataan dan perbuatan, bertambah dan
berkurang.

Keimanan bukanlah satu bagian yang tak terpisahkan, bahkan dia


memiliki cabang-cabang yang jika seseorang memiliki keseluruhannya maka
sempurnalah keimanannya, hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah saw.:

14
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul Awlad fil Islam, Juz :1, cet. 21 (Mesir : Penerbit
Darus Salam, 1992), h. 157
15
Ibid., h.158 - 159
16
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut : Dar Ibnu Katsir, 2002),
h. 12

8
‫ي قَا َل َحدَّثَنَا‬ُّ ‫ام ٍر ْال َعقَ ِد‬
ِ ‫َّللاِ ب ُْن ُم َح َّم ٍد قَا َل َحدَّثَنَا أَبُو َع‬ َّ ُ‫َحدَّثَنَا َع ْبد‬
‫صا ِلحٍ َع ْن أ َ ِبي‬ َ ‫َار َع ْن أ َ ِبي‬ ٍ ‫َّللاِ ب ِْن دِين‬ َّ ‫ان ب ُْن ِب َال ٍل َع ْن َع ْب ِد‬ُ ‫سلَ ْي َم‬
ُ
ُ ‫اْلي َم‬
‫ان‬ ِ ْ ‫سلَّ َم قَا َل‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ِِّ ‫ع ْنهُ َع ْن النَّ ِب‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ِ ‫ُه َري َْرة َ َر‬
17
‫ان‬
ِ ‫اْلي َم‬ ُ ‫ش ْعبَةً َو ْال َحيَا ُء‬
ِ ْ ‫ش ْعبَةٌ ِم ْن‬ ُ َ‫ض ٌع َو ِستُّون‬ ْ ِ‫ب‬
Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad berkata :


telah menceritakan kepada kami Abu Amir al-Aqady berkata : telah menceritakan
kepada kami Sulaiman bin Bilal, dari Abdullah bin Dinar, dari Abu Shalih, dari
Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda : Iman itu terdiri dari 63-69 bagian (kata
Bidh’un adalah bilangan antara 3-9) dan rasa malu merupakan bagian dari iman.

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa 69 bagian keimanan itu merupakan


amalan hati, amalan lisan dan amalan fisik, kemudian beliau menjabarkan 69
bagian keimanan itu dalam kitabnya Fathul Bari: amalan hati yaitu yang
berhubungan dengan keyakinan dan niat, mencakup 24 bagian, yaitu : 1. iman
kepada Allah, 2. iman kepada malaikat, 3. iman kepada kitab, 4. iman kepada
rasul, 5. takdir, 6. iman kepada hari kiamat, 7. cinta kepada Allah, 8. cinta dan
benci karena Allah, 9. cinta kepada Rasulullah, 10. meyakini keagungan
Rasulullah, 11. Ikhlas, 12. taubat, 13. Khauf, 14. raja', 15. syukur, 16. menepati
janji, 17. sabar, 18. ridha terhadap qadha, 19. tawakkal, 20. kasih sayang,
21.tawadhu’ 22.Meninggalkan iri, 23. meninggalkan kebencian, 24.meninggalkan
marah. Sedangkan amalan lisan terdiri dari 7 bagian, yaitu : 1. melafazkan kalimat
tauhid, 2. membaca Alquran, 3. menuntut ilmu, 4. mengajarkan ilmu, 5. berdoa,
6.dzikir, 7. menjauhi perkataan yang sia-sia. Adapun perbuatan fisik terdiri dari
38 bagian; 1. bersuci, 2. menutup aurat, 3. shalat, 4. zakat, 5. memerdekakan
budak, 6. puasa, 7. haji, 8. umrah, 9. thawaf, 10. i'tikaf, 11. mencari lailatul qadr,
12. menyendiri untuk menyelamatkan agama (al-firaru bi ad-din), 13.menunaikan
nazar, 14. mencari keimanan, 15. menunaikan kaffarah, 16. menikah, 17.
Menafkahi keluarga, 18. berbakti kepada orang tua, 19. mendidik anak, 20.
silaturrahmi, 21. patuh kepada atasan, 22. berbuat adil kepada istri-istri, 23.berdiri
bersama jamaah kaum muslimin, 24. taat kepada ulul amri, 25. mendamaikan
kaum muslimin, 26. Tolong menolong dalam kebaikan, 27. melaksanakan hudud,
28. jihad, 29. menunaikan amanah, 30. membayar hutang, 31. memuliakan
tetangga, 32. bermuamalah yang baik, 33.membelanjakan harta sesuai tempatnya,
34.menjawab salam, 35.mendoakan orang yang bersin, 36. menjaga diri dari

