Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pendahuluan

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan di


Indonesia, dimana seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit
DHF, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan
penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia. Walaupun angka kesakitan penyakit ini
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian cenderung menurun,
dimana pada akhir tahun 60-an/awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-5%
pada saat sekarang.

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia.
Sedangkan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever (DF) dan
Dengue Haemoragic Fever (DHF).

DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.

Etiologi

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil
sekali, yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap
serotipe lain.

Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan
tubuh manusia.

Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan
(1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh
vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.

Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi


Dengue

Manifestasi Klinik

Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari
asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever,
dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis
infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan
infeksi ringan atau berat.

Gambar 2.. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang
selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh
manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah
(viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan
adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi
tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda,
dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan
perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus
dengue adalah sebagai berikut :

Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua


Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.

Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila
ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

Martina B E E et al. Clin.


Microbiol. Rev. 2009;22:564-581

Dengue Fever

Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam,
nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue
ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan dapat disertai dengan
menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita
ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi
pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada
saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung
sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak
(lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-
kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari
itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat
penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan.
Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan
sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja
sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya
timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam
dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan
yang bersifat sementara dari gangguan berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada
keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-
obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.

Dengue Haemoragic Fever


Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan
pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala
klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu
berupa keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam
rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik
kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam
jumlah yang tidak terbayangkan.

Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau mendeteksi kapan
seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah.
Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan
hari ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi
secara mendadak (lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan
akan didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak
ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan normal
mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak
segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita
sudah dalam keadaan terlambat sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Sindrom syok dengue(SSD/DSS)

Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah
dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut
WHO)(Dorland Medical Dictionary, 2005)

Pemeriksaan Penunjang

1. Lab darah rutin


Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi sel neutrofil, pada akhir
fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta limfositosis relatif (peningkatan sel
limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat dijumpai pada hari ketiga,
sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)

Trombosit

Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandangan


besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.

Hemokonsentrasi dengan tanda:

- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin

- penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat pengobatan cairan

- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Pemeriksaan laboratoris lain:

- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara

- Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan

- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu
fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan antitrombin III

- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent,
protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal

- Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)

- penurunan α-antiplasmin (α-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan

- Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang hipokloremia

- Hiponatremia

- Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat

-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan

2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila
terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG

3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)

Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji
seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer
serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)

2. Complement Fixation test

Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya ruwet dan
membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.

3. Neutralization Test

Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari
plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari
antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet

4. IgM dan IgG Elisa  Mac Elisa (IgM captured Elisa)

Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang
kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat
ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila masih
negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan
sebagai (-). IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga
tidak boleh dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya
sedikit di bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum
akut saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih
spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih
banyak didapatkan.
4. Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A albopictus

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada larva

5. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak langsung.
Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal

6. NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DHF yang pertama
kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories, dapat mendeteksi dihari
pertama panas sebelum antibody dapat terdeteksi 5 hari kemudian.

Diagnosis

Dasar diagnosis DHF (WHO, 1997):

Klinis

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.


2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai
80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.
Laboratorium

Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari
normal).

Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk menegakkan
diagnosis kerja DHF.
Indikator Fase Syok :

 Hari sakit ke 4-5

 Suhu turun

 Jarak tekanan darah sistol diastol memendek < 20 mmHg

 Nadi cepat tanpa demam

 Tekanan nadi turun/ hipotensi

 Leukopenia < 5.000/ul

Derajat (WHO,1997) :

I. Demam dengan uji bendung positif.

II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.

I. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Diagnosis Banding

Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari
penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic
Trombositopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.

Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga terkena dengan
gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti
dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang cepat
menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia,
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik
anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.

Penatalaksanaan

Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat
berobat jalan sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF
dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit
ketiga.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh
dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri
cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan
antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan
untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.

Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila pasien
terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan
diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).
Prinsip terapi DHF/DSS
Pengobatan bersifat suportif, mengatasi peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF terletak keberhasilan mendeteksi dini fase kritis
yaitu pada fase defervescence (biasanya pada hari sakit 3-5 di mana terjadi perembesan
plasma). Pada DD saat ini merupakan tanda penyembuhan sementara pada DHF merupakan
saat kritis karena dapat merupakan awal fase syok. Penggantian volume plasma dengan cairan
kristaloid isotonik.

Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb:

1. Penimbangan Berat badan


Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus

Untuk anak umur 3-12 bulan: BB (kg)= 2x umur (tahun) +4

2. Tunjangan hidup dasar (Pemberian Oksigen) dan akses vena

Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit (disarankan masker dengan
saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah

3. Kateter urin

Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam).
Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi

4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik

untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan bilasan lambung.

5. Resusitasi Cairan

- Jenis cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak
alergik, namun hanya ¼ bolus yang tetap di intravascular )

 Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
 Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
 Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali
(D5/GF)

Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan


onkotik, mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar
hematokrit daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain

 Dekstran 40  Albumin 5%  Gelatin


 Plasma  Hetastarch

Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi
koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah
dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang
mengandung glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik

Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus
muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang
berisi 0,167 mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis
cairan yang diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sama dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan
rumatan ditambah defisit 6% (5%-8%)

Tabel 1.Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5%-8%)

Berat waktu masuk(kg) Jumlah cairan (ml/kg BB per hari)

<7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000+50x kg BB(di atas 10 kg)

>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)


- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis,
sirup, susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam
24 jan berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping
larutan oralit. Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah.

6. Kadar Hematokrit untuk memantau Penggantian Volume Plasma

- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam

- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2
ml/kgBB/jam atau lebih.

- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht


setelah pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup,
tanda vital baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi

Anda mungkin juga menyukai