Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

Konjungtivitis Vernal

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan

Stase Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Naomi Pradita Yuwana (14711050)

Pembimbing :

dr. Sukoto., Sp.M

dr. Toto Agustianto., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
A. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan selaput lendir atau lapisan mukosa yang melapisi


bagian dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra), berlanjut ke pangkal
kelopak (konjungtiva forniks), dan melipat balik melapisi bola mata
(konjungtiva bulbi). Terdapat 3 macam konjungtiva yaitu konjungtiva
palpebra, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi. Secara histologis,
lapisan konjungtiva terdiri dari epitel konjungtiva dan stroma. Epitel
konjungtiva dibagi menjadi epitel superfisial dan epitel basal. Epitel
superfisial mengandung sel goblet dan memproduksi mucin, sedangkan epitel
basal didekat limbus dan mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat
stroma konjungtiva yang terdiri dari lapisan adenoid yang mengandung
jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat padat
(tarsus) dan jaringan yang lain. Pada tepi atas tarsus terdapat kelenjar krause
yang merupakan kelenjar air mata. Konjungtiva selalu dibasahi oleh air mata
yang sekresinya bermuara di forniks atas. Air mata akan mengalir di belakang
kelopak mata, dan dengan kedipan, air mata akan terus membasahi
konjungtiva dan kornea sehingga keduanya akan tetap basah sampai air mata
keluar melalui saluran lakrimal (Arti lukitasari).

B. Definisi

Konjungtivitis yaitu peradangan pada konjungtiva yang terjadi akibat bakteri,


virus, alergi, maupun kontak dengan benda asing sehingga timbul gejala
berupa mata merah, gatal, sekresi air mata meningat, dan bisa disetai
perubahan pada anatomi konjungtiva (arti lukitasari). Konjungtivitis alergi
merupakan bentuk radang konjungtiva yang diakibatkan oleh reaksi alergi
terhadap alergi baik berupa reaksi tipe cepat maupun tipe lambat setelah
terpajan oleh alergen. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen.
Biasanya penderita dengan riwayat atopi (Sidarta ilyas). Konjungtivitis vernal
merupakan salah satu bentuk dari konjungtivitis alergi. Konjungtivitis vernal
diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe1 yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Penyakit ini juga disebut sebagai “catarrh musim semi” dan
“konjungtivitis musiman”, atau “konjungtivitis musim kemarau”.

C. Epidemiologi

Konjungtivitis vernal merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral


terutama terjadi pada musim panas. Lebih banyak ditemukan pada derah
tropis. Penyakit ini lebih banyak mengenai usia muda antara usia 3-25 tahun.
Insidensinya sama antara laki-laki dan perempuan (sidharta ilyas).
Konjungtivitis vernal lebih jarang ditemui pada daerah beriklim sedang
daripada didaerah hangat dan hampir tidak ada pada di daerah dingin.
Penyakit ini hampir selalu lebih parah pada musim semi, musim panas, dan
musim gugur dibanding dengan di musim dingin. Lebih banyak ditemukan di
Afrika sub Sahara dan Timur Tengah. Penyakit ini lebih banyak pada laki-laki
dibanding perempuan dan biasanya dimulai dari usia prapubertas dan
berlangsung selama 5-10 tahun (voughan) Diperkirakan diseluruh dunia
insidensi konjungtivitis vernal berkisar antara 0,1-0,5% dan cenderung lebih
tinggi pada negara berkembang (arti lukitasari). Prevalensi
ketarokonjungtivitis vernal di Eropa berkisar 1,2-10,6 kasus per 10.000
populasi, walaupun komplikasi kornea jauh lebih rendah yaitu 0,3-2,3 per
10.000 penduduk. Penyakit ini khususnya mengenai orang usia muda. Pada
konjungtivitis ini hipereaktifitas nonspesifik terjadi yang menjelaskan gejala
okular disebabkan oleh stimulus nonspesifik seperti angin, debu, dan sinar
matahari. Skin test atau tes serum antibodi IgE pada penderita konjungtivitis
vernal seringmenunjukkan hasil negatif (La rosa)

D. Etiologi

Kemungkinan terbesar penyebab utama dari konjungtivitis vernal adalah


alergi. Hal ini didasarkan pada adanya eosinofil pada secret penderita, dapat
kambuh secara musiman, dan cenderung diderita anak-anak dan orang usia
muda. Agen spesifik sulit dilacak, tapi biasanya penderita konjungtivitis
vernal menampilkan manifestasi alergi lainnya, yang diketahui berhubungan
dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput (voughan).

