Disusun oleh :
Kelompok 3
Nama NPM
1 Almas Fathin Irbah 161105121268
2 M. Ade Muiz 161105120736
3 M. Amar Khadafi 161105120734
4 M. Ilham Nopiyansyah 161105120700
5 Nurandika Suryadi P. 151105121153
6 Rafli Zulkifli 161105120721
7 Teguh Faadilah 161105121309
8 Yudistira Sukma Wijaya 151105121158
i
2.1 Tahap perencanaan sistem irigasi teknis ..................................................... 10
5.3 Siphon.......................................................................................................... 84
ii
5.3.2 Contoh Perhitungan .............................................................................. 88
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
Terjadinya perubahan iklim sebagai dampak kerusakan lingkungan semakin
meningkatkan ancaman bencana kekeringan dan banjir. Terjadi penurunan dan
peningkatan jumlah curah hujan 1% s/d 4% pada periode yang berbeda. Musim
kemarau berlangsung lebih lama dengan curah hujan semakin berkurang, sebaliknya
musim hujan berlangsung singkat dengan intensitas hujan semakin tinggi.
Rendahnya keandalan air irigasi di mana hanya 76.542 Ha (10,7%) luas irigasi
permukaan yang airnya dijamin oleh waduk, sisanya sebesar 6.383.626 Ha (89,3%)
mengandalkan debit sungai. Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada kondisi
wilayah sungai.
Belum optimalnya kondisi dan fungsi prasarana irigasi permukaan nasional.
Saat ini total irigasi permukaan di Indonesia seluas 7,1 juta ha atau 78% dari total luas
irigasi nasional seluas 9,136 juta ha. Seluas 46% atau atau sekitar 3,3 juta ha prasarana
irigasi dalam kondisi dalam kondisi rusak, dimana 7,5 % merupakan kewenangan
pusat sedangkan 8,26% merupakan irigasi kewenangan provinsi dan 30,4%
merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Belum optimalnya manajemen irigasi terlihat dari belum efisiennya
penggunaan air irigasi. Kapasitas Tampung Per Kapita saat ini 56,89 m3 /detik masih
jauh dari ideal (1.979 m3 /kapita) 5 Surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, No:
B-195/Seskab/Ekon/4/2017 tentang Single Management tanggal 4 April 2017. 6
Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas. 7
Rencana Strategis Tahun 2015-2019, Deputi Bidang Koordinasi Pangan Dan
Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 8 Audit Kinerja Jaringan
Irigasi 2014, Dit Bina OP, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 8
15. Meningkatnya konversi fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian, dimana laju
alih fungsi lahan pertanian pada periode 1981 – 1999 sebesar 90.417 Ha/tahun
sedangan periode 1999 – 2002 sebesar 187.720 Ha/Tahun.
2
Belanda adalah irigasi sebab Indonesia sebagai negara agraris begitu membutuhkan
irigasi yang cukup untuk menunjang pertanian. Irigasi memegang peran sangat
penting sebab tanaman yang membutuhkan pengairan cukup tidak hanya
membutuhkan supply air pada awal penanaman atau masa-masa tertentu saja, akan
tetapi pada seluruh periode.
Beragamnya sistem irigasi yang dimiliki petani Indonesia merupakan suatu
keniscayaan mengingat sejarah panjang irigasi serta beragamnya model tanah yang
menjadi lahan pertanian. Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari beberapa
di antara jenis jenis irigasi :
3
ujung pipa disumbat menggunakan tekanan khusus dari alat pencurah sehingga
muncul pancaran air layaknya hujan yang pertama kali membasahi bagian atas
tumbuhan kemudian bagian bawah dan barulah bagian di dalam tanah.
4
langsung menuju ke akar sehingga tidak perlu membasahi lahan dan mencegah
terbuangnya air karena penguapan yang berlebih. Kelebihan irigasi jenis ini di
antaranya adalah efisiensi dan penghematan air, menghindari akibat penguapan dan
inflitrasi serta sangat cocok untuk tanaman di masa-masa awal pertumbuhannya
karena dapat memaksimalkan fungsi hara bagi tanaman. Selain itu, jenis ini juga
mempercepat proses penyesuaian bibit dengan tanah sehingga dapat menyuburkan
tanaman dan menunjang keberhasilan proses penanamannya.
5
jaraknya tidak lebih dari 100 meter dari intake bendung. Ada yang berjarak 25 meter
ataupun 50 meter. Dengan adanya bangunan ukur tersebut, diharapkan debit air
normal ataupun di saat banjir bisa tercatat dan terkontrol secara berkala dan aliran air
tetap terjaga secara kontinyu.
6
1.4.5. Bangunan Bagi
Bangunan ini letaknya diakhir saluran primer ataupun saluran sekunder. Jika
penempatannya di saluran primer, berarti bangunan tersebut dinamakan bangunan
Bagi, yang artinya sebuah bangunan yang fungsinya untuk membagi ke beberapa
saluran. Bisa ke saluran primer lagi ataupun bisa ke saluran sekunder. Disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan. Intinya bangunan bagi adalah bangunan yang biasanya
berupa box pembagian ke saluran sekunder.
7
irigasi. Biasanya saluran yang berada dibawah saluran irigasi ini bentuknya masih
berupa saluran tanah, sehingga dikhawatirkan akan menggerus dan merusak saluran
irigasi yang berada diatasnya.
8
dengan pintu angkat. Sehingga air yang keluar dapat terkontrol dan sesuai dengan
kebutuhan debit airnya.
9
BAB 2 PERENCAAN SISTEM IRIGASI
10
disyaratkan, perlu pengukuran topogrfi, geotek dan kualitas tanah
ekstensif.
Menentukan Luas
Menentukan Membuat
dan Kebutuhan AIr
Desain Saluran Bangunan Bendung
di Petak Tersebut
Membuat Gambar
Selesai
Detail
11
Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu
periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per
hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka
kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
KAI = 5+2+3
KAI = 10 mm perhari
Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. yaitu
pernberian air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber
lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta
kontribusi air bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai
kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.
PAI = KAI - HE – KAT
dengan,
PAI = Pemberian air irigasi
KAI = Kebutuhan air
HE = Hujan efektif
KAT = Kontribusi air tanah
Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung
sebesar 10 mm perhari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah
dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per hari, maka
air yang perlu diberikan adalah :
PAI = 10 – 3 -1
PAI = 6 mm per hari
12
Data curah hujan pada daerah irigasi yang ditinjau harus diketahui. Dari data
hujan kemudian menentukan curah hujan rata-rata tengah bulanan atau bisa diambil
per 10 harian ataupun perbulan. Data hujan paling tidak minimal 5 tahun terakhir dan
akan lebih baik jika 10 atau 15 tahun terakhir. Untuk menentukan curah hujan rata-
rata banyak metodenya, seperti metode aljabar, isohiet, dan thiessen.
