61608100817055
KIMIA BAHAN ALAM (KBA)
MINYAK ATSIRI
Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris (Aetheric Oil), Minyak
Esensial, Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati
yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan
aroma yang khas.
Minyak atsiri (minyak esensial) adalah komponen pemberi aroma yang dapat
ditemukan dalam berbagai macam bagian tumbuhan. Istilah esensial dipakai karena minyak
atsiri mewakili bau tanaman asalnya. Dalam keadaan murni tanpa pencemar, minyak atsiri
tidak berwarna.Namun pada penyimpanan yang lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan
membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya
tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan
dalam bejana gelas yang berwarna gelap .Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga
tidak memungkinkan hubungan langsung dengan udara, ditutup rapat serta disimpan di
tempat yang kering dan sejuk.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti
akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah menguap pada
suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman
penghasilnya, serta umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air.
Minyak atsiri secara umum di bagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri
yang komponen penyusunnya sukar untuk dipisahkan, seperti minyak nilam dan minyak akar
wangi. Minyak atsiri kelompok ini lazimnya langsung digunakan tanpa diisolasi komponen-
komponen penyusunnya sebagai pewangi berbagai produk. Kedua, minyak atsiri yang
komponen-komponen senyawa penyusunnya dapat dengan mudah dipisahkan menjadi
senyawa murni, seperti minyak sereh wangi, minyak daun cengkeh, minyak permen dan
minyak terpentin. Senyawa murni hasil pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar
untuk diproses menjadi produk yang lebih berguna.
PENGGOLONGAN
Berdasarkan komponen penyusun nya, minyak atsiri dibagi menjadi beberapa
golongan : Minyak Atsiri Hidrokarbon, Minyak Atsiri Alkohol, Minyak Atsiri Ester, Minyak
Atsiri Oksida, Minyak Atsiri Eter Fenol, Minyak Atsiri Fenol
PENGOLAHAN
1. Penyulingan (Destilasi)
Proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam
campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini dilakukan
terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air.
Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri telah dikenal 3 macam sistim
penyulingan
a. Penyulingan dengan Air (Water distillation)
Metode penyulingan dengan air merupakan metode paling sederhana jika
dibandingkan dua metode penyulingan yang lain. Pada metode ini, bahan yang akan
disuling dimasukkan dalam ketel suling yang telah diisi air. Dengan begitu, bahan
bercampur langsung dengan air. Pada metode ini, perbandingan jumlah air perebus
dan bahan baku dibuat berimbang, sesuai dengan kapasitas ketel. Bahan yang telah
mengalami proses pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan
dipadatkan. Selanjutnya, ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang
mengakibatkan uap keluar.
Uap yang dihasilkan dari perebusan air dan bahan dialirkan melalui pipa
pendingin sehingga terjadi pengembunan (kondensasi). Selanjutnya air dan minyak
ditampung dalam tangki pemisah. Pemisahan air dan minyak dilakukan berdasarkan
perbedaan berat jenis.
Persyaratan lemak yang dipakai agar absolute yang dihasilkan optimal, diantaranya
adalah :
a. Tidak berbau dan tidak berwarna, bau dan warna pada lemak akan mempengaruhi
mutu absolute.
b. Mempunyai konsistensi tertentu, lemak yang terlalu keras mempunyai daya adsorbsi
yang rendah.
c. Titik cair optimal lemak adalah 36 – 370C, jika suhu terlalu rendah, daya adsorbsi
lemak semakin tinggi namun, proses deflourasi (pengambilan bunga layu) menjadi
sulit karena banyak lemak yang menempel pada bunga. Sementara jika titik cair di
atas 370C, proses deflourasi semakin mudah, tetapi daya adsorpsi lemak menurun.
5. Pengepresan (Pressing)
Adalah Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan
terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit luar yang dihasilkan dari tanaman yang
termasuk famili citrus. Hal ini disebabkan minyak dari famili tanaman tersebut akan
mengalami kerusakan jika diekstraksi dengan cara penyulingan. Dengan pengepresan
maka sel-sel yang mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir ke
permukaan bahan. Beberapa jenis minyak yang dapat diekstrasi dengan cara pengepresan
adalah minyak “almon”, “apricot”, “lemon”, minyak kulit jeruk, “mandarin”, “grape
fruit”, dan beberapa jenis minyak lainnya.
Pada metode pegepresan, alat yang digunakan berupa mesin pengepres. Alat ini
bekerja dengan cara menekan bahan baku hingga sel penghasil minyak akan pecah dan
minyak akan keluar.
PEMURNIAN
A. Proses Pemurnian Minyak Atsiri secara Fisika
Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri
yang dihasilkan (redestillation), distilasi fraksinasi dan destilasi molekuler. Destilasi
merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada
titik didih. Secara sederhana destilasi dilakukan dengan memanaskan/menguapkan zat
cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor.
Destilasi digunakan untuk memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik
didih cairan. Pada proses ini cairan berubah menjadi uap (Uap ini adalah zat murni).
Kemudian uap ini didinginkan pada pendingin ini, uap mengembun manjadi cairan murni
yang disebut destilat. Destilat dapat digunakan untuk memperoleh pelarut murni dari
larutan yang mengandung zat terlarut misalnya destilasi air laut menjadi air murni.
1. Destilasi Sederhana
Destilasi sederhana adalah salah satu cara pemurnian zat cair yang tercemar
oleh zat padat/zat cair lain dengan perbedaan titik didih cukup besar, sehingga zat
pencemar/pengotor akan tertinggal sebagai residu. Destilasi ini digunakan untuk
memisahkan campuran cair-cair, misalnya air-alkohol, air-aseton, dll. Alat yang
digunakan dalam proses destilasi ini antara lain, labu destilasi, penangas, termometer,
pendingin/kondensor leibig, konektor/klem, statif, adaptor, penampung, pembakar,
kaki tiga dan kasa.
2. Redestilasi
Proses redestilasi adalah proses penyulingan kembali minyak atsiri dengan
menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5. Hasil penyulingan
ulang minyak nilam dengan menggunakan metode redestilasi ternyata dapat
meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4% menjadi 83,4 % dan menurunkan
kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).
3. Destilasi Uap
Destilasi uap umumnya digunakan untuk memurnikan senyawa organic yang
terdestilasi uap (volatile), tidak tercampurkan dengan air, mempunyai tekanan uap
yang tinggi pada 100 derajat C dan mengandung pengotor yang tidak atsiri
(nonvolatile).
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyaring serbuk simplisia yang
mengandung komponen atsiri yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara
normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya.
Untuk mencegah hal tersebut maka pemurnian dilakukan dengan destilasi uap.
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat
kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian didalam suatu
sistem, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir.
Destilasi uap merupakan suatu proses pemindahan massa kesuatu media massa
yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan
dan menembus kedalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap
air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar
fasa. Proses ini disebut hidrodifusi.
5. Destilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak
stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya
atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi ini tidak
dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah
jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak
dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum
atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem distilasi ini.
Gambar 4. Destilasi Vakum
6. Destilasi Molekuler
Distilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda
bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan (Lutisan
et al. 2001). Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat,
koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan
rendah sampai 0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator
(Shimada 2000; Ibanez 2002).
Proses distilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul.
Distilasi molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari
suhunya pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film
tipis dengan memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis yang
terbentuk, dibentuk menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun sepanjang
pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper.
Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada
karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi mengalir
ke bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan dan
dipisahkan.
b. Adsorpsi Kimia
Reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi.
Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada
Adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi kimia.
Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya
valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul.
Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorbent akan terbentuk suatu
lapisan atau layer, dimana terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses
penyerapan selanjutnya oleh batuan adsorbent sehingga efektifitasnya berkurang.
Seperti halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan
laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas
sifat penting dari permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu
fluida oleh adsorben dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu
zat dapat diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi
tersebut, dan menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya
pada grafik. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan
adsorpsi dapat didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan
waktu. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya : Macam adsorben, Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate), Luas
permukaan adsorben, Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate), Temperatur.
2. Pengkelatan/Flokulasi
Flokulasi atau pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan
senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al.,
2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya
dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat yang cukup
dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam
tartarat dan EDTA (Karmelita, 1991; Marwati et al., 2005; Moestafa et al., 1990).
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan
kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh
konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan, waktu
kontak dan teknik penyaringan (Karmelita, 1991).
Bahan pembentuk kompleks yang digunakan adalah EDTA dan minyak yang
digunakan adalah minyak cengkeh. EDTA telah lama digunakan dalam tahap pemurnian
pada industri minyak. Di beberapa negara di Eropa, pemurnian minyak dilakukan dengan
menggunakan EDTA pada tahap bleaching dalam pemurnian kimia minyak. Pemurnian
minyak dengan menggunakan EDTA juga dilakukan untuk memperoleh flavor yang baik
dan stabilitas oksidasi pada minyak sedangkan asam sitrat mempunyai kemampuan
sebagai chelating agent dalam menghilangkan katalis logam, selama pemurnian minyak
yang telah dihidrogenasi.
Senyawa pengkelat yang digunakan adalah EDTA yang bersifat asam dengan ion
negatif (-), sedangkan logam yang akan diikat bersifat positif karena adanya perbedaan
muatan tersebut menyebabkan logam yang terdapat di dalam minyak atsiri dapat diikat
dengan senyawa tersebut, sehingga minyak bebas dari logam. Proses flokulasi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecepatan pengadukan, jenis flokulan dan
banyaknya flokulan yang ditambahkan.