17
Ibid., h. 13

9
mengganggu orang lain, 37.menjauhkan diri dari perkara yang sia-sia,
38.menghilangkan gangguan dari jalanan.18

Eneng Muslihah menyebutkan bahwa pembinaan iman peserta didik


dapat dilakukan dengan memperhatikan 6 faktor:

1. Faktor Ilmu
2. Faktor Amal Shaleh
3. Faktor Jihad
4. Faktor Penyerahan Diri dengan Mutlak dan Menyeluruh
5. Faktor Keridhoan Allah
6. Faktor Memakmurkan Masjid19

Dalam menetapkan muatan-muatan aqidah; ada 3 sumber aqidah Islam,


yaitu:

1. Alquran
2. Sunnah
3. Akal Sehat20

2. Tanggung Jawab Pendidikan Akhlak

Di dalam Islam karakter dikenal dengan akhlak. Akhlak berasal dari


bahasa Arab, yaitu jama’ dari kata khuluqun yang berarti : budi pekerti,
perangani, tingkah laku atau tabiat. Kata akhlaq juga berasal dari kata : khalaqa
atau khalqun artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq artinya
menciptakan tindakan atau perbuatan, sebagaiman terdapat kata al-khaliq artinya
pencipta dan makhluq artinya yang diciptakan.21

Suatu perbuatan dikatakan akhlak apabila memiliki ciri-ciri : (1)


perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian
dari kepribadiannya; (2) perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran
terlebih dahulu; (3) perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari

18
Ahmad bin Ali bin Hajar, Fathul Bari, bi syarhi shahihi al-Imam abi Abdillah
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, juz.1(Riyadh : al-Maktabah as-Salafiyah, 1379H), h. 52 - 53
19
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Diadit Media, 2011), h. 225 - 228
20
Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam (Jakarta
: Robbani Press, 1998), h.18
21
Hamzah Ya’qub, Etika Islam (Bandung : Diponegoro, 1996),h.11

10
luar, dan ; (4) perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura
atau sandiwara.22

Akhlak adalah suatu bentuk karakter yang kuat di dalam jiwa yang
darinya muncul perbuatan yang bersifat keinginan pilihan (iradiyah ikhtiyariyah)
berupa baik atau buruk sesuai pembawaannya23

Memperbaiki akhlak adalah bagian tanggung jawab terpenting setelah


penanaman keimanan di dalam hati peserta didik, karena tanpa akhlak seorang
manusia tidak jauh beda dengan hewan, dan kehancuran suatu bangsa terutama
terletak pada akhlak bangsa itu.

Akhlak memiliki kedudukan yang sangat penting dalam dunia


pendidikan Islam, bahkan Rasulullah saw. mengatakan bahwa tujuan diutusnya
Beliau untuk memperbaiki akhlak manusia, Beliau bersabda:

،‫ حدثني عبد العزيز بن محمد‬: ‫حدثنا إسماعيل بن أبي أويس قال‬


،‫ عن أبي صالح السمان‬،‫ عن القعقاع بن حكيم‬،‫عن محمد بن عجالن‬
‫ إنما بعثت ألتمم‬: ‫عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
.24‫صالحى األخالق‬
Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Uwais berkata : telah
menceritakan kepada saya Abdul Aziz bin Muhammad, dari Muhammad bin
Ajlan, dari al-Qa’qa’ bin Hakim, dari Abu Shalih as-Saman, dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki
akhlak.

22
Amirulloh Syarbini,Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Studi tentang Model
Pendidikan Karakter dalam Keluarga Perspektif Islam ( Jogjakarta: Penerbit ar-Ruz Media, 2016)
h. 33
23
Abu Bakar Jabir al Jazairi, Minhajul Muslim, cet. X (Jakarta: Darul Haq, 2014), h. 347
24
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-adabul mufrad (kairo : Mathba’ah as-salafiyah,
1375H), h. 78

11
Sebagaimana tersirat dalam hadis Rasulullah; bahwa tujuan risalah yang
dibawa Beliau adalah memperbaiki akhlak manusia, jika dilihat secara
menyeluruh, inti ajaran Islam adalah memperbaiki akhlak manusia kepada Allah,
akhlak kepada sesama muslim, akhlak terhadap manusia secara umum, dan akhlak
terhadap alam semesta.
Sehingga tidak ada pertentangan antara tujuan risalah Islam dengan
tujuan penciptaan manusia; yaitu beribadah kepada Allah.

Sebagai teladan bagi setiap muslim, Rasulullah tidak hanya memberikan


teori tentang sebuah kebaikan yang diajarkannya, tetapi Beliau memberikan
contoh teladan bagi setiap pengikutnya.
Akhlak mulia yang dicontohkan Beliau kepada umatnya mendapatkan
pujian dari Allah sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat al-Qalam ayat 4
  
 
Artinya:
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Aisyah ra. menyebutkan secara umum akhlak Rasulullah adalah Alquran

، َ ‫ َع ْن قَتَادَة‬، ٌ‫س ِعيد‬ َ ‫ َحدَّثَنَا‬: ‫ قَا َل‬، ‫يم‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا ْال َم ِ ِّك‬
َ ‫ي ب ُْن إِب َْرا ِه‬
‫ي‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ َر‬، َ‫شة‬ َ ‫سأ َ ْلتُ َعا ِئ‬ َ ‫ َع ْن‬، ‫ارة َ ب ِْن أ َ ْوفَى‬
َ : ‫ قَا َل‬، ‫س ْع ِد ب ِْن ِهش ٍَام‬ َ ‫َع ْن ُز َر‬
ْ ‫ فَقَا َل‬, ‫سلَّ َم‬
" : ‫ت‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ ُ‫ َع ْن ُخل‬، ‫َّللاُ َع ْن َها‬
ُ ‫ق َر‬ َّ
" َ‫َكانَ ُخلُقُهُ ْالقُ ْرآن‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami al-Makky bin Ibrahim, berkata : telah
menceritakan kepada kami Said, dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa’d
bin Hisyam, berkata : aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah saw,
maka Aisyah menjawab : “akhlak Rasulullah adalah Alquran”

12
Seorang peserta didik akan meniru gurunya dan teman-temannya, baik
sengaja atau tidak disengajanya dalam perkataan maupun perbuatan, mereka juga
akan merasakan sama dengan yang dirasakan guru dan teman-temannya.25

3. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik

Dalam pendidikan Islam pendidikan fisik tidak kalah pentingnya


dibandingkan pendidikan yang lain; karena manusia itu sendiri terdiri dari unsur
rohani dan jasmani; pendidikan rohani dapat dikembangkan dengan keimanan,
pengetahuan, akhlak dan sejenisnya; sedangkan jasmani dengan latihan fisik, pola
hidup bersih dan sehat dan lainnya.

Dalam Alquran Allah menjelaskan pengangkatan raja Thalut dikarenakan


keilmuan dan kekuatan fisiknya, walau sebelumnya kaumnya sempat menolak
pengangkatan tersebut hanya dikarenakan Thalut tidak memiliki harta yang
banyak. Allah berfirman:

   


     
    
   
   
     
  
   
   
     
26
 
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah Telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan

25
Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, al- Hadyu an-Nabi fi Tarbiyati al-Awlad fi Dhau’i
al-Kitabi wa as-Sunnah (Kumpulan karya Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani no 93, 2011), h. 145
26
Lihat QS. al-Baqarah 247

13
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Dalam ayat tersebut Allah memotivasi umat Islam dengan kisah raja
Thalut, bahwa Allah memberi kekuasaan kepada siapapun yang dia kehendaki,
dan diantara orang yang Allah kehendaki mendapatkan kekuasaan adalah orang
yang memiliki pengetahuan dan kekuatan fisik.
Orang tua hendaknya khawatir jika meninggalkan generasi yang lemah
dalam segala hal, ekonomi, fisik, iman dan lain-lain, Allah swt. berfirman:
  
  
  
