Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Ekologi Hewan

Hubungan Jaring Makanan dan Menghitung Energi

Disusun oleh:
Partner 5

Nama NIM
Herwina Francisca 160805001
Elya Manik 160805030
Abigail Paulina 160805
Wardah Sawitri Polem 160805060
Mohd.Ariefatullah 160805
Fran Jaya 160805071

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada suatu tempat, tidak mungkin hanya di huni oleh satu populasi saja.
Melainkan ada banyak polulasi yang hidup pada suatu tempat yang sama.
Perkumpulan dari beberapa populasi yang saling berinteraksi disebut komunitas.
Komunitas ini bisa terdiri dari predasi, kompetisi, dan simbiosis. Interaksi antar
populasi dapat mempengaruhi kerapatan dan distribusi populasi antar dua populasi.
Pengaruh terhadap dua populasi tersebut akhirnya berpengaruh pada struktur dan
komposisi komunitas. Suatu ekosistem terbentuk dari ekosistem dan lingkungannya.
Komunitas yang berasal dari suatu ekosistem akan berinteraksi satu sama lain dan juga
akan berinteraksi dengan lingkungan abiotik. Interaksi yang dilakukan oleh suatu
organisme dengan lingkungannya mempunyai tujuan untuk kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup suatu organisme memerlukan energi. Rantai Makanan sendiri
merupakan bagian dari jaring-jaring makanan. Jaring-jaring makanan yaitu suatu
gabungan dari rantai-rantai makanan yang dibuat dan digabungkan saling tumpang
tindih pada suatu ekosistem. Antara makhluk hidup dan lingkungan, kedua nya tidak
dapat dipisahkan. Keduanya saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain.
Setiap makhluk hidup menempati suatu tempat tersendiri yang disebut dengan habitat.
Interaksi antar makhluk hidup dengan lingkungannya baik secara langsung atau tidak
langsung terjadi pada suatu tingkat organisme (Najih, 2014).
Energi untuk kelangsungan hidup diperoleh dari bahan organik. Energi dari
bahan organik disebut sebagai energi kimia. Bahan organik yang mengandung energi
dan unsur – unsur kimia di transfer dari satu oeganisme ke organisme yang
lain. Perpindahan energi kimia dan iunsur hara berlangsung melalui proses makan
memakan. eristiwa makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem
membentuk suatu struktur trofik. Struktur trofik terdiri dari berbagai tingkat trofik.
Setiap tingkat trofik merupakan kumpulan bebagai organisme dan sumber makanan
tertentu. Struktur dam dinamika sebuah komunitas sangat bergantung pada hunungan
makan- dimakan antara organisme- struktur trofik (trophic structure) komunitas
tersebut. Transfer energi makanan ke atas tingkat trofik dari sumbernya di tumbuhan
dan organisme autotrof lain (produsen primer) melalui herbivora , karnivora
(konsumen sekunder, tersier, dan kuantener) dan pada akhirnya le dekomposer disebut
rantai makanan (Wahyuni, 2016).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Untuk mengetahui hubungan rantai makanan pada suatu ekosistem.
b. Untuk mengetahui kebutuhan energi dari setiap organisme.
c.
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :
d. Dapat mengetahui hubungan rantai makanan pada suatu ekosistem.
e. Dapat mengetahui kebutuhan energi dari setiap organisme.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali di usulkan oleh seorang ahli ekologi
berkebangsaan Inggris bernama A. G Tansley pada tahun 1935. Ekosistem merupakan
konsep sentral dalam ekologi karena ekosistem itu terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga merupakan satuan
fungsional dasar dalam ekologi, mengingat di dalamnya mencakup organisme dan
komponen abiotik yang masing-masing saling mempengaruhi. Hubungan antar
komponen dalam ekosistem berlangsung sangat erat dan saling mempengaruhi.
Ekosistem memerlukan energi, sumber energi yang utama dalam ekosistem adalah
matahari, di dalam ekosistem, habitat atau tempat hidup organisme sangat erat
hubungannya dengan niche atau relung. Suatu organisme mempunyai kebutuhan yang
berbeda dengan organisme lainnya (Wahyuni, 2016).
Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara komponen abiotik
(lingkungan) dan biotik (makhluk hidup). Komponen abiotik adalah suatu komponen
benda tak hidup yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup makhluk hidup.
Komponen abiotik dapat berupa tanah, udara, air, cahaya, dan suhu udara. Sebagai
contoh, udara mempengaruhi kelangsungan hidup pada suatu ekosistem. Dalam udara
terkandung oksigen yang digunakan makhluk hidup untuk berespirasi atau bernafas.
Selain itu, udara juga mengandung karbondioksida yang meskipun memiliki dampak
negatif bagi lingkungan itu sendiri juga dapat bermanfaat bagi bahan dasar fotosintesis.
Sedangkan komponen biotik meliputi semua makhluk hidup yang terdapat dalam suatu
ekosistem (Arpin, 2014).
Organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan
fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik,
sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh
tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus
berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, Inilah yang disebut
dengan hukum toleransi. Jadi ekosistem itu adalah suatu tatanan dan kesatuan yang
secara utuh dan menyeluruh di antara segenap komponen lingkungan hidup (Najih,
2014).
Di dalam suatu ekosistem juga terdapat satuan-satuan makhluk hidup yang
meliputi individu, populasi, dan komunitas. Istilah individu berasal dari bahasa Latin,
yaitu in yang berarti tidak dan dividuus yang berarti dapat dibagi. Jadi, individu adalah
makhluk hidup yang berdiri sendiri. Individu juga dapat disebut satuan makhluk hidup
tunggal (Andani, 2017).
Populasi merupakan kumpulan dari individu yang terdiri dari satu spesies yang
secara bersama-sama menempati area wilayah yang sama dan dipengaruhi oleh faktor
yang, contohnya populasi domba, ayam, rumput laut dan burung (Wahyuni, 2016).
Populasi organisme dalam sutu ekosistem senantiasa berubah dari waktu ke
waktu. Populasi organisme dapat bertambah bila ada yang datang dari daerah lain
(migrasi) dan lahir (natalis). Sabaliknya, populasi dapat berkurang bila ada yang
pindah ke daerah yang lain (emigrasi) dan mati (mortalitas) (Najih, 2014).
Individu-individu dalam populasi saling berinteraksi. Interaksi antarindividu di
dalam populasi dapat bersifat kompetisi, kanibalisme, dan kerja sama (pada reproduksi
seksual). Jumlah anggota populasi suatu makhluk hidup dapat berubah. Faktor-faktor
yang memengaruhi perubahan populasi yaitu kematian, kelahiran, dan migrasi
(perpindahan). Jumlah suatu jenis makhluk hidup di suatu daerah dengan luas tertentu
pada waktu tertentu disebut kepadatan populasi (Andani, 2017).
Komunitas merupakan sekumpulan berbagai macam populasi makhluk hidup
yang hidup dalam suatu wilayah tertentu. Suatu komunitas tersusun dari semua
populasi yang hidup dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain dalam suatu
wilayah dan waktu tertentu (Wahyuni, 2016).
Individu-individu dalam komunitas saling berinteraksi. interaksi antar individu
dalam komunitas dapat berupa kompetisi, simbiosis, kanibalisme, kerja sama, dan
predasi. Di suatu komunitas biasanya terdapat kecenderungan dengan adanya dominasi
oleh salah satu populasi. Populasi dominan inilah yang menentukan sifat suatu
komunitas Satuan makhluk hidup bersama dengan makhluk tidak hidup di
lingkungannya saling berinteraksi membentuk suatu ekosistem (Andani, 2017).
2.2 Komponen Ekosistem
Komponen-komponen ekosistem dapat dibagi menjadi dua, yaitu komponen
hidup (abiotik) dan komponen tak hidup (biotik) yang saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi, seperti organisme lain bisa berkompetisi dengan suatu individu untuk
mendapatkan makanan dan sumber daya lainnya. Komponen abiotik adalah segala
sesuatu dalam lingkungan organisme yang tidak hidup. Komponen abiotik berupa
bahan organik, senyawa anorganik, serta faktor yang mempengaruhi distribusi
organisme, ialah suhu, air, cahaya matahari, tanah dan batu (Wahyuni, 2016).
Cahaya matahari adalah sumber energi. Tumbuhan hijau mampu mengubah
energi cahaya menjadi eneri kimia berupa karbonhidrat. Apabila tumbuhan hijau
dimakan herbivora, maka zat makanan yang terdapat didalam tumbuhan hijau
berpindah ke tubuh herbivora.Berarti terjadi perpindahan energi dari tumbuhan hijau
ke tubuh herbivora.Begitu seterusnya sampai ke konsumen terakhir. Di dalam tubuh
hewan, energi tersebut akan diubah menjadi energi panas, gerak, pernapasan, dan
sebagian tersimpan di dalam zat penyusun tubuh hewan. Jadi, perpindahan energi tidak
dapat 100% efisien. Karena sebagian energi akan terbuang melalui proses respirasi,
gerak panas, dan ekskresi (Najih, 2014).
Komponen biotik terdiri atas semua makhluk hidup. Manusia, hewan, dan
tumbuhan termasuk komponen biotik yang terdapat dalam suatu ekosistem.
Komponen biotik dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu produsen, konsumen, dan
decomposer. Semua produsen dapat menghasilkan makanannya sendiri sehingga
disebut organisme autotrof. Mereka mampu membentuk zat-zat organik dari zat
anorganik sederhana. Pembentukan makanan (karbohidrat) ini dapat melalui proses
fotosintesis dengan bantuan energi cahaya dan klorofil atau zat hijau daun.
Pembentukan makanan juga dapat dilakukan dengan proses kemosintesis.
Kemosintesis adalah pembentukan bahan organik (karbohidrat) dengan bantuan energi
dari reaksi kimia (Andani, 2017).
Konsumen berarti pemakai,yaitu organisme yang tidak dapat menyusun zat makanan
sendiri, tetapi memakai atau menggunakan zat makanan yang dibuat organisme lain.
Organisme lain tersebut bisa berupa tumbuhan, hewan, ataupun sisasisa organisme.
Hampir semua golongan hewan, tumbuhan yang tidak berklorofil, dan manusia
termasuk dalam konsumen. Organisme yang secara langsung mengambil zat makanan
dari tumbuhan hijau adalah herbivora.Oleh karena itu, herbivora sering disebut
konsumen tingkat pertama. Karnivora yag mendapatkan makanan dengan memangsa
herbivora disebut konsumen tingkat kedua. Selanjutnya, karnivora yang memakan
konsumen tingkat kedua disebut konsumen tingkat ketiga.Apabila ada konsumen yang
memakan konsumen tingkat ketiga maka disebut komsumen tingkat keempat dan
seterusnya (Najih, 2014).
Konsumen tingkat pertama (konsumen primer) merupakan konsumen yang
memakan tumbuhan secara langsung. Konsumen tingkat kedua (konsumen sekunder)
merupakan konsumen yang memakan konsumen tingkat pertama, misalnya, burung
pemakan ulat dan katak memakan belalang. Biasanya adalah hewan pemakan daging
(karnivora). Konsumen tingkat ketiga (konsumen tersier) merupakan konsumen yang
memakan konsumen tingkat kedua, contoh ular memakan katak dan tikus. Konsumen
tingkat keempat (konsumen puncak) merupakan konsumen yang memakan konsumen
tingkat ketiga, contoh burung elang memakan ular, manusia pemakan tumbuhan dan
daging (omnivora) juga berada pada tingkatan konsumen (Wahyuni, 2016).
Dekomposer berperan sebagai pengurai yang menguraikan zat-zat organik
(dari organisme yang telah mati) menjadi zat-zat anorganik penyusunnya. Zat-zat
inilah yang sangat diperlukan oleh tumbuhan. Dengan demikian, aktivitas pengurai
sangat penting dalam menjaga ketersediaan zat hara bagi produsen. Makhluk hidup
yang termasuk pengurai yaitu jamur dan bakteri (Andani, 2017).
Organisme pengurai dapat menyebabkan unsur hara dalam tanah yang telah
diserap oleh tumbuhan akan diganti kembali, yaitu berasal dari hasil penguraian
organisme pengurai. Penguraian bahan organik tersebut melalui beberapa tahapan.
Pertama, hewan-hewan kecil pemakan sampah atau detritivor mencerai beraikan
sampah sisa organisme dan menghasilkan sampah-sampah yang ukurannya lebih
halus. Kedua, setelah sampah halus lembap bercampur air maka bakteri dan jamur
akan menguraikan sampah halus tersebut melalui proses fermentasi. Proses tersebut
menghasilkan zat hara. Jadi dekomposer itu adalah komponen biotik yang
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang sudah mati, dan akan
diganti kembali (Najih, 2014).
2.3 Rantai Makanan
Rantai makanan adalah rangkaian peristiwa makan dan dimakan antar makhluk
hidup untuk kelangsungan hidupnya. Proses makan–memakan ini berdasar urutan
tertentu dan berlansung terus-menerus, dalam ekosistem ini makhluk hidup memiliki
perannya masing-masing (Wahyuni, 2016).
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan melalui sederetan
makhluk hidup. Umumnya terdapat lebih dari empat atau lima makhluk hidup terkait
dalam satu rantai makanan. Rantai-rantai makanan ini tidak merupakan satuan yang
terisolasi namun saling berkaitan dalam suatu komunitas. Pola yang demikian disebut
jaring makanan. Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan.
Trofik level menunjukkan keberadaan organisme lainnya yang masing-masing
berperan dalam jaring makanan. Struktur trofik adalah hubungan makan-memakan
berbagai spesies dalam komunitas. Suatu spesies tertentu dapat menghuni lebih dari
satu tingkatan trofik (Aprillia, 2011).
Struktur trofik dapat disusun secara urut sesuai hubungan makanan dan
dimakan antar trofik yang secara umum memperlihatkan bentuk kerucut atau piramida.
Gambaran susunan antar trofik dapat disusun berdasarkan kepadatan populasi, berak
tering, maupun kemampuan menyimpan energi. Piramida ekologi ini berfungsi untuk
menunjukkan gambaran perbandingan antar trofik pada suatu ekosistem. Tingkat
pertama ditempati produsen sebagai dasar dari piramida ekologi, selanjutnya
konsumen primer, sekunder, tersier sampai konsumen puncak (Wahyuni, 2016).
Setiap perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya
akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada
rantai makanan untuk tingkat tropik yang semakin tinggi, jumlahnya semakin sedikit.
Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan
jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen
mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan
jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen tingkat terakhir. Semakin ke puncak
piramida makanan, maka biomassanya semakin kecil. Jadi piramida makanan
menggambarkan perbandingan komposisi jumlah biomassa dan energi dari produsen
sampai konsumen puncak dalam ekosistem (Najih, 2014).
BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada 12 Juni 2019 sampai dengan selesai di
Laboratorium Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah aquarium, timbangan
digital, sprayer, botol respirator, disectting set, bak bedah, mikroskop, spuit 1ml, pipet
eritrosit, aspirator
Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan Hayem, larutan Fisiologis
(NaCL 0,9%), alcohol 70 %, kapas, eosin, KOH 4%, Bufo sp., Achatina fulica, dan
Caelifera sp.

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Pembuatan Ekosistem Buatan dari Aquarium
Buatlah dalam aquarium yang didalamnya terdapat taman kecil jarring energy
yang terdiri dari tumbuhan (rerumputan), Bufo sp., Achatina fulica, dan Caelifera sp.
Sebelum dimasukkan kedalam habitat timbang berat awal masing-masing dan diberi
tanda. Selanjutnya amati apa yang terjadi. Setelah dua minggu amati masing-masing
hean lalu ditimbang berapa pertambahan berat badan.

3.3.2 Menghitung Laju Respirasi Hewan Coba


Dimasukkan hewan percobaan kedalam botol respirator, dimasukkan kapas
yang telah dicelupkan KOH 4% kedalam botol tersebut. kemudian ditutup dengan
penutup yang telah dilengkapi kapiler yang berskala didalamya terdapat eosin.
Diperhatikandalam skala 10 menit gerakan eosin. Lalu dihitung berapa banyak waktu
dan jauh pergerakan zat cair tersebut.

3.3.3 Menghitung Jumlah Sel Eritrosit Hewan Coba


Sel eritrosit dihisap dengan pipet eritrosit sampai dengan tanda angka 0,5 atau
1,0 lalu ujung pipet dibersihkan dengan tissue. Dihisap larutan pengencer hayem
sampai tanda 101 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara. Dilepaskan
pipa penghisap (aspirator), dilakukan gerakan mengaduk sampai bagian yang
tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet. Cairan pada ujung pipet yang tidak
ikut terkocok dibuang. Kemudian siapkan kamar hitung dan mikroskop. Diteteskan
suspense darah pada bagian pinggir gelas penutup lalu dihitung dibawah mikroskop

DAFTAR PUSTAKA
Andani M, 2017. Penerapan Metode Role Playing pada Materi Ekosistem Kelas VII
di MTs Darul Falah Pontianak. [Skripsi]. Pontianak: Universitas
Muhammadiyah Pontianak, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Aprillia S, 2011. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang
Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. [Skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Arpin, 2014. Penerapan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada
Pembelajaran IPA-Biologi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
VIId SMPN 17 Kota Bengkulu. [Skripsi]. Bengkulu: Universitas Bengkulu:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Najih K, 2014. Perbandingan Hasil Belajar Antara Strategi Pembelajaran Learning
Start With A Question (LSQ) dengan Strategi Pembelajaran Question
Student Have (QSH) Kelas VII SMPN 30 Bulukumba. [Skripsi]. Makasar:
UIN Aluddin MAkasar, Fakultas Arbiyah dan Keguruan.
Wahyuni P, 2016. Penerapan Model Jelajah Alam Sekitar Terhadap Aktivitas dan
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Ekosistem di Kelas VII MTSS LAM Ujong
Aceh Besar. [Skripsi]. Darussalam-Banda Aceh: Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.

Anda mungkin juga menyukai