Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan
subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat
melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga
tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor,
factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang
dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun 2016:26).
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional
setting” . perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan
memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun
mental selama masa pembinaan. Namun hal tersebut kurang mendapatkan
perhatian. Kenyataannya banyak narapidana yang mengalami gangguan
psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk.
2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi gangguan mental
emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat berumur di atas 15 tahun
mencapai 11,6 persen (Depkes, 2012)
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan
pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak
bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian
terhadap nasibanak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.
Mereka merupakan kelompok sosial yang sangat rentan dari berbagai
tindakan kekerasan baik fisik, emosi, seksual maupun kekerasan sosial. selain
itu, lingkungan juga sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku sosial

1
anak jalan. Menurut UUD 1945 “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”.
Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan
pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak
terlantar dan anak jalanan pada hakekatnya sama dengan hak asasi manusia
pada umumnya seperti halnya tercantum dalam UU no. 9 tahun 1999 tentang
hak asasi manusia dan Keputusan Presiden RI no. 36 tahun 1990 tetang
“konvensi tentang hak-hak anak”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, faktor penyebab , klasifikasi, masalah kesehatan,
serta penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
2. Bagaimana pengertian, faktor penyebab , klasifikasi, masalah kesehatan,
serta penatalaksanaan anak jalanan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, faktor penyebab, klasifikassi, serta
penatalaksanaan pada narapidana
2. Untuk mengetahui pergertian, faktor penyebab, klasifikassi, serta
penatalaksanaan pada anak jalanan

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. NARAPIDANA
A. Definisi
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan
atau sanksi lainnya, menurut perundang-undangan.Pengertian narapidana
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang
sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang
Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi
narapidana adalah:
1. Faktor ekonomi
a. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan
bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara
penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk
memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
b. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan
gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan
indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-
perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
c. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu

3
krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda,
tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap,
pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke
tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah faktor yang paling penting.

2. Faktor Mental
a. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis
bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah
meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif,
memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara
teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung
pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara
khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-
kecenderungan kriminal.
b. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18,
lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi,
buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan
penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah
gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan
suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si
pembaca. Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnya juga dapat berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-
bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini.

4
3. Faktor Pribadi
a. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik
secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu
berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi
faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan pengertian-pengertian
netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam kerjasamanya dengan
faktor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah
selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25,
menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat
untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak
berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama
kehidupan manusia.
b. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas,
seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,
pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun
alcohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda
tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
c. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan,
seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum,
melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada
krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan
revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena
perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya akan terjadinya
perbuatan-perbuatan kriminal.

5
C. Masalah kesehatan pada Narapidana
1. Kesehatan mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000
tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit
jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder
dan personality disorder. Karena banyak yang mengalami ganguan
kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
2. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis
dan penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
a. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini
berkaian dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan
obat-obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato.
Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka kejadian yaitu
dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan
mengenai HIV dan AIDS.
b. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi
umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan
denga penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari daerah
dengan insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision on
Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan
skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera
diberikan pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan
bagi semua staf dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan,
pengobatan dan kemajuan penyakit.

6
c. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dabanding populasi umum.
Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk,
yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga
yang menangani tuberculosis yaitu CC merekomendasikan
pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga pemasyarakatan yaitu
1) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
2) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan
yang sesuai
3) Monitoring dan evaluasi skrining
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah
kesehatan pada lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a) Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek
misalnya tahanan wanita yang dalam keadaan hamil,
meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari
anak), korban penganiaaan dan kekerasan social,
penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan
yang selama ini diberikan belum cukup maksimal untuk
memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi
untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual. NCCHC
menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan
pelayanan kesehatan :
(1) LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
(2) Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan
reproduksi, korban dari penipuan, konseling berkaitan
dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian obat-obatan
dan alcohol.

7
b) Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal
membuat mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang
dewasa. Hal ini akan menghalagi pemenuhan kebutuan untuk
berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang
dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan
lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu
waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena masalah
kesehatan.
c) Penatalaksanaan Terapi
(1) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena
bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
(2) Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi
aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat
jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga
diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan

8
untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005)
(3) Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas
tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi kerja pada narapidana laki laki
(a) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang-
binatang dianggap dapat membantu narapidana untuk
mendapatkan terapi secara psikologis dan menjadi lebih
terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak
hanya binatang peliharaan, namun juga binatang yang
ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan
nantinya binatang-binatang ini juga dapat berguna di
masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan
pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan
masyarakat lainnya.
(b)Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan
sebagai pelatihan memasak bagi para narapidana.
Meskipun ada yang mendapatkan pekerjaan sederhana
seperti membuka kaleng, banyak pula yang mendapatkan
pelatihan memasak secara khusus, mulai dari membuat
menu hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara juga
bekerja sama dengan restoran lokal untuk memberi

9
pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka
tidak perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang
mungkin memandang negatif.
(c) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk
berkonsultasi pada mantan penjahat, namun di penjara,
narapidana diberikan pengetahuan mengenai rehabilitasi
dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana
memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih
mengerti mengenai tindak kejahatan.

10
II. ANAK JALANAN
A. Pengertian
Menurut Utoyo (dalam Munawir Yusuf dan Gunarhadi, 2003: 7)
menyebutkan bahwa anak jalanan adalah “anak yang waktunya sebagian
besar dihabiskan di jalan, mencari uang dan berkeliaran di jalan dan di
tempat-tempat umum lainnya yang usianya 7 sampai 15 tahun”. Pendapat
serupa juga diungkapkan oleh Soedijar (dalam Dwi Hastutik, 2005: 15)
bahwa “anak jalanan adalah anak-anak berusia 7-15 tahun, bekerja di
jalanan dan tempat umum lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
dirinya”
Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5) ,Anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan
hidup sehari - hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di
jalan dan tempat tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai cirri - ciri,
berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, mobilitasnya tinggi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah anak yang
melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari di jalanan. Selain itu juga ada yang masih
bersekolah dan ada yang tidak bersekolah serta ada yang masih
berhubungan dengan keluarga dan ada yang sudah lepas dari keluarga.

B. Faktor penyebab anak jalanan


1. Faktor internal
Faktor internal yang menyebabkan terjadinya anak jalanan diantaranya
adalah:
a. Sifat malas dan tidak mau bekerja.
b. Adanya cacat-cacat yang bersifat biologis- psikologis. Cacat
keturunan yang bersifat biologis yaitu kurang berfungsinya organ

11
tubuh untuk memproduksi atau organ genital yang menimpa
seseorang. Cacat psikologis adalah kurang berfungsinya mental dan
tingkah laku seseorang untuk bersosialisasi di masyarakat.
c. Tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobbi yang sehat Seseorang
anak yang tidak memiliki hobbi yang sehat atau kegemaran yang
positif untuk mengisi waktu luangnya maka dengan mudah untuk
melakukan tindakan negatif.
d. Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan
yang baik dan kreatif Ketidakmampuan penyesuaian diri atau adaptasi
terhadap perubahan lingkungan yang baik dan kreatif menimbulkan
tindakan amoral atau tindakan yang mengarah pada perubahan yang
negatif.
e. Impian Kebebasan Berbagai masalah yang dihadapi anak didalam
keluarga dapat menimbulkan pemberotakan didalam dirinya dan
berusaha mencari jalan keluar. Seorang anak merasa bosan dan
tersiksa dirumah karena setiap hari menyaksikan kedua orang tuanya
bertengkar dan tidak memperhatikan mereka, pada akhirnya dia
memilih kejalanan karena ia merasa memiliki kebebasan dan memiliki
banyak kawan yang bisa menampung keluh kesahnya.
f. Ingin memiliki uang sendiri Berbeda dengan faktor dorongan dari
orang tua, uang yang didapatkan anak biasanya digunakan untuk
keperluan sendiri. Meskipun anak memberikan sebagian uangnya
kepada orang tua mereka, ini lebih bersifat suka rela dan tidak
memiliki dampak buruk terhadap anak apabila tidak memberi
sebagian uangnya ke orang tua atau keluarganya.
2. Faktor eksternal
a. Dorongan Keluarga Keluarga dalam hal ini biasanya adalah ibu atau
kakak mereka, adalah pihak yang turut andil mendorong anak pergi
kejalanan. Biasanya dorongan dari keluarga dengan cara mengajak
anak pergi kejalanan untuk membantu pekerjaan orang tuanya

12
(biasanya membantu mengemis) dan menyuruh anak untuk melakukan
kegiatan-kegiatan dijalanan yang menghasilkan uang.
b. Pengaruh Teman Pengaruh teman menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan anak pergi kejalanan. Pengaruh teman menunjukan
dampak besar anak pergi kejalanan, terlebih bila dorongan pergi
kejalanan mendapatkan dukungan dari orang tua atau keluarga.
c. Kekerasan dalam keluarga Tindak kekerasan yang dilakukan oleh
anggota keluarga terhadap anak menjadi salah satu faktor yang
mendorong anak lari dari rumah dan pergi ke jalanan.

C. Kasifikasi anak jalanan


Anak jalanan yang turun yang ke jalan mempunyai latar belakang
yang berbeda beda dari anak yang satu dengan yang lainnya. Sehingga anak
jalanan yang ada di jalan tersebut tidak bisa disamakan begitu saja. Akan
tetapi yang jelas kehidupan mereka akan berbeda jika dibandingkan dengan
kehidupan anak biasa yang tidak menjadi anak jalanan. Oleh karena itu anak
jalanan tersebut dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori.
Menurut Tjoemi S. Soemiarti (2004: 197), anak jalanan merupakan
bagian kehidupan anak yang memiliki ciri-ciri khusus dan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Kelompok high risk to be street children yaitu anak jalan yang masih
tinggal dengan orang tua, beberapa jam di jalanan kemudian kembali ke
rumah.
2. Kelompok children on the street yaitu mereka melakukan aktivitas
ekonomi di jalanan dari pagi hingga sore hari. Dorongan ke jalan
disebabkan oleh keharusan membantu orang tua atau untuk pemenuhan
kebutuhan sendiri.
3. Kelompok children of the street yaitu mereka telah terputus dengan
keluarga bahkan tidak lagi mengetahui keberadaan keluarganya. Hidup di
jalanan selama 24 jam, menggunakan fasilitas mobilitas yang ada di
jalanan secara gratis.

13
Pengelompokan anak jalanan di atas menitikberatkan pada hubungan
anak jalanan dengan keluarganya, dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok
yaitu anak yang masih tinggal dengan orang tua, anak jalanan yang menjadi
urban ke kota dan jarang pulang dan anak jalanan yang sudah terputus
dengan keluarganya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tata Sudrajat (1996: 154), pada
umumnya ada tiga tingkat yang menyebabkan munculnya fenomena anak
jalanan, yakni :
1. Tingkat mikro (immediate causes) yaitu faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi anak dalam keluarga.
2. Tingkat miso (underlying causes) yaitu faktor-faktor yang ada di
masyarakat tempat anak dan keluarga berada.
3. Tingkat makro (basic causes) yaitu faktor-faktor yang berhubungan
dengan struktur makro dari masyarakat seperti ekonomi, politik dan
kebudayaan.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa anak
jalanan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu anak jalanan yang
seluruh waktu dan hidupnya berada di jalanan, anak jalanan yang tempat
tinggalnya di kota dan masih ada hubungan dengan keluarga, dan anak
jalanan yang menjadi urban di kota yang ada hubungan dengan keluarga.

D. Permasalahan anak jalanan


Secara mental anak-anak jalanan tidak punya harapan hidup masa
depan, bagi mereka bisa bertahan hidup saja sudah cukup. Kehidupan
mereka harus berhadapan dengan realita di jalan yang penuh dengan resiko
dan tantangan. Anak jalanan sering dicap sebagai anak nakal, biang
kerusuhan, biang onar dan pernyataan-pernyataan miring lainnya.
Perkataan-perkataan itu tentunya akan membawa dampak psikis bagi anak.
Selain masalah pribadi sehari-hari di jalanan, perkawanan dan pekerjaan,
anak jalanan secara langsung menerima pengaruh lingkungan dari keluarga

14
maupun jalanan tempat ia berada. Adapun resiko yang dihadapi anak
jalanan antara lain :
1. Korban eksploitasi seks ataupun ekonomi.
2. Penyiksaan fisik.
3. Kecelakaan lalu lintas
4. Ditangkap polisi
5. Korban kejahatan dan penggunaan obat
6. Konflik dengan anak-anak lain.
7. Terlibat dalam tindakan pelanggaran hukum baik sengaja maupun tidak
sengaja

E. Pencegahan anak jalanan


1. Peningkatan kesadaran masyarakat
Penanggulangan dapat dilakukan yaitu dengan membuat program
peningkatan kesadaran masyarakat. Aktivitas program ini untuk
menggugah masyarakat agar mulai tergerak dan peduli terhadap masalah
anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-
buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan
sebagainya. Program penanggulangan diatas diharapkan bisa
memberikan kesadaran penuh kepada anak-anak jalanan bahwa manusia
dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan
mengorganisir tindakan kolektif dan tindakan kolektif tersebut dapat
dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi
yang lebih sejahtera.
2. Penggalakan lembaga-lembaga penampung anak
Pemerintah juga perlu mendirikan lembaga-lembaga penampung
seperti halnya LSM maupun instansi lainnya. Lembaga tersebut ddapat
dijadikan sebagai wadah bagi anak jalanan untuk mengasah keterampilan
dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang lebih produktif dan
ekonomis.

15
3. Pemberian fasilitas pendidikan yang layak
Pemerintah harus mampu memfasilitasi pendidikan dan
keterampilan yang layak bagi anak jalanan agar mereka tidak kembali
lagi ke jalan. Karena mereka adalah asset bangsa yang tak ternilai
harganya juga penerus-penerus bangsa. Mereka yang seharusnya duduk
dibangku sekolah karna himpitan ekonomi mereka harus turun kejalanan
untuk menyambung hidup mereka padahal sebagai anak bangsa mereka
berhak mendapatkan pendidikan yang layak dari pemerintah. Jika UUD
pendidikan yang menyatakan bahwa anggaran pendidikan harus di
alokasikan sebesar 20% dari APBN dapat terimplementasi maka negara
akan mampu untuk menyediakan pendidikan gratis, sehingga dalam
jangka panjang tingkat pertumbuhan anak jalanan dapat diminimalisir.
4. Pencegahan Urbanisasi
Urbanisasi tentu sangat mempengaruhi jumlah pertumbuhan anak
jalanan dan pemerintah harus menekan tingkat urbanisasi.

F. Penanganan Anak jalanan, narapidana


1. Penanganan anak jalanan
Masalah anak jalanan merupakan masalah serius yang perlu
mendapatkan penanganan oleh semua pihak. Olehnya itu, kita perlu
bersama-sama memahami akar permasalahan anak jalanan kemudian
sampai kepada solusi real yang perlu dilakukan ke depan. Adapun solusi
yang dapat dilakukan adalah :
Secara teoritis, fokus utama pembangunan kesejahteraan sosial
adalah pada perlindungan sosial (social protection). Oleh karena itu,
model pertolongan terhadap anak jalanan bukan sekadar menghapus
anak-anak dari jalanan. Melainkan harus bisa meningkatkan kualitas
hidup mereka atau sekurang-kurangnya melindungi mereka dari situasi-
situasi yang eksploitatif dan membahayakan.
Mengacu pada prinsip-prinsip profesi pekerjaan sosial, maka
kebijakan dan program perlindungan sosial mencakup bantuan sosial,

16
asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial
yang dikembangkan berdasarkan right-based initiatives; yakni
memperhatikan secara sungguh-sungguh hak-hak dasar anak sesuai
dengan aspirasi terbaik mereka (the best interest of the children)
(Suharto, 2006; 2007). Strategi intervensi pekerjaan sosial tidak bersifat
parsial, melainkan holistik dan berkelanjutan.
Dalam garis besar, alternatif model penanganan anak jalanan
mengarah kepada 4 jenis model, yaitu:
a. Street-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di “jalan” dimana
anak-anak jalanan biasa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau
dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.
b. Family-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian
bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah
anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak jalanan
kembali ke keluarganya.
c. Institutional-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti),
baik secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya)
maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki
orang tua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat
berlindung sementara (drop in), “Rumah Singgah” atau “open house”
yang menyediakan fasilitas “panti dan asrama adaptasi” bagi anak
jalanan.
d. Community-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas.
Melibatkan program-program community development untuk
memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-
lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui

17
berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial
masyarakat.
Di atas telah disebutkan bahwa model penanganan Community-
Centered Intervention lebih memusatkan kepada lembaga
pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat baik melelui
kerjasama ataupun pemberdayaan. Dalam hal ini, penulis menawarkan
solusi agar kota Makassar yang menjadi fokus penanganan anak
jalanan mampu menggunakan model ini dengan efektif. Dengan
menggunakan model ini, diharapkan pemerintah ataupun lembaga
sosial terkait mampu menjalin kerja sama yang baik demi mengurangi
permasalahan anak jalanan ini.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. anamnesa: identitas, riwayat kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa
lalu.
2. pemeriksaan fisik:

B. Diagnosa keperawatan
1. PTSD (sindrom pasca trauma)
2. Kecemasan
3. Ketidakberdayaan

C. Intervensi
NOC: DX.1. sindrom pasca trauma
1. Status pemuliahn dari penganiayaan : Tingkat penyembuhan setelah
mengalami penganiayaan fisik atau psikologis yang dapat
mencangkupneksploitasi seksual atau keuangan
2. Tingkat ansietas: Tingkat manifestasi rasa takut, ketegangan atau
kegelisahan yang berasal dari sumber yang tidak jelas
3. Status kenyamanan: Kenyamanan psikospiritual yang berkaitan dengan
konsep diri , kesejahteraan emosi, sumber inspirasidan makna tujuan
hidup
4. Koping: Tindaka personal untuk mengatasi stresor yang membebani
5. Persepsi terhadap ancaman: Keyakinan personal bahwa masalah
kesehatan yang mengancam serius dan berpotensi memiliki konsekuensi
negatif terhadap gaya hidup
6. Daya tahan diri: Adaptasi positif dan fungsi
individualsetelahpenyimpangan atau krisis
7. Pengendalian resiko: Tindakan personal untuk mencegah ,
menghilangkan atau mengurangi ancaman

19
8. Deteksi resiko: Tindakan personal untuk mengidentifikasi ancaman
kesehatan personal
9. Harga diri: Penilaian seseorang tentang dirinya sendiri
10. Dukungan sosial: Persepsi keberadaan dan bantuan yang realibel dari
orang lain
11. Tingkat stres: Tingkat manifestasi ketegangan fisik atau mental yang
berasal dari faktor yang menganggu

NIC. DX. 1. (PTSD)


1. Kaji respon psikologis terhadap trauma
2. Kaji keadekuatan dan ketersediaan sistem pendukung dan sumber-
sumber dikomunitas
3. Kaji situasi keluarga
4. Penyuluhan kapeda keluarga dan pasien: Jelaskan kepada orang terdekat
pasien tentang bagaimana mereka dapat memberikan dukungan
5. Berikan informasi atau rujukan ke sumber-sumber dikomunitas
6. Berikan kesempatan untuk mendapat dukungan sosial dan penyelesaian
masalah
7. Ajurkan pasien untuk menjelaskan kejadian secara detail

NOC. 2. Kecemasan
1. Amsietas berkurang dibuktikan tingkt ansietas hanya ringan sampai
sedang dan menunjukkan pengendalian diri trhadap ansietas
2. Menunjukkkanaktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecmasan
3. Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pengetahuan dan keterampilan
yang baru
4. Mengidentifikasi gejala yang merupakan indikator ansietas pada pasien
5. Memiliki tanda-tanda vital yang normal NIC. 2. Kecemasan
6. Kaji tingkat kecemasan pasien
7. Kaji untuk faktorbudaya (misal konflik nilai) yang menjadi penyebab
ansietas.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau
sanksi lainnya, Faktor-faktor yang dapat menyebakan seseorang tersebut
menjadi narapidana adalah faktor ekonomi, mental, dan pribadi. Sebagai
perawat terapi yang dapat diberikan untuk gangguan jiwa pada narapidana
yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
Anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian
besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan. Selain
itu juga ada yang masih bersekolah dan ada yang tidak bersekolah serta ada
yang masih berhubungan dengan keluarga dan ada yang sudah lepas dari
keluarga.

B. Saran
Tingkatkanlah kepedulian terhadap anak jalanan dan Narapidana. Jagalah
pergaulan agar tidak terjerumus pada pergaulan yang tidak baik.

21

Anda mungkin juga menyukai