1.1. TEORI
1.1.1. Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel diskret.
Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat
pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya
terpenuhi. Menurut Lopez (2007), efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran,
sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat
diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude (Kawamura, 2000).
Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya aliran pendek,
turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan (Kawamura, 2000). Begitu juga halnya
terhadap zona lumpur. Zona lumpur merupakan zona dimana terkumpulnya partikel diskret yang
telah terendapkan. Apabila terjadi aliran turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat
mengalami penggerusan, sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona
outlet juga mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk
meminimalisasi terjadinya aliran pendek.
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan
prasedimentasi. Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum
yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi
pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah. Bak prasedimentasi merupakan
bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur
sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi
flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe III dan IV
karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan
komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
1.1.2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi
untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air
minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Pada
pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter
2. Pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring
4. Dengan filter pasir cepat.
5. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur.
6. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan.
Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur
setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan
dalam pengendalian partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air
limbah adalah sama,demikian juga untuk metoda dan peralatannya.
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran,
bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7
meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai
lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat
umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan
kedalaman lebih dari 1,8 meter.
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk
berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar 1.1), yaitu:
Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak
ada interaksi antar-partikel
Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga
ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah
Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling
menahan partikel lainnya untuk mengendap
Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena
berat partikel
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-
gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan
adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan
partikel konstan.
Gaya impelling diyatakan dalam persamaan:
F1 = (ρS - ρ) g V
dimana:
F1 = gaya impelling
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:
FD = CD Ac ρ (Vs2/2)
di mana:
FD = gaya drag
CD= koefisien drag
Ac = luas potongan melintang partikel
Vs = kecepatan pengendapan
Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh persamaan:
(ρS - ρ) g V = CD Ac ρ (Vs2/2)
atau
atau
dimana Sg adalah specific gravity. Besarnya nilai CD tergantung pada bilangan Reynold.
bila NRe < 1 (laminer), CD = 24 / NRe
bila NRe = 1 - 104 (transisi), CD = 24 / NRe+3 / NRe 0,5 + 0,34
bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,4.
NRe = ρdVs/μ
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah
diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan
pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Pada kenyataannya, ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali jumlahnya.
Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai
kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat Gambar 3.3). Vo disebut juga overflowrate. Dengan
acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak
semua akan mengendap dalam waktu yang sama.
di mana:
R = besarnya fraksi pengendapan partikel total
Fo = fraksi partikel tersisa pada kecepatan Vo
V = kecepatan pengendapan (m/detik)
dF = selisih fraksi partikel tersisa
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadapkonsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada
waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan kedalaman
H1, H2, H3 dan seterusnya (lihat Gambar 1.8).
Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di
mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di
sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan
kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara
massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan
dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga
diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini
adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar
1.9). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap
tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur
dengan waktu (Gambar 1.10).
Setelah pengolahan data tersebut, parameter yang diperoleh dapat digunakan untuk
endisain bak pengendap lumpur biomassa, yaitu:
1. Luas permukaan yang diperlukan untuk thickening, At dengan menggunakan
persamaan:
At = 1,5 (Q+QR) tu/Ho
2. Luas permukaan yang diperlukan untuk klarifikasi (sedimentasi), Ac dengan
menggunakan persamaan:
Ac = 2,0 Q/Vo
di mana:
Q = debit rata-rata harian sebelum resirkulasi, m3/detik
QR = debit resirkulasi, m3/detik
Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate, v
horizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran
diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak
dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan.
Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa acuan yang tepat untuk desain bak
prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan Froude, sedangkan acuan
yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed
adalah bilangan Reynolds. Berdasarkan SNI 6774 tahun 2008 tentang tata cara perencanaan
unit paket instalasi pengolahan air, bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi harus
memiliki nilai kurang dari 2000, sedangkan Bilangan Froude harus lebih dari 10-5. Kedua
persyaratan tersebut seharusnya terpenuhi, tetapi pada kenyataannya akan sulit memenuhi
kedua bilangan tersebut sekaligus dalam perancangan unit prasedimentasi.
a) Bilangan Reynolds
Penerapan Bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa
fungsi Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit
prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Kondisi aliran yang laminer diharapkan
terjadi di unit prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan
efisiensi kerja unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008
tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan
Reynolds harus kurang dari 2000. Pengaruh jenis aliran yang terjadi pada prasedimentasi
terhadap proses pengendapan partikel dapat dilihat pada Gambar 1.2.
b) Bilangan Froude
Bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis.
Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang
Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara seragam,
mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar transisi dari kecepatan
air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang sesuai untuk terjadinya proses
pengendapan di zona pengendapan. Rostami dkk (2011) melakukan penelitian dengan cara
mengatur letak bukaan inlet dan juga mengatur jumlah bukaan inlet. Bukaan inlet (a) terletak
di atas, bukaan inlet (b) terletak di tengah bak, bukaan inlet (c) terletak di bawah bak,
sedangkan bukaan inlet (d) dan (e) merupakan variasi dari jumlah bukaan inlet. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, apabila digunakan hanya satu bukaan inlet, circulation zone yang
terbentuk yang paling kecil adalah apabila bukaan inlet diletakkan di tengah. Hasil penelitian
tersebut, memberikan kesimpulan bahwa apabila hanya digunakan satu bukaan saja, maka
yang paling baik adalah dengan meletakkan bukaan inlet pada bagian tengah bak. Namun,
akan lebih baik apabila bukaan pada inlet jumlahnya lebih banyak. Hasil serupa juga
dihasilkan dari hasil penelitian Tamayol dkk (2008). Tamayol dkk (2008) melakukan
penelitian serupa dengan memposisikan inlet pada tiga posisi, yaitu atas bak, tengah bak, dan
bawah bak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peletakan bukaan inlet di tengah dapat mengurangi
volume circulation zone yang dapat mempengaruhi kondisi pengendapan. Selain melakukan
pengaturan pada posisi inlet, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume
circulation zone dan mengurangi energi kinetik air adalah dengan memasang baffle. Namun,
perlu diketahui peletakan baffle yang tepat, sebab peletakan baffle yang salah dapat
𝑣0 𝐷
𝑣𝐻
= 𝐿
... (1)
𝐷
𝑣0 = 𝐿
. 𝑣𝐻 ... (2)
𝐷 𝑄
𝑣0 = 𝐿
. 𝑤𝐷 ... (3)
Sehingga
Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan luas
permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut dapat
membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface
ℎ0
𝑣0 = ... (5)
𝑡0
𝑉
𝑡0 = 𝑄 ... (6)
Sehingga
ℎ
𝑣0 = 𝑉⁄0𝑄 ... (6a)
Atau
ℎ0 𝑄
𝑣0 = 𝑉
... (6b)
𝑄
𝑣0 = 𝐴 ... (7)
𝑠
Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya.
Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo akan tersisih
sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar 1.15).
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada proses
pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes kolom
tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat diketahui
waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu, pada dasarnya
kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu detensi maupun overflow
Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini
debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya. Berikut ini adalah
beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai sumber (Tabel 1.1).
Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading rate
di atas, dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading rate diharapkan
tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya penggerusan pada partikel yang
mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan weir loading rate dapat sekecil mungkin.
Pemilihan desain outlet sangat tergantung pada lebar bak, debit air yang dialirkan serta
weir loading rate, sehingga pada saat menetapkan bentuk outlet, ketiga hal tersebut harus
dipertimbangkan. Jenis pelimpah yang umumnya digunakan adalah bentuk rectangular dan v-
notch, namun v-notch lebih banyak digunakan karena memiliki kemampuan self cleansing
dan dapat meminimalisasi pengaruh angin. Contoh gambar v-notch dapat dilihat pada Gambar
6 berikut.
Maka waktu yang diperlukan hanya 1/5 waktu semula, jadi overflow rate menjadi 5 kali
lebih besar dari semula. Namun akan mempercepat proses penumpukan sludge pada dasar
semu tersebut yang memungkinkan akan terbawa keluar oleh aliran efluen.
1.2.PERHITUNGAN
Suatu kolam pengendapan sedalam 150 cm dipakai untuk mengendapkan partikel diskret pada
kedalaman 120 cm. Terdapat titik sampling over flow rate 0,025 m/s.
Fo Vo
Kotak Luas
(%) m/s
A 0,035 0,022 0,00077
B 0,05 0,016 0,0008
C 0,05 0,012 0,0006
D 0,125 0,0082 0,001025
E 0,125 0,0052 0,00065
F 0,05 0,004 0,0002
G 0,075 0,0028 0,00021
Σ 0,004255
1 Fo
ᶯ = (1 − Fo) + ∫ Vol F
Vo o
1
ᶯ = (1 − 0,51) + . 0,004255 = 66,02%
0,025
66,02 %
1,3
Hasil dari efisiensi ini dimasukkan kedalam Performance Curves For Settling Basins Of
Varying Didapat
𝑡 𝑉𝑜
= = 1,3
𝑡𝑑 𝑄/𝐴
𝑡 𝑄 𝑉𝑜
= =
𝑡𝑑 𝐴 1,3
𝑡 𝑄 0,025
= =
𝑡𝑑 𝐴 1,3
𝑡 𝑄
= = 0,0192 𝑚/𝑠
𝑡𝑑 𝐴
Kedalaman (Zo)
1
8 2
𝑉ℎ = ( ) . 𝑈𝑡𝑜
𝐹
1
8 2 𝑚 𝑚
𝑉ℎ = ( ) . 0,0192 = 0,31
0,03 𝑠 𝑠
𝑃𝑜
= 12,56
3𝑚
𝑚3
𝑄 0,112 𝑠
𝐴𝑠 = = 𝑚 = 4,48 𝑚2
𝑈𝑡𝑜 0,025
𝑠
Po : B = 4 : 1
18,84 𝑚
𝐵= = 4,7𝑚
84
𝐵 𝑥 𝑍𝑜 4,71 𝑚 𝑥 1,5𝑚
𝑅= = = 0,97𝑚
𝐵 + 2𝑍𝑜 4,71𝑚 + 2 𝑥 1,5𝑚
𝑄 0,112 𝑚3/𝑑𝑒𝑡 𝑚
𝑉𝑜 = = 𝑚 = 0,0159
𝐵 𝑥 𝑍𝑜 4,7𝑚 𝑥 1,5 𝑠
𝑠
Ketika merancang sebuah tangki pengendapan aliran horizontal, hal untuk menghilangkan
partikel diskrit, faktor utama adalah jumlah debit (Q) dari air harus diolah dan karakteristik
pengendapan dari suspensi dan rasio dihilangkan secara bersamaan dengan menentukan
pembebanan perKolam Prasedimukaan So yang akan diterapkan. Setelah faktor-faktor tersebut
Q
diketahui, luas permukaan yang dibutuhkan yaitu A = S tetap. Dengan penghilangan lumpur
o
secara mekanik, kedalaman akan memenuhi semua persyaratan.
Dengan menggunakan tangki persegi panjang tidak hanya kedalaman, tetapi nilai rasio antara
panjang dan lebar masih perlu ditetapkan. Seperti disebutkan sebelumnya, gerusan umumnya
tidak masalah jika memiliki persyaratan sebagai berikut :
Vo R Vo 2
NRe = υ
< 2000 dan NFr = gR
> 10−5
Perhitungan
Diketahui :
Akan dirancang 2 bak dengan ukuran yang sama besar, sehingga Q = 0,56 m3/det
So = 0.00037 m/s
Ut = 0,025 m/s
𝑄
𝐴𝑠 =
𝑆𝑜
0.56
𝐴𝑠 = = 1513,5 𝑚2
0.00037
Menghitung panjang dan lebar dengan kriteria desain L:W = 6-10, diambil L:W = 6
L= 6W
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W
1513,5 𝑚2 = 6 W2
1513,5
𝑊= √
6
W= 15,8 m
Panjang :
L=6W
L = 6 x 15,8m = 94,8 m
Menentukan kedalaman
1 0.8 1
𝐻= 𝐿 = 94,8 0.8 = 3.17 𝑚
12 12
𝑉𝑜 𝑥 𝑅 0.011 𝑥 2.26
𝑅𝑒 = = = 18977
Ʋ 1.31 𝑥 10−6
𝑉𝑜 2 0.0112
𝐹𝑟 = = = 5.45 𝑥 10−6
𝑔𝑅 9.81 𝑥 2.26
Bilangan Froude dan Bilangan Reynolds terlalu tinggi, mengurangi efisiensi cekungan oleh
turbulensi dan juga mengakibatkan terjadinya penggerusan. Bila penurunan ini tidak dapat
diterima, lebar yang lebih besar dapat diterapkan (diperbesar 2x lipat).
W = 2 x Wi
W = 2 x 15,8 m = 31,6 m
L = As : W
L = 1513,6 m2 : 31,6 m
L = 48 m
Menentukan kedalaman
1 0.8 1
𝐻= 𝐿 = 480.8 = 1,84 𝑚
12 12
𝑄 0.56
𝑉𝑜 = = = 0,0098 𝑚/𝑠
𝑊𝑥𝐻 31,6 𝑥 1,8
𝑉𝑜 𝑥 𝑅 0,0098 𝑥 1.6
𝑅𝑒 = = = 12024
Ʋ 1.31 𝑥 10−6
𝑉𝑜 2 (0,0098)2
𝐹𝑟 = = = 6.11 𝑥 10−6 →< 10−5
𝑔𝑅 9.81 𝑥 1.6
Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude masih belum memenuhi kriteria desain. Hasil yang
lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan baffle vertikal.
Lebar trays
Wf = W : 4
Jari-jari Hidrolis
𝑊𝑥 𝐻
𝑅=
𝑊 + 2𝐻
7.9𝑚 𝑥 1.84 𝑚
𝑅= = 1.3 𝑚
7.9 𝑚 + 2𝑥1.84𝑚
Reynolds Number
𝑉𝑜 𝑥 𝑅
𝑅𝑒 =
Ʋ
Froude Number
𝑉𝑜 2
𝐹𝑟 =
𝑔𝑅
(0.0098)2
𝐹𝑟 = = 7,53 𝑥 10−6 →< 10−5 → 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛 → 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
9.81 𝑥 1.3
Lebar trays
Wf = W : 9
Jari-jari Hidrolis
𝑊𝑓 𝑥 𝐻
𝑅=
𝑊𝑓 + 2𝐻
3.5𝑚 𝑥 1.84 𝑚
𝑅= = 0.89 𝑚
3.5 𝑚 + 2𝑥1.84𝑚
Reynolds Number
𝑉𝑜 𝑥 𝑅
𝑅𝑒 =
Ʋ
0.0098 𝑥 0.89
𝑅𝑒 = = 6658 → > 2000 → 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑟𝑏𝑢𝑙𝑒𝑛 → 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
1.31 𝑥 10−6
Froude Number
𝑉𝑜 2
𝐹𝑟 =
𝑔𝑅
0.0982
𝐹𝑟 = = 1.1 𝑥 10−5 →> 10−5 → 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
9.81 𝑥 0.89
Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude masih belum memenuhi kriteria desain. Hasil yang
lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan baffle Horizontal.
Overflow rate
𝑆𝑜
So’ = 4
0.00037
So’= 4
= 9.25 x 10-5 m/s
Luas Permukaan
𝑄
𝐴𝑠 =
𝑆𝑜′
0.56 ∶ 4
𝐴𝑠 = = 1513.5 𝑚2
9.25 𝑥 10−5
L = 6W
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W
1513.5 𝑚2 = 6 W2
1513.5
𝑊= √
6
W= 15.8 m
Panjang :
L = As : W
L = 1513.5 m2 : 15.8 m
L = 95,29 m
Hitung Kedalaman
1
𝐻 = 12 𝐿0.8
1
𝐻 = 12 95,29 0.8 = 3,2 𝑚
𝑊𝑥𝐻
𝑅=
𝑊 + 2𝐻
15.8 𝑚 𝑥 3,2 𝑚
𝑅= = 2,28 𝑚
15.8 𝑚 + 2𝑥3,2 𝑚
Kecepatan Horizontal
𝑄
𝑉𝑜 =
𝑊𝑥𝐻
0.56 ∶ 4
𝑉𝑜 = = 0.0027 𝑚/𝑠
15.8 𝑥 3,2
Reynolds Number
𝑉𝑜 𝑥 𝑅
𝑅𝑒 =
Ʋ
0.0027 𝑥 2,28
𝑅𝑒 = = 4699,2 → > 2000 → 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑟𝑏𝑢𝑙𝑒𝑛 → 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
1.31 𝑥 10−6
Froude Number
𝑉𝑜 2
𝐹𝑟 =
𝑔𝑅
0.00272
𝐹𝑟 = = 3,25 𝑥 10−7 →< 10−5 → 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛
9.81 𝑥 2,28
→ 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑀𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
