Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan oleh
perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan
pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata kata
leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah”
yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak trkontrol ini
akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian (Jan Tambayong, 2000).
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker merupakan salah
satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005
dan 2015.3 Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita)
menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case Fatality
Rate/CFR 62%) (WHO, 2003).
Data American Cancer Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika Serikat
33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya
pada perempuan (43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada laki- laki di Canada 14 per 100.000
penduduk dan pada wanita 8 per 100.000 penduduk pada tahun yang sama. Data The Leukemia
and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1 orang meninggal
karena kanker. Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena leukemia, lymphoma dan
myeloma dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR leukemia yaitu 12,2
per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang
mendominasi hingga terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah leukemia
atau kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia, bagaimana gejala-
gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan penyembuhannya. Penyakit
leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar penderita tidak terjangkit penyakit lainnya
karena tranfusi yang tidak steril. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku
penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit leukimia ini dan sebagai
pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit Leukemia?
2. Apa jenis – jenis penyakit Leukemia?
3. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
4. Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?
6. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostic penyakit Leukemia?
8. Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit Leukemia?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan istruksional umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih (leukemia).
1.3.2 Tujuan instruksional khusus
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Leukemia


Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain
(Reeves, Charlene J et al, 2001).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak
yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-
faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya,
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum
leukemia.

2.2 Jenis Leukemia


Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat tidaknya
kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan. Sel-sel leukemia
akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia kronis biasanya berdiferensiesi
dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh,
leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak,
menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik adalah
leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik
kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia
bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia
limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistic yang luar biasa karena
penyakit ini hamper brsifat fatal.

Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:


1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan
membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih dari
separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada pasien berusia lebih dari
30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang dewasa, namun
dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari transformasi akut LMK.
(Ronald A. Sacher, 2004)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering dijumpai pada
populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut lebih sering dijumpai
pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia daripada Afrika-Amerika.
Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun, walaupun
walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia. Individu-individu tertentu, seperti
penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko mengalami penyakit ini.
Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic,
lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun. Gejala pada saat pasien datang berobat adalah
pucat, fatigue, demam, pendarahan, memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil
dapat datang untuk dievaluasi karena karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada
pemeriksaaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan
hepatosplenomegali. Evaluasi laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan
trombositopenia. Pada kira-kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.
Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas
dapat melaporkan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat
melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. Diagnosis pasti leukemia di
tegakkan dengan melakukan aspirasi sumsum tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih
dari 25%. Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter
biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Factor-faktor prognostic seperti jumlah
leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan yang diindikasikan. Pasien-pasien
yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang lebih intensif. Kebanyakan rencana-rencana
pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan fase induksi remisi yang
bertujuan untuk menurunkan beban leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%.
Fase terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua
sel leukemik dari tubuh. Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua
protocol terapi. Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun pada
beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf pusat.
Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan pada
anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem saraf pusat
dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang lain lama adalah
kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfofatemia)
merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia mengalami lisis sebagai
respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan, kandungan interaselulernya ke
dalam aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di dalam sel yang memiliki fraksi
pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T dan limfoma burkitt). Hidrasi, alkalinisasi,
dan pemberian aluporinal secara agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan
disfungsi ginjal yang serius. Kedua tidakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam
urat, dan alupurinol mengurangi pembentukan asam urat. Kalium sebaiknya tidak
ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit dan fungsi
ginjal secara kilat, seseorang dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal. (M.william
schawtz,2005)
2. Leukemia mielositik kronis (CML)
Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus leukemia
pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus
terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat disbanding leukima
akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik dan dapt terdapat jumlah
leukosit yang tinngi atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak yang
sehat. Akan tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam, keringat malam, nyeri abdomen atau
nyeri tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya splenomegali nhyata. Hepatomegali
dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi
myeloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda
sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
lphiladelphia. Kromosom ini berkaitan dengan t (9;22) klasik.
Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas.
Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan hiperproliferasi
elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini ditunjukkan pada sitoreduksi untuk
mengurangi resiko berkembangnya leukositosis dan splenomegali massif. Pemberian
hidroksiuria merupakan bagian penting pengobatan sitoredutif. Dengan berjalannya waktu,
semua pasien akan memasuki fase akselerasi dan fase blas, mengalami leukemia yang
nyata. Pada sebagian besar keadaan, secara morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat
juga terjadi transformasi limfoblas. Saat dimulai fase blas, prognosis biasanya buruk.
Transplantasi sumsum tulang (BMT) merupakan satu-satunya terapi kuratif dan sebaiknya
dilakukan kaetika pasien masih berada pada fase kronis. ( M.william schawtz,2005)
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma
yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan
sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan
keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang
, dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda
klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang
memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal,
saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,
perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain
seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan. ( McPhee ,J.Stephen, Maxine A.
Papadakis, Jr.Lawrence M. Tierney, 2008).