E. Patofosiologi

Konjungtivitis vernal berdasarkan lokasinya dibedakan jadi dua yaitu


bentuk palpebral dan bentuk lumbal. Kedua bentuk ini dapat berjalan sendiri-
sendiri atau bersama. Bentuk palpebral terutama mengenai konjungtiva tarsal
superior. Pada bentuk ini, pada beberapa tempat di konjungtiva akan
mengalami hiperplasi dan lainnya akan mengalami atropi. Perubahan terjadi
pada substansia propia dimana terjadi infiltrasi sel-sel limfosit, plasma, dan
eosinofil. Pada stadium lanjut jumlahnya akan semakin meningkat dan
menyebabkan terbentuknya tonjolan di tarsus disertai dengan pembentukan
pembuluh darah baru atau disebut juga dengan coble stone. Degenerasi hyalin
di stroma terjadi pada fase dini dan akan lebih hebat lagi pada stadium lanjut.
Pada tipe limbal juga terjadi hal yang sama, hanya tempatnya yang berbeda
yaitu di limbus konjungtiva. Tonjolah yang terjadi pada limbus disebut
dengan trantas dot.

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan reaksi


hipersensitivitas tipe 1. Fase predipertrofi merupakan tahap awal dari
konjungtivitis vernalis dimana terjadi pembentukan neovaskularisasi dan
pembentukan papil yang ditutupi oleh selapis sel epitel dengan degenerasi
hyalin dan pseudomembran milky white. Pembentukan papil disebabkan
karena adanya infiltrasi sel-sel radang pada stroma meliputi sel PMN<
eosinofil, basofil, dan sel mast. Pada tahap lanjut akan dijumpai sel-sel
mononuklear serta limfosit dan makrofag. Sel mast dan eosinofil terdapat
dalam jumlah besar dan terletak superfisial, sebagian besar sel mast dalam
kondisi terdegranulasi. Fase vaskuler dan seluler akan segera diikuti oleh
deposisi kolagen, dan peningkatan vaskularisasi, hiperplasi jaringan ikat terus
meluas membentuk giant papil (arti lukitasari).
Konjungtivitis vernal utamanya dimediasi oleh limfosit Th-2 yang
memiliki peran dalam ekspresi berlebihan dari sel mast, eosinofil, neutrofil,
sitokin, kemokin, molekul adhesi, growth factor, fibroblast, dan limfosit. IL-4
dan IL-3 terlibat dalam pembentukan giant papillae dengan menginduksi
produksi matriks ekstraseluler dan proliferasi dari fibroblast konjungtiva.
Konjungtivitis vernal memiliki 3 bentuk yaitu palpebral, limbal, dan
campuran.

F. Tanda dan Gejala

Penderita konjungtivitis vernal biasa memiliki keluhan utama berupa gatal


pada kedua mata, keluhan ini menurun pada musim dingin. Ptosis bilateral
juga dapat terjadi kadang pasien mengeluh salah satu kelopak matanya lebih
ringan dibanding yang lain. Ptosis dapat terjadi disebabkan oleh infiltrasi
cairan kedalam sel-sel konjungtiva palpebra dan adanya infiltrasi sel-sel
limfosit plasma, eosinofil, dan degenerasi hyalin pada stroma koonjungtiva.
Getah mata pada penderita bersifat elastis (molor bila ditarik). Horner trantas
dot juga ditemukan pada limbus berbentuk seperti renda, terbentuk karena
penumpukan eosinofil dan menupakan hal yang patognomonis pada
konjungtivitis vernal. Dapat pula terjadi kelainan di kornea berupa pungtat
epitelial keratopati, kadang juga didapatkan ulkus kornea bernbentuk bulat
lonjong vertikal (FK unair).

Pasien biasanya memiliki riwayat alergi pada keluarga (hay fever, eksim,
dll) atau pada dirinya sendiri. Konjungtiva tampak putih susu dan banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior
sering menampilkan papila raksasa mirip batu kali. Setiap papila berbentuk
poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Pada beberapa
kasus mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran
fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons) terutama pada orang negro turunan Afrika,
lesi paling mencolok pada limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae).
Pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada kornea dekat
papila limbus. Juga ditemukan bintik-bintik trantas berupa bintik putih di
limbus pada pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Eosinofil
dan granula eosinofilik dapat ditemukan pada trantas dot dan apusan eksudat
konjungtiva (voughan)

Pada keratokonjungtivitis vernal palpebra dan limbus sering ditemukan


mikropannus. Pannus besar jarang ditemukan. Parut konjungtiva biasanya
tidak ada kecuali pasien telah melakukan prosedur yang dapat merusak
seperti krioterapi, pengangkatan papila, dan iradiasi. Ulkus kornea epitelial
mungkin dapat menimbulkan parut. Keratitis epitelial khas sering terlihat, dan
tidak ada satupun dari lesi ini yang berespon baik terhadap pengobatan
(voughan).

G. Diagnosis

Dari pemeriksaan klinis, pada anamnesis didapatkan keluha gatal dan mata
merahkecoklatan atau kotor. Pada pemeriksaan fisik, pada palpebra
didapatkan hipertrofi papiler, coble stone, dan giant’s papilae. Pada
konjungtivabulbi didapatkan adanya warna merah kecoklatan (kotor)
terutama di daerah fisura interpalpebralis. Pada limbus ditemukan horner
trantas dot. Pada pemeriksaan labolatorium yaitu kerokan konjungtiva
ataugetah mata, didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.

H. Tatalaksana

Pada penderita konjungtivitis vernal, kortikosteroid topikal dapat diberikan


pada fase akut dengan gejala mata terasa sangat gatal dan berwarna merah
kecoklatan atau kotor. Kortikosteroid topikal diberikan selama 2-4 hari,
kemudian selanjutnya diganti dengan obat-obat berikut :

1. Sodium cromoglycate 2% : 4-6 x 1 tetes/hari

2. Iodoxamide tromethamine 0,1% : 4 x 2 tetes/hari. Obat ini digunakan


untuk konjungtivitis vernal dengan derajat sedang sampai berat dan
sangat efektif untuk mencegah komplikasi pada kornea.
3. Levocabastin : 2-4 x1 tetes/hari. Dikocok dulu sebelum dipakai
(mikrosuspensi).

4. Cyclosporin 2% terbukti efektif untuk konjungtivitis vernal berat.

Keratokonjungtivitis vernal merupakan penyakit yang dapat sembuh


sendiri, oleh karena itu pengobatan yang diberikan untuk meredakan gejala
dalam waktu singkat, namun dapat memberikan efek merugikan jangka
panjang. Steroid topikal maupun sistemik yang diberikan dapat mengurangi
rasa gatal, tetapi efeksampingnya (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain)
dapat sangat merugikan. Kombinasi dari antihistamin penstabil sel mast
yanglebih baru sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus sedang
hingga berat. Vasokonstriktor, kompre dingin, dan kompres es, serta tidur
diruangan berAC akan memberikan kenyamanan pada pasien. Pemulihan
terbesar kemungkinan dapat dicapai dengan pindak ke tempat yang lebih
lembab dan sejuk. Gejala akut seperti fotofobik hingga tidak dapat berbuat
apa-apa seringkali diatasi dengan pemberian steroid diikuti dengan
vasokonstriktor, kompres dingin, dan tetes mata yang memblok histamin.
Obat-obat antiinflamasi non steroid yang lebih baru seperti ketorolac dan
iodoxamide cukup bermanfaat untuk mengurangi gejala namun dapat
memperlambat proses reepitelisasi ulkus. Penggunaan steroid
berkepanjangan harus dihindari. Tetes mata cyclosporine 2 % efektif pada
kasus yang tidak responsif menut beberapa studi terbaru. Penyuntikan
kortikosteroid supratarsal dengan atau tanpa eksisi papilraksasa terbukti
efektif pada ulkus “perisai” vernal (Voughan).

Yang perlu diperhatikan bagi penderita yaitu : tidak boleh menggunakan obat
tetes mata kortikostreroid terus menerus, setiap pembelian obat harus dengan
resep dokter, jelaskan bahaya pemakaian kortikosteroid seperti infeksi
bakteri dan jamur serta glaukoma, kontrol teratur, kompres dingin selama 10
menit beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan penderita, dan
anjurkan pasien untuk pindah ketempat yang lebih dingin.
I. Prognosis

J. Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai