Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis diartikan sebagai penurunan kecepatan filtrasi


glomerulus, meningkatnya ekskresi albumin urin, atau keduanya, dan
merupakan masalah kesehatan umum yang semakin banyak. Prevalensinya
diperkirakan sekitar 8-16% di seluruh dunia.1 Di Amerika Serikat, The
National Insitute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK)
melaporkan bahwa 1 dari 10 orang dewasa di AS memiliki penyakit ginjal
kronis yang merupakan penyakit penyebab kematian nomor 9 di AS.
Menurut NIDDK, insiden penyakit ginjal kronis pada orang usia 20-64
tahun di AS meningkat sedikit pada periode 2000-2008. Sedangkan
insiden penyakit ginjal kronis pada lansia (≥65 tahun) menigkat hingga 2
kali lipat pada periode yang sama. Prevalensi akan meningkat drastic
seiring usia (4% pada usia 29-39 tahun; 47% pada usia >70 tahun).
Prevalensi End stage renal disease (ESRD) pada orang kulit hitam 4 kali
lebih banyak dibanding kulit putih. Schold et al menemukan bahwa
resipien transplant ginjal berkulit hitam mengalami penolakan dan tingkat
kehilangan cangkokan lebih tinggi dibanding resipien berkulit putih,
khususnya pada pasien yang lebih muda.2

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013


menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis yaitu gagal ginjal
kronis sebanyak 0,2% dan batu ginjal sebanyak 0,6%. Prevalensi penyakit
ginjal kronis pada umur ≥15 tahun yang tertinggi ada pada daerah Aceh
dengan angka 0,4% untuk gagal ginjal kronis dan 0,9% untuk batu ginjal.
Sedangkan untuk prevalensi penyakit ginjal kronis di Jakarta sekitar 0,1%
untuk gagal ginjal kronis dan 0,5% untuk batu ginjal. Berdasarkan
wawancara yang didiagnosis dokter, gagal ginjal kronis meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44
tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun

Universitas Tarumanagara 1
(0,5%); tertinggi pada umur ≥75 tahun (0,6%). Untuk prevalensi laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada
masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan
wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3 persen.3
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, kadar serum asam urat
biasanya akan meningkat. Baru-baru ini, asam urat dibangkitkan sebagai
faktor risiko yang berkontribusi terhadap berkembangnya perjalanan
penyakit ginjal kronis. Meningkatnya asam urat serum pada tikus dapat
menginduksi hipertensi glomerulus dan penyakit ginjal karena
perkembangan arteriosklerosis, cedera glomerulus, dan fibrosis
tubuloinsterstisial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan
kadar asam urat darah dapat memperlambat perkembangan penyakit ginjal
pada subjek dengan penyakit ginjal kronis4. Meningkatnya asam urat bisa
menyebabkan penyakit ginjal baru atau mempercepat perjalanan penyakit
ginjal kronis.5
Penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab komorbiditas
dan mortalitas utama pada pasien dengan End-stage renal disease (ESRD).
Pasien dengan penyakit ginjal dianggap pada resiko tertinggi terhadap
penyakit kardiovaskular6. Pada pasien hemodialisis atau dialisis peritoneal,
prevalensi penyakit arteri koroner diperkirakan 40% dan prevalensi
hipertrofi ventrikel kiri diperkirakan 75%7. Dilaporkan bahwa
hyperuricemia juga merupakan faktor resiko bagi gagal jantung, terutama
jika kadar asam urat lebih dari 6 mg/dL. Meningkatnya urat serum
diasosiasikan secara signifikan dengan semua penyebab mortalitas, dengan
setiap peningkatan (mg/dl) 8.
Melihat masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap pasien penyakit ginjal kronis untuk mengetahui
masalah peningkatan kadar asam urat dengan penyakit ginjal kronis.

Universitas Tarumanagara 2
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Belum diketahui hubungan antara kadar asam urat dengan penyakit


ginjal kronis

1.2.2 Pertanyaan Masalah

1. Apakah ada korelasi antara menurunnya laju filtrasi glomerulus


dengan peningkatan kadar asam urat darah?

2. Berapa persen proporsi kejadian hiperurisemia pada penderita


penyakit ginjal kronis?

3. Berapa jumlah rerata kadar asam urat pada penderita penyakit


ginjal kronis?

1.3 Hipotesis Penelitian

Adanya korelasi antara menurunnya kecepatan filtrasi ginjal akibat penyakit


ginjal kronis dengan peningkatkan kadar asam urat darah

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sasaran yang hendak dicapai atas
suatu permasalahan yang diteliti. Berdasarkan permasalahan tersebut, makan
tujuan dari penelitian ini yaitu :

Universitas Tarumanagara 3
1.4.1 Umum

Menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien penyakit ginjal kronis &


menurunkan morbiditas hiperurisemia terhadap penyakit ginjal kronis

1.4.2 Khusus

1. Diketahuinya korelasi antara penyakit ginjal kronis dengan kadar


asam urat
2. Diketahuinya proporsi kejadian hiperurisemia pada penderita
penyakit ginjal kronis
3. Diketahuinya jumlah rerata kadar asam urat pada penderita
penyakit ginjal kronis

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan dan tingkat


kenaikkan kadar asam urat darah terhadap penyakit ginjal kronis

1.5.2 Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunkan sebagai masukan


penatalaksanaan dalam bentuk pencegahan timbulnya komplikasi atau
membantu terapi pasien penderita penyakit ginjal kronis

Universitas Tarumanagara 4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelusuran Literatur

2.1.1 Fisiologi Ginjal (Filtrasi)

Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi dari plasma bebas protein ke
dalam kapsul Bowman. Filtrat tersebut akan diubah saat melewati nefron melalui
tubulus reabsorpsi dan/atau tubulus sekresi9. Ketika darah melewati glomerulus
dengan tekanan tinggi, memaksa substansi melewati membran kapsuler endotelial
menuju nefron10. Membran ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu : dinding kapiler
glomerulus, membrane basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman11. Membran ini
bekerja sebagai saringan yang memperbolehkan substansi kecil difiltrasi menuju
nefron, sedangkan molekul besar seperti plasma protein tetap berada dalam
darah10, karena kapiler glomerulus sekitar 100 kali lebih permeabel terhadap air
dan kristaloid daripada kapiler otot9.

Meskipun membran basal terdiri dari kolagen dan serat saraf proteoglikan
yang memiliki celah yang besar, tetapi muatan negative elektron yang kuat
mencegah filtrasi protein plasma. Proses filtrasi disebabkan oleh adanya tekanan
hidrostatik yang ada pada kapiler glomerulus sebesar 60 mmHg, sedangkan
tekanan hidrostaik kapsula Bowman dan tekanan osmotik glomerulus menahan
terjadinya filtrasi12.

2.1.2 Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis merupakan kondisi umum yang berprevalensi lebih tinggi
pada pasien lansia2. Memperbaiki hasil pada pasien penyakit ginjal kronis
membutuhkan pendekatan mendunia yang terkoordinasi hingga pencegahan
munculnya komplikasi melalui mendefinisikan penyakit ini dan hasilnya,
memperkirakan prevalensi penyakit, mendeteksi stadium awal penyakit dan faktor

Universitas Tarumanagara 5
resiko yang mendahuluinya, serta deteksi dan tatalaksana bagi populasi yang
memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi13.

Tabel 2.1. Stadium Penyakit Ginjal Kronis Menurut NKF-KDOQI13

Stadium Deskripsi GFR (mL/min/1.73 m2)


Kerusakan ginjal dengan GFR
1 90
normal atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan penurunan
2 60-89
GFR ringan
3 Penurunan GFR sedang 30-59
4 Penurunan GFR berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 (dialsis)
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau GFR <60 mL/

2.1.2.1 Etiologi Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjla kronis merupakan hasil dari disfungsi renal yang cukup besar
seperti glomerulopati primer (glomerulosklerosis fokal dan glomerulonefritis
kresentik idiopatik) dan nefropati tubulointerstisial kronis (penyakit sistik).14
Beberapa faktor resiko penyakit ginjal kronis seperti :

Tabel 2.2. Faktor resiko penyakit ginjal kronis15

Tipe Definisi Contoh


Usia tua, ada anggota keluarga
Faktor yang
terkena penyakit ginjal kronis,
meningkatkan kerentanan
Faktor kerentanan pengurangan massa ginjal, LBBR,
terhadap penyakit ginjal
etnis atau status minoritas,
kronis
penghasilan dan pendidikan rendah
Faktor yang menginisiasi Diabetes mellitus, tekanan darah
Faktor inisiasi
penyakit ginjal kronis tinggi, penyakit autoimun, infeksi

Universitas Tarumanagara 6
secara langsung sistemik, infeksi saluran kemih,
batu ginjal, obstruksi saluran
kemih bawah, toksisitas obat
Faktor yang
menyebabkan
Proteinuria yang lebih tinggi,
memburuknya kerusakan
Faktor tekanan darah yang tinggi, kontrol
ginjal dan mempercepat
perkembangan glikemik indeks yang buruk pada
penurunan fungsi ginjal
pasien diabetes mellitus, merokok
setelah penyakit sudah
terjadi
Faktor yang Dosis dialisi yang rendah (Kt/V),*
Faktor stadium meningkatkan morbiditas akses vascular sementara, anemia,
akhir dan mortalitas pada gagal kadar albumin serum rendah,
keterlambatan dialisis
ginjal
*- pada Kt/V (nomenklatur yang diterima untuk dosis dialisis), “K” mewakili klirens urea, “t”
mewakili waktu, dan “V” mewakili volum distribusi urea

Tetapi banyak individu ditemukan memiliki penyakit ginjal kronis tidak


memiliki penyakit ginjal primer tetapi kerusakan ginjal karena diabeter mellitus,
penyakit vaskular, dan hipertensi16.

2.1.2.2 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronis

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama11. Patofisiologi penyakit ginjal kronis secara umum adalah seperti
berikut

Universitas Tarumanagara 7
Jumlah nefron

Hiperfiltrasi adaptif pd glomerulus

Filtrasi protein
dan
makromolekul

Tahap Awal

Permeabilitas
glomerulus Hipertensi

Inflmasi/Remodelling Nefrotoksik

Fibrosis tubulointerstisial dan FSGS derajat 2

Komplikasi
Sistemik
Tahap Akhir

Gambar 2.1. Patogenesis penyakit ginjal kronis


Sumber: http://www.pathophys.org/ckd/

2.1.2.3 Evaluasi Penyakit Ginjal Kronis

Evaluasi yang penting dilakukan di antaranya adalah menghitung tingkat GFR


dari konsentrasi kreatinin serum, rasio protein-ke-kreatinin pada sampel urin yang
tidak diukur waktunya untuk menilai kecepatan ekskresi protein, dan kegunaan
marker lainnya selain proteinuria13. Beberapa tes yang biasa dilakukan termasuk
juga hitung darah lengkap, basic metabolic panel, dan urinalisis, dengan kalkulasi
fungsi renal2. Skrining perlu dilakukan pada orang-orang yang memiliki resiko
penyakit ginjal kronis seperti orang-orang dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2,

Universitas Tarumanagara 8
hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan pasien dengan keluarga terkena penyakit
ginjal kronis. Keuntungan skrining penyakit ginjal kronis secara umum masih
tidak jelas18.

2.1.2.4 Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus

Laju filtrasi glomerulus menyediakan pengukuran yang sangat baik dari kapasitas
penyaringan ginjal. Laju filtrasi glomerulus yang rendah atau menurun merupakan
indeks yang baik untuk penyakit ginjal kronis13. Refrensi interval kreatinin serum
normal tidak selalu menunjukkan laju filtrasi normal. Karena kerusakan ginjal
ringan dan sedang tidak bisa disimpulkan dari serum kreatinin saja19. Laju filtrasi
glomerulus normal bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, dan ukuran
tubuh, serta akan berkurang seiring usia.

National Kidney Foundation merekomendasikan menggunakan CKD-EPI


creatinine equation untuk memperkirakan laju filtasi glomerulus20. Persamaan
CKD-EPI dikembangkan dalam usaha untuk membuat formula yang lebih tepat
dari formula MDRD, terutama saat laju filtrasi glomerulus >60 mL/min per
1.73m2. Para peneliti telah mengumpulkan data dari banyak penelitian untuk
mengembangkan dan mengesahkan persamaan ini21. Persamaan CKD-EPI
kreatinin adalah :

Scr Scr −1,209


141 x min( , 1) x max ( , 1) x 0,993Usia x 1.018(jika wanita)x 1.159 (hitam)
 
20

Variabel yang termasuk pada persamaan CKD-EPI untuk memperkirakan log


GFR adalah log kreatin serum [dimodelkan sebagai two-slope linear spline
dengan simpul yang spesifik pada seks yaitu pada 62 mol/L (0.7 mg/dL) pada
wanita dan 80 mol/L (0.9 mg/dL) pada pria], seks, ras, dan usia pada skala
natural, dibandingkan dengan log kreatinin serum tanpa spline, seks, ras, dan usia
pada skala log persamaan MDRD22. Untuk mengurangi variasi interlaboratori
dalam kalibrasi assay kreatinin dan membuat hasil eGFR yang lebih akurat, semua
pabrik besar telah mengkalibrasikan prosedur pengukuran kreatinin serum mereka
agar bisa dilacak ke IDMS (Isotope Dilution Mass Spectrometry), penggunaan

Universitas Tarumanagara 9
persamaan yang tak bisa dilacak IDMS dengan hasil yang telah dikalibrasi IDMS
akan menghasilkan eGFR yang tidak tepat19.

2.1.2.5 Penilaian Proteinuria

Proteinuria, juga disebut albuminuria atau urin albumin adalah sebuah


kondisi di mana urin mengandung kadar protein yang tidak normal23. Ekskresi
normal protein urin adalah < 150 mg/24 jam, dengan sebagian besar terdiri dari
protein tersekresi seperti protein Tamm-Horsfall. Ekskresi albumin sehari-hari
pada orang normal sekitar <30 mg24. Proteinuria persisten didefinisikan sebagai
dua atau lebih tes kuantitatif ekskresi protein positif, dipisahkan oleh paling
sedikit dua mingg25.

Merupakan hal yang penting untuk mempertimbangkan waktu


pengambilan specimen urin dan metode untuk mendeteksi protein urin. Ketika tes
skrining menjadi positif, pengumpulan urin dalam 24 jam untuk pengukuran
ekskresi protein sudah lama menjadi “gold standar” untuk evaluasi kuantitatif
proteinuria13. Pemeriksaan urine analysis for albumin-to-creatinine ratio (UACR)
merupakan tes skrining yang lebih sensitif dibanding urine analysis for protein-to-
creatinine (UPCR)26. Karena sebagian besar ekskresi protein pada penyakit
glomerular adalah albumin, tes spesifik untuk albumin telah dirancang seperti,
dipstick spesifik albumin dan UACR, diklasifikasikan sebagai normal (< 30mg/g),
mikroalbuminuria (30-300 mg/g), dan makroalbuminuria (>300mg/g)25.

2.1.2.6 Marker Penyakit Ginjal Kronis Lainnya

Selain pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria, hasil dari pemeriksaan
sedimentasi urin dan pencitraan organ, dapat member informasi tentang penyakit
ginjal kronis jenis lainnya, termasuk penyakit vaskular, tubuloinsterstisial, dan
sistik ginjal13.

Universitas Tarumanagara 10
2.1.2.7 Pemeriksaan Sedimentasi Urin

Analisis urin merupakan tes yang paling diminta di laboratorium klinik. Tes ini
termasuk pemeriksaan fisik, kimia, dan mikroskopik urin. Yang terakhir berfungsi
untuk mengobservasi sedimentasi urin dalam pencarian elemen pembentuknya
(sel terekskresi, leukosit, dll)27. Hasil tes sedimentasi urinalisis berdasarkan
etiologi seperti pada gambar 2.2.

2.1.2.8 Pencitraan Ginjal

Pencitraan memiliki kegunaan dalam hal urologis dan penyakit intrinsic ginjal28.
Menurut perkembangan terbaru dalam pencitraan molekuler mengindikasikan
bahwa jalur patofisiologi dari penyakit ginjal seperti apoptosis, koagulasi, fibrosis,
dan iskemia dapat divisualisasikan dalam tingkat jaringan29.Hydronephrosis
merupakan ciri-ciri pasien dengan obstruksi saluran kemih atau surutnya
vesikoureter. Adanya kista menggambarkan adanya manifestasi kista berlainan
multipel makroskopik atau pembesaran ginjal ekogenik bilateral28. Pemeriksaan
Ultrasound dengan Doppler pada pembuluh intrarenal biasanya dilakukan pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis dan hasil yang normal sering didapatkan.
Temuan B-mode tipikal pada penyakit ginjal kronis berat (terutama stadium 5)
adalah30 :

 Penurunan panjang ginjal


 Penurunan ketebalan korteks ginjal
 Peningkatan ekogenisitas korteks ginjal
 Piramid ginjal dan sinus asli tidak terlihat jelas
 Iregularitas marginal
 Kalsifikasi papiler
 Kista

Universitas Tarumanagara 11
2.1.2.9 Gejala Klinis Penyakit Ginjal Kronis

Data epidemiologik mengusulkan bahwa kadar fosfor di atas normal bisa


diasosiasikan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien penyakit
ginjal kronis31. Kenaikkan kadar fosfor hampir secara universal diobservasi pada
pasien penyakit ginjal kronis stadium 337. Penelitian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis stadium 4 atau 5 menunjukkan kerusakan fungsi endotel secara
konsisten dengan pendekatan invasive maupun non-invasif. Dengan turunnya laju
filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan resiko terhadap kekakuan arteri dan
penyakit struktural jantung32.

Penurunan massa eritrosit, atau anemia, merupakan salah satu akibat


paling signifikan dari penyakit ginjal kronis, disebabkan oleh peran sentral oleh
eritropoietin (EPO) dalam regulasi eritropoiesis. Anemia bisa bermanifestasi pada
stadium awal penyakit ginjal kronis, dan keparahan serta prevalensinya meningkat
seiring perjalanan penyakit33 . Menurut studi neuroimaging, pasien dengan
penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal stadium akhir memiliki resiko besar
terhadap penyakit serebrovaskular34. Manifestasi uremik pada pasien penyakit
ginjal kronis stadium 5 dipercaya merupakan gejala sekunder karena akumulasi
berbagai macam toksin2. Beberapa simptom penyakit ginjal kronis yang
dirasakan pasien pada stadium awal seperti kehilangan nafsu makan, kelelahan,
sakit kepala, mual, penurunan berat badan, pruritus, dan kulit kering. Simptom
awal seperti ini juga sama dengan simptom kebanyakan penyakit lainnya35.

2.1.2.10 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronis

Prevalensi dari komplikasi pada penyakit ginjal kronis meningkat sesuai dengan
stadium penyakit tersebut. Menurut data National Health and Nutrition and
Examination Survey III, prevalensi komplikasi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis stadium 1 adalah 0.28, dan akan meningkat hingga rata-rata sekitar 1.71
pada stadium 436. Anemia normokromik normositik biasanya menemani
progresifitas penyakit ginjal kronis, dan prevalensi anemia karena penyakit ginjal
kronis adalah sekitar 50%. Anemia pada penyakit ginjal kronis meningkatkan
morbiditas dan mortalitas dari komplikasi kardiovaskular (angina, hipertofi
ventrikel kiri, dan perburukan gagal jantung), yang menyebabkan kemunduran
Universitas Tarumanagara 12
lebih jauh dari fungsi ginjal dan munculnya siklus ganas yang disebut
“cardiorenal anemia syndrome”37. Peneletian dengan gadolinium telah
mengidentifikasi dua tipe kardiomiopati utama pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis lanjutan. Abormalitas yang predominan adalah hipertrofi ventrikel kiri
dengan volume dan fungsi sistolik yang dipertahankan, yang diasosiasikan dengan
fibrosis miokard difus pada 15% pasien32.

Gambar 2.2. Hasil tes sedimentasi urin berdasarkan etiologinya13

Dislipidemia merupakan komplikasi yang umum pada penyakit ginjal


kronis progresif. Kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki panel
lipid abnormal yang meningkatkan resiko aterogenesis38. Hiperurisemia dapat
terlihat ketika fungsi ginjal menurun39. Hiperurisemia bisa menjadi konsekuensi
dari turunnya kapasitas ginjal untuk mengekskresi asam urat40. Prevalensi
hiperurisemia dan gout meningkat seiring dengan menurunnya fungsi glomerulus
secara independen. Asosiasi ini besifat non-linear dan eGFR sebesar 60
Universitas Tarumanagara 13
ml/min/1.73 m2 merupakan batas ambang untuk peningkatan prevalensi gout
secara drastis41.

2.1.3 Asam Urat dan Penyakit Ginjal Kronis


Hiperurisemia bisa terjadi karena penurunan ekskresi, peningkatan produksi, atau
kombinasi kedua mekanisme. Etiologi hiperurisemia yang paling sering adalah
gagal ginjal, ketoasidosis atau kelebihan laktat dan penggunaan diuretik42. Pada
gagal ginjal kronis, kadar asam urat tidak akan meningkat hingga klirens kreatinin
menurun di bawah 20mL/min, kecuali adanya faktor lain yang berkontribusi. Hal
ini disebabkan karena adanya penurunan klirens urat karena asam organik yang
berkompetisi untuk sekresi di tubulus proksimal43.
Hiperurisemia dapat menjadi faktor resiko indeopenden untuk hipertensi
dan diasosiasikan secara positif dengan peningkatan insiden hipertensi pada orang
dewasa. Hiperurisemia dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
Studi meta-analisis secara kohort retrospektif belakangan ini menunjukkan bahwa
ada peningkatan mortalitas 12% dengan setiap 1 mg/dL peningkatan asam urat44.
Hiperurisemia meningkatkan ekspresi renin juxtaglomerular dan menurunkan
NOS-1 di macula densa, yang berfungsi menghasilkan NO yang memiliki peran
penting dalam modulasi tonus arteri aferen dan umpan balik tubuloglomerular.
Stimulasi renin dan inhibisi NOS-1 mengakibatkan peningkatan resistensi
vaskular ginjal dan reabsorpsi sodium tubulus proksimal yang menginduksi
peningkatan tekanan darah/hipertensi yang dapat menambah progresivitas
penyakit ginjal45.

Universitas Tarumanagara 14
2.2 Kerangka Teori

Sindrom Metabolik Osteoporosis

Gangguan Hematologik

Hiperurisemia Penyakit Ginjal


Kronis

Gangguan Dermatologik
Penyakit Kardiovaskular
Gangguan Neurologik

2.3 Kerangka Konseptual

Penyakit Ginjal
Hiperurisemia
Kronis

Universitas Tarumanagara 15
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan


analytic cross-sectional

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit rekam medik Rumah Sakit Umum


Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2016

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian ini adalah pasien RSUPN-CM yang


menderita penyakit ginjal kronis

2. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien penyakit ginjal


kronis berusia ≥18 tahun yang berobat ke RSUPNCM selama tahun
2010-2014

3. Sampel penelitian ini adalah penyakit ginjal kronis berusia ≥18


tahun yang berobat ke RSUPN-CM selama tahun 2010-2014 yang
memenuhi kriteria inklusi

3.4 Cara Pemilihan Sampel

Cara pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive non-random sampling

Universitas Tarumanagara 16
3.5 Estimasi Besar Sampel

Zα = 1,96 (α = 5%)
Zβ = 0,84 (β = 20%)
r = 0,5
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)
𝑛=[ ] +3
1+𝑟
0,5ln[1 − 𝑟]

(1,96 + 0,84)
𝑛= [ ] +3
1 + 0,5
0,5ln[ ]
1 − 0,5

(2,8) 2
𝑛= [ ] +3
0,5ln[3]

n = 28,9 ≈ 29

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi :
Data rekam medis pasein penyakit ginjal kronis usia ≥ 18
tahun
b. Kriteria eksklusi :
Penderita penyakit ginjal kronis tanpa pencatatan kadar
asam urat, kadar kreatinin, usia atau jenis kelamin

3.7 Cara Kerja Penelitian

Peneliti mengunjungi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo


pada periode Januari 2016 dan meminta ijin untuk mengakses rekam medis. Bila
diijinkan, peneliti akan mulai mengumpulkan data dari rekam medis penderita
penyakit ginjal kronis

Universitas Tarumanagara 17
3.8 Variabel Penelitian

Variabel bebas : laju filtrasi glomerulus

Variabel tergantung : kadar asam urat darah

3.9 Definisi Operasional

3.9.1 Penyakit ginjal kronis

Definisi : suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,


mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
(GFR ≤ 60 ml/mn/1.73m2), dan pada umunya berakhir
dengan gagal ginjal.46

Cara ukur : melihat laju filtrasi glomerulus pasien penyakit ginjal


kronis

Alat ukur : staging penyakit ginjal kronis NKF-KDOQI

Hasil ukur : stadium penyakit ginjal kronis ( 1 sampai 5 )

Skala ukur : data numerik skala kategorik

3.9.2 Laju filtrasi glomerulus

Definisi : adalah tes terbaik untuk mengukur tingkat fungsional


ginjal dan menentukan stadium penyakit ginjal

Cara ukur : melihat rekam medis pasien penyakit ginjal kronis

Alat ukur : menggunakan rumus CKD-EPI eGFR47

Hasil ukur : penyakit ginjal kronis ( GFR ≤ 60 ml/mn/1.73m2)

Skala ukur : data numerik skala numerik

Universitas Tarumanagara 18
3.9.3 Asam urat

Definisi : produk akhir pemecahan dari katabolisme purin, dengan


kadar acuan di bawah 7 mg/dL (pria) dan di bawah 5.7
mg/dL (wanita)48

Cara ukur : melihat rekam medis penderita penyakit ginjal kronis

Alat ukur : menggunakan data kadar asam urat pada rekam medis
pasien penyakit ginjal kronis

Hasil ukur : kadar asam urat darah (mg/dL)

Skala ukur : data numerik skala numerik

3.9.4 Hiperurisemia

Definisi : kadar asam urat darah yang berlebihan, dengan jumlah


lebih dari 7 mg/dL (pria) dan 5.7 mg/dL (wanita)48

Cara ukur : melihat rekam medis penderita penyakit ginjal kronis

Alat ukur : menggunakan acuan standar kadar asam urat darah

Hasil ukur : kadar asam urat normal ( 1.9-5.7 mg/dL pada wanita dan
2.5-7 mg/dL pada pria)

Hiperurisemia ( > 5.7 mg/dL pada wanita dan > 7 mg/dL


pada pria)

Skala ukur : data numerik skala kategorik

Universitas Tarumanagara 19
3.10 Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan data rekam medis pasien penderita penyakit ginjal kronis
untuk mengamati status penyakit ginjal dan kadar asam urat pasien tersebut

3.11 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh satu orang peneliti. Dilakukan di Rumah


Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, peneliti akan meminta ijin
untuk mengakses rekam medis penderita penyakit ginjal kronis. Jika sudah
diijinkan, maka peneliti akan mengumpulkan data mengenai laju filtrasi
glomerulus dan kadar asam urat darah pasien tersebut

3.12 Analisis Data

Akan dilakukan uji Pearson’s coefficient correlation untuk


membandingkan besarnya kadar asam urat darah terhadap laju filtrasi
glomerulus bila data bersifat normal dan Spearman’s coefficient
correlation jika data bersifat tidak normal.

Dengan p < 0,05 sehingga data bermakna secara statistik . Jika nilai r > 
0,8, menandakan bahwa korelasi antar data sangat kuat. Jika nilai 0,6 < r < 0,8,
menandakan bahwa korelasi antar data kuat. Jika nilai 0,4 < r < 0,6, menandakan
bahwa korelasi antar data sedang. Jika nilai 0,2 < r < 0,4, menandakan bahwa
korelasi antar data lemah. Jika nilai r < 0,2, menandakan bahwa korelasi antar
data sangat lemah.

Universitas Tarumanagara 20
3.13 Alur Penelitian

Pasien Rumah Sakit Cipto


Mangunkusumo

Mencari rekam medis pasien


penderita penyakit ginjal
kronis

Adanya data pemeriksaan Tidak Tidak diikutsertakan dalam


kadar asam urat darah penelitian

Ada

Menghitung eGFR dan kadar


asam urat darah pasien Standard Kadar Asam Urat
Darah

CKD-EPI eGFR
Normal Hiperurisemia

Penurunan eGFR eGFR normal

Universitas Tarumanagara 21
3.14 Jadwal Pelaksanaan

Libur Libur Libur


S4 S5 S6
S4-S5 S5-S6 S6-S7
Pengumpulan ide proposal
Penulisan proposal
Verifikasi proposal
Kaji etik proposal uji klinis
Revisi proposal
Pengumpulan proposal
Perijinan lokasi penelitian
Pengambilan dan analisis data
Penulisan skripsi
Pengesahan skripsi

3.15 Anggaran
3.15.1 Sumber dana:
3.15.2 Rincian biaya penelitian:
i. Biaya fotokopi Rp 100.000,00
ii. Biaya Transportasi Rp 50.000,00
iii. Biaya akses rekam medis Rp 500.000,00
iv. Biaya dana kaji etik Rp 150.000,00 +

Universitas Tarumanagara 22
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Data Univariat


Dari hasil penelitian didapatkan 29 pasien dengan penyakit ginjal kronis di
RSUPNCM selama periode tahun 2010 sampai dengan 2014. Pada table 4.1
terlihat bahwa rerata usia pasien adalah 50 tahun, dengan kebanyakan berusia di
atas 50 tahun (55,2%). Jenis kelamin pasien terdiri dari 15 orang perempuan
(52%) dan 14 orang laki-laki (48%). Rerata dari eGFR sampel pasien adalah
16,15 ml/mn/1.73m2, dengan sebagian besar memiliki eGFR <15 ml/mn/1.73m2.
Dan dari data eGFR, maka didapatkan derajat penyakit ginjal kronis dari sampel,
dengan derajat 5 merupakan yang terbanyak.
4.1.1 Karakteristik Sampel
Berikut merupakan hasil karakteristik sampel yang didapatkan.
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel
Variabel Jumlah Persentase Mean(±SD) Median
(N=29) (%) (Min,Maks)
Usia 50,66(±13,49) 51(18,81)
Jenis Kelamin
Laki-laki 14 48
Perempuan 15 52
eGFR 16,15(±17,56) 7.4(2.7,60.5)
> 60 1 3,45
30-60 4 13,79
15-30 6 20,69
< 15 18 62,07
Derajat CKD
Stage 2 1 3,45
Stage 3 4 13,79
Stage 4 6 20,69
Stage 5 18 62,07

Universitas Tarumanagara 23
4.1.2 Deskripsi Profil Laboratorium Sampel
Hasil profil laboratoris yang diperoleh dari pasien menunjukkan hampir seluruh
sampel memiliki tingkat kreatinin serum di atas normal. Kadar ureum pada darah
semua pasien juga di atas normal. Kadar hemoglobin pada pasien tergolong
rendah. Dan hampir seluruh hasil pemeriksaan kadar asam urat pasien berada di
atas batas normal, sesuai yang tertera pada table 4.2.

Tabel 4.2 Profil Laboratoris Sampel


Variabel Jumlah Persentase Mean(±SD) Median
(N=29) (%) (Min,Maks)
Kreatinin Serum 7,16(±4,89) 6.9(1,18)
Urea Serum 126,79(±64,92) 126(28,243)
Asam Urat Darah 8,99(±3,23) 8.2(3.6,15.7)
Normal (<7mg/dL 3 10,34
jika L, <5.7mg/dL
jika P)48
Tinggi 26 89,66
Hb 9,21(±1,73) 9.6(5.5,12,3)

4.1.3 Deskripsi Penyakit Penyerta Sampel


Menurut hasil penelitian, ada beberapa jenis penyakit penyerta pada pasien
penyakit ginjal kronis. Penyakit-penyakit ini antara lain adalah diabtes mellitus,
hipertensi, coronary artery disease, pneumonia, congestive heart failure, TB paru,
dan anemia.
Tabel 4.3 Penyakit Peserta Sampel
Nama Penyakit Jumlah

Hipertensi 10
Diabetes Mellitus 8
Coronoary artery disease 4
Pneumonia 9
Congestive Heart Failure 3
Anemia 8
TB 3

Universitas Tarumanagara 24
4.1.4 Deskripsi Jenis Tatalaksana Sampel
Ditemukan adanya beberapa jenis tatalaksana yang diberikan kepada pasien
penyakit ginjal kronis. Di antaranya meliputi antihipertensi oral, suplementasi
vitamin B9 dan B12, natrium bikarbonat, kalsium bikarbonat, dan allopurinol.
Beberapa sampel yaitu sebanyak 16 orang tidak hanya menerima tatalaksana
farmakologis, tetapi juga mendapat tatalaksana berupa cuci darah atau
hemodialisa.(Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Jenis Penatalaksanaan Sampel


Jenis Tatalaksana Jumlah

Antihipertensi Oral
Bisoprolol 6
Amiodarone 1
Amlodipine 9
Captopril 6
Asam folat (B9) 18
Sianokobalamin (B12) 18
Natrium Bikarbonat 12
Kalsium Bikarbonat 12
Allopurinol 11
Hemodialisa 16

Universitas Tarumanagara 25
4.2 Analisis Data Bivariat
Data yang dianalisa berupa korelasi antara laju filtrasi glomerulus atau eGFR
dengan kadar asam urat darah pada pasien penyakit ginjal kronis.Distribusi data
yang diperoleh bersifat tidak normal, tetapi sebaran data tidak diubah menjadi
normal. Maka rumus yang digunakan untuk mengolah data adalah korelasi
spearman.

Gambar 4.1 Korelasi kadar asam urat darah dengan eGFR

Dari hasil analisa data, diperoleh p value sebesar 0,067 dan koefisien r sebesar
-0.345. Hasil p value yang diperoleh >0,05 menandakan bahwa data tidak
bermakna secara statistic. Dan koefisien r sebesar -0,345 menandakan bahwa
korelasi antara kedua variabel bersifat lemah.

Universitas Tarumanagara 26
4.3 Subanalisis Data Bivariat
Hasil analisa korelasi eGFR dengan kadar asam urat darah dapat dibagi 2
berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil pengolahan normalitas data diperoleh bahwa
data korelasi untuk jenis kelamin laki-laki memiliki distribusi tidak normal,
sedangkan data korelasi untuk jenis kelamin perempuan memiliki distribusi data
normal.

Gambar 4.2 Korelasi kadar asam urat darah dengan eGFR sampel laki-laki

Dari hasil analisa, diperoleh p value sebesar 0.62 dan koefisien r sebesar -0,145.
Ini menunjukkan bahwa data korelasi eGFR dan kadar asam urat darah pasien
laki-laki tidak bermakna secara statistik dan memiliki kekuatan korelasi rendah.

Universitas Tarumanagara 27
Gambar 4.3 Korelasi kadar asam urat darah dengan eGFR sampel perempuan

Dari hasil analisa, diperoleh p value sebesar 0,13 dan koefisien r sebesar -0,409.
Ini menunjukkan bahwa data korelasi eGFR dan kadar asam urat darah pasien
perempuan tidak bermakna secara statistic tetapi memiliki kekuatan korelasi
sedang.

Universitas Tarumanagara 28
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Analisa Data Univariat


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pasien
penderita penyakit ginjal kronis lebih banyak merupakan perempuan yaitu
sebanyak 15 orang dan laki-laki sebanyak 14 orang. Rerata dari usia sampel
pasien penyakit ginjal kronis yang didapat adalah 51 tahun. Karakteristik sampel
penelitian ini serupa dengan karakteristik sampel pada penelitian oleh R.M
Suryadi Tjekyan tahun 2012, dengan rerata usia pasien penyakit ginjal kronis
sebesar 52 tahun dan dengan persentase pasien perempuan lebih besar daripada
laki-laki49.

