Anda di halaman 1dari 3

IMAN TANPA AMAL SHOLEH ADALAH KEBOHONGAN

Oleh: Mochamad Iskarim

Setiap pribadi muslim harus meyakini bahwa nilai iman akan terasa
kelezatannya apabila secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk amal saleh atau
tindakan kreatif dan prestatif. Iman merupakan energi batin yang memberi cahaya
pelita untuk mewujudkan identitas dirinya sebagai bagian dari umat yang terbaik,
kuntum khairu ummah, ukhrijat lin-naasi (QS. Ali Imran : 104)
Karena itu, iman tidak cukup hanya diterjemahkan dengan “percaya atau
yakin”, karena bila berhenti pada pengertian “percaya”, Iblis lebih percaya dan
berpengalaman daripada kita. Iblis pernah berdialog dengan Allah sekaligus
menunjukkan pembangkangannya. Ketika Allah menyuruhnya untuk memberikan
penghormatan kepada Adam a.s dalam simbol sujud, Iblis menantang dan
membangkang perintah Allah tersebut (QS. al Israa’:61 ; Thaahaa:116 ; al-Hijr:33)
Agar kita tidak sama dengan Iblis, kata iman harus kita terjemahkan lebih
nyata. Harus kita definiskan secara lebih spesifik. Iman berarti menempatkan diri
secara merdeka, membebaskan diri dari segala belenggu ikatan kecuali mengikat
diri dengan penuh cinta kepada Allah Swt. Iman merupakan keberpihakan diri kita
kepada Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Itulah sebabnya, kalimat tauhid sebagai bentuk keimanan yang dinyatakan
dalam pernyataan laa ilaaha illallah ‘tiada Tuhan kecuali Allah’ merupakan bentuk
pernyataan dinamis yang mempersetankan segala illah kecuali hanya Allah.
Kalimat tauhid tersebut diteruskan dengan kesaksian bahwa Muhammad adalah
Rasulullah yang kemudian menjadi dasar utama yang mempengaruhi seluruh
kehidupannya, jiwa raga, sikap, dan perilaku seorang muslim di manapun mereka
berada. Para ulama sepakat bahwa pengertian iman bukanlah sebuah pernyataan
yang tersembunyi, sebagaimana Nabi pernah bersabda:
“Yang dinamakan iman itu ialah apabila kau meyakini di dalam hati,
menyatakannya dengan lisan, dan melaksanakannya dengan perbuatan.” (al Hadits)
Kiranya harus kita garis bawahi ucapan Rasulullah terakhir, yaitu
melaksanakannya dengan perbuatan yang berarti ada gerakan aktif untuk
mewujudkannya. Al Qur’an sendiri mengukir kata aamanuu sebanyak 285 kali
yang sebagian besar dirangkaikan dengan kata kerja ‘amiluush-shaalihaat’ yang
mengerjakan amal saleh’. Iman tanpa amal saleh adalah kebohongan!
Lebih dari itu, Allah memberikan isyarat bahwa mereka yang hanya berkata
“aku beriman”, tetapi tidak konsekuen dalam perbuatannya termasuk dalam
kategori yang sangat dimurkai Allah Swt (kabura maqtan indallah.. QS. ash-Shaff:3)
Iman merupakan napas keberpihakan kepada Allah dan RasulNya. Bentuk
keberpihakan itu hanya dapat kita lihat dari segi amalnya. Iman dan amal bagaikan
dua sisi mata uang yang satu mengesahkan yang lainnya. Iman merupakan
fundamen dari segala bangunan yang akan didirikannya. Iman adalah wadah yang
akan menampung segala isinya yang sesuai.
Lihatlah sebuah gelas! Bagaimana kita menyebut gelas itu bila diisi dengan
susu? Tentu saja akan disebut sebagai segelas susu. Bila susunya kita buang lalu
diganti dengan teh, bagaimana kita menyebut gelas tersebut? Pastilah segelas teh.
Kemudian jika ganti isinya dengan racun, disebut sebagai segelas racun! dan
sebagainya. Yang memberikan nilai atau nama tersebut ternyata adalah isinya.
Betapapun gelas tersebut dibuat dari intan atau logam mulia, tetap saja dia akan
disebut berdasarkan apa isinya. Kalau kosong tanpa isi, ya namanya pun disebut
sebagai gelas kosong!
Walaupun gelas tersebut diberi merk international quality sekalipun, bila
diisi dengan racun, ya tetap namanya segelas racun yang ditampung dalam gelas
yang bermerk international. Dengan begitu, mungkinkah ada seseorang yang
mengaku muslim, tetapi perilakunya kafir?
Sadarlah sekarang bahwa iman adalah wadah, jasad adalah alat, perbuatan
kita adalah isinya.
Iman dan Islam bukan sekedar knowledge atau pengetahuan. Kita tidak
cukup hanya sampai pada batas “saya tahu”, akan tetapi harus diteruskan dengan
“saya berbuat”
Anthony Robin, pengarang dan seorang motivator, menulis, “You see, in life,
lots of people know what to do, but few people actually do what they know. Knowing
is not enough! You must tak action ‘Lihatlah, dalam kehidupan ini banyak orang
yang tahu (alim-Islam) apa yang seharusnya dikerjakan, tetapi sedikit sekali yang
mengerjakan apa yang dia tahu. Tahu saja (atau alim saja) itu tidak cukup! Anda
harus berbuat’.
Abu Sa’id al-Kharraz, seperti yang ditulis Imam al-Qusyairi, berkata: “Siapa
saja yang meduga bahwa apabila seseorang mencurahkan tenaganya untuk
mencapai tujuan, berarti ia tertolong. Barangsiapa yang menganggap tanpa jerih
payah ia akan meraih tujuannya, berarti ia hanya berangan-angan!” Rasullah Saw.
bersabda: “Athibba kasbaka tustajab da’watuka ‘perbaiki pekerjaanmu niscaya
doamu dikabulkan”. (HR. Thabrani)
Di negeri kita saat ini, banyak umat Islam yang hidup secara jasadi namun
mati secara ruhani, nampak cerdas secara intelektual, akan tetapi bodoh secara
moral spiritual. Banyak cerdik pandai syarat titel yang prestisius –magister,
doktor, sampai dengan professor/guru besar- bahkan titel religious –al hajj-
namun kedapatan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Hal ini betul-betul
merendahkan ‘keberilmuannya’ dan sekaligus merendahkan kualitas umat atau
keimanannya. Suatu lembaga yang seharusnya mengobati ‘ketidakadilan’ justru
dihuni oleh sebagian orang yang terkena penyakit ketidakadilan. Yang benar
tervonis salah, dan yang salah tervonis benar. Juga, Suatu lembaga yang
seharusnya menjadi rumah sakit bagi penyakit agama, justru di situlah tumbuh
orang-orang yang melanggar agama. Disinilah bukti bahwa banyak orang yang
cerdas secara intelektual, namun bodoh secara moral spiritual. Hidup secara jasadi
namun mati secara ruhani. Berimana namun tidak beramal sesuai dengan
imannya.
Sekali lagi, iman bukan sekedar percaya, melainkan merupakan pelita jiwa
yang menerangi seluruh pori-pori syaraf batin yang mendorong perbuatan untuk
menggapai prestasi dan di dalam mengemban misi kehidupan kita. Iman akan
bermakna jika ada gerak, ada dorongan untuk membuahkan sesuatu yang
bermanfaat.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tidaklah beriman atau setidaknya
tidaklah sempurna iman seseorang yang hanya meyakini di dalam hati dan
mengucap di dalam kata, tetapi hampa dalam perbuatan. Pandai membuat
pernyataan, tetapi bodoh mewujudkannya dalam kenyataan.
Kesimpulan dari tulisan singkat ini adalah sebagai berikut:
1. Kesempurnaan iman terletak dari tiga upaya yang bersinergi menjadi satu
kesatuan “al-iqraaru bil lisaan”, tashdiiqun bil qalbi, amalun bil arkaani”.
2. Yang diharapkan adalah kualitas dari kuantitas ummat Islam. Nabi pernah
bersabda bahwa kelak akan datang suatu zaman dimana umat Islam bagaikan
sebuah hidangan yang diperebutkan orang-orang yang lapar. Bukan karena
jumlahnya sedikit, tetapi kualitasnya bagaikan buih yang terombang ambing
tidak memiliki bobot. Hidup tanpa arah, bergerak reaktif semata-mata
menunggu angina bertiup!
Wallahu a’lam bish showab. Semoga bermanfaat, Aamiin ya robbal’alamiin…

Anda mungkin juga menyukai