PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan istruksional umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih (leukemia).
1.3.2 Tujuan instruksional khusus
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya pertumbuhan
yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya
sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa menyebabkan kematian
(Irawan, 2001).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari
sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada. Sel-sel tersebut, pada
berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai
dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan
terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila
proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi
hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta
trombositopenia (Supandiman, 1997).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan. Banyak
para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi
terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka
membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit primer akan
tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap infeksi
tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu maka kita
lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak, leukimia mieoblastik
akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa muda dan orang tua
dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar rontgen
(terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli
radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan resistensi
terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor diatas ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika, lingkungan dan
sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy
ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom,
fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan
hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).
2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan
maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.
Kegagalan menjaga
keseimbangan (proliferasi
Sel leukemia tunggal dan diferensiasi
2.7 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat
jalan.
Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia
limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom,
darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan
pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan obat-
obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat
dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai
kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari
penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu
keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum
tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat
dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I
Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara
berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku.
Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin
(Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase
(Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada
pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam
dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan
potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan, 85-
90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL
dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid
(Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka
regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama
mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini
dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi
yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian
penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40
tahun.
Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula,
kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.
Terapi suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia
aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi
konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor
(G-CSF atau GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan
leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
1. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya.
Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta,
2007).
Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit
dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan
pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai
dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan
untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit
dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan
klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu
inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu
menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua
pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum
tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 –
10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
2. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
3. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan
adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini
merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki
ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase
sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah dan
mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek samping
kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan
muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan,
nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya
khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar,
atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang myeloma.
Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih
besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang
berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat
terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari
atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah
kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin.
BAB III
KASUS 2
Ny.P umur 26 tahun dikaji tanggal 20 Desember 2018 pukul 10.00, Alamat : Jl. Arjosari, No.05,
pendidikan SMA, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Ny.P diantar ke RS pada tanggal 16 Desember 2018
dengan keluhan badan lemas dan demam. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien akhirnya dirawat di Ruang
penyakit dalam RSUD Kota Bekasi.
Sejak 3 bulan sebelum masuk RS (SMRS), klien mengeluh badannya terasa menjadi mudah leh dan demam,
demam naik turun. Klien juga merasa linu-linu pada kaki dan tangan baik kanan maupun kiri. Linu-linu
sering terasa pada pagi hari. Klien sering merasa demam sumer-sumer sepanjang hari. Sejak 1 bulan SMRS,
klien mengeluh sakit gigi, namun tidak mimisan dan tidak nyeri telinga. Sejak 15 hari SMRS muncul bintik-
bintik merah pada wajah klien, kemudian timbul pada tangan dan kaki.
Bintik-bintik yang timbul pada wajah klien dirasakan perih dan panas. Awalnya sebelum muncul bintik
merah, wajah klien bengkak dan berawarna biru. Klien juga mengeluh kedua matanya merah. Klien
mengatakan nafsu makan berkurang sehingga badannya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum
demam klien mengeluh nyeri tenggorokan. Hari 1 MRS mata klien kemerahan, tampak berdarah dan gusi
klien membengkak. Hari 3 MRS klien pilek dan batuk, tidak berdahak.
Data lain diketahui, bahwa klien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Klien juga tidak
memiliki riwayat alergi apapun, dan mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit apapun. Klien selama ini memeriksakan kesehatan ke puskesmas, dan hanya diberikan obat
penurun panas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran Compos mentis. Tanda vital diketahui
TD 100/60 mmHg, Suhu 39,5°C, RR 20x/mnt. Pemeriksaan kepala : bentuk lonjong simetris, rambut hitam,
pendek, lurus, dan tidak mudah dicabut; Mata konjungtiva anemis, edema palpebral, reaksi cahaya (+), dan
isoskor; telinga tidak terdapat secret maupun darah; Hidung atidak ditemukan pernafasn cuping hidung,
sinus nasal bersih dan tidak terdapat secret; Mulut sianosis, dan terdapat pembengkakan gusi . Pada
pemeriksaan leher, dada maupun abdomen tidak ditemukan keluhan maupun temuan abnormal. Tetapi pada
pemeriksaan ekstremitas, klien meneluh nyeri pada persendian kaki dan tangan.
Adapun Hasil Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
1. Darah Lengkap
Darah H0 H2 H4 H5 H8 Normal
Hb 4,0 3,9 7,1 8,1 11,8 L: 13,4-17,7, p: 11,4-
15,1gr/dl
LED 110/60 130/165 50/100 25/40 4/9 L:0-15,P:0-25mm/jam
Leukosit 96,2 162,1 233,4 267,5 252,1 L:4,3-10,3,P:4,3- 11,3x10 /L
Hitung - Curiga sel - - - 0-4/0-1/3-5/54-62/25-33/-3-5
Jenis muda Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/Mono
HCT 11,6 11,2 20,5 23,8 31,8 L:40-50%,P:37-45%
Trombosit 8 15 22 37 52 150-450x10 /l
MCV 100,9 - - 88,2 - 82-92 fL
MCH 34,8 - - 29,9 - 27-31 pg
MCHC 34,5 - - 33,9 - 32-37 gr/dl
Retikulosit 0,03 - - 1,0 - 0,8-2,0 %
corrected corrected
Evaluasi Hapusan :
Terapi :
Infus RL 20 tpm
Cefotaxime 3x1 gr iv
Kalnex 3x1 ampul iv
Sotatik 3x1 ampul iv
Aspar K 3x1 tab p.o
Transfusi 1 kolf/hari
FORMAT PENGKAJIAN
Anamnesa:
1. Identitas
Nama : Ny. P
Usia : 26 tahun
JK : Perempuan
Pendidikan : SMA
Suku :-
Agama :-
Alamat : Jl. Arjosari, No. 05
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan badannya terasa menjadi mudah lelah dan demam, demam naik
turun. Klien juga merasa linu-linu pada kedua tangan dan kaki. Klien sering merasa
demam sumer-sumer sepanjang hari. Sejak 1 bulan SMRS klien mengeluh sakit gigi,
namun tidak mimisan dan tidak nyeri telinga. Sejak 15 hari SMRS muncul bintik-bintik
merah pada wajah klien,kemudian timbul pada tangan dan kaki. Bintik – bintik yang
timbul pada wajah klien di rasakan perih dan panas. Awalnya sebelum muncul bintik
merah wajah klien bengkak dan berwarna biru. Klien juga mengeluh kedua matanya
merah. Klien mengatakan kurang nafsu makannya berkurang hingga badannya terlihat
lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum demam klien mengeluh nyeri tenggorokan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hari ke 1 masuk RS mata klien kemerahan, tampak berdarah dan gusi klien
membengkak. Hari ke 3 masuk RS klien pilek dan batuk, tidak berdahak.
4. Riwayat Penyakit dahulu: -
5. Riwayat Penyaki Keluarga: -
6. Riwayat Psikososial: -
ANALISA DATA
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS : Anoreksia dan malaise Perubahan nutrisi
- klien mengatakan kurang dari kebutuhan
badannya mudah lelah tubuh
- klien mengatakan nafsu
makannya berkurang dan
badannya terlihat lebih kurus
dari sebelumnya
DO :
- klien terlihat lemas
- BB klien turun
- TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 100x/menit
S : 39,5 °C
RR : 20x/menit
2 DS : Efek fisiologis dari Gangguan rasa
- klien mengeluh sakit gigi leukimia nyaman nyeri
- klien mengeluh linu-linu di
kedua kaki dan tangan
- klien mengeluh nyeri di
persendian tangan dan kaki
- klien mengeluh kedua
matanya merah
DO :
- gusi klien bengkak
- mata klien kemerahan dan
tampak berdarah
- edema palpebral
3 DS : Proses infeksi Hipertermia
- klien mengeluh badannya
mudah lelah dan demam,
demam naik turun
- klien sering merasa demam
sumer – sumer di pagi hari
DO :
- Mata klien kemerahan,
tampak berdarah
- edema palpebral
- gusi klien membengkak
- suhu klien 39,5 °C
- TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 100x/menit
S : 39,5 °C
RR : 20x/menit
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia dan
malaise
2. Gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
3. Dapat mengurangi
3. Kolaborasi dengan demam, meskipun
dokter untuk demam mungkin dapat
pemberian obat berguna dalam
antibiotik membatasi
pertumbuhan
organisme dan
meningkatkan
autodestruksi dari sel
sel yang terinfeksi