Hasil pengukuran eGFR dan penggolongan stadium penyakit ginjal kronis


yang didapat adalah sebagian besar pasien mengalami penyakit ginjal kronis
stadium 5 dengan eGFR < 15 ml/mn/1.73m2 sebanyak 62%. Menurut 7th Report of
Indonesian Renal Registry, sebanyak 84% pasien penyakit ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa berada pada stadium 5 atau end-stage renal disease50.
Meskipun sampel dengan end-stage renal disease pada penelitian ini memiliki
persentase terbesar, tetapi jumlah persentase yang ada lebih kecil. Hal ini
dikarenakan oleh perbedaan jumlah sampel yang cukup jauh, sehingga data yang
dapat diambil juga lebih sedikit.

Rerata hasil pemeriksaan kreatinin serum sampel adalah sebesar 7,16


mg/dL. Hasil rerata kreatinin serum sebesar 7,16 mg/dL cukup jauh perbedaanya
dengan hasil rerata kretinin serum dari penelitian oleh William M. Mccellan yang
hanya sebesar 1,46 mg/dL51. Perbedaan hasil pengukuran serum kreatinin bisa
disebabkan oleh perbedaan metode di laboratorium yang digunakan. Pada metode
Jaffe colorimetric assay, kadar glukosa, fruktosa, piruvat, asetoasetat, asam urat,
asam askorbat, dan protein plasma dapat menghasilkan hasil positif palsu52.
Rerata hasil pemeriksaan ureum serum sampel adalah sebesar 126,79 mg/dL.
Hasil yang berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bhagaskara
Universitas Tarumanagara 29
tahun 2013, dengan rerata ureum serum pasien penyakit ginjal kronis sebesar
163,26 mg/dL. Perbedaan kadar uerum serum ini bisa diebabkan beberapa faktor
seperti besar eGFR sampel, adanya gagal jantung kongestif, dan pamakaian
diuretik52,53.

Rerata hasil pemeriksaan asam urat darah sampel adalah sebesar 8,99
mg/dL.Perhitungan rerata asam urat darah pada sampel laki-laki adalah 8,32
mg/dL dan rerata pada sampel perempuan adalah 9,73mg/dL. Penelitian oleh So
Kuwahata menggambarkan hasil yang berbeda, di mana rerata kadar asam urat
sampel laki-laki sebesar 6,7 mg/dL dan rerata sampel perempuan adalah 5,6
mg/dL54.Perbedaan ini disebabkan oleh jumlah sampel dan variable terkait, yaitu
tingkat eGFR dan kadar asam urat yang diambil untuk sampel penelitian oleh So
Kuwahata lebih bervariasi.

Rerata hasil pemeriksaan hemoglobin sampel adalah sebesar 9,21mg/dL.


Penelitian yang dilakukan oleh Frederic O. Finklestein mengukur kadar
hemoglobin pada pasien penyakit ginjal kronis dengan hasil rerata hemoglobin
sebesar 12,2 mg/dL55. Adanya perbedaan rerata hemoglobin dikarenakan sampel
yang diambil oleh penelitian Frederic O. Finklestein memiliki lebih banyak pasien
dengan penyakit ginjal kronis stadium 3. Perbedaan ini juga bisa disebabkan oleh
faktor biologis seperti kadar EPO atau eritropoietin, kekurangan gizi terutama
mikronutrien yaitu asam folat, vitamin B12, dan juga besi yang akan hilang
banyak pada pasien yang menjalani hemodialisa56.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penyakit penyerta terbanyak


adalah hipertensi dan diabetes mellitus. Pada 7th Report of Indonesian Renal
Registry, tertulis bahwa kedua penyakit tersebut adalah penyakit penyerta
terbanyak pada pasien penyakit ginjal kronis. Jumlah penderita hipertensi adalah
yang tertinggi yaitu sebanyak 2822, disusul dengan diabetes mellitus sebanyak
138950. Perbedaan jumlah sampel pada penelitian ini dengan 7th Report of
Indoensian Registry dikarenakan jumlah sampel yang berbeda jauh.

Universitas Tarumanagara 30
Penatalaksanaan terbanyak yang diterima oleh sampel adalah suplementasi asam
folat dan vitamin B12. Menurut penelitian oleh Johannes F. E. Mann, penggunaan
asam folat dan vitamin B12 dapat menurunkan kadar homosistein pada pasien
penyakit ginjal kronis untuk mencegah kerusakan endotel vaskular yang lebih
jauh sehingga menurunkan resiko terjadinya penyakit serebrovaskular57,58.
Penggunaan antihipertensi oral terbanyak yang diperoleh adalah amlodipin.
Menurut hasil penelitian Tsukasa Nakamura, amlodipin memiliki efek yang
menguntungkan bagi pasien penyakit ginjal kronis dengan menurunkan ekskresi
albumin dan tekanan darah59. Penggunaan natrium bikarbonat ditemukan pada 12
buah sampel, dan menurut hasil penelitian oleh Ashutosh Mahajan diperoleh
bahwa penggunaan natrium bikarbonat yang cukup lama dapat progresivitas
penyakit ginjal kronis dengan mempertahankan eGFR60.

Dari hasil penelitian ditemukan adanya 11 buah sampel yang memakai


allopurinol. Pemakaian allopurinol menurut penelitian oleh Marion Goicoechea,
dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan dapat
menghambat progresivitas penyakit ginjal kronis dengan meningkatkan eGFR61.

Banyak sampel yang menerima tatalaksana hemodialisa adalah sebanyak


16 orang, dimana sebagian besar menjalani hemodialisa rutin. Jumlah pasien yang
menjalani hemodialisa hampir sama seperti dengan hasil dari 7th Report of
Indonesian Renal Registry yang menyebutkan bahwa dari tahun 2007-2014,
pasien yang menjalani hemodialisa sebanyak 95% menjalani pengobatan
hemodialisa rutin50.

5.2 Pembahasan Analisa Data Bivariat


Hasil analisa data bivariat berupa korelasi antara eGFR dengan kadar asam urat
darah menunjukkan korelasi yang rendah dan tidak berarti secara statistic. Tetapi
penelitian oleh So Kuwahata di Universitas Kagoshima menunjukkan korelasi
yang lebih kuat antara penurunan eGFR dan kadar asam urat. Penelitian ini
membagi analisa menjadi dua data yaitu korelasi eGFR dengan kadar asam urat
darah sampel lelaki dan perempuan. Hasil analisa untuk korelasi sampel laki-laki

Universitas Tarumanagara 31
adalah p value <0,001 dan r sebesar -0,25. Sedangkan hasil analisa untuk korelasi
sampel peremepuan adalah p value <0,0001 dan r sebesar -0,59. . Terlihat bahwa
besar p value pada hasil penelitian ini dan hasil penelitian oleh So Kuwahata
sangat berbeda karena menunjukkan p value yang bermakna. Ini disebabkan
karena besar p value yang didapatkan sangat bergantung pada jumlah sampel dan
kemungkinan jika penelitian ini mendapat jumlah sampel yang lebih banyak maka
hasil analisa mungkin bisa berubah menjadi bermakna secara statistik. Untuk
kekuatan korelasi dapat dilihat bahwa kekuatan korelasi untuk sampel laki-laki
dari kedua penelitian adalah rendah dan kekuatan korelasi untuk sampel permpuan
adalah sedang. Pada penelitian oleh So Kuwahata dikatakan bahwa memang kadar
asam urat yang tinggi semakin menurunkan eGFR dan semakin rendah eGFR
akan meningkatkan kadar asam urat darah dan hasil ini lebih terlihat pada pasien
perempuan dibanding pasien laki-laki53.

5.3 Keterbatasan Penelitian


5.3.1 Bias Informasi
Kemungkinan adanya kesalahan dari pencatatan data ke rekam medis
atau kesalahan pada pemeriksaan fisik maupun laboratorium terhadap
sampel
5.3.2 Bias Confounding
Terdapat bias dari faktor-faktor lain seperti :
a) Komorbiditas penyakit lainnya
b) Latar belakang pasien menyangkut faktor resiko terhadap
penyakit lain
c) Pengobatan lain yang bisa mempengaruhi hasil laboratorium
dan diagnosis penyakit

Universitas Tarumanagara 32
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari total 29 sampel pasien penyakit ginjal kronis di RSUPNCM periode 2010-
2014, dapat disimpulkan bahwa :
a) Adanya kecenderungan perbandingan terbalik antara laju filtrasi
glomerulus dengan kadar asam urat darah, tetapi korelasi antara laju
filtrasi glomerulus dan kadar asam urat darah tidak mencapai kemaknaan
secara statistik
b) Proporsi pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami hiperurisemia ada
sebanyak 89,66%
c) Rerata dari kadar asam urat darah pada pasien penyakti ginjal kronis pada
penelitian adalah 8,99(±3,23)
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka
beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah :
a) Bagi Pihak Rumah Sakit
i) Pasien penyakit ginjal kronis diharapkan dapat segera diperiksa kadar
asam urat datahnya untuk mencegah progresivitas penyakit dan
munculnya komorbiditas lain seperti penyakit kardiovaskular
b) Bagi Penelitian Selanjutnya
i) Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan jumlah sampel
yang lebih banyak dan bersifat lebih multisenter

Universitas Tarumanagara 33
DAFTAR PUSTAKA

1. Jha V, Garcia-Garcia G, Iseki K, Li Z, Naicker S, Plattner B, et al. Chronic kidney


disease : global dimension and perspectives. Lancet 2013; 382(9888):
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23727169
2. Pradeep A. Chronic Kidney Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
3. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013 (): x, 94, 95
4. Johnson RJ, Nakagawa T, Jalal D, Sanchez-Lozada LG, Kang DH, Ritz E. Uric
acid and chronic kidney disease: which is chasing which?. Nephrol Dial
Transplant 2013; 28(9): 2221-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23543594

5. Rajesh M, Richard J. J. Uric-Acid Levels Increase Risk for New-Onset Kidney


Disease. JASN 2008; 19(12): 2251-3.
http://jasn.asnjournals.org/content/19/12/2251.full
6. Levin A. Clinical epidemiology of cardiovascular disease in chronic kidney
disease prior to dialysis. Semin Dial 2003; 16(2): 101-5.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12641872

7. Foley RN, Parfrey PS, Sarnak MJ. Epidemiolgy of cardiovascular disease in


chronic renal disease. Journal of American Society of Nephrology 1998; 9(12):
S16-23. http://europepmc.org/abstract/med/11443763

8. Krishnan E. Hyperuricemia and Incident Heart Failure. Circulation: Heart Failure


2009;2: 556-562. http://circheartfailure.ahajournals.org/content/2/6/556.full

9. Mark GR. RENAL PHYSIOLOGY. Quantitative Physiology: Organ Transport


Systems 2004; (): 9-10. http://ocw.mit.edu/courses/health-sciences-and-
technology/hst-542j-quantitative-physiology-organ-transport-systems-spring-
2004/readings/renal_physiology.pdfV

10. Rofle V. RLO: The Physiology of Kidneys.


http://www.nottingham.ac.uk/nmp/sonet/rlos/bioproc/kidneyphysiology/

11. Sherwood L. Fisiologi Manusia, 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012. p. 561-562

Universitas Tarumanagara 34
12. Hall EJ, Guyton CA. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, 13th ed.
Philadelphia: Saunders; 2015. p. 335-337

13. Bolton K, Coresh J, Culleton B, Harvey KS, Ikizler TA, Johnson CA, et al.
Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. KDOQI. 2002.
http://www2.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/toc.html

14. McMillian JI. Chronic Kidney Disease (Chronic Renal Failure).


http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-disorders/chronic-
kidney-disease/chronic-kidney-disease (accessed 17 July 2015)

15. Johnson CA, Levey AS, Coresh J, Levin A, Lau J, Eknoyan G. Clinical Practice
Guidelines for Chronic Kidney Disease in Adults: Part I Definition, Disease
Stages, Evaluation, Treatment, and Risk Factors. American Academy Family
Physician. 2004; 70(5):869-76.
http://www.aafp.org/afp/2004/0901/p869.html#afp20040901p869-b7 (accessed 16
July 2015)

16. Eknoyan G, Lameire N, Eckardt KU, Kasiske BI, Wheeler DC. Kidney
International Supplements. KDIGO. 2013; 3(1):.
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD
_GL.pdf (accessed 17 July 2015)

17. Chaundhry S. Chronic Kidney Disease (CKD).


http://www.pathophys.org/ckd/#Definition (accessed 21 July 2015)

18. National Kidney Disease Education Program. Evaluate Patients with CKD.
http://nkdep.nih.gov/identify-manage/evaluate-patients.shtml (accessed 21 July
2015)

19. National Kidney Disease Education Program. Estimating GFR.


http://nkdep.nih.gov/lab-evaluation/gfr/estimating.shtml (accessed 21 July 2015)

20. Fadem SZ, Rosenthal B. Calculators for Healthcare Professionals.


http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/gfr_calculator (accessed 21 July
2015)

Universitas Tarumanagara 35
21. Schwartz D. CKD-EPI eGFR. http://www.qxmd.com/calculate-
online/nephrology/ckd-epi-egfr (accessed 21 July 2015)

22. Levey AS, Stevens LA, Schmid CH, Zhang YL. A New Equation to Estimate
Glomerular Filtration Rate. Ann Intern Med. 2009; 150(9): 604-12.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2763564/

23. Hebert LA, Charleston J, Miller E. Proteinuria. http://www.niddk.nih.gov/health-


information/health-topics/kidney-disease/proteinuria/Pages/facts.aspx

24. Lerma EV. Proteinuria. http://emedicine.medscape.com/article/238158-overview

25. Lin J. Proteinuria. Jerry Yee, Gregory D Krol (eds). Chronic Kidney Disease
(CKD), 6 ed. Los Angeles: University of California; 2011. pp. 24-25

26. Naderi Amir SZ, Reilly RF. Primary Care Approach to Proteinuria. Journal of the
American Board of Family Medicine 2008; 21: 569-74

27. Baños-Laredo ME, Núñez Á CA, Cabiedes J. Urinary Sediment Analysis. Elsevier
2010; 6(5): 268-72.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2173574310700629?np=y
(accessed 26 July 2015)

28. Indian Society of Nephrology. Markers of Chronic Kidney Disease other than
Proteinuria. Indian Journal of Nephrology. 2005; 15(1): S 11.
http://medind.nic.in/iav/t05/s1/iavt05s1p10.pdf

29. Herget RS. Imaging techniques in the management of chronic kidney disease:
current developments and future perspectives. Semin Nephrol 2011; 31(1): 283-90.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21784277

30. Morgan MA, Muzio BD. Chronic Kidney Disease.


http://radiopaedia.org/articles/chronic-kidney-disease

31. Moe SM, Sprague SM. Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disease. Marteen
W Taal (ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9ed. Philadelphia: Elsevierl; 2012.
pp. 2035

32. Wheeler CD, Haynes R, Landray JM, Baigent C. Cardiovascular Aspects of


Kidney Disease. Marteen W Taal (ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9 ed.
Philadelphia: Elsevier, 2012. pp. 2062

Universitas Tarumanagara 36
33. Brugnara C, Eckardt KU. Hematologic Aspects of Kidney Disease. Marteen W Taal
(ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9 ed. Philadelphia: Elsevier, 2012. pp. 2081

34. Tamura MK. Neurologic Aspects of Chornic Kidney Disease. Marteen W Taal
(ed). Brenner & Rector’s The Kidney, 9 ed. Philadelphia: Elsevier, 2012. pp.

35. Miller S. Chronic Kidney Disease.


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm

36. Murphpree DD, Thelen MS. Chronic Kidney Disease in Primary Care. J Am Board
Fam 2010; 23(4): 542-50. http://www.medscape.com/viewarticle/725635_6

37. Thomas R, Kanso A, Sedor JR. Chronic Kidney Disease and Its Complications.
Prim Care 2008; 35(2): 329-vii.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2474786/

38. Snively CS, Gutierrez C. Chronic Kidney Disease: Prevention and Treatment of
Common Complications. Am Fam Physician 2004; 70(10): 1921-1928.
http://www.aafp.org/afp/2004/1115/p1921.html

39. Nashar K, Fried LF. Hyperuricemia and the progression of chronic kidney disease:
is uric acid a marker or an independent risk factor?. Adv Chronic Kidney Dis 2012;
19(6): 386-91. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23089273

40. Ruilope LM, Garcia-Puig J. Hyperuricemia and renal function. Curr Hypertens
Rep 2001; 3(3): 197-202. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11353569

41. Krishnan E. Reduced Glomerular Function and Prevalence of Gout: NHANES


2009-10. PLOS ONE 2012; 10(3):.
http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0050046

42. Bendersky G. Etiology of Hyperuricemia. Annals of Clinical and Laboratory


Science 1975; 5(6): 456. http://www.annclinlabsci.org/content/5/6/456.full.pdf

43. Qazi Y. Hyperuricemia Clinical Presentation.


http://emedicine.medscape.com/article/241767-clinical#b5

44. Jin Ming, Yang Fan, Yang Irene, Jun Luo Jin, Wang Hong, Xiao-Feng Yang. Uric
Acid, Hyperuricemia and Vascular Disease. Front Biosci 2012; 17(): 656-69.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3247913/

Universitas Tarumanagara 37
45. Mazzali M, Kanellis J, Lin Han, Yang Xia Yi, Qiang Chen, Hee Kang Duk, et al.
Hyperuricemia induces a primary renal arteriolopathy in rats by a blood pressure-
independent mechanism. American Journal of Physiology – Renal Physiology 2002;
282(6): 991-7. http://ajprenal.physiology.org/content/282/6/F991

46. Suwira K. Penyakit Ginjal Kronik. Siti Setiati, Idurs Alwi, Marcellus Simadibrata
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 6 ed. Jakarta : InternaPublishing; 2014. pp.
2159-65.

47. Schwartz D. CKD-EPI eGFR. http://www.qxmd.com/calculate-


online/nephrology/ckd-epi-egfr

48 Zhu Yanya, Pandya JB, Choi K. Hyon. Prevalence of gout and hyperuricemia in
the US general population: The National Health and Nutrition Examination Survey
2007-2008. American College of Rheumatology 2011; 63(10): 3136-41.

49 R.M. Suyadi Tjekyan. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal
Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. MKS. 46 (4),
278.

50 Perkempulan Nefrologi Indoensia. 7th Report of Indonesian Renal Registry 2014.

51 Mcclellan MW, Flanders DW., Langston DR, Jurkovitz C, Presley R. Anemia and
Renal Insuffieciency Are Independent Risk Factors for Death among Patients with
Congestive Heart Failure Admitted to Community Hospitals: A Population-Based
Study. J Am Soc Nephrol 2002; 13():1928-36.

52 Israni KA, Kasiske LB. Laboratory Assessment of Kidney Disease: Glomerular


Filtration Rate, Urinalysis, and Proteinuria. Marteen W. Taal (ed). Brenner &
Rector’s The Kidney, 9 ed. Philadelphia: Elsevier, 2012. pp. 870-71.

53 Bhagaskara, Liana Phey, Santoso B. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum
& Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode 1 Januari-31 Desember 2013. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan 2015; 2(2): 223-30.

54 Kuwahata S, Hamasaki S, Ishida S, Kataoka T, Yoshikawa A, Orihara K, et al.


Effect of Uric Acid on Coronary Microvascular Endothelial Function in Women:

Universitas Tarumanagara 38
Association with eGFR and ADMA. Journal of Atherosclerosis and Thrombosis
2010; 17(3): 259-69.

55 Finklestein OF, Story K, Firanek C, Mandelssohn D, Barre P, Takano T, et al.


Health-Related Quality of Life and Hemoglobin Levels in Chronic Kidney Disease
Patients. Clin J Am Soc Nephrol 2009; 4(): 33-38.

56 Babitt L. Jodie, Lin Y. Herbert. Mechanism of Anemia in CKD. Journal of the


American Society of Nephrology 2012; 23(10): 1631-34.

57 Mann F. E. Johannes, Sheridan P, McQueen JM, Held C, Arnold O. Malcolm J.,


Fodor G, et al. Homocysteine lowering with folic acid and B vitamins in people
with chronic kidney disease-results of the renal Hope-2 study. Nephrol Dial
Transplant 2008; 23(): 645-53.

58 Friedman NA, Bostom GA, Selhub J, Levey SA, Rosenberg HI. The Kidney and
Homocysteine Metabolism. J Am Soc Nephrol 2001; 12(10): 2181-89.

59 Tsukasa N, Teruo I, Tsukasa S, Yasuhiro K, Yoshihiko U, Koide H, et al.


Comparison of Renal and Vascular Protective Effects between Telmisartan and
Amlodipine in Hypertensive Patients with Chornic Kidney Disease with Mild
Renal Insuffieciency. Hypertens Res 2008; 31(): 841-50.

60 Mahajan A, Simoni J, Sheather JS, Broglio RK, Rajab M.H., Wesson ED. Daily
oral sodium bicarbonate preserves glomerular filtration rate by slowing its decline
in early hypertensive nephropathy. Kidney International 2010; 78(): 303-9.

61 Goicoechea M, Vinuesa de GS, Verdalles U, Ruiz-Caro C, Ampuero J, Rinco´n A,


et al. Effect of Allopurinol in Chronic Kidney Disease Progression and
Cardiovascular Risk. Clinical Journal of the American Society of Nephrology
2010; 5(8): 1288-93.

Universitas Tarumanagara 39
Lampiran
Lembar Borang

Nama :

Usia :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Kreatinin serum :

Ureum darah :

Kadar asam urat :

Tekanan darah :

Komorbiditas :

Medikasi :

Kadar Elektrolit :

Hb :

Hitung leukosit :

Albumiin :

Globulin :

HD :

Diagnosis Gout :

Universitas Tarumanagara 40
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nicholas Hugo

NIM : 405130098

Alamat : Muara Karang

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Maret 1996

Riwayat Pendidikan :

1. TK-SD Bukit Mulia


2. SMP-SMA Permai

Universitas Tarumanagara 41

Anda mungkin juga menyukai