• Data klimatologi
Perhitungan klimatologi ini sangat penting, harus diketahui data-data
pendukungnya antara lain data temperatur udara, lama penyinaran matahari,
kelembapan udara, kec. angin rata-rata. Data ini juga paling tidak 5 tahun – 15 tahun
terakhir. Data ini digunakan untuk perhitungan evoptranspirasi. Admin menggunakan
metode Penmann modifikasi dalam penentuan nilai evapotranspirasinya. Jika data
lebih lengkap lagi selain tersebut maka bisa digunakan metode Penman-Monteith
yang lebih tepat.
13
tengah–bulanan. Debit minimum sungai dianalisis atas dasar data debit harian sungai
agar analisis cukup tepat dan handal, catatan data yang diperlukan harus meliputi
jangka waktu paling sedikit 10 tahun. Jika persyaratan ini tidak bias dipenuhi, maka
metode hidrologi analisis dan empiris biasa dipakai. Dalam menghitung debit andalan
kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan dari sungai hilir pengambilan.
14
BAB 3 BANGUNAN AIR UNTUK SISTEM IRIGASI
3.1 Bendung
Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah
satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan irigasi, penyediaan air minum, kebutuhan industri dan lain lain. Kebutuhan
air bagi kepentingan manusia semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penelitian
atau penyelidikan masalah ketersediaan air sungai dan kebutuhan area di
sekelilingnya, agar pemanfaatan dapat digunakan secara efektif dan efisien, maka
dibuatlah dengan pembangunan sebuah bendung. Bendung adalah pembatas yang
dibangun melintasi sungai yang dibangun untuk mengubah karakteristik aliran
sungai. Bendung merupakan sebuah kontruksi yang jauh lebih kecil dari Bendungan
yang menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati
bagian atas bendung.
15
Pada bendung tetap, elevasi muka air di hulu bendung berubah sesuai dengan debit
sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun).
Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai.
Pada daerah hulu sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih
curam dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air di
bendung tetap (fixed weir) yang dibangun di daerah hulu tidak meluber kemana-mana
(tidak membanjiri daerah yang luas) karena terkurung oleh tebing-tebingya yang
curam.
Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi jenis bendungannya dapat
diubah sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu
bendung dapat dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki dengan
membuka atau menutup pintu air (gate). Bendung gerak biasanya dibangun pada
daerah hilir sungai atau muara.
Pada daerah hilir sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai
relative lebih landai atau datar dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka
elevasi muka air sisi hulu bendung gerak yang dibangun di daerah hilir bisa
diturunkan dengan membuka pintu-pintu air (gate) sehingga air tidak meluber
kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang luas) karena air akan mengalir lewat
pintu yang telah terbuka kea rah hilir (downstream).
16
Gambar Bendung Gerak
2
Q = Cd 2/3 √3 . g. b. H11.5
Keterangan:
Q = debit, m3/dt
g = percepatan gravitasi
b. Contoh perhitungan
17
Nilai jari-jari mercu bendung pasangan batu sebesar 0,3 sampai 0,7 kali H1.
Diambil: jari-jari (r) = 0,7 H1
= 0,7 x 2,16
= 1,512 meter
Cd = C0 x C1 x C2
= 1,27 x 0,94 x 1,10
= 1,19
Maka: Q100 = Cd x 2/3 x B x H11,5 37,29
= 1,19 x 2/3 x x 5,3 x H11,5
Berdasarkan hasil perhitungan dengan cara coba-coba,
diperoleh nilai H1 = 2,29 meter.
Perhitungan lebar efektif bendung (Beff)
Beff = 5,3 – 0,22 H1
= 5,3 – 0,22 x 2,29
= 4,796 meter
Perhitungan debit per satuan lebar (q)
q = Q / Beff
= 37,29 / 4,796
= 7,775m3/dt/m
Perhitungan kecepatan di hulu bendung (v)
Q
V = p+H1
7,775
= 1,68+2,29
= 1,958 m/dt
Tinggi persamaan energi (Ha)
v2
Ha = 2xg
1,9582
= 2 x 9,81
= 0,195 meter
Perhitungan tinggi muka air di hulu bendung (Hd)
Hd = H1 – Ha
= 2,29 – 0,195
18
= 2,095 meter
Perhitungan tinggi muka air kritis (hc)
q2
hc =√2
7,7752
= √ 9,81
= 1,83 meter
Perhitungan debit pada bendung (Existing)
Beff = 5,3 – 0,22 H
H = El. Dekzert – El. Mercu bendung
= (+ 14,28) – (+11,23)
= 3,045 meter
Cd = 1,19
Q = Cd x 2/3 x √2/3 + g x Beff x H1,5
19
Gambar 3.3 Sketsa Analisis Bendung Bulat
20
kembali dari muka hulu penampang pelimpah guna mencapai keperluan yang
terdahulu).
b. Contoh perhitungan
Untuk mencari Cd, diasumsi Cd = 1,3.
Percobaan 1 :
• Diketahui : P = 3 m
Q = 107,61 m3/dtk
• Dicoba : Cd = 1.3 , diperoleh Hi = 2,59 m
r = 1,5 m
Hi/r = 2,59/1.5 Co = 1.3
P/Hi = 3/2,59 C1= 0.99
C2 = 0,998
Cd = C0 x C1 x C2
= 1,28 (tidak sesuai dengan asumsi)
Percobaan 2 :
Cd = 1.28, diperoleh Hi = 2,54 m
Hi/r = 2,52/1.5 Co = 1.3
P/Hi = 3/2,59 C1 = 0,99
C2 = 0,998
Cd = C0 x C1 x C2
= 1.28 .........................................OK
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh nilai Hi = 2,61 m.
Cek :
Q = Cd x 2/3 x √ (2/3 g) x Beff x Hi 3/2
107,61 = 1,28 x 2/3 x √(2/3 x 9.81) x (12,83 - 0.2Hi)Hi3/2
107,61 = 107,61 (OK)
Setelah diperoleh Cd, maka dapat ditetapkan : Hi = 2,61 m dan Beff = 12,83
m.
21
c. Analisis stabilitas bendung
Bagian hulu permukaan mercu Ogee mempunyai empat bentuk yaitu vertikal,
miring dengan kemiringan 3:2, 3:1, 1:1. Sedangkan bentuk baku permukaan
mercu Ogee bagian hilir dinyatakan dengan persamaan sbb. :
X dan Y = koordinat permukaan hilir
Hd = tinggi energi rencana di atas mercu bendung.
K dan n = parameter yang besarnya tergantung pada faktor kemiringan
permukaan bendung bagian hulu
H = kedalaman air
B = lebar sungai
A = luas tampang aliran sungai
P = keliling basah sungai
R = jari-jari hidrolis sungai
Q = debit sungai
v = kecepatan aliran
22
Dari serangkaian hitungan dengan rumus di atas diperoleh, Q = 800,094
m3/detik. Ternyata Q = Qmak, jadi kedalaman air sebelum pembendungan =
3,0 m.
23
c) Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan
yang di rencanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan
pengambilan air dari sumbernya
24
• Pintu sekat balok yang digunakan adalah papan kayu jati dengan
lebar papan adalah 25 cm = 0,25 m h1 = 4,623 – 0,25 = 4,373 m
L = b + 1/2a + 1/2a
=b+a
= 1,9 + 0,15
= 2,05 m
dimana : nilai a = 0,15 m
25
= 0,591 ton.m
Keterangan :
P = tekanan air di depan pintu (ton/m)
L = panjang pintu pengambilan (m)
M = momen lendutan pada pintu (ton m)
t = tebal pintu pengambilan (cm)
Dimensi Saluran Primer Q = 3,5 m3/dt
b = 1,9 m
v = 1 m/dt
Kemiringan talud = 1 : 1
A = ½ (b + b + 2.h).h
= ½ (1,9 + 1,9 + 2.h).h
= 1,9.h + h2
Q = A.v
3,5 = (1,9.h + h2) . 1
h2 + 1,9 h – 3,5 = 0
26
Dengan menggunakan rumus ABC :
maka didapatkan :
h = 1,148 m ≈ 1,15 m
Tinggi jagaan diambil = 0,60 m (diambil dari tabel untuk Q = 1,0 – 5,0 m3/dt )
Tinggi saluran : H = 1,15 + 0,60 = 1,75 m
Keterangan : Q = debit pengambilan (m3/dt)
b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air (m)
A = luas saluran (m2)
V = kecepatan pengambilan (m/dt)
27
b. Contoh perhitungan
Rumus yang kecepatan dipakai pintu pembilas:
dimana :
vc = 1,5 . c . √𝑑
= 1,5 . 5 . √0,30
= 4,108 m/dt
dimana :
H = M.A.N = 3,40 m
vc = c . √2 . g . z
28
4,108 = 0,7 . √2 . 9,8 . z
z = 1,757 m
1
z =H−2y
1
y =H–z
2
y = (3,4 – 1,757) . 2
y = 3,286 m
29
• Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran
sekunder disebut bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.
• Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke saluran
tersier disebut bangunan sadap tersier terletak di saluran sekunder.
• Bangunan sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.
• Persyaratan untuk bangunan sadap dan untuk pengukur debit pada bangunan
sadap sama dengan pada bangunan-bangunan bagi.
• Bangunan sadap yang mengambil air dari saluran sekunder ke saluran tersier
dapat tanpa bangunan peninggi muka air, yang biasanya dibuat tanpa gorong-
gorong dan dengan mengggunakan gorong-gorong.
• Bangunan sadap sekunder akan memberikan air ke saluran sekunder dan akan
melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini
lebih dari 0,25 m3/detik.
• Pemilihan tipe bangunan pengukur debit pada bangunan sadap sekunder
tergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta besarnya
kehilangan energi yang diijinkan.
• Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit
sebesar 2 m3/detik. Dalam hal ini dipaki dua atau tiga pintu Romijn yang
dipasang bersebelahan. Untuk debit yang lebih besar, harus dipilih pintu
sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yangh terpisah yaitu alat ukur
ambang lebar.
• Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka dapat dipakai alat
ukur Crump de Gruyter. Bangunan ini dapat direncanakan dengan pintu
tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/detik.
30
• Bangunan sadap tersier akan memberikan air pada petak-petak tersier.
Kapasitas bangunan sadap ini adalah alat ukur Romijn, jika mulai air hulu
diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan tinggi energi menjadi
masalah.
• Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air
banyak mngalami fluktuasi, maka dipilih alat ukur Crump de Gruyter. Harga
debit Q maks / Q min untuk alat ukur ini lebih kecil daripada harga alat ukur
debit Romijn.
• Pada saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat
rendah, alat ukur Crump de Gruyter lebih cocok, karena elevasi
pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilan pintu Romijn.
Pemakaian beberapa tipe bangunan sadar tersier sekaligus di satu daerah
irigasi tidak disarankan karena menyulitkan transportasi.
b. Contoh perhitungan
Bangunan Sadap Sekunder
Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh
sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan – bangunan
sadap ini secara umum lebih besar daripada 0,250 m3/dt.
Ada empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder,
yakni :
Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang
akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang di-izinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit
sebesar 2 m3/dt ; dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang
31
bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong
yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de
Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan
pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap
pintu.
32
c. Gambar hasil perhitungan
33
BAB 4 BANGUNAN PELENGKAP
a. Bangunan Pengambilan
Bangunan pengambilan dimaksudkan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air
kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi (anonim,
1986). contoh bangunan pengambilan ini seperti bendung, bendung gerak.
Bendung merupakan bangunan yang dibuat pada tepi sungai guna mengalirkan
air ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka air disungai
konstruksi dari bendung terbuat dari bahan tetap (beton, pasangan batu kali dan
lain-lain)
(Hansen, et,al., 1992)
b. Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa atau saluran merupakan tempat mengalirnya air yang
dibelokkan dari bangunan pengambilan. selain itu, saluran digunakan
untuk membuang kelebihan air dari areal irigasi yang biasa disebut drainase
(anonim,1986).
ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi pembawa dapat dibedakan
menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter. saluran primer
merupakan saluran yang mengambil langsung air dari bangunan pengambilan,
kemudian mengalirkannya ke saluran sekunder, atau langsung mengalirkannya
ke areal pertanian yang berada didekat saluran tersebut. saluran tersier yaitu
saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
dalam petak tersier 29 lalu ke saluran kuarter. saluran kuarter akan membawa
air ke sawah-sawah yang akan diairi.
c. Bangunan bagi sedap
Bangunan bagi sadap dapat dipergunakan untuk membagi aliran ke
beberapa buah saluran. agar pembagian aliran yang cermat, sekat pembaginya
haruslah dipasang dalam suatu alur yang panjang dan lurus agar distribusi
kecepatan melintang saluran dapat cukup seragam (Linsley dan pranzini, 1996).
d. Bangunan pengatur muka air
Bangunan ini mengatur muka air di jaringan irigasi utama sampai batas
yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan
34
sadap tersier. Bangunan pengatur mempunyai 31 potongan pengontrol aliran
yang dapat distel atau tetap. Bangunan pengatur diperlukan pada tempat yang
tinggi muka air saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring
(chute). untuk mencegah meninggi atau menurunnya muka air di saluran
dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapesium (trapezoidal notch) (anonim,
1986).
e. Pintu Air
pintu air digunakan untuk membuka, mengatur dan menutup aliran air di
saluran baik yang terbuka maupun tertutup. penggunaannya harus disesuaikan
dengan debit air dan tinggi tekanan (selisih tinggi air) yang akan dialiri.
sebanyakan berbentuk persegi panjang, kecuali pintu cincin dan pintu selinder
yang berbentuk lingkaran. -pabila saluran airnya berbentuk lingkaran atau
trapesium, harus dibuat saluran peralihan yang berbentuk persegi panjang
(soedibyo, 1993).
35
3. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan
(Gambar 2.8C)
Gambar 2.8
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Romijn :
- Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus
- Dapat membilas endapan sedimen halus
- Kehilangan tinggi energi relatif kecil
- Ketelitian baik
- Eksplotasi mudah
Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur Romijn
- Pembuatan rumit dan mahal
- Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
- Biaya pemeliharaan bangunan itu relatif mahal
- Bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
- Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah.
Dimana :
Q = debit m3/dt
m = koefisien pengaliran (<1)
36
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
b = lebar saluran, m
h = tinggi energi hulu di atas meja, m
37
1. Skema pintu
PuP1S5 PuP1S6
PuP1S6
PuP1S6Kn PuP1S6Kr
90,1 269,6 90,7 271,4
1 PuP1S5 – PuP1S6 0,387 0,4 0,750 0,750 0,300 26,545 26,252 1 R75III 0,11 0,75 1,501
2 PuP1S6Kr 0,271 0,4 0,683 0,683 0,273 27,253 26,434 1 R75III 0,11 0,75 1,246
3 PuP1S6Kn 0,270 0,4 0,682 0,682 0,273 27,255 26,465 1 R75III 0,11 0,75 1,035
4.1.PuP1S5 – PuP1S6
Direncanakan :
Type pintu : Romijn
Lebar pintu (b) : 0,75 m
3
Debit (Q) : 0,387 𝑚 ⁄𝑑𝑡
❖ Tinggi muka air di atas ambang (hr)
38
Q = 1,71 x nb x hr3/2 , maka
Q
hr 3 / 2 =
1,71 x ( jmlh pintu x lebar pintu )
0,387
=
1,71 𝑥 (1 𝑥0,75)
= 0,302 m
hr = 0,450 m
❖ Tinggi pintu ( tr ) :
tr = hr + 0,208
= 0,450 + 0,208
= 0,658 m
❖ Tinggi tumit ( d ) :
d = h − tr − hr
= 0,750 – 0,658 – 0,450
= - 0,358 m
Tinggi saluran diturunkan 0,358 m
4.2.PuP1S6Kr
Direncanakan :
Type pintu : Romijn
Lebar pintu (b) : 0,70 m
3
Debit (Q) : 0,271 𝑚 ⁄𝑑𝑡
❖ Tinggi muka air di atas ambang (hr)
Q = 1,71 x nb x hr3/2 , maka
Q
hr 3 / 2 =
1,71 x ( jmlh pintu x lebar pintu )
0,271
=
1,71 𝑥 (1 𝑥 0,75)
= 0,211 m
hr = 0,355 m
39
❖ Tinggi pintu ( tr ) :
tr = hr + 0.208
= 0,355 + 0,208
= 0,563 m
❖ Tinggi tumit ( d ) :
d = h − tr − hr
= 0,683 – 0,563 – 0,355
= - 0,235 m
Tinggi saluran diturunkan 0,235 m
4.3.PuP1S6Kn
Direncanakan :
a. Type pintu : Romijn
b. Lebar pintu (b) : 0,75 m
3
c. Debit (Q) : 0,270 𝑚 ⁄𝑑𝑡
❖ Tinggi muka air di atas ambang (hr)
Q = 1,71 x nb x hr3/2 , maka
Q
hr 3 / 2 =
1,71 x ( jmlh pintu x lebar pintu )
0,270
=
1,71 𝑥 (1 𝑥0,75)
= 0,211 m
hr = 0,354 m
❖ Tinggi pintu ( tr ) :
tr = hr + 0,208
= 0,354 + 0,208
= 0,562 m
❖ Tinggi tumit ( d ) :
d = h − tr − hr
40
= 0,682 – 0,562 – 0,354
= - 0,234 m
Tinggi saluran diturunkan 0,234 m
1. PuP1S5
Q = 0,387 m³/dt
h' = 0,300 m
hr = 0,450 m
PuP1S5 w = 0,400 m
h = 0,750 m PuP1S6
tr = 0,658 m
El. = +26,545
d = 0,358 m
El.= +26,187
m=7
2. PuP1S6Kr
Q = 0,271 m³/dt
h' = 0,273 m
hr = 0,355 m
PuP1S6 w = 0,400 m
h = 0,683 m PuP1S6Kr
tr = 0,563 m
El. = +26,434
d = 0,235 m
El.= +26,199
m=7
41
3. PuP1S6Kn
Q = 0,270 m³/dt
h' = 0,273 m
hr = 0,354 m
PuP1S6 w = 0,400 m
h = 0,682 m PuP1S6Kn
tr = 0,562 m
El. = +26,465
d = 0,234 m
El.= +26,231
m=7
42
Gambar aliran pada pintu sorong
a. Kelebihan – kelebihan yang dimiliki pintu pembilas bawah
- Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.
- Pintu bilas kuat dan sederhana.
- Sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.
b. Kelemahan–kelemahannya
- Kebanyakan benda – benda hanyut bisa tersangkut di pintu
- Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika
aliran moduler
-
4.2.1. Analisis
1. Debit Aliran (Q)
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per
waktu. Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak
air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam
(kekekalan massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan
persamaan Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air
sebelum dan pada saat kontraksi. Besarnya debit aliran (Q) dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus:
Di mana:
43
π = 3,140
sebagai berikut:
b y1 2 g y 0
Qt = (2.2)
y1
+1
y0
Debit Aktual (Qa) diperoleh dengan memasukkan harga koefisien kecepatan (Cv)
dan koefisien kontraksi (Cc) ke dalam persamaan (2.2), sehingga persamaan
tersebut menjadi:
y1
Cc = (2.3)
yg
Qa
Cv = (2.4)
Qt
Di mana:
44
g : Percepatan gravitasi = 9,810 cm/s2
Fh = 0,5 ρ g (y 0 − y g ) 2 (2.5)
H = y0 − yg
Gaya dorong lainnya yang bekerja pada pintu sorong dapat dihitung dengan
2 y0
2
ρ Q a 2 y1
Fg = 0,5 ρ g y1 2 −1 − 2 1 − (2.6)
1
y
b y 1 y 0
Di mana:
45
Aliran pada pintu sorong adalah aliran tak mantap (unsteady flow) yang
berubah tiba-tiba sehingga muka air dari subkritis menjadi superkritis. Aliran yang
keluar dari pintu biasanya memiliki kecepatan tinggi yang dapat mengikis dasar
saluran ke arah hilir. Perhitungan yang digunakan pada air loncat adalah sebagai
berikut:
1. Bilangan Froude
mengukur resistensi dari sebuah benda yang bergerak melalui air dan
v
Fra = (2.7)
g y
Di mana:
v : Kecepatan aliran
y : Tinggi aliran
2. Kedalaman di hulu (ya) dan hilir (yb) air loncat memiliki hubungan sebagai
berikut:
yb 1
1 + 8 Fra −1
2
= (2.8)
ya 2
Di mana:
3. Energi spesifik
air per satuan berat pada setiap penampang saluran, diperhitungkan terhadap
dasar saluran. Saluran dengan kemiringan kecil dan tidak ada kemiringan
46
dalam aliran airnya (α =1) , maka energi spesifik dapat dihitung dengan
Q2
E = y+ (2.9)
2gA 2
Di mana:
dan yb. Kedalaman hilir disebut alternate depth dari kedalaman hulu dan
Kedalaman air loncat sebelum loncatan selalu lebih kecil dari pada setelah
loncatan. Energi spesifik pada kedalaman awal ya lebih besar dari pada
kehilangan energi (ΔE) yang sebanding dengan penurunan tinggi muka air
(Δh). Kehilangan energi disebabkan oleh gesekan fluida dengan dinding pipa
dan adanya perubahan penampang pipa, perubahan arah aliran pada pipa dan
(y b − y a )3
Δh = (2.10)
4 ya y b
47
1. Perhitungan Debit Aktual (Qa)
Data sebelum:
b = 9,900 cm
g = 981,000 cm/s2
H1 = 9,500 cm
H2 = 10,000 cm
Koreksi = H2 – H1
= 10,000 – 9,500
= 0,500 cm
Data sesudah:
H1 = 8,200 cm
H2 = 11,300 cm
ΔH = H2 – H1 – Koreksi
= 2,600 cm
Qa = 110,900 π (Δ )2
= 561,497 cm3/s
Data:
b = 9,900 cm
48
y1 = 0,700 cm
g = 9,810 cm/s2
y0 = 9,600 cm
b y1 2 g y 0
Qt = y1
+1
y0
= 849,100 cm3/s
Data:
y1 = 0,700 cm
yg = 1,000 cm
y1
Cc = y
g
0,700
= 1,000
= 0,700
Data:
Qa = 669,870
Qt = 849,100
49
Qa
Cv = Q
t
669,870
= 849,100
= 0,788
5. Perhitungan Fg
Data:
ρ = 1,200 cm
g = 9,810 cm/s2
y0 = 9,600 cm
y1 = 0,700 cm
Qa = 669,870
b = 9,900 cm
y02 ρ Q 2 y
Fg = 0,500 ρ g y1 2 − 1 − 2 a 1 − 1
2 b y y 0
y1 1
9,600 2
= 0,500 1,200 9,810 0,700 2 2
− 1 −
0,700
= 38647,940 g.cm/s²
6. Perhitungan Fh
Data:
ρ = 1,200 cm
g = 9,810 cm/s2
50
y0 = 9,600 cm
yg = 1,000 cm
Fh = 0,500 ρ g (y 0 − y g ) 2
= 36277,380 g.cm/s²
7. Perhitungan yg/y0
Data:
yg = 1,000 cm
y0 = 9,600 cm
yg 1,000
=
y0 9,600
= 0,100
8. Perhitungan Fg/Fh
Data:
Fg = 38647,940 g.cm/s2
Fh = 36277,380 g.cm/s2
Fg 38647,940
=
Fh 36277,380
= 1,070
sebagai berikut:
51
1. Perhitungan Debit Aktual (Qa)
Data:
b = 9,900 cm
Sebelum:
H1 = 9,500 cm
H2 = 10,000 cm
Sesudah:
H1 = 8,200 cm
H2 = 11,300 cm
ΔH = H2 – H1 – Koreksi
= 2,600 cm
1
Qa = 110,900 π (Δ ) 2
= 561,497 cm3/s
2. Perhitungan Fra
Data:
b = 9,900 cm
g = 9,810 cm/s2
ya = 1,500 cm
Qa = 561,497 cm3/s
52
Qa
Fra =
b ya g ya
561,497
=
9,900 1,500 9,810 1,500
= 8,048
Data:
ya = 1,500 cm
yb = 3,500 cm
yb 3,500
ukur =
ya 1,500
= 2,330
1
1 + 8(Fra ) − 1
yb 2
teori =
ya 2
1
1 + 8(1,200 ) − 1
2
=
2
= 1,700
5. Perhitungan L
Data:
Xa = 97,500 cm
Xb = 143,500 cm
L = Xb − Xa
= 143,500 − 97,500
53
= 46,000 cm
6. Perhitungan ∆h
Data:
ya = 1,500 cm
yb = 3,500 cm
(y b − y a )3
∆h =
4 yb ya
(3,500 − 1,500 )3
=
4 3,500 1,500
= 0,380 cm
7. Perhitungan L/yb
Data:
L = 26,000 cm
yb = 3,500 cm
L 26,000
=
yb 3,500
= 7,428
54
tersebut disangga di dalam sponeng/ alur yang lebih besar 0,03m sampai 0,05m
dari tebal balok – balok itu sendiri.
Pengalirannya merupakan pengaliran tidak sempurna. Dibuat dari susunan
balok-balok persegi yang terlepas satu sama lain. Lebar skot balk dilepaskan
seluruhnya. Disarankan lebar b < 1,5 m, agar mudah memasang dan mengambil
skot balk. Dalam bangunan – bangunan saluran irigasi, dengan lebar bukaan
pengontrol 2,0 m atau lebih kecil lagi, profil – profil balok seperti yang
diperlihatkan pada gambar 6.1 biasa dipakai.
a. Kelebihan – kelebihan yang dimiliki pintu skot balok
- Kontribusi ini sederhana dan kuat
- Biaya pelaksanaannya kecil
55
Gambar 6.1 Koefisien debit untuk aliran diatas skot balok potongan segi empat (cv ≈
1,0)
4.3.2. Analisi
a. Perencanaan Hidrolis
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi
debit berikut :
2 2 1/2 1.5
𝑄 = 𝐶𝑑 𝐶𝑣 ( 𝑔) 𝑏ℎ1
3 3
Dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2
b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air di atas skot balok, m
b. Stabilitas
Dimana :
F = faktor keamanan
f = koefisien geser
∑V = jumlah gaya fertikal
∑H = jumlah gaya horizontal
Material F
56
Batu kompak tak beraturan 0,8
Batu sedikit pecah 0,7
Koral dan pasir kasar 0,4
Pasir 0,3
Lumpur Perlu penyelidikan
4.1.3.
57
Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
𝑣2
H = tinggi tekanan total hulu ambang = Yo+
2.𝑔
Ambang lebar merupakan salah satu konstruksi pengukur debit. Debit aliran yang
terjadi pada ambang lebar dihitung dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
Q = Cd *b* ……………
Keterangan:(h^3/2)
Q = debit aliran (m3/dt)
h = tinggi total hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
b = lebar ambang (m)
debit aliran juga dapat dihitung dengan:
3
𝑄 = 𝐶𝑑 ∗ 𝐶𝑣 ∗ 𝑏 ∗ ℎ𝑢 2 ……………….
Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
ℎ𝑢 = tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
b = lebar ambang (m)
58
𝑣
𝐹= …………
√𝑔.𝐷
Keterangan:
F = angka Froud (froud number)
D = kedalaman aliran (m)
Dimana jika:
F<1 disebut aliran subkritik.
F=1 disebut aliran kritik.
F>1 disebut aliran super kritik.
59
0.000913+0.000139+0.000880
Qrata =
3
0.001923
= = 0.000644 m3/dt
3
Menghitung volume rata-rata (𝑉̅ )
𝑉1 +𝑉2 +𝑉3
Rumus: 𝑉̅ =
3
0.00094+0.00014+0.00096
𝑉̅ = = 0.00068 m3
3
Menghitung tampang awal (Ao)
Rumus: Ao = B.Yo
Ao = 0.0984 m x 0.129 m
= 0.0126936 m2
-Menghitung kecepatan
𝑄
Rumus : 𝑣0 =
𝐴0
0.000644
= = 0.050734 m/dt
0.0126936
𝑣0
h = 𝑌0 +
2∗9.81
0.050734
= 0.129 + = 0.131585 m
2∗9.81
3
ℎ2 = 0.047732 m3/2
ℎ𝑢 = Yo – P = 0.029 m
3
ℎ𝑢 2 = 0.004938 m3/2
Menghitung Cd
𝑄̅
Rumus: Cd = 3
𝐵∗ℎ ⁄2
= 0.137112
Menghitung Cv
𝑄̅
Rumus: Cv = 3
𝐵∗ℎ𝑢 2 ∗𝐶𝑑
= 9.666387
60
v0 = 0.050734 m/dt
𝑄̅
vc = = 0.384983 m/dt
𝐵∗𝑌𝑐
𝑄̅
Vt =
𝐵∗𝑌𝑡
= 0.192492 m/dt
Perhitungan angka Froud:
𝑣0
𝐹(𝑌𝑜) =
√𝑔𝐷
0.050734
=
√9.81∗0.129
= 0.045099
Jika F<1, maka aliran tersebut subkritik
𝑣𝑐
𝐹(𝑌𝑐) =
√𝑔𝐷
0.384983
=
√9.81∗0.017
= 0.942719
Jika F<1 , maka aliran tersebut subkritik
𝑣𝑡
𝐹(𝑌𝑡) =
√𝑔𝐷
0.192492
=
√9.81∗0.034
= 0.333302
Jika F<1 , maka aliran tersebut subkriti
2. Gambar
61
62
BAB 5 BANGUNAN PEMBAWA
5.1 Saluran
5.1.1 Analisis Hidrolik Saluran
5.1.1.1 Umum
Dalam saluran terbuka, ada berbagai bangunan yang digunakan untuk
membawa air dari satu ruas hulu ke ruas hilir. Bangunan-bangunan ini bisa dibagi
menjadi dua kelompok sesuai jenis aliran hidrolisnya yaitu:
1. bangunan-bangunan dengan aliran subkritis, dan
2. bangunan-bangunan dengan aliran superkritis.
P = b + 2h m2 + 1
Q = V.A
Dimana :
Q = debit saluran, m3 / dt h = tinggi air, m
V = kecepatan aliran, m2 i = kemiringan energi
A = potongan melintang (kemiringan saluran)
aliran, m2 k = koefisien kekasaran
R = jari-jari hidrolis, m strickler, m1/3 / dt
P = keliling basah , m m = kemiringan talud
b = lebar dasar, m (1 vert : m hor )
63
Parameter Potongan Melintang
64
5.1.1.4 Kecepatan Rencana
Kecepatan aliran rencana disesuaikan dengan jenis tanah dimana saluran
dibangun. Kecepatan rencana sangat erat hubunganya dengan kemiringan, dengan
kemiringan yang makin besar kecepatannya juga makin besar.
Perencana cenderung membuat kecepatan rencana yang lebih kecil, tetapi
kita harus melihat apakah dengan kecepatan yang makin besar tuntutan elevasi air
rencana masih dapat dipenuhi, jika masih harus dilihat apakah tidak terjadi gerusan
dan apabila terjadi gerusan apakah kita perlu membuat saluran dengan perkuatan.
Demikian juga apabila elevasi air rencana tidak terpenuhi apakah dengan
memperkecil kecepatan rencana tidak mengakibatkan sedimentasi di saluran.
Tanah 0,60
Pasangan batu 2,00
Beton 3,00
65
Kecepatan-kecepatan Dasar UntukTanah Koheren ( SCS )
66
Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar ( SCS )
V maks = V b x A x B x C
Dimana :
V maks : Kecepatan maksimum yang diizinkan, m / dt
Vb : Kecepatan dasar, m / dt
A : Faktor koreksi untuk angka pori permukaansaluran
B : Faktor koreksi untuk kedalaman air
C : faktor koreksi untuk lengkung
Dan kecepatan dasar yang diizinkan V ba = V b x A
67
b. Kemiringan Talud Saluran
Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian / penimbunan,
talud saluran direncanakan securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran, dan
terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk talud yang
stabil.
Kemiringan Minimum Talud Untuk Berbagai Bahan Tanah
Kisaran
Bahan tanah Simbol Kemiringan
Batu Pt 0,25
Gambut kenyal CL, CH, MH 1–2
Lempung kenyal, geluh, tanah SC, SM 1–2
lus SM 1,5 – 2,5
Lempung pasiran, tanah pasiran Pt 2–3
kohesif 3-4
Pasir lanauan
Gambut lunak
)
Geluh : (loam) adalah campuran pasir, lempung, dan lumpur yang kira-kira
sama banyaknya
Kemiringan Talud Minimum Untuk Saluran Yang Dipadatkan Dengan Baik
68
Harga-harga Kemiringan Talud untuk saluran Pasangan
Khusus saluran-saluran yang lebih besar, stabilitas talud yang diberi pasangan harus
diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan sebagainya. Tekanan air dari belakang
pasangan merupakan faktor penting dalam keseimbangan ini.
69
Tinggi Bangunan Sadap Tersier Yang diperlukan
P = A+a+b+c+d+e+f+g+h+Z
Dimana :
P = muka air di saluran sekunder
A = elevasi tertinggi di sawah
a = lapisan air di sawah
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah (= 5 cm)
c = kehilangan air di boks bagi kuarter (= 5 cm / boks)
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi, I x L
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (= 10 cm)
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (=5 cm)
g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
h = variasi tinggi muka air, 1,18 h100 (h100 = kedalaman air pada
muka air normal 100%)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain
Apabila dengan prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik
terlalu tinggi, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan.
Eksploitasi muka air parsial sangat umum terjadi di jaringan irigasi di Indonesia.
Kebutuhan air irigasi pada debit rencana berlangsung sebentar saja di musim tanam.
Disamping itu, tersedianya air di sungai tidak akan selamanya cukup untuk
mengeksploitasi jaringan pada debit rencana. Longgaran untuk variasi muka air h
70
ditetapkan 0,18 h100 . 0,82 h100 adalah kedalaman air perkiraan pada 70 persen
dari Q rencana.
71
Tipe-tipe Pasangan Saluran
72
Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-
kurangnya 8 (delapan) kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana. Jika
lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya dapat dikurangi.
Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan apabila jari-jari lengkung
saluran tanpa pasangan terlalu besar untuk keadn topografi setempat. Panjang
pasangan harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran.
Jari-jari Minimum Lengkung Saluran
73
Tipe-tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi
74
yang terempang cukup jauh. Perkiraan kurve pengempangan yang cukup akurat dan
aman adalah ( lihat Gambar 2.7.)
Z = H (1 – (x/L))2
Untuk H / a 1, L = 2 . H / i
Untuk H / a 1, L = (a + H)/ i
Dimana :
a = kedalaman air tanpa pengempangan (m)
H = tinggi air berhubung adanya pengempangan (m)
L = panjang total dimana kurve pengempangan terlihat (m)
Z = kedalaman air pada jarak x dari bangunan pengempangan (m)
x = jarak dari bendung (m)
i = kemiringan saluran(i-Manning)
Kurve Pengempangan
75
Qt = 0,70 . Qi + Qd
Dimana :
Qt = Debit Total ( banjir )
Qi = Debit Rencana Irigasi
Qd = Debit Kumulatif air buangan yang masuk
Tinggi jagaan minimum yang diberikan untuk aliran Qt adalah :
Tinggi Jagaan Saluran Minimum Untuk Qt
76
Sedangkan tinggi muka air sebelah udik ditambah lagi dengan z (diambil
0,11) jadi :
10,2 + 0,11 = 10,31 m
77
5.2 Talang
5.2.1 Analisis Hidrolik Talang
Pengaliran pada talang adalah pengaliran dengan permukaan bebas.
Konstruksi talang yang umum dapat dibuat dari konstruksi beton bertulang,
besi atau dari kayu, bentuknya persegi empat. Jika dibuat dari besi dapat
berbentuk persegi empat, setengah lingkaran ataupun lingkaran penuh
(pipa).
Batasan kecepatan dalam talang :
- kayu atau beton : V = (1,50 – 2,00) m/det
- besi : V = (2,50 – 3,00) m/det
Dasar talang harus cukup tinggi dari muka air maksimum sungai atau
saluran pembuang.
Misalnya batang-batang kayu.
Perencanaan hidrolis dipakai rumus :
( Va - V )2
Kehilangan masuk : ∆ H masuk = ξ masuk
2.g
( Va - V )2
Kehilangan keluar : ∆ H keluar = ξ keluar
2.g
78
Kehilangan akibat gesekan :
∆Hf = i . L
V2
i =
K2 . R4/3
Dimana :
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/det)
Va = kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
L = panjang pipa (m)
i = kemiringan hidrolis gorong-gorong
K = koefisien kekasaran strickler
R = jari-jari hidrolis (m)
untuk pipa dengan diameter D, maka R = ¼ D
Harga-harga ξ masuk dan ξ keluar lihat Gambar 5.1. dan Gambar 5.2.
79
Gambar 5.1. Koefisien kehilangan tinggi energi untuk peralihan-
peralihan dari bentuk trapesium
80
Gambar 5.2. Koefisien kehilangan tinggi energi untuk peralihan-
peralihan dari saluran trapesium ke pipa dan sebaliknya.
Untuk kayu K = 60
Untuk Beton K = 70
Untuk Baja K = 80
Potongan melintang bangunan talang ditentukan oleh nilai b/h, nilai banding antara
1 sampai 3 yang menghasilkan potongan melintang hidrolis yang lebih ekonomis.
Kecepatan aliran direncana agar tidak akan terjadi kecepatan superkritis atau
81
mendekati kritis, karena aliran cenderung sangat tidak stabil. Untuk itu dibatasi
kemiringan maksimum i = 0,02
82
5.2.2 Contoh Perhitungan
5.2.3 Gambar Hasil Perhitungan
83
5.3 Siphon
5.3.1 Analisis Hidrolik Shipon
Perencanaan hidrolis pada bangunan siphon air dalam keaadan tertekan tertekan harus
memperhitungkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan,
kehilangan pada bagian siku siphon serta kehilangan pada peralihan keluar.
Perencanaan hidrolis untuk menghitung kehilangan tinggi energi pada siphon terdiri dari :
a. Kehilangan masuk
b. Kehilangan keluar
c. Kehilangan pada kisi-kisi penyaring
d. Kehilangan akibat gesekan
e. Kehilangan pada bagian transisi
( Va - V1)2
∆ H masuk = ξ masuk
2 .g
84
( Va - V2 )2
∆ H keluar = ξ keluar
2.g
dimana :
ξ masuk = ξ keluar = faktor kehilangan energi yang bergantung pada bentuk hidrolis bagian
peralihan masuk atau keluar.
Va = kecepatan rata-rata pada siphon
V1 = kecepatan rata-rata di saluran hulu
V2 = kecepatan rata-rata di saluran hilir
c = . (s/b)4/3 . Sin
dimana :
V = kecepatan melalui kisi-kisi (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2) ≅ 9,8
c = koefisien berdasarkan :
= faktor bentuk (segi empat : ® = 2,4 ; bulat ; ® = 1,80)
s = tebal jeruji (m)
b = jarak bersih antara jeruji (m)
= sudut kemiringan dari horisontal
n2
pipa persegi : = 29 .
D4/3
= 1,5 (0,01989 + 0,0005078 / 4R)
dimana :
= faktor kehilangan energi akibat gesekan
b = panjang siphon
V = kecepatan pada siphon (m/det)
R = jari-jari hidrolis (m)
n = koefisien kekasaran manning (n = 1 / K, dimana
K = koefisien kekasarn Strickler)
g = percepatan gravitasi (m/det2) 9,8
Potongan Sudut S
Bulat 0,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,10
86
Segi empat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,30 0,60 1,00 1,40
- Saluran ke siphon :
Va2 . V12
Hc = fc . : fc = 0,15 . 0,20
2.g
- Saluran ke saluran :
Va2 . V22
Hd = fd . : fd = 0,25 . 0,30
2.g
Total : ∆Htransisi = hc + hd
Dimana :
Va = kecepatan rata-rata pada siphon (m/det)
V1 = kecepatan pada saluran hulu (m/det)
V2 = kecepatan pada saluran hilir (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2) 9,8
Total kehilangan tinggi energi (∆H) harus lebih kecil ( 10%) dari perbedaan tinggii permukaan
dan pengeluaran (H) yang tersedia.
Sehingga harus dipenuhi :
∆H = ( ∆Hmasuk + ∆Hkeluar + ∆Hpenyaring + ∆Hgesekan + ∆Hsiku + ∆Htransisi )
∆H < 90 % H
dimana :
∆H = total kehilangan tinggi energi (m)
87
H = beda tinggi muka air pada pemasukan dan pengeluaran (m)
88
- Elevasi dasar saluran hilir = +13.09
- Elevasi muka air hilir = +14.36
A = Q v = 2.88/ 2 = 1.44m2
A = 2.[(B.h) − 4(0.5x0.25hx0.25h)]
A = 2.(h2 − 0.125h2 )
1.44 = 1.75h2
h = 0.90m
89
Dengan :
Hf = kehilangan energi akibat gesekan (m).
V = kecepatan aliran, (v = 2 m/dt)
L = panjang siphon, (L = 59.05 m)
K = koefisien kekasaran Strickler (k = 70)
R = jari-jari hidraulik (m)
22 x59.05
- Hf = = 0.34 m
702 x0.234 / 3
v
Hb = kb
2g
Dengan : Hb = kehilangan energi di bagian belokan (m)
V = kecepatan aliran, (v = 2 m/dt)
Kb = koefisien akibat belokan
Kb = 0.04, untuk belokan 15º ( 1 kali belokan)
= 0.042, untuk belokan 16.5º (1 kali belokan)
Hb = (0.040+0.042) . 22/(2x9.81)
= 0.017 m
90
Va = kecepatan aliran di saluran, (v = 0.46 m/dt)
= koefisien akibat peralihan
masuk = 0.20
keluar = 0.40
H = 0.20(2 − 0.46)2 / 2g
masuk
Hmasuk = 0.024m
H
masuk = 0.40(2 − 0.46)2 / 2g
Hmasuk = 0.048m
91
0.01 34 0.462
H r = 1.8( 0.1 ) . 2.g sin 75
Hr = 0.016m
- Jadi total kehilangan energi adalah
Htotal = Hf + Hb + Hmasuk + Hkeluar + Hr
92
93
5.4 Gorong-Gorong
5.4.1 Analisis Hidrolik Gorong-Gorong
5.4.1.1 Umum
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya
saluran), bawah jalan, atau jalan kereta api.
Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada
luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin
berada diatas muka air. Dalam hal ini gorong- gorong berfungsi sebagai saluran
terbuka dengan aliran bebas.
Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat
dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal dibanding
gorong-gorong tenggelam. Dalam hal gorong-gorong tenggelam, seluruh potongan
melintang berada dibawah permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi
bahaya tersumbat lebih besar.
94
Gambar 5.4.1 Standar Peralihan Saluran
95
5.4.1.2 Kecepatan Aliran
Kecepatan yang dipakai di dalam perencanaan gorong-gorong bergantung
pada jumlah kehilangan energi yang ada dan geometri lubang masuk dan keluar.
Untuk tujuan-tujuan perencanaan, kecepatan diambil: 1,5 m/dt untuk gorong-
gorong di saluran irigasi dan 3 m/dt untuk gorong-gorong di saluran pembuang.
96
Gambar 5-1 Perlintasan dengan jalan kecil (gorong-gorong)
97
5.4.2 Contoh Perhitungan
Contoh perhitungan dimensi gorong-gorong :
Blok pelayanan = Blok 2
No gorong-gorong = G1
Jalur saluran = 2 – 3
Luas daerah pengaliran = 8.10 Ha
Koefisien pengaliran, C2 = 0,32 (tabel Cr)
CT 2 = 1 − (1 − CT 1 ) *
IT 1
IT 2
CT 2 = 1 − (1 − 0,32 ) *
87,889
= 0,39
109,612
Waktu konsentrasi, tc :
2/3
a2
tc2 + b2
tc5 = tc2 *
a
5
+
2 b5
tc
2/3
3882 ,9058
24,31 + 19,8663
tc 5 = 24,31 * = 22,12 mnt
4993,8586
24,31 + 25,0354
Intensitas hujan, I5 :
4993,8586
I5 = = 105,904 mm / jam
22,12 + 25,0354
Debit gorong-gorong, (Q) :
0,0278 * C * A * I
Qg =
f
98
Ag = Qg/Vg
Ag = 3,11/1,40 = 2,22 m2
Kedalaman air pada gorong-gorong, (dg) :
Ag = 2 dg 2
Ag
dg =
2
2,22
dg = = 1,05 m
2
Lebar gorong-gorong, (bg) :
bg = 2*dg
bg = 2*1,05 = 2,11 m
Ambang bebas, (Fg) :
Fg = 30%*dg
Fg = 30%*1,05= 0,32 m
Keliling basah gorong-gorong, (Pg) :
Pg = 4*dg
Pg = 4*1,05 = 4,21 m
Jari-jari hidrolis gorong-gorong, (Rg) :
Rg = 0,5*dg
Rg = 0,5*1,05 = 0,53 m
Panjang gorong-gorong, L = 6 m (lebar badan jalan dilalui gorong-gorong)
Koefisien gesekan pada dinding gorong-gorong, (b) :
0,0005078
b = 1,5 0,01989 +
4 * R
0,0005078
b = 1,5 0,01989 + = 0,03 m
4 * 0,53
Kehilangan tekanan dalam gorong-gorong, (dh)
Koefisien kontraksi pada dinding gorong-gorong :
1
a= −1
99
1
a= −1
0,81
a = 0,23
Vg Pg
dh = 1 + a * b * L
2 * g 4 * Ag
1,40 4,21
dh = 1 + 0,23 * 0,03 * 6
2 * 9,81 4 * 2,22
dh = 0,10 m
100
5.5 Bangunan Terjun
5.5.1 Analisis Hidrolik Terjun
Bangunan terjun dibedakan 2 bentuk berdasarkan tinggi terjunnya, yaitu :
- bangunan terjun tegak untuk tinggi kurang dari 1,50 m
- bangunan terjun miring untuk tinggi terjun lebih dari 1,50 m
V12
H1 = h1 +
2 .g
dimana :
B = Lebar bukaan efektif (m)
Q = Debit (m3/det)
m = Koefisien (m = 1,03)
H1 = Tinggi garis energi di hulu (m)
h1 = Tinggi muka air di hulu (m)
V1 = Kecepatan air di saluran hulu (m/det)
a = ½ . dc
3 Q2
dc =
g . B2
101
dimana :
a = Tinggi ambang di hilir (m)
dc = Kedalaman air kritis (m)
Q = Debit (m3/det)
B = Lebar bukaan (m)
g = Percepatan gravitasi (= 9,8 m/det2)
c. Panjang Olakan
L = C1 . z . dc + 0,25
Dc dc 2
102
V2
H = h1 +
2.g
Dimana :
B = lebar bukaan efektif (m)
Q = debit (m3/det)
M = koefisien (m = 1)
D = L = R = 1,1 Z + H
Dimana :
D = kedalaman kolam otak (m0
L = panjang kolam otak (m0
R = jari-jari hidrolis (m)
Z = kehilangan tekanan (m)
H = tinggi garis energi terhadap mercu (m)
A = 0,15 (H/Z)0,5
W = 2 x a
Dimana :
a = tinggi ambang hilir (m)
W = lebar ambang hilir (m)
103
Gambar 5.5.2 Terjun Miring
104
Tentukan dimensi bagian pengontrol.
Jawab :
Dibuat terlebih dulu kurva hubungan antara debit Q dengan kedalaman
aliran y untuk saluran tersebut.
105
5.5.3 Gambar Hasil Perhitungan
106
BAB 6 KESIMPULAN
107
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia :
Jakarta.
Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media press : Yogyakarta.
Eko, Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA :
Bandung.
Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah Indonesia. Grafindo Media Utama.
Yogyakarta.
Herliyani at al, 2012. Identifikasi Saluran Primer Dan Sekunder Daerah Irigasi
Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banjarmasin. Jurnal Intekna, Tahun Xii, No. 2: 132 - 139
Notohadiprawiro, T. 1992. Sawah Dalam Tata Guna Lahan. Fakultas Pertanian
UPN. Yogyakarta.
Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.
Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia :
Jakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,
UGM, Yogyakarta.
Suyana, at al.1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi
Bengawan Solo.
Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret.
Surakarta.
Wirawan. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi, hal 141-
167. dalam E. Pasandaran (edt). Irigasi di Indonesia Strategi dan Pengembangan.
LP3ES. Jakarta.
108