Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.1,2,3

2.1.2 Epidemiologi
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke – 3 tertinggi di
dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di
China, India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan
591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di
Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. 1,2
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem
pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem
sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan
penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan
bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan
penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke
subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443
penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan
penderita BTA positif). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 –
49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya
muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA) positif
pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki
urutan ke – 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan
China.4

4
5

2.1.3 Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer1,2,4
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar
kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1
– 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan
sekretnya.1,2,4
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kemudian dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer
ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga
masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring
dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk
ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran
ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.1,2,4
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangits fokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis fokal dan limfadenitis regional akan
6

menjadi kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan


waktu 3 – 8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi:1,2,4
 Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garus
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
 Berkomplikasi dan menyebar secara :
- Perkontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
- Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus.
- Secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya
- Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)1,2,4


Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberculosis post primer / TB pasca primer /
TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis
sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberkulosis pascar primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di region atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-
paru dan tidak ke nodus hiler paru.1,2,4
Sarang dini ini mulai-mulai juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Dalam 3 – 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-
7

langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-
sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.1,2,4
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari
usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung
dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini
ini dapat menjadi:1,2,4
 Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
 Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri
menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena suatu hidrolisis protein lipid dan asam nukleat
oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang
jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada
imunodefisiensi dan usia lanjut.

Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak.


Kavitas dapat :1,2,4
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan
terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau
tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB
usus. Bias juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau
empiema bila rupture ke pleura.
8

b. Memadat atau membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.


Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat
aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus
dan kemudian menjadi mycetoma.
c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-
kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan
berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:1,2,4


a. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu
pengobatan lagi.
b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang
lengkap dan sempurna.
c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini
dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan
terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan
yang sempurna juga.

2.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis


1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)3
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)3
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
9

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)3


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spectrum luas.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative
dan biakan M. Tuberculosis positif
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa

2. Berdasarkan Tipe Penderita3


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (30 dosis harian).3

b. Kasus kambuh (relaps)


Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.3

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologi


sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan:3
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
10

c. Kasus pindahan (Transfer In)


Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.3

d. Kasus lalai berobat


Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.3

e. Kasus gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke – 5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologi
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke – 2 pengobatan
dan atau gambaran radiologi ulang hasilnya perburukan.3

f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.3

g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologi serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung.3
11

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif,


namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan
ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan


klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan
masyarakat.3
 Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori I : Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.
Disini riwayat kontak positif, ter tuberkulin negatif.
 Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes
tuberkulin positif, radiologis, dan sputum negatif.
 Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori


yakni:3
1. Kategori I, ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori II, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori III, ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
4. Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik
12

2.1.5 Manifestasi Klinis3


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.1,2,3
a. Gejala Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala
sistemik.1,2,3
1. Gejala respiratorik
- Batuk ≥ 3 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak


ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas
lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.1,2,3
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat
gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.1,2,3
13

2. Gejala sistemik1,2,3
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun

b. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex
lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.1,2,3
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.1,2,3
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.1,2,3

c. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
14

faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum


halus/BJH).3

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-
turut atau dengan cara:3
- Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Dahak Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan / ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut
dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum
dikirim ke laboratorium.3
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus
kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim
ke laboratorium.3
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita
yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.3
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari
klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim
dengan kertas saring melalui jasa pos.3
15

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas


saring:3
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar
terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di
bagian tengah dari kertas saring sebanyak 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi
pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di
tempat yang aman, misal di dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan
dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan
lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan
lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan
cara mikroskopik dan biakan .3

Pemeriksaan mikroskopik:3
- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl - Nielsen
pewarnaan Kinyoun Gabbett
16

- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin


(khususnya untuk screening)

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak


dipekatkan lebih dahulu dengan cara sebagai berikut :3
- Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung
sentrifuge dan tambahkan sama banyaknya larutan NaOH
4%
- Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau sampai
dahak mencair sempurna
- Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada 3000
rpm
- Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator
fenol-merahpada sediment yang ada dalam tabung
tersebut, warnanya menjadi merah
- Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati
meneteskan larutan HCl 2n ke dalam tabung sampai
tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan
- Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan
pulasan (boleh juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis )

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali


pemeriksaan ialah bila : 3
- 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali,
kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif → mikroskopik
positif, bila 3 kali negatf → mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala


bronkhorst atau IUATLD. Bila terdapat fasiliti radiologik
dan gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif,
17

maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif


tidak perlu diulang.3

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode


konvensional ialah dengan cara yaitu:3
- Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
- Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan


diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium
tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa
cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan
uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.3

d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik,
oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).3
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif yaitu :3
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu:3


- Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
18

- Kalsifikasi atau fibrotic


- Kompleks ranke
- Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan
pleura

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan


pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA
dahak negatif) yaitu: 3
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau
dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus
vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

e. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis
adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman
tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada
beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat. 3
1) Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu
masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. 3
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan
cara yang benar dan sesuai standar. 3
19

Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan /


spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar
paru sesuai dengan organ yang terlibat. 3

2) Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1: 3


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi
yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama. 3
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi anti mikrobakterial di
dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen
lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian
dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam
serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit,
maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat
dideteksi dengan mudah. 3
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi
reaksi serologi yang terjadi d. ICT Uji
Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi
M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
20

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen


diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis
kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka
antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah
15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari
empat garis antigen pada membran. 3
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi
yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak
variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi. 3
Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis. 3

3) Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini
adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme
asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat
menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis. 3

4) Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan
pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk
membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta
21

positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan


pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 3

5) Pemeriksaan histopatologi jaringan


Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans
thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura,
biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru.
Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
= biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis
ekstra paru. 3
Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan. 3

6) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah
(LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini
sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. 3
22

7) Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi
infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah.
Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang
dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari
uji yang didapat besar sekali atau bula. 3
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif
mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.3
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan
hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog
dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target
organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu
yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam
yang bersangkutan (M.tuberculosis). 3
23

Gambar 2.1. Alur Diagnosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia3
24

Gambar 2.2. Skema Alur Diagnosis TB Pada Orang Dewasa 3

2.1.6 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.1,2,3
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1,2,3
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: 1,2,3
 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
25

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) 1,2,3


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg
dan etambutol 275 mg.
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400
mg.
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) 1,2,3
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin +
asam klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
 Rifampisin 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3 x/minggu
BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg :
300 mg. Dosis intermiten 600 mg / kali.1,2,3
 INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3 x
seminggu, 15 mg/kgBB 2 x semingggu atau 300 mg/hari
untuk dewasa. lntermiten : 600 mg/kali.1,2,3
 Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kgBB 3 x
semingggu, 50 mg/kgBB 2 x semingggu atau BB > 60 kg :
1500 mg, BB 40-60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg.1,2,3
 Etambutol : fase intensif 20 mg/kgBB, fase lanjutan 15
mg/kgBB, 30mg/kgBB 3 x seminggu, 45 mg/kgBB 2 x
seminggu atau BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000
mg, BB < 40 kg : 750 mg. Dosis intermiten 40
mg/kgBB/kali.1,2,3
26

 Streptomisin : 15mg/kgBB atau BB > 60 kg : 1000 mg, BB


40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB. 1,2,3
 Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase
intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan
kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama
ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. 1,2,3

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap


tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke
rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.1,2,3

Efek Samping OAT: 3


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan
pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat
mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.3
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.3
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda
keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki
dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian
piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi
piridoksin (syndrom pellagra).3
27

Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat


timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan
pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan
khusus. 3

2. Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik ialah: 3
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri
tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu
makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

 Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah: 3


- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal
tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan
gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air


seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir. 3
28

3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain. 3

4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna
merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler
tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg
BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan
akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi. 3

5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita.3

Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan


gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
29

bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.


Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli). 3

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang


timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr. 3

Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga


tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat
merusak syaraf pendengaran janin. 3

Tabel 2.1. Efek samping ringan dari OAT3


Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin / allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6
di kaki (piridoksin) 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak
seni perlu diberi apa-apa
30

Tabel 2.2. Efek samping berat dari OAT3


Efek Samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis Beri antihistamin &
kulit OAT dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hampir Hentikan semua OAT
semua OAT sampai ikterik menghilang
Bingung dan muntah Hampir Hentikan semua OAT dan
semua obat lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin
(syok)

Penanganan efek samping obat: 3


 Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang
dapat diatasi secara simptomatik
 Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan
pemberian salisilat / allopurinol
 Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat.
Penanganan seperti tertulis di atas
 Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash
pada kulit yang umumnya disebabkan oleh INH dan
rifampisin, dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan
desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan
perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi
ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya
 Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah
trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin,
gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus
31

VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan


agranulositosis karena thiacetazon
 Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus
diubah hingga jangka waktu pengobatan perlu
dipertimbangkan kembali dengan baik.

B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis3


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: 3
 TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/
6HE

Paduan ini dianjurkan untuk: 3


a) TB paru BTA (+), kasus baru
b) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
(termasuk luluh paru)
c) TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan


selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif
2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan: 3
a) TB dengan lesi luas
b) Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian
obat imunosupresi / kortikosteroid)
c) TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan


disesuaikan dengan hasil uji resistensi.3
32

 TB Paru (kasus baru), BTA negatif3


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ / 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk: 3


a) TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi
minimal
b) TB di luar paru kasus ringan

 TB paru kasus kambuh3


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4
macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil
uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi).
Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH. 3
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES / 1 RHZE / 5
R3H3E3 (Program P2TB). 3

 TB Paru kasus gagal pengobatan3


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi,
dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2
OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2
tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu
2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi: 3
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5
H3R3E3 (Program P2TB)
33

- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk


mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

 TB Paru kasus lalai berobat3


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : 3
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik
negatif, pengobatan OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA
negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologik positif :
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4
minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

 TB Paru kasus kronik3


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji
resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal
terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan H
tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat
lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
34

- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup


- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

C. Pengobatan Suportif / Simtomatik3


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu
diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak
ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu
pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan. 3
1. Penderita rawat jalan3
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali
untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala
batuk, sesak napas atau keluhan lain.

2. Penderita rawat inap3


a. Indikasi rawat inap, TB paru disertai keadaan/komplikasi: 3
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
35

TB di luar paru yang mengancam jiwa: 3


- TB paru milier
- Meningitis TB

b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai


dengan keadaan klinis dan indikasi rawat3

D. Terapi Pembedahan3
lndikasi operasi3
1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
b. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang
tidak dapat diatasi secara konservatif

2. lndikasi relatif3
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah
berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) 3


 Bronkoskopi
 Punksi pleura
 Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
36

Kriteria Sembuh3
 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/
perbaikan
 Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

E. Evaluasi Pengobatan3
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik,
radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan
berobat. 3

Evaluasi klinik3
 Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
 Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping
obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
 Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan
fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6/9) 3


 Tujuan utama mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
 Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan ( 0 – 2 – 6/9)
37

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9) 3


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
 Sebelum pengobatan
 Setelah 2 bulan pengobatan
 Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik3


 Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi
ginjal dan darah lengkap
 Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,
kreatinin, dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit
penyerta atau efek samping pengobatan
 Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
 Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol
 Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometric
 Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah
evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila
pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya
dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat3


 Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang
digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum/tidaknya obat
tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang
diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan.
38

 Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya


masalah resistensi.

Evaluasi penderita yang telah sembuh3


Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui
terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik
BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan
24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh. 3

2.2. Strategi Penemuan TB di Indonesia


Strategi penemuan pasien TB di Indonesia dapat dilakukan secara pasif (di
dalam gedung) secara intensif (penguatan jejaring layanan dan kolaborasi layanan
kesehatan) maupun secara aktif (kegiatan di luar gedung) dan masif (cakupan
seluas mungkin). Kedua upaya penemuan pasien TB tersebut harus didukung
dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat
ditemukan, terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan sedini mungkin.
1. Penemuan pasien TB secara pasif-intensiff
Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di dalam fasilitas kesehatan dengan
memperkuat jejaring layanan TB melalui kegiatan Public-Private Mix (PPM) di
tingkat Kab/ Kota dan memperkuat kolaborasi layanan antara layanan TB dengan
layanan kesehatan lain yang diselenggarakan di fasyankes.
a. Jejaring layanan
Strategi peningkatan penemuan pasien TB di fasyankes melalui kegiatan
penguatan jejaring eksternal antar fasyankes yang memberikan layanan
diagnosis TB untuk menghindari terjadinya miss-opportunity yang
disebabkan karena keterbatasan sarana diagnosis yang dimiliki oleh fasyankes
yang melakukan kontak pertama dengan pasien TB. Kegiatan penguatan
jejaring layanan ini merupakan inti dari kegiatan PPM yang bertujuan untuk
memastikan semua pasien TB akan mendapatkan layanan diagnosis yang
39

bermutu dan sesuai standar. Penguatan jejaring layanan juga bertujuan untuk
memastikan bahwa semua pasien TB dapat ternotifikasi dimanapu pasien
memilih untuk berobat. Sesuai dengan Permenkes No.67/2016 semua kasus
TB yang ditemukan dan diobati di fasyankes wajib dilaporkan kepada
program nasional pengendalian TB.
Contoh:
- Fasyankes yang tidak memiliki alat TCM akan merujuk pemeriksaan ke
fasyankes yang memiliki alat TCM.
- FKTP tidak mampu melakukan diagnosis kasus TB ekstra paru karena
keterbatasan sarana diagnosis akan merujuk ke FKRTL. Hasil diagnosis
dari FKRTL akan dikirim balik ke FKTP untuk tatalaksana selanjutnya.
- Penerapan sistem notifikasi wajib berupa aplikasi pelaporan berbasis
smartfone (WiFi TB) untuk Dokter Praktek Mandiri dan SITT untuk
Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit.

b. Kolaborasi layanan
Strategi peningkatan penemuan pasien TB melalui penguatan jejaring
internal antara unit-unit layanan yang mungkin akan menemukan terduga atau
pasien TB misalnya di poliklinik umum, poliklinik paru, poliklinik penyakit
dalam dan poliklinik anak. Kegiatan kolaborasi layanan juga bisa berupa
kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien TB dengan
penyelenggaraan layanan kesehatan selain TB yang tersedia di fasyankes,
terutama di unit layanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada populasi kunci yang rentan untuk TB misalnya unit layanan HIV, DM
(Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik berhenti merokok, klinik KIA dan
ANC. Penguatan kolaborasi layanan TB secara manajerial juga bisa
dilaksanakan dengan penerapan sistem manajemen layanan kesehatan yang
terintegrasi di fasyankes misalnya dengan penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru/PPKP (PAL = Practical Approach to Lung health),
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa
Sakit (MTDS).
40

Penjaringan terduga TB di faskes harus dapat dilakukan secara aktif oleh


semua petugas yang meregistrasi pasien atau perawat yang memberi
pelayanan kepada pasien melalui upaya penapisan batuk yang sistematis
kepada pasien yang datang ke faskes. Upaya penemuan pasien TB melalui
kolaborasi layanan harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif,
sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini.

2. Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga dan


masyarakat
Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga atau pasien TB yang dilakukan
di luar fasyankes melalui beberapa upaya penjangkauan secara aktif oleh petugas
kesehatan atau potensi kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk menemukan
dan merujuk terduga TB ke fasyankes untuk penegakan diagnosis. Upaya
penemuan secara aktif di masyarakat dapat juga dilaksanakan dengan upaya
jemput bola ke masyarakat dengan menghadirkan sarana diagnostik secara
langsung ke masyarakat, misalnya dengan mendatangkan sarana diagnostik yang
bersifat mobile ke suatu daerah dalam satu periode tertentu.
Kegiatan penemuan pasien TB secara aktif harus terintegrasi dengan Gerakan
Masyarakat dan pendekatan Keluarga Sehat. Kegiatan ini harus bisa
menggerakkan atau melibatkan secara aktif semua potensi kesehatan masyarakat
yang ada di suatu wilayah antara lain: kader kesehatan, kader dari UKBM (
Posyandu, Posbindu, Pos TB desa, Poskesdes dan Polindes), kader organisasi
kemasyarakatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, kelompok dukungan pasien dan
kelompok peduli TB lainnya.
Kegiatan penemuan pasien TB secara aktif berbasis keluarga dan masyarakat
dapat berupa:
a. Investigasi kontak
Kegiatan investigasi kontak diselenggarakan melalui kolaborasi antara
pemberi layanan kesehatan dengan potensi kesehatan masyarakat. Dilakukan
pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB. Kontak erat
adalah orang yang tinggal serumah (kontak serumah) maupun orang yang
41

berada di ruangan yang sama dengan pasien TB aktif (detected cases/confirm


cases) yang ternotifikasi selama satu periode tertentu, yaitu sekurang-
kurangnya selama 8 jam sehari selama satu bulan atau lebih.
Investigasi kontak dilaksanakan untuk semua pasien TB aktif dewasa
untuk mendeteksi secara dini kemungkinan penularan kepada kontak serumah
atau kontak eratnya. Investigasi kontak juga dilaksanakan pada pasien TB
anak yang ditemukan untuk mencari sumber penularan. Pelaksanaan kegiatan
investigasi kontak harus dicatat dan dilaporkan baik dalam kartu pengobatan
pasien TB maupun register pemeriksaan kontak.

b. Penemuan aktif pada populasi kunci di masyarakat


Penemuan aktif pada populasi kunci di masyarakat dilakukan kepada
orang-orang dengan resiko TB seperti anak usia < 5 tahun, orang dengan
gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB yang mengakses layanan di UKBM terkait misalnya di
Posyandu, Posbindu, Polindes dan Poskesdes. Kegiatan ini diselenggarakan
di daerah-daerah beresiko tinggi untuk TB, misalnya dilaksanakan di daerah
KUPAT-KUMIS (KUmuh PAdaT dan KUmuh MISkin) dan daerah dengan
beban TB yang tinggi (di atas angka estimasi insidensi TB nasional).
Kegiatan dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
- Metode skrining/ penapisan gejala pada populasi kunci yang datang ke
layanan UKBM.
- Metode penelusuran terhadap kondisi-kondisi tertentu yang mungkin
dipengaruhi oleh terjadinya TB, misalnya pada anak batita/ balita dengan
grafik tumbuh-kembang di bawah garis merah, lansia yang mengalami
penurunan berat badan atau pada pasien DM yang tidak terkontrol.
Hasil temuan dari UKBM tersebut dirujuk ke fasyankes untuk dilakukan
evaluasi untuk penegakan diagnosis.
42

c. Penemuan di tempat khusus


Penemuan aktif yang dilakukan di tempat khusus yaitu pada lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja,
asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo,panti sosial, tempat kerja dan
tambang. Kegiatan penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan dengan
skrining masal tahunan, skrining kesehatan bagi warga baru, skrining kontak
dan pemantauan batuk secara rutin. Penemuan aktif ditempat khusus
membutuhkan kolaborasi yang erat antara stakeholder yang terkait. Semua
hasil terkait kegiatan penemuan aktif di tempat khusus harus dikelola oleh
Puskesmas setempat sebagai penanggung jawab UKM di wilayah tersebut.

d. Penemuan di populasi berisiko


Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan secara berkala pada anggota
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah atau tempat yang memiliki
akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan
pengungsi, daerah kumuh, dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan
Kepulauan). Upaya ini dilakukan dengan kegiatan jemput bola oleh petugas
kesehatan dibantu potensi kesehatan masyarakat. Metode kegiatan bisa
dilakukan dengan mengirimkan sediaan dahak dari terduga TB yang
ditemukan selama kegiatan ke fasyankes pemeriksa maupun dengan
mendatangkan sarana diagnostik TB yang bersifat mobile.

e. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat


Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader
kesehatan yang melakukan skrining gejala pengawasan batuk terhadap orang
yang tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk
memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan pemantuan batuk ini bisa
diintegrasikan kepada kegiatan kader kesehatan yang sudah rutin berjalan
misalnya kegiatan ketuk pintu kader kesehatan, kegiatan kunjungan rumah
kader jumantik, kader posyandu dan posbindu serta kegiatan upaya kesehatan
berbasis masyarakat (UKBM) yang lain. Selain mendukung penemuan kasus
43

TB, kegiatan ini akan sangat bermanfaat dalam rangka penyampaian edukasi
mengenai TB terhadap anggota keluarga dan masyarakat sehingga akan
terbentuk awareness tentang TB di kemudian hari.

f. Penemuan aktif berkala


Dilakukan oleh puskesmas pada wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB. Definisi daerah kantung TB adalah daerah yang memiliki
jumlah pasien yang banyak apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang ada, misalnya: Pada wilayah RT (Rukun Tetangga) XX yang memiliki
jumlah penduduk 100 jiwa, berdasarkan hasil kegiatan PWS (Pengawasan
Wilayah Setempat) dan analisis data TB setempat mempunyai penderita TB
berjumlah 3 orang. Hal ini berarti wilayah RT XX mempunyai insidensi TB
sebesar 3000/100.000 penduduk (9x angka insidensi TB nasional).
Pada daerah kantong ini dilakukan upaya penemuan aktif berkala akan
dilakukan dengan kegiatan skrining aktif setiap 6 bulan sekali sampai tidak
ditemukan kasus TB pada kegiatan penemuan aktif berkala 2 kali berturut-
turut. Kegiatan penemuan secara aktif berkala akan sangat efektif apabila
dipadukan dengan kegiatan penemuan aktif berbasis keluarga dan
masyarakat.

g. Skrining masal
Kegiatan penemuan aktif melalui skrining massal yang dilaksanakan
sekali setahun untuk meningkatkan penemuan pasien TB di wilayah yang
penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja sama dengan
aparat desa/ kelurahan, kader kesehatan dan potensi masyarakat melakukan
skrining gejala TB secara masif di masyarakat dan membawanya ke layanan
kesehatan luar gedung. Kegiatan ini juga lebih efektif apabila dipadukan
dengan kegiatan penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai

  • REFERAT (Trauma Kapitis)
    REFERAT (Trauma Kapitis)
    Dokumen30 halaman
    REFERAT (Trauma Kapitis)
    Rahman Wahyudin
    100% (1)
  • Anestesi
    Anestesi
    Dokumen26 halaman
    Anestesi
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • KK Gavin
    KK Gavin
    Dokumen10 halaman
    KK Gavin
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen6 halaman
    Cover
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Senin 16 April2018 - Selasa 17 April 2018
    Senin 16 April2018 - Selasa 17 April 2018
    Dokumen2 halaman
    Senin 16 April2018 - Selasa 17 April 2018
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • BAB II Case
    BAB II Case
    Dokumen26 halaman
    BAB II Case
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Oihug
    Oihug
    Dokumen3 halaman
    Oihug
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Status Saraf RSUD BARI1
    Status Saraf RSUD BARI1
    Dokumen11 halaman
    Status Saraf RSUD BARI1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Case
    Daftar Pustaka Case
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Case
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Case Saraf
    Case Saraf
    Dokumen51 halaman
    Case Saraf
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Cover Status Ujian Saraf
    Cover Status Ujian Saraf
    Dokumen1 halaman
    Cover Status Ujian Saraf
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Cover, Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi
    Cover, Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Cover, Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • KK Gavin
    KK Gavin
    Dokumen10 halaman
    KK Gavin
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen12 halaman
    Bab Iv
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Manfaat Wudhu
    Manfaat Wudhu
    Dokumen4 halaman
    Manfaat Wudhu
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • BST Galvin
    BST Galvin
    Dokumen4 halaman
    BST Galvin
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Jiwa
    Jiwa
    Dokumen3 halaman
    Jiwa
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustak1
    Daftar Pustak1
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustak1
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Case Delsy COVER
    Case Delsy COVER
    Dokumen1 halaman
    Case Delsy COVER
    M RIDHO MUBARAK
    Belum ada peringkat
  • Case Delsy Tabel Follow Up
    Case Delsy Tabel Follow Up
    Dokumen2 halaman
    Case Delsy Tabel Follow Up
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • PR Dops
    PR Dops
    Dokumen1 halaman
    PR Dops
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Biodata Kisnerof Combine
    Biodata Kisnerof Combine
    Dokumen4 halaman
    Biodata Kisnerof Combine
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • BST DGN Dr. Jimmy, Sp. B
    BST DGN Dr. Jimmy, Sp. B
    Dokumen36 halaman
    BST DGN Dr. Jimmy, Sp. B
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Contoh Khutbah
    Contoh Khutbah
    Dokumen7 halaman
    Contoh Khutbah
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Problem-solving-Mutu-obat Habis
    Problem-solving-Mutu-obat Habis
    Dokumen27 halaman
    Problem-solving-Mutu-obat Habis
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Status Anak
    Status Anak
    Dokumen11 halaman
    Status Anak
    YPramudiya
    Belum ada peringkat
  • Form RPK (Poa)
    Form RPK (Poa)
    Dokumen4 halaman
    Form RPK (Poa)
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat
  • Form RPK (Poa)
    Form RPK (Poa)
    Dokumen4 halaman
    Form RPK (Poa)
    Galvin Pratama Köga Thabroni
    Belum ada peringkat