Overflow rate
𝑆𝑜
So’ = 7
0.00037
So’= 7
= 5,3 x 10-5 m/s
Luas Permukaan
𝑄
𝐴𝑠 =
𝑆𝑜′
0.56 ∶ 7
𝐴𝑠 = = 10566 𝑚2
5.3 𝑥 10−5
Lebar :
As = L x W
As = 6W x W
10566 𝑚2 = 6 W2
10566 𝑚2
𝑊= √
6
W= 41,96 m ≈ 42 m
Panjang :
L = As : W
L = 10566 m2 : 42 m
L = 251.6 m
Hitung Kedalaman
1 0.8
𝐻= 𝐿
12
1
𝐻= 251.6 0.8 = 6,9 𝑚
12
Jari-jari Hidrolis
𝑊𝑥𝐻
𝑅=
𝑊 + 2𝐻
42𝑚 𝑥 6,9𝑚
𝑅= = 5.2 𝑚
42 𝑚 + 2𝑥6,9𝑚
Kecepatan Horizontal
𝑄
𝑉𝑜 =
𝑊𝑥𝐻
0.56 ; 7
𝑉𝑜 = = 0.0003 𝑚/𝑠
42 𝑥 6,9
Reynolds Number
𝑉𝑜 𝑥 𝑅
𝑅𝑒 =
Ʋ
0.0003 𝑥 5.2
𝑅𝑒 = = 1095,7 → > 2000 → 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑟𝑏𝑢𝑙𝑒𝑛 → 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
1.31 𝑥 10−6
𝑉𝑜 2
𝐹𝑟 =
𝑔𝑅
(0.0003)2
𝐹𝑟 = = 1,79𝑥 10−9 →< 10−5 → 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛 → 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
9.81 𝑥 5.2
Dikarenakan tidak memenuhinya Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude dengan berbagai
metode, yaitu memperlebar kolam, membuat trays vertikal maupun horizontal, jadi direncanakan
bak prasedimentasi dengan tipe tilted plate separator atau plate settlers. Dimana Plate settlers ini
telah meiliki ukuran lebar tipa plate-nya yaitu 0,1 m, dan kedalamnya adalah 1 m dengan sudut
600.
Direncanakan W = 0.1 m, H = 1m, α = 600
Dengan 95% removal So = 0.00025 m/s
𝑄 𝑊
𝑆0 =
𝐴 𝐻 cos 𝛼 + 𝑊 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼
𝑄 0.1
𝑆0 =
𝐴 1 cos 60 + 0.1 𝑐𝑜𝑠 2 600
0
𝑄
𝑆0 = 0.19
𝐴
𝑄 0,56
𝐴 = 0.19 = 0.19 = 425.6 𝑚2
𝑆0 0.00025
Kecepatan horizontal
𝑄 0.56
𝑉𝑜 = = = 0.0015 𝑚/𝑠
𝐴𝑠 sin 𝛼 425.6 sin 60
Jari-jari hidrolis
𝑊 0.1
𝑅= = = 0.05 𝑚
2 2
Reynolds number
Froude number
𝑉0 2 0.00152
𝐹𝑟 = = = 4.6 𝑥 10−6 → < 10−5 → 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛
𝑔𝑥𝑅 9.81 𝑥 0.05
→ 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
TUBE SETTLER
Dikarenakan tetap tidak memenuhinya Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude dengan berbagai
plate settlers, maka bak prasedimentasi akan dirancang dengan tipe tube separator, dengan tetap
memerhatikan pemenuhan kriteria desain Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude. Dimana Tube
settlers ini telah memiliki ukuran lebar tiap tube (pipa)-nya yaitu 0,05 m, dan kedalamnya adalah
0,9 m dengan sudut 600.
