Bronkopneumoni
Bronkopneumoni
1
BORANG PORTOFOLIO NON BEDAH
Lain-lain:
Riwayat Imunisasi: Ibu pasien mengatakan telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai
jadwal imunisasi.
Daftar Pustaka:
1. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2012. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta. 20012. Halaman 351-358.
2. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes; 2009.
3. Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003
4. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.; 2014
[Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/967822-
medication
5. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2010.
6. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et al. Murray
and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi ke-1. Netherland:
Elseiver Saunders; 2005.
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis bronkopneumonia.
2. Memberikan penanganan primer pada pasien dengan diagnosis bronkopneumonia.
3. Mekanisme terjadinya gejala yang ditemukan pada bronopneumonia.
4. Melakukan rujukan ke dokter spesialis anak untuk penanganan pasien lebih lanjut.
2
BORANG PORTOFOLIO NON BEDAH
3
BORANG PORTOFOLIO NON BEDAH
sela iga.
b. Palpasi : fokal fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit
c. Perkusi : Sonor memendek sampai beda
d. Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah
halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.3
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.3
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan
yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.4
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:4
a. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
b. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
c. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial
Diagnosis5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Dari anamnesa didapatkan gejala non
respiratorik dan gejala respiratorik. Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit
dan jenis organisme penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering
tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :
Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit
2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi melalui
kultur, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
5
BORANG PORTOFOLIO NON BEDAH
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : >
60 x/menit pada anak usia < 2 bulan, > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun,
> 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti
diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
Selain kriteria diagnosis diatas, dapat juga digunakan kriteria berikut, ditegakkan bila
ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Demam tinggi atau Hiperpireksia.
Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus
merata (lober) pada satu atau beberapa lobus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Penatalaksanaan6
Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu terapi suportif berupa pemberian O2 1 L/menit
sudah tepat. Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk
bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen penting diberikan kepada anak yang
menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam;
SpO2 <90%; frekuensi napas 60 x/menit atau lebih; merintih setiap kali bernapas untuk
bayi muda; dan adanya head nodding (anggukan kepala). Pemberian Oksigen melalui
nasal pronge yaitu 1- 2 L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi muda.
Untuk kebutuhan cairan, sesuai dengan berat badan yaitu 11 Kg, sehingga pasien
diberikan cairan D5 melalui mikrodrip infus dengan 15 tetes per menit. D5 terdiri dari 100
cc D5% dengan 25 cc NaCl, dimana kandungan dekstrosa 50 g (200 kkal), Na 38,5
mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL, dan total Osm 353. Sedangkan untuk mengatasi
demamnya pasien diberikan antipiretik parasetamol intravena yang diberikan selama
pasien demam. Dosis yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat
diulang pemberiannya setiap 4-6 jam.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pada kasus ini, dipilih antibiotik ceftriaxon yang merupakan antibiotik sefalopsorin
generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif. Dosis
cefotaxime yaitu 25-50 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian. Antibiotik cefotaxime
diberikan sebanyak 350 mg dua kali sehari secara intra vena.
4. Plan
Diagnosis: Bronkopneumonia
Terapi:
Anjuran opname di Ruangan RPI
O2 1-2 lpm via nasal kanul
Nebulizer combivent
IVFD Dextrose 5% 15 tpm mikrodrips
Inj. Ceftriaxon 350mg/12jam/iv
Inj. Dexametason 1 mg/8jam/iv
6
BORANG PORTOFOLIO NON BEDAH
Peserta, Pendamping,