Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus degan judul “Ketuban Pecah Dini”.

Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Batam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada


pembimbing, yakni dr. Arusta Tarigan, Sp.OG yang telah meluangkan waktu dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dalam
kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya semoga
refarat ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Binjai, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4

A. Latar Belakang ............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

A. Ketuban Pecah Dini ..................................................................... 6


a. Definisi .................................................................................... 6
b. Epidemiologi ........................................................................... 6
c. Etiologi ................................................................................... 7
d. Patofisiologi ............................................................................ 8
e. Manifestasi Klinis .................................................................. 10
f. Penegakan Diagnosis.............................................................. 10
g. Penatalaksanaan ..................................................................... 12
h. Komplikasi ............................................................................. 13
i. Prognosis ................................................................................ 15

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 16

A. Kesimpulan .................................................................................. 16

STATUS PASIEN ........................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri


berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Ketuban pecah dini
(KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2014).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% padasemua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban
pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban
pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40% (Sualman, 2009).
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter
menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya
kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan
oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang
terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput
amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh

4
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya
ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan
pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada
10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban
pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar
dapat terjadi pada ketuban pecah dini (Ayurai, 2010).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Prawirohardjo (2014) mengatakan bahwa KPD merupakan keadaan


pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila terjadi KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu, disebut KPD pada kehamilan prematur. Dalam
keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD.
Sementara itu, American college of Obstricans and gynecologist (2007)
mengatakan Premature Ruptured of Membranes (PROM) adalah pecahnya
membran ketuban janin secara spontan sebelum usia 37 minggu atau sebelum
persalinan dimulai. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, tetapi banyak yang
percaya bahwa infeksi intra uterine adalah faktor predisposisi utama (Iriyanti
dkk, 2014).

B. Epidemiologi

Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada


kehamilan aterm, insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada
kehamilan preterm, insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua
KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan
terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. KPD
berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-
40% ( Marmi dkk, 2016).

Pada tahun 2005, WHO memperkirakan 12,9 juta kelahiran (9,6%) di


seluruh dunia adalah prematur. Sekitar 11 juta (85%) dari kelahiran prematur
tersebut terkonsentrasi di Afrika dan Asia.Sekitar 45-50% penyebab dari

6
kelahiran prematur adalah idiopatik, 30% terkait dengan KPD dan 15-20%
dikaitkan dengan indikasi medis.

C. Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor
yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko adalah
: infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine, trauma, kelainan
letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan intrauterine, ke-
mungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat
KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang
pendek pada usia kehamilan 23 minggu.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan
masalah kontroversi obstetrik .
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan
lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi serviks
adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital
pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin

7
serta keluarnya hasil konsepsi. Tekanan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini, misalnya : Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin
atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL.Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi
secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-
tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari
saja.

D. Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi uterus


dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel,
dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.

8
Faktor risiko untuk terjadinya KPD adalah:

1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

2) Kekurangan tembaga dan asam akrobik yang berakibat pertumbuhan


struktur abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks


Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat Matriks
Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput
ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan
konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang
menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon imflamasi
dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang
menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput
ketuban.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi
prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, dan pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang
fisiologis. KPD pada prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor

9
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. KPD prematur sering
terjadi pada polihidromnion, inkompeten serviks, solusio plasenta
(Prawirohardjo, 2014)

E. Manifestasi Klinis

Tanda yang terjadi pada KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melaluivagina. Menurut Menurut Kasdu (2005) ketuban yang pecah ditandai
dengan adanya air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung
lagi.

Untuk membedakan antara air ketuban dengan air seni dapat diketahui
dari bentuk dan warnanya. Biasanya, air seni berwarna kekuning-kuningan
dan bening, sedangkan air ketuban keruh dan bercampur dengan lanugo
(rambut halus dari janin) dan mengandung fernik kaseosa (lemak pada kulit
janin). Sebagai informasi cairan ketuban adalah cairan putih jernih agak
keruh kadang-kadang mengandung gumpalan halus lemak dan berbau amis
dan akan berubah warna jika diperiksa dengan kertas lakmus ( Huliana,
2006).

Menurut Kasdu (2007) jika kebocoran kulit ketuban tidak disadari oleh
ibu maka sedikit demi sedikit air ketuban akan habis dan jika air ketuban
habis maka dapat menimbulkan rasa sakit ketika janin bergerak karena janin
langsung berhubungan dengan uterus.

F. Penegakan Diagnosis

Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan


penanganan selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis
adalah:

10
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari
jalan lahir atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada
tingkat lanjut dapat disertai mekonium.
2. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor
menuju kanalis servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut
ditemukan cairan amnion yang keruh dan berbau.
3. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang /
oligohidramnion, namun dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD
sebagai penyebab oligohidramnion dengan penyebab lainnya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium
yang digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari
15.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta
amniosentesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan
ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada
pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH
cairan, di mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara
signifikan lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada
tes ini, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk
melakukan tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola
kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban menyerupai
bentuk seperti pakis.