  
  

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan
yang benar”.27
Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan metode dalam mendidik fisik
peserta didik:
a. Kewajiban orang tua memberi nafkah
b. Menjaga pola makan dan minum yang sehat
c. Mewaspadai penyakit menular
d. Menyembuhkan penyakit dengan berobat
e. Melaksanakan kaedah laa dharara wa laa dhiraar
(tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan
diri sendiri ataupun orang lain)

27
Lihat Q.S. an-Nisa’ (4) : 9

14
f. Membiasakan peserta didik berolahraga dan
menunggang kuda
g. Membiasakan peserta didik hidup hemat dan menjauhi
pemborosan
h. Membiasakan peserta didik hidup keras dan
bersungguh-sungguh serta menjauhkan mereka dari
sifat lemah.28
4. Tanggung Jawab Pendidikan Akal

Akal merupakan bagian terpenting dalam diri seorang manusia, bahkan


pembeda antara manusia dengan hewan ada pada akalnya. Islam sangat
memperhatikan kedudukan akal manusia, bahkan tujuan syariat Islam adalah
untuk menjaga 5 hal (adh Dharuriyah al-Khams)29

Islam melarang keras segala perbuatan yang dapat menghilangkan akal,


baik itu jangka panjang maupun jangka pendek, dan Islam mengharamkan khamr
diantara sebabnya adalah karena khamr itu dapat menghilangkan akal manusia
baik itu bersifat sementara atau permanen.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa akal sehat merupakan salah


satu sumber aqidah Islam; maka menjaga fitrah akal merupakan tanggung jawab
pendidikan Islam yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, jika tidak
maka seorang peserta didik tidak akan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai khalifah.

Tujuan dari pendidikan akal adalah memaksimalkan pertumbuhan dan


perkembangan akal peserta didik dengan segala hal yang bermanfaat untuknya,
baik itu ilmu-ilmu syariat, kebudayaan, dan perkara-perkara modern, hingga
akhirnya peserta didik menjadi orang yang berpendidikan dan berbudaya.30

28
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul Awlad fil Islam, h. 213 - 220
29
Ja’far Abdullah al-Wardi, al-Kulliyah al-Khams, haqiqatuha wa atsaruha (maktabu
Jaib al-Mushthafa, 2006), h.13
30
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul Awlad fil Islam, h. 255

15
Setidaknya ada 5 hal yang mendasari pendidikan Islam bertanggung
jawab terhadap pendidikan akal peserta didik, yaitu:

a. Karena ruang lingkup agama Islam meliputi jiwa dan


raga, dunia dan akhirat, maka ibadah, muamalah, sosial
akan memberi pengaruh besar dalam pembangunan
peradaban manusia.
b. Agama Islam menyeru persamaan kemanusiaan, agar
setiap manusia memberikan pengaruh dalam
membangun peradaban, tanpa melihat bentuk tubuh,
warna kulit, dan bahasa.
c. Agama Islam sangat terbuka untuk saling mengenal
setiap bangsa
d. Islam adalah agama yang berlaku sepanjang masa, akan
sesuai dengan perkembangan zaman.
e. Agama Islam mewajibkan menuntut ilmu sejak kecil
dan menggratiskan pendidikan.31
5. Tanggung Jawab Pendidikan Hati

Yang dimaksud dengan pendidikan hati adalah menanamkan sejak kecil


keterbukaan, keberanian, merasa suka dengan kesempurnaan, menyukai kebaikan
untuk orang lain, dapat menahan diri ketika marah, menghiasi hati dengan sifat-
sifat terpuji secara keseluruhan.32

Adapun tujuan dari pendidikan hati adalah mempersiapkan pribadi yang


baik agar ketika peserta didik telah mencapai usia baligh dia mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah.33

Seorang pendidik harus mengetahui hal-hal yang harus dihilangkannya


dari diri peserta didik;

31
Ibid. h. 260-262
32
Ibid. h. 301
33
Ibid.

16
a. Malu menyuarakan kebenaran (khajal)
b. Takut
c. Minder disebabkan merasa ada kekurangan pada dirinya
d. Dengki
e. Marah yang tak terkendali34
6. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial

Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar


mereka saling mengenal, saling memahami antara satu dengan lainnya, agar
kehidupan bermasyarakat yang dijalani oleh peserta didik maka pendidikan Islam
bertanggungjawab memberikan pendidikan sosial, tentunya nilai pendidikan sosial
yang diajarkan tidak melanggar syariat Islam.