Direncanakan W = 0.05 m, H = 0.9 m, α = 600
Dengan 95% removal So = 0.00025 m/s
𝑄 𝑊
𝑆0 =
𝐴 𝐻 cos 𝛼 + 𝐵 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼
𝑄 0.05 𝑄
𝑆0 = 0 2 0
= 0.108
𝐴 0.9 cos 60 + 0.05 𝑐𝑜𝑠 60 𝐴
𝑄
𝑆0 = 0.108
𝐴
𝑄 0,56
𝐴 = 0.108 = 0.108 = 241.9 𝑚2
𝑆0 0.00025
Kecepatan horizontal
𝑄
𝑉𝑜 =
281 sin 𝛼
0.56
𝑉𝑜 = = 0.0027 𝑚/𝑠
241,9 sin 60
Jari-jari hidrolis
Reynolds number
𝑉𝑜 𝑥 𝑅 0.0027 𝑥0.0125
𝑅𝑒 = = = 26 → < 2000 → 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑚𝑖𝑛𝑒𝑟 → 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
𝜐 1.31 𝑥 10−6
froude number
𝑉0 2 (0.0027)2
𝐹𝑟 = = = 5.8𝑥 10−5 → > 10−5 → 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛
𝑔 𝑥 𝑅 9.81 𝑥 0.0125
→ 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝐾𝐷
Dikarenakan dengan menggunakan Tube Settlers, pengujian Bilangan Reynolds, dan Bilangan
Fraude memenuhi kriteria desain. Maka akan dirancang Bak Prasedimentasi dengan tipe Tube
Settlers. Dengan ukuran ukuran stiap tube (pipa)-nya yaitu 0,05 m, dan kedalamnya adalah 0,9 m
dengan sudut 600 dan kemampuan pemisahan partikel diskret sebesar 95%. Dan ukuran bak yang
digunakan dengan lebar 31,6 m, panjang bak 48 m, dan ketinggian bak 1,84 m.
INLET SISTEM
Cross Area
𝑄 0.56
𝐴𝑐 = = = 0,93 𝑚2
𝑉𝑖 0.6
Kedalaman Inlet
1 1
𝐻𝑖 = 𝐻 = 1,84 = 0,631 𝑚
3 3
Lebar Inlet
𝐴𝑐 0,93
𝑊= = = 1,5 𝑚
𝐻𝑖 0.631
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝐷ℎ = 4 𝑥
𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝐻𝑖. 𝑊
𝐷ℎ = 4 𝑥
2𝐻𝑖 + 𝑊
0,631 𝑚 𝑥 1,5 𝑚
𝐷ℎ = 4 𝑥 = 1,34 𝑚
(2 𝑥 0,6312 𝑚) 𝑥 1,5 𝑚
𝑊 31,6
𝑛= −1= − 1 = 14,8 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 ≅ 15 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
𝑥 2
𝑣𝑖 2 𝜆 𝐵 1
∆= (1 − { 𝑥 }− )
2𝑔 3 𝐷ℎ 𝑛
𝑚 2
(0,6 ) 0,04 31,6 𝑚 1
Δ= 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑚 (1 − { 3 𝑥 1,34 𝑚} − 15) = 0,011 m
2 𝑥 9,81
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2
𝑧 > 10 ∆
𝑄
𝑄𝑝 =
𝑛
𝑚3
0,56 3
𝑄𝑝 = 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 0,037 𝑚
15 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑄𝑝 = 𝜇𝐹 √2𝑔 𝑧
𝑄𝑝
𝜇𝐹 =
√2𝑔𝑧
𝑚3
0,037
𝜇𝐹 = 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 2,8 𝑥 10−3 𝑚2
𝑚
√2 𝑥 9,81 𝑥 0,11 𝑚
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2
2,8 𝑥 10−3
𝐹=
𝜇
𝑣𝑝 = √2𝑔𝑧
𝑚 𝑚
𝑣𝑝 = √2 𝑥 9,81 2
𝑥 0,11 𝑚 = 1,47
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
OUTLET SISTEM
𝑄
< 5. 𝐻. 𝑆0
𝑛𝐵
𝑚3
0,56
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 < 5 𝑥 1,84 𝑥 0,0037 𝑚
𝑛 𝑥 10 𝑚 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑛 𝑥 𝑊
𝑄
< 5𝐻𝑆0
𝑛𝐵
𝑄 𝑚
< 5 𝑥 1,84 𝑥 0,0037
𝑛𝐵 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑄 𝑚2
< 3,4 𝑥 10−3
𝑛𝐵 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Untuk memenuhi syarat weir loading < 5HS0 maka perlu memasang 6 bukaan di tangki
selebar 189, 6 m
𝑚3
𝑄 0,56 3
𝑞= = 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 6,2 𝑥 10−3 𝑚
𝑛𝑖 . 𝑛𝑜 15 𝑥 6 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
5. V-notch
2⁄
𝑞0 5
ℎ= ( )
1,4
2⁄
5
−3 𝑚3
6,2 𝑥 10
ℎ= ( 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 ) = 0,15 𝑚 = 15 𝑐𝑚
1,4
Data waktu pengamatan dan ketinggian bidang batas permukaan lumpur diplotkan kedalam
Grafik Hasil Pengolahan Data Sedimentasi Tipe III dan IV seperti yang telah dijelaskan
pada Gambar 1.11.
1. Area Clarifier
𝑚3
𝑄 0,56 𝑠
𝐴𝑐 = .2 = = 6109 𝑚2
𝑉𝑜 𝑐𝑚 1 𝑐𝑚 1 𝑚𝑛𝑡
1,1 𝑠 . 100 𝑚 . 60 𝑠
2. Area Thickening
𝑇𝑢
𝐴𝑇 = (𝑄 + 𝑅) . 1,5
𝐻𝑜
𝑇𝑢
𝐴𝑇 = (𝑄 + 𝑅) . 1,5
𝐻𝑜
60 𝑠
𝑚3 41,25 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 . 1 𝑚𝑛𝑡
𝐴𝑇 = (0,56 + 0,196) .
𝑠 1𝑚
75,5 𝑐𝑚 . 100 𝑐𝑚
𝐴𝑇 = 3742,2 𝑚2
Luas area yang akan digunakan adalah luas area yang terluas antara area klarifikasi dengan
area thickening, karena AT < AC maka luas area yang digunakan adalah luas area
klarifikasi
4 𝐴𝑐 4 .6109 𝑚2
𝐷=√ 𝜋
=√ 𝜋
=88,19 𝑚2
𝑉𝑜𝑙 = 𝑄. 𝑇𝑑
𝑚3 60 𝑠
𝑉𝑜𝑙 = 0,56 . 41,25 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 . = 1386 𝑚3
𝑠 1 𝑚𝑛𝑡
𝑉𝑜𝑙 1386 𝑚3
𝐻= + 𝐹𝑟𝑒𝑒𝑏𝑜𝑎𝑟𝑑 = 𝑥 1,2 = 0,26𝑚
𝐴𝑐 6109 𝑚2
1.3.GAMBAR
Contents
MODUL I PRASEDIMENTASI DAN SEDIMENTASI 3&4 ............................................................... 1
1.1. TEORI ......................................................................................................................................... 1
1.1.1. Prasedimentasi ........................................................................................................................ 1
1.1.2. Sedimentasi ............................................................................................................................. 2
1.1.2.1. Sedimentasi Tipe I .............................................................................................................. 4
1.1.2.2. Sedimentasi Tipe II ............................................................................................................. 8
1.1.2.3. Sedimentasi Tipe III dan IV .............................................................................................. 10
1.1.3. Bilangan Reynold dan Bilangan Fraude ............................................................................... 13
1.1.4. Zona Inlet .............................................................................................................................. 14
1.1.5. Zona Pengendapan ................................................................................................................ 15
1.1.6. Zona Outlet ........................................................................................................................... 18
1.1.7. Tray (Alas Semu) .................................................................................................................. 20
1.2. PERHITUNGAN ...................................................................................................................... 21
1.2.1. Overflow Rate ....................................................................................................................... 21
1.2.2. Kolam Prasedimentasi........................................................................................................... 24
1.2.3. Kolam Sedimentasi Tipe 3&4 ............................................................................................... 37
1.3. GAMBAR ................................................................................................................................. 40
Gambar 1.1 Empat Tipe Sedimentasi (Reynold dan Richards, 1996) .................................................... 3
Gambar 1.2 Grafik Pengendapatn Tipe I pada temperatur 10 0C (Reynold dan Richards, 1996)........... 6
Gambar 1.3 Lintasan Pengendapan Partikel (Reynold dan Richards, 1996) .......................................... 6