3. Deterpenasi
Deterpenasi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan pelarut. Pelarut
yang digunakan berupa pelarut organik seperti alkohol, hexan, eter, dan sebagainya.
Deterpenasi adalah pemisahan minyak atsiri dengan terpen. Proses ini bertujuan untuk
menghasilkan senyawa atau flavor yang lebih kuat. Proses ini sangat berguna dalam
menghasilkan minyak essens bermutu tinggi.
Proses pemisahan menggunakan prinsip perbedaan massa jenis minyak dengan
terpen. Setelah pencampuran dilakukan pemisahan sehingga terbagi menjadi 2 fasa, yaitu
fasa polar dan non-polar. Fase ini terdiri atas minyak atsiri yang terlarut dalam senyawa
nonpolar, sedangkan terpen terlarut dalam hidrokarbon-O (senyawa polar). Fase polar
merupakan terpen yang terbentuk dan tidak diproses lanjut. Fasa yang diambil adalah fase
non-polar yang selanjutnya dilakukan evaporasi dengan menggunakan rotary evaporator
untuk memisahkan minyak dengan air. Terbentuknya 2 fasa ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Ketaren (1986) karena minyak atsiri pada minyak pala terdiri dari
campuran senyawa non-polar (hidrokarbon) dan polar (hidrokarbon-O), maka pelarut
yang digunakan terdiri dari kombinasi pelarut-pelarut polar dan non-polar sehingga fraksi
hidrokarbon akan terdistribusi di lapisan pelarut non-polar, sedangkan fraksi hidrokarbon-
O terdistribusi pada pelarut polar.
Metode umum pemisahan atau pengurangan terpen yang digunakan menurut
Wakayabashi (1961) dalam Djuanita (1995), yaitu destilasi bertingkat dalam kondisi
vakum, ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan
kromatografi menggunakan gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah
metode ekstraksi cair-cair atau menggunakan pelarut. Biasanya pelarut yang digunakan
adalah pelarut polar dan non polar, dimana fraksi terpen akan terlarut dalam pelarut non
polar dan fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Metode penghilangan senyawa
terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam
pemuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih
baik (Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen,
yaitu dengan adsorpsi menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentu dan
ekstraksi menggunakan alkohol encer.
UJI MUTU
Standard mutu minyak atsiri diantaranya dapat ditentukan dari berat jenis, indeks bias,
putaran optic, bilangan asam dan kelarutan dalam alcohol.
2. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan
kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri
berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang
dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis di mana komponen penyusun minyak atsiri
dapat mempengaruhi indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti
sesqueterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling maka kerapatan medium
minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk
dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai
indeks bias juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak
tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini
karena sifat air yang mudah membiaskan cahaya yang datang. Jadi, minyak atsiri dengan
nilai indeks bias besar lebih bagus dibandingkan minyak atsiri dengan nilai indeks bias
yang kecil.
3. Putaran Optik
Sifat optic minyak atsiri ditentukan dengan menggunakan alat polarimeter. Nilainya
dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri memiliki sifat memutar
bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau kea rah kiri (levorotary) jika
ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan. Pengukuran parameter ini sangat
menentukan criteria kemurnian suatu minyak atsiri.
4. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam
yang semakin besar dapat mempengaruhi kualitas, diantaranya mengubah bau khas
minyak atsiri.
Adanya sebagian komposisi minyak atsiri yang kontak dengan udara atau berada pada
kondisi lembab mengakibatkan munculnya reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang
dikatalisasi oleh cahaya. Akibatnya, terbentuklah senyawa asam. Semakin banyak bidang
kontak minyak atsiri dengan udara, semakin banyak pula senyawa asam yang terbentuk.
Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri, terutama golongan aldehid, dapat
membentuk gugus asam karboksilat sehingga menambah nilai bilangan asam minyak
atsiri. Selain kontak langsung dengan udara, proses oksidasi juga dapat disebabkan oleh
tekanan dan temperature yang tinggi saat proses menghasilkan minyak.
5. Kelarutan Dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa alcohol merupakan gugus OH–. Karena alcohol dapat larut
dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut
terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Guenther yang menyatakan bahwa kelarutan minyakk dalam alcohol ditentukan oleh jenis
komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya, minyak atsiri yang
mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut dibandingkan minyak
atsiri yang mengandung terpen. Semakin tinggi kandungan terpen, semakin rendah pula
daya larutnya atau semakin sukar larut. Hal tersebut disebabkan senyawa terpen tak
teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri dalam
alcohol (biasanya alcohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanita, Nilla. 1995. Mempelajari Proses Deterpenasi Minyak Lemon dan Aplikasiny pada
Deterjen Cair. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh Proses Deterpenasi Terhadap Mutu Obat Minyak
Biji Pala. Yogyakarta.
Purnawati, R. 2000. Pemucatan Minyak Nilam dengan Cara Redestilasi dan Cara Kimia.
Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor