PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Universitas Tarumanagara 1
(0,5%); tertinggi pada umur ≥75 tahun (0,6%). Untuk prevalensi laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada
masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan
wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3 persen.3
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, kadar serum asam urat
biasanya akan meningkat. Baru-baru ini, asam urat dibangkitkan sebagai
faktor risiko yang berkontribusi terhadap berkembangnya perjalanan
penyakit ginjal kronis. Meningkatnya asam urat serum pada tikus dapat
menginduksi hipertensi glomerulus dan penyakit ginjal karena
perkembangan arteriosklerosis, cedera glomerulus, dan fibrosis
tubuloinsterstisial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan
kadar asam urat darah dapat memperlambat perkembangan penyakit ginjal
pada subjek dengan penyakit ginjal kronis4. Meningkatnya asam urat bisa
menyebabkan penyakit ginjal baru atau mempercepat perjalanan penyakit
ginjal kronis.5
Penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab komorbiditas
dan mortalitas utama pada pasien dengan End-stage renal disease (ESRD).
Pasien dengan penyakit ginjal dianggap pada resiko tertinggi terhadap
penyakit kardiovaskular6. Pada pasien hemodialisis atau dialisis peritoneal,
prevalensi penyakit arteri koroner diperkirakan 40% dan prevalensi
hipertrofi ventrikel kiri diperkirakan 75%7. Dilaporkan bahwa
hyperuricemia juga merupakan faktor resiko bagi gagal jantung, terutama
jika kadar asam urat lebih dari 6 mg/dL. Meningkatnya urat serum
diasosiasikan secara signifikan dengan semua penyebab mortalitas, dengan
setiap peningkatan (mg/dl) 8.
Melihat masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap pasien penyakit ginjal kronis untuk mengetahui
masalah peningkatan kadar asam urat dengan penyakit ginjal kronis.
Universitas Tarumanagara 2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sasaran yang hendak dicapai atas
suatu permasalahan yang diteliti. Berdasarkan permasalahan tersebut, makan
tujuan dari penelitian ini yaitu :
Universitas Tarumanagara 3
1.4.1 Umum
1.4.2 Khusus
Universitas Tarumanagara 4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi dari plasma bebas protein ke
dalam kapsul Bowman. Filtrat tersebut akan diubah saat melewati nefron melalui
tubulus reabsorpsi dan/atau tubulus sekresi9. Ketika darah melewati glomerulus
dengan tekanan tinggi, memaksa substansi melewati membran kapsuler endotelial
menuju nefron10. Membran ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu : dinding kapiler
glomerulus, membrane basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman11. Membran ini
bekerja sebagai saringan yang memperbolehkan substansi kecil difiltrasi menuju
nefron, sedangkan molekul besar seperti plasma protein tetap berada dalam
darah10, karena kapiler glomerulus sekitar 100 kali lebih permeabel terhadap air
dan kristaloid daripada kapiler otot9.
Meskipun membran basal terdiri dari kolagen dan serat saraf proteoglikan
yang memiliki celah yang besar, tetapi muatan negative elektron yang kuat
mencegah filtrasi protein plasma. Proses filtrasi disebabkan oleh adanya tekanan
hidrostatik yang ada pada kapiler glomerulus sebesar 60 mmHg, sedangkan
tekanan hidrostaik kapsula Bowman dan tekanan osmotik glomerulus menahan
terjadinya filtrasi12.
Penyakit ginjal kronis merupakan kondisi umum yang berprevalensi lebih tinggi
pada pasien lansia2. Memperbaiki hasil pada pasien penyakit ginjal kronis
membutuhkan pendekatan mendunia yang terkoordinasi hingga pencegahan
munculnya komplikasi melalui mendefinisikan penyakit ini dan hasilnya,
memperkirakan prevalensi penyakit, mendeteksi stadium awal penyakit dan faktor
Universitas Tarumanagara 5
resiko yang mendahuluinya, serta deteksi dan tatalaksana bagi populasi yang
memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi13.
Penyakit ginjla kronis merupakan hasil dari disfungsi renal yang cukup besar
seperti glomerulopati primer (glomerulosklerosis fokal dan glomerulonefritis
kresentik idiopatik) dan nefropati tubulointerstisial kronis (penyakit sistik).14
Beberapa faktor resiko penyakit ginjal kronis seperti :
Universitas Tarumanagara 6
secara langsung sistemik, infeksi saluran kemih,
batu ginjal, obstruksi saluran
kemih bawah, toksisitas obat
Faktor yang
menyebabkan
Proteinuria yang lebih tinggi,
memburuknya kerusakan
Faktor tekanan darah yang tinggi, kontrol
ginjal dan mempercepat
perkembangan glikemik indeks yang buruk pada
penurunan fungsi ginjal
pasien diabetes mellitus, merokok
setelah penyakit sudah
terjadi
Faktor yang Dosis dialisi yang rendah (Kt/V),*
Faktor stadium meningkatkan morbiditas akses vascular sementara, anemia,
akhir dan mortalitas pada gagal kadar albumin serum rendah,
keterlambatan dialisis
ginjal
*- pada Kt/V (nomenklatur yang diterima untuk dosis dialisis), “K” mewakili klirens urea, “t”
mewakili waktu, dan “V” mewakili volum distribusi urea
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama11. Patofisiologi penyakit ginjal kronis secara umum adalah seperti
berikut
Universitas Tarumanagara 7
Jumlah nefron
Filtrasi protein
dan
makromolekul
Tahap Awal
Permeabilitas
glomerulus Hipertensi
Inflmasi/Remodelling Nefrotoksik
Komplikasi
Sistemik
Tahap Akhir
Universitas Tarumanagara 8
hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan pasien dengan keluarga terkena penyakit
ginjal kronis. Keuntungan skrining penyakit ginjal kronis secara umum masih
tidak jelas18.
Laju filtrasi glomerulus menyediakan pengukuran yang sangat baik dari kapasitas
penyaringan ginjal. Laju filtrasi glomerulus yang rendah atau menurun merupakan
indeks yang baik untuk penyakit ginjal kronis13. Refrensi interval kreatinin serum
normal tidak selalu menunjukkan laju filtrasi normal. Karena kerusakan ginjal
ringan dan sedang tidak bisa disimpulkan dari serum kreatinin saja19. Laju filtrasi
glomerulus normal bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, dan ukuran
tubuh, serta akan berkurang seiring usia.
Universitas Tarumanagara 9
persamaan yang tak bisa dilacak IDMS dengan hasil yang telah dikalibrasi IDMS
akan menghasilkan eGFR yang tidak tepat19.
Selain pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria, hasil dari pemeriksaan
sedimentasi urin dan pencitraan organ, dapat member informasi tentang penyakit
ginjal kronis jenis lainnya, termasuk penyakit vaskular, tubuloinsterstisial, dan
sistik ginjal13.
Universitas Tarumanagara 10
2.1.2.7 Pemeriksaan Sedimentasi Urin
Analisis urin merupakan tes yang paling diminta di laboratorium klinik. Tes ini
termasuk pemeriksaan fisik, kimia, dan mikroskopik urin. Yang terakhir berfungsi
untuk mengobservasi sedimentasi urin dalam pencarian elemen pembentuknya
(sel terekskresi, leukosit, dll)27. Hasil tes sedimentasi urinalisis berdasarkan
etiologi seperti pada gambar 2.2.
Pencitraan memiliki kegunaan dalam hal urologis dan penyakit intrinsic ginjal28.
Menurut perkembangan terbaru dalam pencitraan molekuler mengindikasikan
bahwa jalur patofisiologi dari penyakit ginjal seperti apoptosis, koagulasi, fibrosis,
dan iskemia dapat divisualisasikan dalam tingkat jaringan29.Hydronephrosis
merupakan ciri-ciri pasien dengan obstruksi saluran kemih atau surutnya
vesikoureter. Adanya kista menggambarkan adanya manifestasi kista berlainan
multipel makroskopik atau pembesaran ginjal ekogenik bilateral28. Pemeriksaan
Ultrasound dengan Doppler pada pembuluh intrarenal biasanya dilakukan pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis dan hasil yang normal sering didapatkan.
Temuan B-mode tipikal pada penyakit ginjal kronis berat (terutama stadium 5)
adalah30 :
Universitas Tarumanagara 11
2.1.2.9 Gejala Klinis Penyakit Ginjal Kronis
Prevalensi dari komplikasi pada penyakit ginjal kronis meningkat sesuai dengan
stadium penyakit tersebut. Menurut data National Health and Nutrition and
Examination Survey III, prevalensi komplikasi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis stadium 1 adalah 0.28, dan akan meningkat hingga rata-rata sekitar 1.71
pada stadium 436. Anemia normokromik normositik biasanya menemani
progresifitas penyakit ginjal kronis, dan prevalensi anemia karena penyakit ginjal
kronis adalah sekitar 50%. Anemia pada penyakit ginjal kronis meningkatkan
morbiditas dan mortalitas dari komplikasi kardiovaskular (angina, hipertofi
ventrikel kiri, dan perburukan gagal jantung), yang menyebabkan kemunduran
Universitas Tarumanagara 12
lebih jauh dari fungsi ginjal dan munculnya siklus ganas yang disebut
“cardiorenal anemia syndrome”37. Peneletian dengan gadolinium telah
mengidentifikasi dua tipe kardiomiopati utama pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis lanjutan. Abormalitas yang predominan adalah hipertrofi ventrikel kiri
dengan volume dan fungsi sistolik yang dipertahankan, yang diasosiasikan dengan
fibrosis miokard difus pada 15% pasien32.
Universitas Tarumanagara 14
2.2 Kerangka Teori
Gangguan Hematologik
Gangguan Dermatologik
Penyakit Kardiovaskular
Gangguan Neurologik
Penyakit Ginjal
Hiperurisemia
Kronis
Universitas Tarumanagara 15
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Universitas Tarumanagara 16
3.5 Estimasi Besar Sampel
Zα = 1,96 (α = 5%)
Zβ = 0,84 (β = 20%)
r = 0,5
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)
𝑛=[ ] +3
1+𝑟
0,5ln[1 − 𝑟]
(1,96 + 0,84)
𝑛= [ ] +3
1 + 0,5
0,5ln[ ]
1 − 0,5
(2,8) 2
𝑛= [ ] +3
0,5ln[3]
n = 28,9 ≈ 29
a. Kriteria Inklusi :
Data rekam medis pasein penyakit ginjal kronis usia ≥ 18
tahun
b. Kriteria eksklusi :
Penderita penyakit ginjal kronis tanpa pencatatan kadar
asam urat, kadar kreatinin, usia atau jenis kelamin
Universitas Tarumanagara 17
3.8 Variabel Penelitian
Universitas Tarumanagara 18
3.9.3 Asam urat
Alat ukur : menggunakan data kadar asam urat pada rekam medis
pasien penyakit ginjal kronis
3.9.4 Hiperurisemia
Hasil ukur : kadar asam urat normal ( 1.9-5.7 mg/dL pada wanita dan
2.5-7 mg/dL pada pria)
Universitas Tarumanagara 19
3.10 Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan data rekam medis pasien penderita penyakit ginjal kronis
untuk mengamati status penyakit ginjal dan kadar asam urat pasien tersebut
Dengan p < 0,05 sehingga data bermakna secara statistik . Jika nilai r >
0,8, menandakan bahwa korelasi antar data sangat kuat. Jika nilai 0,6 < r < 0,8,
menandakan bahwa korelasi antar data kuat. Jika nilai 0,4 < r < 0,6, menandakan
bahwa korelasi antar data sedang. Jika nilai 0,2 < r < 0,4, menandakan bahwa
korelasi antar data lemah. Jika nilai r < 0,2, menandakan bahwa korelasi antar
data sangat lemah.
Universitas Tarumanagara 20
3.13 Alur Penelitian
Ada
CKD-EPI eGFR
Normal Hiperurisemia
Universitas Tarumanagara 21
3.14 Jadwal Pelaksanaan
3.15 Anggaran
3.15.1 Sumber dana:
3.15.2 Rincian biaya penelitian:
i. Biaya fotokopi Rp 100.000,00
ii. Biaya Transportasi Rp 50.000,00
iii. Biaya akses rekam medis Rp 500.000,00
iv. Biaya dana kaji etik Rp 150.000,00 +
Universitas Tarumanagara 22
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Universitas Tarumanagara 23
4.1.2 Deskripsi Profil Laboratorium Sampel
Hasil profil laboratoris yang diperoleh dari pasien menunjukkan hampir seluruh
sampel memiliki tingkat kreatinin serum di atas normal. Kadar ureum pada darah
semua pasien juga di atas normal. Kadar hemoglobin pada pasien tergolong
rendah. Dan hampir seluruh hasil pemeriksaan kadar asam urat pasien berada di
atas batas normal, sesuai yang tertera pada table 4.2.
Hipertensi 10
Diabetes Mellitus 8
Coronoary artery disease 4
Pneumonia 9
Congestive Heart Failure 3
Anemia 8
TB 3
Universitas Tarumanagara 24
4.1.4 Deskripsi Jenis Tatalaksana Sampel
Ditemukan adanya beberapa jenis tatalaksana yang diberikan kepada pasien
penyakit ginjal kronis. Di antaranya meliputi antihipertensi oral, suplementasi
vitamin B9 dan B12, natrium bikarbonat, kalsium bikarbonat, dan allopurinol.
Beberapa sampel yaitu sebanyak 16 orang tidak hanya menerima tatalaksana
farmakologis, tetapi juga mendapat tatalaksana berupa cuci darah atau
hemodialisa.(Tabel 4.4)
Antihipertensi Oral
Bisoprolol 6
Amiodarone 1
Amlodipine 9
Captopril 6
Asam folat (B9) 18
Sianokobalamin (B12) 18
Natrium Bikarbonat 12
Kalsium Bikarbonat 12
Allopurinol 11
Hemodialisa 16
Universitas Tarumanagara 25
4.2 Analisis Data Bivariat
Data yang dianalisa berupa korelasi antara laju filtrasi glomerulus atau eGFR
dengan kadar asam urat darah pada pasien penyakit ginjal kronis.Distribusi data
yang diperoleh bersifat tidak normal, tetapi sebaran data tidak diubah menjadi
normal. Maka rumus yang digunakan untuk mengolah data adalah korelasi
spearman.
Dari hasil analisa data, diperoleh p value sebesar 0,067 dan koefisien r sebesar
-0.345. Hasil p value yang diperoleh >0,05 menandakan bahwa data tidak
bermakna secara statistic. Dan koefisien r sebesar -0,345 menandakan bahwa
korelasi antara kedua variabel bersifat lemah.
Universitas Tarumanagara 26
4.3 Subanalisis Data Bivariat
Hasil analisa korelasi eGFR dengan kadar asam urat darah dapat dibagi 2
berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil pengolahan normalitas data diperoleh bahwa
data korelasi untuk jenis kelamin laki-laki memiliki distribusi tidak normal,
sedangkan data korelasi untuk jenis kelamin perempuan memiliki distribusi data
normal.
Gambar 4.2 Korelasi kadar asam urat darah dengan eGFR sampel laki-laki
Dari hasil analisa, diperoleh p value sebesar 0.62 dan koefisien r sebesar -0,145.
Ini menunjukkan bahwa data korelasi eGFR dan kadar asam urat darah pasien
laki-laki tidak bermakna secara statistik dan memiliki kekuatan korelasi rendah.
Universitas Tarumanagara 27
Gambar 4.3 Korelasi kadar asam urat darah dengan eGFR sampel perempuan
Dari hasil analisa, diperoleh p value sebesar 0,13 dan koefisien r sebesar -0,409.
Ini menunjukkan bahwa data korelasi eGFR dan kadar asam urat darah pasien
perempuan tidak bermakna secara statistic tetapi memiliki kekuatan korelasi
sedang.
Universitas Tarumanagara 28
BAB 5
PEMBAHASAN
Rerata hasil pemeriksaan asam urat darah sampel adalah sebesar 8,99
mg/dL.Perhitungan rerata asam urat darah pada sampel laki-laki adalah 8,32
mg/dL dan rerata pada sampel perempuan adalah 9,73mg/dL. Penelitian oleh So
Kuwahata menggambarkan hasil yang berbeda, di mana rerata kadar asam urat
sampel laki-laki sebesar 6,7 mg/dL dan rerata sampel perempuan adalah 5,6
mg/dL54.Perbedaan ini disebabkan oleh jumlah sampel dan variable terkait, yaitu
tingkat eGFR dan kadar asam urat yang diambil untuk sampel penelitian oleh So
Kuwahata lebih bervariasi.
Universitas Tarumanagara 30
Penatalaksanaan terbanyak yang diterima oleh sampel adalah suplementasi asam
folat dan vitamin B12. Menurut penelitian oleh Johannes F. E. Mann, penggunaan
asam folat dan vitamin B12 dapat menurunkan kadar homosistein pada pasien
penyakit ginjal kronis untuk mencegah kerusakan endotel vaskular yang lebih
jauh sehingga menurunkan resiko terjadinya penyakit serebrovaskular57,58.
Penggunaan antihipertensi oral terbanyak yang diperoleh adalah amlodipin.
Menurut hasil penelitian Tsukasa Nakamura, amlodipin memiliki efek yang
menguntungkan bagi pasien penyakit ginjal kronis dengan menurunkan ekskresi
albumin dan tekanan darah59. Penggunaan natrium bikarbonat ditemukan pada 12
buah sampel, dan menurut hasil penelitian oleh Ashutosh Mahajan diperoleh
bahwa penggunaan natrium bikarbonat yang cukup lama dapat progresivitas
penyakit ginjal kronis dengan mempertahankan eGFR60.
Universitas Tarumanagara 31
adalah p value <0,001 dan r sebesar -0,25. Sedangkan hasil analisa untuk korelasi
sampel peremepuan adalah p value <0,0001 dan r sebesar -0,59. . Terlihat bahwa
besar p value pada hasil penelitian ini dan hasil penelitian oleh So Kuwahata
sangat berbeda karena menunjukkan p value yang bermakna. Ini disebabkan
karena besar p value yang didapatkan sangat bergantung pada jumlah sampel dan
kemungkinan jika penelitian ini mendapat jumlah sampel yang lebih banyak maka
hasil analisa mungkin bisa berubah menjadi bermakna secara statistik. Untuk
kekuatan korelasi dapat dilihat bahwa kekuatan korelasi untuk sampel laki-laki
dari kedua penelitian adalah rendah dan kekuatan korelasi untuk sampel permpuan
adalah sedang. Pada penelitian oleh So Kuwahata dikatakan bahwa memang kadar
asam urat yang tinggi semakin menurunkan eGFR dan semakin rendah eGFR
akan meningkatkan kadar asam urat darah dan hasil ini lebih terlihat pada pasien
perempuan dibanding pasien laki-laki53.
Universitas Tarumanagara 32
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari total 29 sampel pasien penyakit ginjal kronis di RSUPNCM periode 2010-
2014, dapat disimpulkan bahwa :
a) Adanya kecenderungan perbandingan terbalik antara laju filtrasi
glomerulus dengan kadar asam urat darah, tetapi korelasi antara laju
filtrasi glomerulus dan kadar asam urat darah tidak mencapai kemaknaan
secara statistik
b) Proporsi pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami hiperurisemia ada
sebanyak 89,66%
c) Rerata dari kadar asam urat darah pada pasien penyakti ginjal kronis pada
penelitian adalah 8,99(±3,23)
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka
beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah :
a) Bagi Pihak Rumah Sakit
i) Pasien penyakit ginjal kronis diharapkan dapat segera diperiksa kadar
asam urat datahnya untuk mencegah progresivitas penyakit dan
munculnya komorbiditas lain seperti penyakit kardiovaskular
b) Bagi Penelitian Selanjutnya
i) Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan jumlah sampel
yang lebih banyak dan bersifat lebih multisenter
Universitas Tarumanagara 33
DAFTAR PUSTAKA
11. Sherwood L. Fisiologi Manusia, 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012. p. 561-562
Universitas Tarumanagara 34
12. Hall EJ, Guyton CA. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, 13th ed.
Philadelphia: Saunders; 2015. p. 335-337
13. Bolton K, Coresh J, Culleton B, Harvey KS, Ikizler TA, Johnson CA, et al.
Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. KDOQI. 2002.
http://www2.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/toc.html
15. Johnson CA, Levey AS, Coresh J, Levin A, Lau J, Eknoyan G. Clinical Practice
Guidelines for Chronic Kidney Disease in Adults: Part I Definition, Disease
Stages, Evaluation, Treatment, and Risk Factors. American Academy Family
Physician. 2004; 70(5):869-76.
http://www.aafp.org/afp/2004/0901/p869.html#afp20040901p869-b7 (accessed 16
July 2015)
16. Eknoyan G, Lameire N, Eckardt KU, Kasiske BI, Wheeler DC. Kidney
International Supplements. KDIGO. 2013; 3(1):.
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD
_GL.pdf (accessed 17 July 2015)
18. National Kidney Disease Education Program. Evaluate Patients with CKD.
http://nkdep.nih.gov/identify-manage/evaluate-patients.shtml (accessed 21 July
2015)
Universitas Tarumanagara 35
21. Schwartz D. CKD-EPI eGFR. http://www.qxmd.com/calculate-
online/nephrology/ckd-epi-egfr (accessed 21 July 2015)
22. Levey AS, Stevens LA, Schmid CH, Zhang YL. A New Equation to Estimate
Glomerular Filtration Rate. Ann Intern Med. 2009; 150(9): 604-12.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2763564/
25. Lin J. Proteinuria. Jerry Yee, Gregory D Krol (eds). Chronic Kidney Disease
(CKD), 6 ed. Los Angeles: University of California; 2011. pp. 24-25
26. Naderi Amir SZ, Reilly RF. Primary Care Approach to Proteinuria. Journal of the
American Board of Family Medicine 2008; 21: 569-74
27. Baños-Laredo ME, Núñez Á CA, Cabiedes J. Urinary Sediment Analysis. Elsevier
2010; 6(5): 268-72.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2173574310700629?np=y
(accessed 26 July 2015)
28. Indian Society of Nephrology. Markers of Chronic Kidney Disease other than
Proteinuria. Indian Journal of Nephrology. 2005; 15(1): S 11.
http://medind.nic.in/iav/t05/s1/iavt05s1p10.pdf
29. Herget RS. Imaging techniques in the management of chronic kidney disease:
current developments and future perspectives. Semin Nephrol 2011; 31(1): 283-90.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21784277
31. Moe SM, Sprague SM. Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disease. Marteen
W Taal (ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9ed. Philadelphia: Elsevierl; 2012.
pp. 2035
Universitas Tarumanagara 36
33. Brugnara C, Eckardt KU. Hematologic Aspects of Kidney Disease. Marteen W Taal
(ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9 ed. Philadelphia: Elsevier, 2012. pp. 2081
34. Tamura MK. Neurologic Aspects of Chornic Kidney Disease. Marteen W Taal
(ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9 ed. Philadelphia: Elsevier, 2012. pp.
36. Murphpree DD, Thelen MS. Chronic Kidney Disease in Primary Care. J Am Board
Fam 2010; 23(4): 542-50. http://www.medscape.com/viewarticle/725635_6
37. Thomas R, Kanso A, Sedor JR. Chronic Kidney Disease and Its Complications.
Prim Care 2008; 35(2): 329-vii.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2474786/
38. Snively CS, Gutierrez C. Chronic Kidney Disease: Prevention and Treatment of
Common Complications. Am Fam Physician 2004; 70(10): 1921-1928.
http://www.aafp.org/afp/2004/1115/p1921.html
39. Nashar K, Fried LF. Hyperuricemia and the progression of chronic kidney disease:
is uric acid a marker or an independent risk factor?. Adv Chronic Kidney Dis 2012;
19(6): 386-91. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23089273
40. Ruilope LM, Garcia-Puig J. Hyperuricemia and renal function. Curr Hypertens
Rep 2001; 3(3): 197-202. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11353569
44. Jin Ming, Yang Fan, Yang Irene, Jun Luo Jin, Wang Hong, Xiao-Feng Yang. Uric
Acid, Hyperuricemia and Vascular Disease. Front Biosci 2012; 17(): 656-69.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3247913/
Universitas Tarumanagara 37
45. Mazzali M, Kanellis J, Lin Han, Yang Xia Yi, Qiang Chen, Hee Kang Duk, et al.
Hyperuricemia induces a primary renal arteriolopathy in rats by a blood pressure-
independent mechanism. American Journal of Physiology – Renal Physiology 2002;
282(6): 991-7. http://ajprenal.physiology.org/content/282/6/F991
46. Suwira K. Penyakit Ginjal Kronik. Siti Setiati, Idurs Alwi, Marcellus Simadibrata
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 6 ed. Jakarta : InternaPublishing; 2014. pp.
2159-65.
48 Zhu Yanya, Pandya JB, Choi K. Hyon. Prevalence of gout and hyperuricemia in
the US general population: The National Health and Nutrition Examination Survey
2007-2008. American College of Rheumatology 2011; 63(10): 3136-41.
49 R.M. Suyadi Tjekyan. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal
Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. MKS. 46 (4),
278.
51 Mcclellan MW, Flanders DW., Langston DR, Jurkovitz C, Presley R. Anemia and
Renal Insuffieciency Are Independent Risk Factors for Death among Patients with
Congestive Heart Failure Admitted to Community Hospitals: A Population-Based
Study. J Am Soc Nephrol 2002; 13():1928-36.
53 Bhagaskara, Liana Phey, Santoso B. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum
& Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode 1 Januari-31 Desember 2013. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan 2015; 2(2): 223-30.
Universitas Tarumanagara 38
Association with eGFR and ADMA. Journal of Atherosclerosis and Thrombosis
2010; 17(3): 259-69.
58 Friedman NA, Bostom GA, Selhub J, Levey SA, Rosenberg HI. The Kidney and
Homocysteine Metabolism. J Am Soc Nephrol 2001; 12(10): 2181-89.
60 Mahajan A, Simoni J, Sheather JS, Broglio RK, Rajab M.H., Wesson ED. Daily
oral sodium bicarbonate preserves glomerular filtration rate by slowing its decline
in early hypertensive nephropathy. Kidney International 2010; 78(): 303-9.
Universitas Tarumanagara 39
Lampiran
Lembar Borang
Nama :
Usia :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Kreatinin serum :
Ureum darah :
Tekanan darah :
Komorbiditas :
Medikasi :
Kadar Elektrolit :
Hb :
Hitung leukosit :
Albumiin :
Globulin :
HD :
Diagnosis Gout :
Universitas Tarumanagara 40
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NIM : 405130098
Riwayat Pendidikan :
Universitas Tarumanagara 41