11
G. Penatalaksanaan

KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam


mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi
sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan
segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea, dan
apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis.

Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara koservatif
dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin 30 dan infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui
secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada
KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.
Oleh Karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk
menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan
matang, choriamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan
sebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan
cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya periode laten.

Adapun penatalaksanaannya:

1) Konservatif

Penanganan secara konservatif yaitu:

a) Rawat di rumah sakit.

b) Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4x500 mg
atau gentamycin 1x 80 mg.

12
c) Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

d) Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal
ini sangat tergantung pada kemampuan keperawatan bayi prematur).

e) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra


uterine).

f) Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu


kematangan paru-paru janin.

2) Aktif

Penanganan secara aktif yaitu:

a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio


sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan


persalinan di akhiri:

• Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.


Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

• Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.


(prawirohardjo, 2014)

H. Komplikasi

a. Komplikasi maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis
korioamnionitis secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan
minimal 2 dari kondisi berikut : takikardia pada ibu, takikardia pada janin,

13
nyeri tekan uterus, cairan ketuban berbau busuk, atau darah ibu mengalami
leukositosis. Rongga ketuban umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga
ketuban mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan ketuban yang
positif, terlepas dari ada atau tidaknya tanda atau gejala klinis infeksi.
Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta sekitar 6%.
Solusio plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama dan
berat.Data sebuah analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien
dengan KPD berkepanjangan menunjukkan risiko terjadinya solusio
plasenta selama kehamilan sebesar 4%.Alasan tingginya insiden solusio
plasenta pada pasien dengan KPD adalah penurunan progresif luas
permukaan intrauterin yang menyebabkan terlepasnya plasenta.
Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan malpresentasi serta
terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang dapat
terjadi pada KPD.

b. Komplikasi neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan
dengan infeksi yang terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm
banyak disebabkan olehsindrom gangguan pernapasan. Pada penelitian
Patil, dkk (India,2014) KPD berkepanjangan meningkatkan risiko infeksi
pada neonatal sekitar 1,3% dan sepsis sebesar 8,7%. Infeksi dapat
bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis, pneumonia, sepsis dan
konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian perinatal dilaporkan
dalam literatur berkisar dari 2,6 hingga 11%. Ketika KPD dikelola secara
konservatif, sebagian besar pasien mengalami oligohidramnion derajat
ringan hingga berat seiring dengan kebocoran cairan ketuban yang terus
menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim memberikan
tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang janin
menjadi abnormal seperti terjadinya kelainan bentuk tulang.

14
I. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
 usia kehamilan
 Adanya infeksi/ sepsis
 Faktor resiko / penyebab
 Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih
cepat kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun,
umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi
yang tidak serius dari kelahiran premture.

15
BAB III

A. Kesimpulan

ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam


obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan
terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 –
10% dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang
kurang bulan, yaitu 95%, sedangkan pada kehamilan tidak cukup
bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34% semua
kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku
masih belum ada, selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus
mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain
seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan.
Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus
KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat
mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang
berat baik pada anak maupun pada ibu.

16
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. NN
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Soekarno Hatta
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. MN
Rekam Medik : 163579
Tanggal Masuk RS : 18-02-2019

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir
b. Telaah :
Os datang ke IGD RSUD DR.RM Djoelham dengan keluhan keluar
air dari jalan lahir secara tiba-tiba sejak ± 3 hari yang lalu. Cairan
berwarna kehijauan, disertai lendir dan tidak becampur darah cairan yang
keluar berbau. Os tidak merasakan mules-mules mau melahirkan. Gerakan
janin (+), Demam (-). Os memiliki riwayat keputihan 2 bulan yang lalu.

c. Riwayat Obstetri : Gravida : G1P0A0


HPHT : 20 – 05 – 2018
TTP : 27 – 02 – 2019

d. Riwayat Menstruasi
 Menarche : 13 tahun
 Siklus : 28 hari (teratur)
 Lamanya :±7 hari

17
e. Riwayat Penyakit Terdahulu : -
f. Riwayat Penyakit Keluarga :-
g. Riwayat Penggunaan Obat :-
h. Riwayat Alergi :-

III. Pemeriksaan Fisik


a. Status Present
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital Sign : - Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,6 ºC
 BB : 60 kg
 TB : 155 cm
b. Status Lokalisata
1. Kepala
 Mata : Anemis : (-/-)
 Telinga : Tidak ditemukan kelainan
 Hidung : Tidak ditemukan kelainan
 Mulut : Tidak ditemukan kelainan
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
2. Thorax
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskulasti : Paru : Vesikuler (+/+)
3. Ekstremitas
 Superior : Edema (-/-)
 Inferior : Edema (-/-)

18
c. Status Obstetri dan Ginekologi:
Abdomen
 Palpasi : Leopold 1 : TFU 3 jari dibawah processus
xyphoideus (30cm)
Leopold 2 : punggung kiri, estremitas kanan
Leopold 3 :kepala sudah masuk PAP
Leopold 4 : kepala 4/5
 DJJ : 180x/ menit
 Gerakan janin : (+)
 HIS : (- )

Genitalia
 Vaginal Toucher (VT) : Portio tertutup, air ketuban berwarna
kehijaun disertai lendir dan berbau, darah (-), pembukaan (-).