2.3 Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya pertumbuhan
yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya
sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa menyebabkan kematian
(Irawan, 2001).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari
sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada. Sel-sel tersebut, pada
berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai
dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan
terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila
proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi
hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta
trombositopenia (Supandiman, 1997).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan. Banyak
para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi
terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka
membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit primer akan
tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap infeksi
tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu maka kita
lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak, leukimia mieoblastik
akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa muda dan orang tua
dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar rontgen
(terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli
radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan resistensi
terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor diatas ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika, lingkungan dan
sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy
ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom,
fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan
hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).

2.4 Faktor Risiko Perkembangan Leukemia


Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang berhubungan
dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui. Saudara kandungan dari anak
yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat untuk mengalami
penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas kromosom tertentu,
termasuk sindrom Down, memiliki resiko menderita leukemia. Pajanan terhadap radiasi,
beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah
dianggap meningkatkan risiko leukemia, agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga
dapat menjadi factor risiko.
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies (pembentukan sel
darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat
leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.

2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan
maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.

Sel induk berdiferensiasi,


poliferasi, maturasi

Sel Darah Merah

Sel induk Majemuk

Sel induk myeloid Sel induk limfoid

Enam jenis sel darah Membentuk


sirkulasi limfosit
1. Eritrosit
T Band
2. Trombosit
3. Monosit
4. Basofil Leukemia
berkembang
5. Neutrofil
6. Eusinofil

Kegagalan menjaga
keseimbangan (proliferasi
Sel leukemia tunggal dan diferensiasi

Berkembang dan memperoleh Sel ≠ bisa membedakan


mutasi tambahan melewati tahap tertentu sel
yang hematopelosis

Populasi sel leukemia


monoklone
Bekembang tak terkendali

2.6 Manifestasi Klinis


Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif
diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya
yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi. Noda cytochemical
sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau
limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya
toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat
beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya sugestif
infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri
tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian
anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 : 185)
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1) Darah tepi
 Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul
cepat.
 Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
 Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


 Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast,
erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.

Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia


2) Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel
primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada
apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang


3) Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan
prognosis.
Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik
4) Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface
marker guna membedakan jenis leukemia.

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)


1) Darah Tepi
 Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x
109/L.
 Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
 Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen
netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga
dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
 Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
 Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu
rendah
2) Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen
paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit
pada fase kronik normal atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%
kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr – abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1) Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2) Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak
adekuat.
3) Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4) Blast dalam sumsum tulang >10%.
Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:
1) Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2) Basofil darah tepi > 20%.
3) Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi,
atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.
4) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5) Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:
1) Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2) Proliferasi blast ekstrameduler.
3) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma


1) Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%,
kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan
pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis.
Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan
fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria
Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita Multyple Myeloma

Gambar Keganasan Multiple Myeloma


2) Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan
tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.Saat timbul gejala sekitar
80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
 Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering
dijumpai.
 Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
 Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
 Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa
jaringan lunak.
 Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga
44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula
10%.

Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma


3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma


4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang
menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
menilai plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna
untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multipel mieloma.

2.7 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
 Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
 Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat
jalan.
 Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
 Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia
limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom,
darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan
pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan obat-
obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat
dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai
kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari
penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu
keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum
tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat
dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I
Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara
berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku.
Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin
(Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase
(Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada
pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam
dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan
potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan, 85-
90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL
dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid
(Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka
regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama
mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini
dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi
yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian
penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40
tahun.
 Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula,
kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.
Terapi suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia
aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi
konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor
(G-CSF atau GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan
leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
1. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
 Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya.
Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta,
2007).
 Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit
dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan
pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai
dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan
untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit
dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
 Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan
klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu
inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu
menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua
pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum
tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
 Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 –
10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
2. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
3. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan
adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini
merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki
ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase
sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah dan
mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek samping
kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan
muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan,
nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya
khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
 Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar,
atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang myeloma.
 Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih
besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
 Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang
berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat
terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari
atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah
kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin.
BAB III
KASUS 2
Ny.P umur 26 tahun dikaji tanggal 20 Desember 2018 pukul 10.00, Alamat : Jl. Arjosari, No.05,
pendidikan SMA, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Ny.P diantar ke RS pada tanggal 16 Desember 2018
dengan keluhan badan lemas dan demam. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien akhirnya dirawat di Ruang
penyakit dalam RSUD Kota Bekasi.

Sejak 3 bulan sebelum masuk RS (SMRS), klien mengeluh badannya terasa menjadi mudah leh dan demam,
demam naik turun. Klien juga merasa linu-linu pada kaki dan tangan baik kanan maupun kiri. Linu-linu
sering terasa pada pagi hari. Klien sering merasa demam sumer-sumer sepanjang hari. Sejak 1 bulan SMRS,
klien mengeluh sakit gigi, namun tidak mimisan dan tidak nyeri telinga. Sejak 15 hari SMRS muncul bintik-
bintik merah pada wajah klien, kemudian timbul pada tangan dan kaki.

Bintik-bintik yang timbul pada wajah klien dirasakan perih dan panas. Awalnya sebelum muncul bintik
merah, wajah klien bengkak dan berawarna biru. Klien juga mengeluh kedua matanya merah. Klien
mengatakan nafsu makan berkurang sehingga badannya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum
demam klien mengeluh nyeri tenggorokan. Hari 1 MRS mata klien kemerahan, tampak berdarah dan gusi
klien membengkak. Hari 3 MRS klien pilek dan batuk, tidak berdahak.

Data lain diketahui, bahwa klien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Klien juga tidak
memiliki riwayat alergi apapun, dan mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit apapun. Klien selama ini memeriksakan kesehatan ke puskesmas, dan hanya diberikan obat
penurun panas.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran Compos mentis. Tanda vital diketahui
TD 100/60 mmHg, Suhu 39,5°C, RR 20x/mnt. Pemeriksaan kepala : bentuk lonjong simetris, rambut hitam,
pendek, lurus, dan tidak mudah dicabut; Mata konjungtiva anemis, edema palpebral, reaksi cahaya (+), dan
isoskor; telinga tidak terdapat secret maupun darah; Hidung atidak ditemukan pernafasn cuping hidung,
sinus nasal bersih dan tidak terdapat secret; Mulut sianosis, dan terdapat pembengkakan gusi . Pada
pemeriksaan leher, dada maupun abdomen tidak ditemukan keluhan maupun temuan abnormal. Tetapi pada
pemeriksaan ekstremitas, klien meneluh nyeri pada persendian kaki dan tangan.
Adapun Hasil Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

1. Darah Lengkap

Darah H0 H2 H4 H5 H8 Normal
Hb 4,0 3,9 7,1 8,1 11,8 L: 13,4-17,7, p: 11,4-
15,1gr/dl
LED 110/60 130/165 50/100 25/40 4/9 L:0-15,P:0-25mm/jam
Leukosit 96,2 162,1 233,4 267,5 252,1 L:4,3-10,3,P:4,3- 11,3x10 /L
Hitung - Curiga sel - - - 0-4/0-1/3-5/54-62/25-33/-3-5
Jenis muda Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/Mono
HCT 11,6 11,2 20,5 23,8 31,8 L:40-50%,P:37-45%
Trombosit 8 15 22 37 52 150-450x10 /l
MCV 100,9 - - 88,2 - 82-92 fL
MCH 34,8 - - 29,9 - 27-31 pg
MCHC 34,5 - - 33,9 - 32-37 gr/dl
Retikulosit 0,03 - - 1,0 - 0,8-2,0 %
corrected corrected

Evaluasi Hapusan :

E: Hipokrom E: Hipokrom normositter,


normositter, anisositosis, Sel
anisositosis polikromasia (+),
L: Kesan jumlah normoblast +1-2%
meningkat, didominasi L: Kesan jumlah meningkat,
sel-sel mononuklear, didominasi sel-sel
bentuk inti irreguler dan mononuklear, bentuk
ber- lekuk, nukleolus intiirreguler dan berlekuk,
nucleolus (+),
±, curiga sel muda blast (+)+/-10%
+ T: Kesan jumlah menurun,
T: Kesan jumlah menurun, anisositosis.
anisositosis, Kesan : leukimia akut
megatrombosit + (AML M5-M6)
Kesan : S leukimia akut?? Saran : BMA
Saran : Ulang evaluasi
hapusan darah tepi.
2. Urine Lengkap

Urine Lengkap H0 Normal Satuan


Warna Kemerahan Kuning Jernih
pH 8,0 4,8-7,5
BJ 1,010 1.015 - 1.025
Protein Positif 3̴ 150 Negatif mg/dl
Glukosa Normal Normal
Urobilin Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Posistif Negatif
Eritrosit >100 0-1sel/Ipb
Leukosit 2-5 1-4 sel/Lpb
Epitel skuamos 5-10 5-15/Lpb
Kristal Ca oxalate 2-5 Negatif
Silinder Negatif Negatif

Terapi :
 Infus RL 20 tpm
 Cefotaxime 3x1 gr iv
 Kalnex 3x1 ampul iv
 Sotatik 3x1 ampul iv
 Aspar K 3x1 tab p.o
 Transfusi 1 kolf/hari
FORMAT PENGKAJIAN
Anamnesa:
1. Identitas
Nama : Ny. P
Usia : 26 tahun
JK : Perempuan
Pendidikan : SMA
Suku :-
Agama :-
Alamat : Jl. Arjosari, No. 05
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan badannya terasa menjadi mudah lelah dan demam, demam naik
turun. Klien juga merasa linu-linu pada kedua tangan dan kaki. Klien sering merasa
demam sumer-sumer sepanjang hari. Sejak 1 bulan SMRS klien mengeluh sakit gigi,
namun tidak mimisan dan tidak nyeri telinga. Sejak 15 hari SMRS muncul bintik-bintik
merah pada wajah klien,kemudian timbul pada tangan dan kaki. Bintik – bintik yang
timbul pada wajah klien di rasakan perih dan panas. Awalnya sebelum muncul bintik
merah wajah klien bengkak dan berwarna biru. Klien juga mengeluh kedua matanya
merah. Klien mengatakan kurang nafsu makannya berkurang hingga badannya terlihat
lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum demam klien mengeluh nyeri tenggorokan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hari ke 1 masuk RS mata klien kemerahan, tampak berdarah dan gusi klien
membengkak. Hari ke 3 masuk RS klien pilek dan batuk, tidak berdahak.
4. Riwayat Penyakit dahulu: -
5. Riwayat Penyaki Keluarga: -
6. Riwayat Psikososial: -

3.1 Pemeriksaan Fisik


Tanda- Tanda Vital
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
TD : 100/60 mmHg
N : 100x/menit
S : 39,5 °C
RR : 20x/menit
B1 (Breath):
RR 20x/menit
B2 (Blood):
TD 100/60 mmHg, Hb 4.0 gr/dl, leukosit 96.200 ml3, trombosit 8.000ml3
B3 (Brain): -
B4 (Bladder): -
B5 (Bowel):
BB turun
B6 (Bone):
Nyeri pada persendian kaki dan tangan
Kepala : Bentuk kepala lonjong simetris, rambut hitam, pendek,lurus dan tidak
mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis, edema palpebra, reaksi cahaya (+), dan isokor.
Telinga : Telinga tidak terdapat secret maupun darah
Hidung : Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung, sinus nasal bersih dan
tidak terdapat secret.
Mulut : Mukosa bibir dan mulut sianosis, terdapat pembengkakan gusi.
Leher :-
Dada :-

ANALISA DATA
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS : Anoreksia dan malaise Perubahan nutrisi
- klien mengatakan kurang dari kebutuhan
badannya mudah lelah tubuh
- klien mengatakan nafsu
makannya berkurang dan
badannya terlihat lebih kurus
dari sebelumnya

DO :
- klien terlihat lemas
- BB klien turun
- TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 100x/menit
S : 39,5 °C
RR : 20x/menit
2 DS : Efek fisiologis dari Gangguan rasa
- klien mengeluh sakit gigi leukimia nyaman nyeri
- klien mengeluh linu-linu di
kedua kaki dan tangan
- klien mengeluh nyeri di
persendian tangan dan kaki
- klien mengeluh kedua
matanya merah

DO :
- gusi klien bengkak
- mata klien kemerahan dan
tampak berdarah
- edema palpebral
3 DS : Proses infeksi Hipertermia
- klien mengeluh badannya
mudah lelah dan demam,
demam naik turun
- klien sering merasa demam
sumer – sumer di pagi hari

DO :
- Mata klien kemerahan,
tampak berdarah
- edema palpebral
- gusi klien membengkak
- suhu klien 39,5 °C
- TTV :
TD : 100/60 mmHg
N : 100x/menit
S : 39,5 °C
RR : 20x/menit

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia dan
malaise
2. Gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NAMA : Ny. P
RUANG :
DIAGNOSA :
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWARAN
1 2 3 4
1. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. buat pilihan menu yang 1. pasien yang meningkat
kurang dari kebutuhan tindakan 3x24 jam ada dan izinkan pasien kepercayaan dirinya dan
tubuh yang diharapkan untuk mengontrol merasa mengontrol
berhubungan dengan masalah nutrisi pilihan sebanyak lingkungan lebih suka
anoreksia dan malaise klien teratasi mungkin menyediakan makanan
dengan untuk makan.

KH: 2. sajikan makan dengan 2. Meningkatkan nafsu


1. Pasien mendapat tampilan menarik yang makan agar kebutuihan
nutrisi yang berprotein/kalori nutrisi tercukupi atau
adekuat sangan tinggi yang terpenuhi dan
disajikan pada saat mendukung proses
2. Nafsu makan individu ingin makan. merabolic pasien yang
klien kembali beresiko tinggi terhadap
meningkat malnutrisi.

3. Klien dapat 3. pantau kebutuhan 3. Mencegah terjadinya


menghabiskan cairan dan elektrolit kekurangan cairan dan
setengah pasien elektrolit pada pasien \
makanannya
4. timbang berat badan 4. Berguna untuk
4. Kolaborasi sesuai indikasi menentukan kebutuhan
dengan dokter kalori, menyusun tujuan
untuk berat badan,evaluasi
pemberianterapi 5. kolaborasi dengan ahli keadekuat rencana
obat dan asupan gizi dalam nutrisi.
nutrisi menentukan protein
pasien yang 5. Bekerjasama dalam
mengalami ketidak pemberian nutrisi
adekuat asupan pasien agar adekuat dan
protein. tepat.
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Mengkaji tingkat nyeri 1. informasi memberikan
nyaman dan nyeri tindakan 3x24 jam dengan skala 0 sampai 5 data dasar untuk
berhubungan dengan diharapkan mengevaluasi kebutuhan
efek fisiologis dari masalah nyeri klien atau keefektifan intervensi
leukemia teratasi,
dengan KH: 2. Jika mungkin, gunakan 2. untuk meminimalkan rasa
1. Klien tampak prosedur-prosedur (misal tidak aman
tenang pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena
2. Skala nyeri 0
3. Berikan kompres hangat
3. Klien tidak pada persendian yang 3. Air hangat dapat
merasa nyeri terasa nyeri mendilatasi pembuluh darah
kembali sekitar sendi dan
mmeredakan nyeri
4. Kolaborasi 4. Evaluasi efektifitas
dengan dokter penghilang nyeri dengan 4. untuk menentukan
untuk pemberian derajat kesadaran dan kebutuhan perubahan dosis.
terapi obat sedasi Waktu pemberian atau obat

5. Lakukan teknik 5. sebagai analgetik


pengurangan nyeri non tambahan
farmakologis yang tepat

6. Berikan obat-obat anti


nyeri secara teratur 6. untuk mencegah
kambuhnya nyeri
3. Hipertermia Setelah dilakukan 1. pantau suhu 1. demam rendah umum
berhubungan dengan tindakan 3x24 jam terjadi selama 24-48 jam
proses infeksi diharapkan masalah pertama dan dapat
hipertermi klien menambah kehilangan
teratasi, dengan KH: cairan.
1. Suhu tubuh klien
kembali normal 2. Dapat membantu
(36,5-37,5) 2. Kompres klien mengurangi demam.
dengan air hangat Catatan: penggunaan
2. Klien tidak air es mungkin
merasakan demam lagi menyebabkan
kedinginan,
3. Kolaborasi dengan peningkatan suhu
dokter untuk pemberian secara aktual.
terapi obat

3. Dapat mengurangi
3. Kolaborasi dengan demam, meskipun
dokter untuk demam mungkin dapat
pemberian obat berguna dalam
antibiotik membatasi
pertumbuhan
organisme dan
meningkatkan
autodestruksi dari sel
sel yang terinfeksi

Anda mungkin juga menyukai