Kata Qa’qa’, “Mari kita gempur mereka secara serentak, hingga Allah subhanahu wa
ta’ala memutuskan perkara antara kita dan mereka.”
Kaum muslimin mulai bersiap menyerang secara serempak. Qa’qa’ sendiri membawa
beberapa pasukan berkuda yang dikendarai oleh para pahlawan perang hingga mereka sampai
di pintu parit.
Perlahan, malam mulai merayap. Ketika hari mulai gelap, beberapa pasukan berkuda kaum
muslimin mendekati kubu pertahanan musuh dengan diam-diam. Di antara para kesatria
penunggang kuda tersebut adalah para jagoan, seperti Thulaihah al-Asadi, ‘Amru bin Ma’di
Karib, Qais bin Maksyuh, dan Hijr bin Adi.
Pasukan Majusi sendiri dalam keadaan tidak mengetahui sama sekali apa yang dilakukan
pasukan Qa’qa’ dalam kegelapan. Mereka tidak menyadari semua itu hingga terdengar
teriakan, “Di mana kamu, wahai kaum muslimin? Ini, pemimpin kalian sudah di depan pintu
parit musuh.”[3]
Ketika orang-orang Majusi mendengar teriakan itu, mereka segera melarikan diri. Kaum
muslimin langsung menyerbu bergabung dengan Qa’qa’ bin ‘Amru yang ternyata sudah
menguasai pintu parit.
Tentara Persia berlari kocar-kacir dikejar kaum muslimin dari segala penjuru dan dihadang ke
mana pun mereka lari. Tidak kurang dari 100.000 prajurit Persia tewas bersimbah darah di
tangan kaum muslimin. Permukaan bumi dipenuhi mayatmayat yang bergelimpangan. Itulah
sebabnya peperangan ini dinamakan dengan Perang Jalula (yang bergelimpangan).
Hasyim bin ‘Utbah mengirim Qa’qa’ mengejar mereka yang lari menyusul Kisra sampai
bertemu dengan panglima Mihran. Qa’qa’ berhasil membunuh Mihran, tetapi Fairuzan
berhasil menyelamatkan diri.
Kaum muslimin berhasil mendapatkan ghanimah berupa harta, senjata, emas dan perak yang
jumlahnya hampir sama dengan harta yang mereka dapati di Madain.
Ghanimah yang diperoleh segera dibagi dan dikirim oleh Hasyim kepada pamannya, Sa’d.
Kemudian Sa’d mengeluarkan seperlimanya untuk dikirimkan ke Amirul Mukminin di
Madinah. Yang menjadi pengawal ghanimah itu adalah Ziyad bin Abi Sufyan, Qudha’i bin
‘Amr, dan Abu Muqarrin al-Aswad.
Sesampainya di Madinah, ‘Umar bertanya kepada Ziyad tentang kemenangan yang mereka
peroleh. Ziyad menceritakannya dengan ungkapan yang menakjubkan, karena dia seorang
yang fasih dalam menjelaskan. Mendengar cara Ziyad menceritakan, ‘Umar ingin agar cerita
heroik ini diketahui oleh seluruh kaum muslimin.
Kata ‘Umar kepada Ziyad, “Apakah kamu mampu berpidato kepada kaum muslimin
menceritakan kemenangan ini?”
“Siap, wahai Amirul Mukminin. Tidak ada yang lebih saya segani di dunia ini selain Anda,
maka bagaimana mungkin saya tidak mampu untuk berbicara kepada orang lain?”
Lalu dia pun menceritakannya kepada kaum muslimin dengan bahasa yang indah dan
memukau. Dia menceritakan bagaimana mereka berperang, berapa yang terbunuh, dan berapa
rampasan perang yang mereka peroleh.
Setelah itu, ‘Umar bersumpah tidak akan membiarkan harta itu tersimpan hingga dibagi-
bagikan kepada yang berhak. Harta itu diletakkan di masjid, dijaga oleh ‘Abdullah bin
Arqam radhiallahu ‘anhu dan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf radhiallahu ‘anhu.
Usai shalat Subuh, setelah matahari terbit, ‘Umar memerintahkan agar penutup harta itu
dibuka. Begitu melihat tumpukan emas, perak, dan permata yang berkilau itu, berlinanglah
air mata ‘Umar, beliau menangis.
“Apa yang membuatmu menangis, wahai Amirul Mukminin?” tanya Abdur Rahman bin
‘Auf, “Demi Allah, ini adalah waktunya bersyukur.”
“Demi Allah, bukan itu yang membuatku menangis. Demi Allah, tidaklah Allah subhanahu
wa ta’alamemberikan ini kepada suatu kaum kecuali mereka pasti akan saling iri, benci; dan
tidaklah mereka saling mendengki kecuali tentu akan ditimpakan kejelekan di antara
mereka.”
Jatuhnya Hulwan
Fairuzan yang berhasil melarikan diri tiba di tempat Kisra dan segera memberitahu Kisra
tentang kekalahan mereka di Jalula dengan terbunuhnya 100.000 tentara Persia itu serta
tewasnya Mihran.
Mendengar berita buruk ini Kisra segera melarikan diri dari Hulwan menuju Rai (Teheran
sekarang) dan dia menunjuk seorang amir yang bernama Khasrusynum agar bertahan di
Hulwan.
Qa’qa’ maju menyerbu mereka. Khasrusynum menantang Qa’qa’ untuk bertempur di suatu
tempat yang berada di luar Hulwan. Qa’qa’ menyambut tantangan itu dan pecahlah
pertempuran sengit dan berakhir dengan kemenangan kaum muslimin.
Qa’qa’ terus menuju Hulwan dan berhasil merebutnya. Di dalam benteng, mereka
mendapatkan harta rampasan perang dan para tawanan. Mereka menguasai tempat itu sambil
memungut jizyah dari penduduk yang tinggal di sekitarnya setelah diajak masuk Islam tetapi
menolak.
Kisah Hurmuzan
Menurut sebagian ahli sejarah, Hurmuzan termasuk di antara tentara Persia yang melarikan
diri dalam peperangan Qadisiyah.
Abu Musa yang berada di Bashrah mulai berangkat, demikian pula ‘Utbah bin Ghazawan
yang ketika itu di Kufah. Keduanya bersiap hendak memerangi Hurmuzan.
Kaum muslimin berhasil mengalahkannya, hingga dia melarikan diri ke Tustar. Ketika negeri
itu berhasil ditaklukkan, segera Hurmuzan melarikan diri ke benteng.
Para jagoan Islam, di antaranya adalah Ka’b bin Tsaur, al-Bara’, saudara Anas bin Malik, dan
Majza-ah bin Tsaur, terus memburunya dan mengepungnya di satu tempat di benteng itu.
Hurmuzan tidak mempunyai pilihan lain, jika bukan dia yang mati, merekalah yang mati.
Setelah berhasil membunuh al-Bara’ dan Majza-ah, Hurmuzan berkata kepada mereka,
“Sungguh, di dalam tempat busurku ada seratus anak panah. Tidak satu pun dari kalian yang
mendekat kepadaku pasti akan kubinasakan dengan anak panahku. Setiap panahku akan
menghabisi nyawa tiap orang dari kalian. Apa gunanya kalian menawanku setelah
kubinasakan seratus orang dari kalian?”
“Kalian harus menjamin keamananku setelah aku menyerahkan kedua tanganku untuk kalian
ikat lalu kamu menyerahkanku kepada ‘Umar bin al-Khaththab agar menjatuhkan hukuman
untukku sesuai dengan yang dia inginkan.”
Mereka menerimanya, maka Hurmuzan segera melempar busur dan anak panahnya.
Tangannya segera diikat sekuatnya untuk dikirim kepada ‘Umar radhiallahu ‘anhu.
Akhirnya kaum muslimin berhasil menguasai semua yang ada di negeri tersebut berupa harta
dan hasil buminya. Setelah disisihkan 4/5 bagiannya, maka setiap penunggang kuda
menerima 3.000 dirham dan pasukan pejalan kaki 1.000 dirham.
Setelah itu, Abu Saburah segera mengirim seperlima dari harta rampasan berikut Hurmuzan
yang sudah terikat. Abu Saburah mengutus pula sekelompok utusan yang di dalamnya ada
Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais.
Menjelang tiba di kota Madinah, mereka memakaikan Hurmuzan baju kebesarannya yang
terbuat dari sutra yang telah dipenuhi dengan perhiasan emas, permata, dan mutiara. Setelah
itu barulah mereka masuk ke kota Madinah bersama Hurmuzan dengan pakaian lengkapnya
dan langsung mencari rumah Amirul Mukminin. Rombongan itu bertanya di mana Amirul
Mukminin berada.
Orang-orang yang ditanya memberitahukan bahwa beliau tadi pergi ke masjid, menerima
utusan dari Kufah. Akan tetapi, mereka tidak menjumpai ‘Umar. Mereka kembali keluar dan
bertanya kepada beberapa remaja yang sedang bermain di halaman masjid.
“Beliau sedang tidur dengan beralas jubahnya yang bertopi (burnus) di masjid,” kata mereka.
Mereka segera kembali ke masjid dan melihatnya dalam keadaan tertidur dengan alas
jubahnya itu. Tidak ada orang lain di masjid selain beliau, sementara tongkatnya tergantung
di tangannya.
Orang-orang bertambah banyak yang datang, ‘Umar pun bangun mendengar keramaian itu
dan langsung duduk.
‘Umar memerhatikan Hurmuzan dan pakaian yang dikenakannya lalu berkata, “Aku
berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari api neraka dan aku memohon
pertolongan-Nya.”
Kemudian ‘Umar melanjutkan, “Segala puji hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah menghinakan orang-orang seperti ini dan para pengikutnya dengan Islam. Wahai kaum
muslimin, berpegangteguhlah kamu dengan agama ini, ikutilah petunjuk Nabi kalian dan
janganlah dunia ini membuat kalian jadi sombong dan congkak, karena sesungguhnya dunia
ini pasti lenyap.”
Salah satu utusan tersebut berkata, “Ini adalah Raja Ahwaz, berbicaralah dengannya!”
Setelah itu ‘Umar berkata, “Hai Hurmuzan, kamu lihat bagaimana hasil pengkhianatanmu
dan ketetapan Allah?”
Kata Hurmuzan, “Hai ‘Umar, kami dan kamu sebelum ini hidup dalam kejahiliahan. Waktu
itu, Allah membiarkan antara kami dan kamu lalu kami mengalahkan kamu, karena ketika itu
Dia tidak bersama kami dan tidak pula bersama kamu. Namun, ketika Allah bersama kamu,
kamu pun berhasil mengalahkan kami.”
“Kamu dapat mengalahkan kami di masa jahiliah, tidak lain adalah karena kalian bersatu,
sementara kami berpecah belah.”
Hurmuzan meminta air, lalu segera diberikan padanya dengan sebuah cangkir yang buruk,
tetapi dia berkata, “Andaikata aku mati kehausan pasti aku tidak akan mungkin dapat minum
dengan cangkir seperti ini.”
Kemudian, dibawakan kepadanya air dalam cangkir lain yang disukainya. Ketika dia
memegangnya, tangannya bergetar hebat dan dia berkata, “Aku takut dibunuh ketika sedang
minum.”
“Sebetulnya, aku tidak memerlukan air, tetapi aku ingin menenangkan jiwa dengannya.”
“Kau dusta.”
Anas yang ikut menyaksikan berkata, “Dia benar, wahai Amirul Mukminin.”
“Celaka kamu, hai Anas? Apakah aku menjamin keamanan orang yang telah membunuh
Majza-ah dan Bara’? Kamu harus mendatangkan bukti. Kalau tidak, aku akan
menghukummu!”
Anas segera berkata, “Tadi Anda mengatakan, ‘Tidak apa-apa, minumlah sampai kamu
menerangkannya kepadaku,’ dan Anda juga mengatakan, ‘Tidak apa-apa, hingga engkau
minum’ dan semua yang ada di sana mengatakan hal yang sama.”
‘Umar segera mendekati Hurmuzan dan berkata, “Kamu berhasil menipuku. Demi Allah, aku
tidak mau tertipu kecuali jika engkau masuk Islam.”
Akhirnya, Hurmuzan masuk Islam lalu dia diberi 2.000 dirham dan disuruh tetap tinggal di
Madinah.
Kata Ibnu Katsir, “Hurmuzan masuk Islam dan baik Islamnya. Dia tidak pernah berpisah dari
‘Umar hingga ‘Umar terbunuh.”
Ada yang meriwayatkan bahwa ketika ‘Umar berhaji, Hurmuzan ada di dekatnya.
Tetapi, sebagian orang ada yang menuduhnya ikut andil dalam pembunuhan ‘Umar, yaitu
persekongkolan antara dia dan Jufainah dengan menugaskan Abu Lu’lu’ah untuk membunuh
‘Umar radhiallahu ‘anhu. Karena itulah, ‘Ubaidullah bin Umar membunuh Hurmuzan dan
Jufainah.
Diriwayatkan bahwa ketika ‘Ubaidullah menikamkan pedangnya kepada Hurmuzan,
Hurmuzan mengucapkan La ilaha illallah. Adapun Jufainah mati disalib.
Terakhir, Kisra Yazdajird berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya untuk
menyelamatkan diri. Berita terakhir menyebutkan bahwa dia bermukim di Isfahan. Namun,
dia terbunuh juga di Thahhan.
Setelah itu, pasukan dan para pembesar serta keluarganya tercerai berai di seluruh pelosok,
dan dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala, kekuatan Persia lenyap. Allah subhanahu wa
ta’ala sudah meruntuhkan kesombongan mereka dan mencerai-beraikan mereka.
Wallahu a’lam.
(insya Allah bersambung)
Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai kaum muslimin,
berpegangteguhlah kamu dengan agama ini,
ikutilah petunjuk Nabi kalian.”
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Muhammad Harits
Ibrah