IV. Pemeriksaan Penunjang


 LABORATORIUM
Darah Lengkap:
- HB : 11,4 g/dl
- Leukosit : 15 103/nl
- Eritrosit : 4 106/nl
- Hematokrit : 42,3%

V. Diagnosis kerja
Ketuban Pecah Dini (KPD) + KDR (36-37 minggu) + AH + Fetal
Distrease

VI. Rencana
Sectio Caesaria ec Fetal Distrease
VII. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i

19
- Inj Ceftriaxone 1gr/8jam
- Metil ergometin tab 3 x 200mcg (5hari)
- Kaltrofen supp/8jam
- Inj Ketorolac 1amp/8jam
- Inj Ranitidine 1amp/8jam
- Sintocynon 5 iu

VIII. Resume
Pasien atas nama Ny.NN usia 25 tahun datang ke
RSUD.DR.RM.Djoelham Binjai dengan keluhan keluar air dari jalan lahir
sejak ± 3 hari yang lalu. Cairan berwarna kehijauan disertai lendir dan
tidak becampur darah, cairan yang keluar berbau. Os tidak merasakan
mules-mules mau melahirkan. Gerakan janin (+), Demam (-). Os
memiliki riwayat keputihan 2 bulan yang lalu
Pada pemeriksaan fisik didapatan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 86x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu
36,6oC, pada pemeriksaan obstetrik dan ginekologi didapatkan DJJ 180x/
menit, leopold 1 : TFU 3 jari dibawah procesus xyphoideus, Leopold 2 :
punggung kiri ekstremitas kanan, Leopold 3 : kepala sudah masuk PAP,
Leopold 4 : kepala 4/5, pada pemeriksaan genitalia didapatkan VT Portio
tertutup, air ketuban berwarna kehijaun disertai lendir dan berbau, darah
(-), pembukaan (-).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil
laboratorium masih dalam batas normal.
- Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
diagnosanya adalah Ketuban Pecah Dini (KPD) + KDR (36-37minggu)
+ AH + Fetal Distrease, dan diberikan terapi : IVFD RL 20 gtt/i, inj.
Ceftriaxone 1 gr/8jam, metil ergotamine tab 3 x 200mcg (5 hari),
kaltrofen supp/8jam, inj. Ketorolac 1amp/8jam, inj. Ranitidine
1amp/8jam, syntocinon 5 iu.

20
Pada tanggal 18 Februari 2019, dilakukan section caesaria (SC)
dan tiga hari kemudian pasien diperbolehan pulang.

FOLLOW UP

FOLLOW UP Tgl 18 Februari 2019 Tgl 19 Februari 2019 Tgl 20 Februari 2019

KU Baik Baik Baik

Kesadaran CM CM CM

Keluhan Keluar air pervaginam Lemas, nyeri bekas luka Lemas, nyeri bekas luka
operasi operasi

Vital Sign TD: 110/80 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 120/70 mmHg


RR: 22x/i RR : 24 x/i HR : 88 x/i
HR: 86x/i HR : 76x/i RR : 22x/i
T : 36.60 c T : 36,50C T : 36,20C

Terapi -IVFD RL 20 gtt/I -IVFD RL 20 gtt/i -IVFD RL 20 gtt/i


-Inj Ceftriaxone -inj ceftriaxone 1gr/8 jam -inj ceftriaxone 1gr/8jam
1gr/8jam -Metyl ergometin tab -Metyl ergometin tab
-Metil ergometin tab 3 3x200 mg 3x200 mg
x 200mcg (5hari) -kaltrofen supp/8jam -kaltrofen supp/8jam
-Kaltrofen supp/8jam - -Ranitidin 1amp/ 8jam - -Ranitidin 1amp/ 8jam
-Inj Ketorolac
-
1amp/8jam
-Inj Ranitidine
1amp/8jam

-Sintocynon 5 iu

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknyosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan, Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2014; 85-86
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD.Williams Obstetrics. 21 st edition.2001. 1647-1649
3. Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2010. Asuha Kebidanan IV (Patologi Kebidanan),
Trans Info Media : Jakarta
4. Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. PT bina Pustaka : Jakarta
5. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Memahami Reproduksi Wanita. EGG :
Jakarta
6. Hidayat, Asri dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika :
Yogyakarta
7. Kasdu Dini. 2007. Solusi Problem Persalinan. Puspa Swara : Jakarta
8. Huliana. 2006. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Puspa Swara : Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai