Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan benjolan di leher tepat di bawah telinga kiri,


benjolan ini timbul sejak 3 bulan lalu. Benjolan terasa nyeri, panas, dan lunak,
benjolan muncul ketika demam dan disertai nyeri menelan. 10 tahun yang lalu psaien
pernah mengalami keluhan yang sama, pasien berobat ke dokter dan dikatan bahwa
keluhannya adalah radang amandel, pasien diberikan obat pulang. Pasien juga
memiliki kebiasaan jajan jajanan di pinggir jalan. Pada pasien ini terjadi limfadenitis.
Limfadenitis merupakan peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening
(KGB). Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia KGB hingga terasa
membesar. Limfadenitis ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran
getah bening seperti leher, ketiak dan sebagainya. KGB yang terinfeksi akan
membesar serta teraba lunak dan nyeri. Biasanya kulit disekitar benjolan tampak
kemerahan dan panas. Dapat juga dijumpai demam, nyeri menelan, batuk serta
penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan ditemukan benjolan di bawah
telinga kiri pasien. Benjolan sewarna kulit, dengan ukuran 2x1x1 cm, teraba lunak,
permukaan licin, nyeri tekan dan teraba hangat. Pada pemeriksaan fisik ini ditemukan
tanda tanda peradangan dari kelenjar limfa, pada pasien ini terjadi limfadenitis. Selain
itu pada pemeriksaan orofaring di dapatkan pembesaran tonsil T2-3, hiperemis dan di
jumpai kripta. Berdasarkan pemeriksaan orofaring di curigai adanya tonsilitis kronik.
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana
kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga
kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh
dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi). Bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka

28
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Kripta ini tampak diisi oleh detritus.
Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris1
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, maka dapat
ditegakkan diagnosis kerja adalah limfadenitis colli ec tonsilitis kronik. Secara teori
tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil
ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang
kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M.
Konstriktor faringeus superior, selanjutnya menembus fascia bukofaringeus dan
akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah
besar leher, di belakang dan di bawah arkus mendibula. Kemudian aliran limfe ini
dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam
duktus torasikus.

Tonsilitis kronik bisa didiagnosa banding dengan faringitis. Faringitis


merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma dan lainnya. Gejala dari faringitis seperti demam,
rinorea, mual nyeri tenggorok, sulit menelan, kadang disertai batuk. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai hiperemis pada dinding faring. Pada faringitis bakterial selain faring yang
hiperemis ditemukan juga tonsil membesar, hiperemis pada tonsil dan terdapat eksudat
di permukaannya yang akan menjadi petechiae pada palatum dan faring serta
pembesaran kelenjar limfa leher anterior. Pada pasien ini tidak ditemukan hiperemis
pada faring serta eksudat pada tonsil, maka dari itu faringitis bacterial dapat
disingkirkan
Selain faringitis, tonsilitis difteri merupakan diagnosis banding dari tonsilitis
kronik. Tonsilitis difteri Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada
titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap
cukup memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala umum

29
sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri
kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudomembran)
akan mudah berdarah, kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi
(bull neck). Pada pasien ini tidak ditemukan gejada dari tonsilitis difteri maka dari itu
tondilitis difteri dapat disingkirkan.

Usulan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah rutin untuk melihat


peningkatan leukosit dan tanda tanda infeksi lainnya. Swab tonsil untuk dilakukan
pemeriksaan kultur. Terapi medikamentosa yang diberikan anntibiotik Cefadroxil 2x500
mg, untuk radang diberikan Dexametahasone 3x0,5 mg, Metil prednisolone 3x4 mg,
Salbutamol 3x0,8 mg, Betadine gargle. Dan terapi non medika mentosa menjaga
kebersihan mulut.

30

Anda mungkin juga menyukai