Tujuan pendidikan sosial dalam pendidikan Islam adalah agar peserta


didik memiliki adab yang berlaku di masyarakatnya.35

Untuk menghasilkan kualitas pendidikan sosial yang baik seorang


pendidik perlu memperhatikan 4 hal; yaitu:

1. Penanaman dasar kepribadian mulia

Yang dimaksud dengan dasar kepribadian yang mulia adalah:

a. Taqwa
b. Persaudaraan
c. Kasih sayang
d. Itsar (mendahulukan orang lain)
e. Memaafkan
f. Berani
2. Memperhatikan hak-hak orang lain

Hak-hak orang lain yang harus ditunaikan adalah:

34
Ibid. h.302
35
Ibid. h.353

17
a. Hak orang tua
b. Hak saudara
c. Hak guru
d. Hak teman
e. Hak orang yang lebih tua

3. Menekankan pada adab masyarakat secara umum

Adapum adab kepada masyarakat umum adalah:

a. Adab dalam makan dan minum


b. Adab dalam salam
c. Adab meminta izin
d. Adab dalam majelis
e. Adab dalam berbicara
f. Adab bercanda
g. Adab ketika mengucapkan selamat
h. Adab ketika menjenguk orang sakit
i. Adab ketika bertakziyah
j. Adab ketika bersin dan menguap
4. Intrispeksi diri dari kritik sosial36

36
Ibid. h.354-465

18
BAB III
KESIMPULAN

A. Penanggung Jawab Pendidikan Islam ada 3 :


1. Orang Tua
2. Guru
3. Masyarakat
B. Tanggung jawab pendidikan Islam ada 6:

1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman (Tauhid)


2. Tanggung Jawab Pendidikan Akhlak
3. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
4. Tanggung Jawab Pendidikan Akal
5. Tanggung Jawab Pendidikan Hati
6. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial

19
DAFTAR PUSTAKA

‘Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Awlad fil Islam, Juz :1, cet. 21 (Mesir :
Penerbit Darus Salam, 1992)
al Jazairi, Abu Bakar Jabir, Minhajul Muslim, cet. X (Jakarta: Darul Haq, 2014)
al-Baghawi, Al-Husein bin Mas’ud, Tafsir al-Baghawi – Ma’alim at-Tanzil- ,Jilid
: 7 (Riyadh : Daar ath-Thayyibah, 1412H)
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari (Beirut : Dar Ibnu Katsir,
2002)
----------, al-adabul mufrad (kairo : Mathba’ah as-salafiyah, 1375H)
al-Buraikan, Ibrahim Muhammad bin Abdullah, Pengantar Studi Aqidah Islam
(Jakarta : Robbani Press, 1998)
al-Qahthani, Said bin Ali bin Wahf, al- Hadyu an-Nabi fi Tarbiyati al-Awlad fi
Dhau’i al-Kitabi wa as-Sunnah (Kumpulan karya Said bin Ali bin Wahf
al-Qahthani no 93, 2011)
al-Wardi, Ja’far Abdullah, al-Kulliyah al-Khams, haqiqatuha wa atsaruha
(maktabu Jaib al-Mushthafa, 2006)
Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)
Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan
Islam, (Malang: UIN-Malang Pers, 2007), h.99
Habib, M. Syafa’at, Buku Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1982), h. 56.
Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali, Fathul Bari, bi syarhi shahihi al-Imam abi Abdillah
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, juz.1(Riyadh : al-Maktabah as-
Salafiyah, 1379H)
Muslihah, Eneng, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Diadit Media, 2011)
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, cet. 4 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)
Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Saleh, Abd. Rahman, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa,
(Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h. 347.

20
Suryosubroto B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara,
1983)
Syarbini, Amirulloh,Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Studi tentang
Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga Perspektif Islam ( Jogjakarta:
Penerbit ar-Ruz Media, 2016)
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992)
Ya’qub, Hamzah, Etika Islam (Bandung : Diponegoro, 1996)

21

Anda mungkin juga menyukai