LATAR BELAKANG
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamaental berbeda dengan pneumonia
pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun,
6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Terdapat berbagai faktor
risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita
di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi
pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan
terhadap polusi udara.
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus
paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi
bergantung pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan
lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam
lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis
usus.
Hormat saya,
Penulis
I. IDENTITAS
Nama : An. AS
Umur : 3 bulan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 25-07-2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kebon kacang RT15/03
Agama : Islam
SukuBangsa : Jawa
Pendidikan : Belum sekolah
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Belum bekerja
Tanggal Masuk RS : 13 Desember 2017
NRM : 63-14-25
1. Keluhan Utama
Demam sejak 4 jam SMRS
jam hingga tiba di rumah sakit. Pasien sudah diberi obat penurun panas
dari puskesmas tetapi demam dirasakan tidak turun.
Pasien datang ke puskesmas terdekat untuk melakukan imunisasi Pentabio
pertama, tetapi saat datang pasien langsung dirujuk ke rumah sakit karena
didapatkan kontraindikasi pemberian vaksin dari pemeriksaan fisik berupa
ronkhi paru bilateral disertai demam tersebut.
Ibu pasien juga mengeluhkan adanya BAB cair sejak pulang dari rawat
inap. BAB cair keluar sebanyak 5-6 kali/24 jam. BAB berisi sedikit ampas
dengan bercampur air dan berwarna kekuningan. Keluhan BAB cair tidak
disertai dengan demam.
4. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat atopi terhadap suhu dingin di keluarga dari kedua orang
tua pasien.
6. Riwayat Imunisasi
0 bulan: Hepatitis B 0, Polio 1
1 bulan: BCG
2 bulan : Polio 2
Thorax:
Paru-paru:
Inspeksi: bentuk normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, jejas
(-), retraksi dinding dada (+) pada M. intercostalis dan M. scalenus
anterior
Palpasi: tidak teraba massa, krepitasi (-)
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis: biceps (+)/(+), triceps (+)/(+), patella (+)/(+), achiles
(+)/(+)
Refleks patologis: babinski (+)/(+), chaddock (-)/(-), schaeffer (-)/(-), Gordon
(-)/(-)
Meningeal sign: kaku kuduk (-), Brudzinsky I – IV (-)
Normotoni, normotropi
Kekuatan 5555/5555/5555/5555
N. cranialis I – XII dalam batas normal
Kesan: pemeriksaan neurologis dalam batas normal, refleks primitif normal
Natrium 142
Kalium 5
Chlorine 107↑
b. Rencana Diagnostik:
o Foto polos abdomen 3 posisi
o CT scan abdomen
o Pemeriksaan T3, fT4, dan TSH
c. Rencana Terapi Farmakologis
o Ceftazidine 3 x 150 mg (40mkDay x 3,75 kg q8h)
o PCT drop 3 x 0.4mL (11mkdose x 3,75 kg q8h)
o Zinc 1 x 10mg
o Euthyrox 1 x 17,5 kg (4,67mkdose x 3,75 kg)
f. Edukasi
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai pneumonia, perjalanan
penyakit, tatalaksana, pencegahan, dan komplikasinya
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai gejala hipotiroid congenital,
gejala, terapi, dan komplikasinya
- Menjelaskan tentang hernia umbilikalis, gejalanya, terapi farmakologis
dan non-farmakologis yang diperlukan, serta komplikasinya
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Malam
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis Pneumonia berat + suspek hipotiroid congenital +
hernia umbilikalis. Selama di RS mendapatkan tatalaksana berupa
Ceftazidine intravena, zinc tablet, paracetamol drop, dan levotiroksin.
Pasien mendapat obat pulang berupa cefixime, zinc, dan geebio. Pasien
diminta kontrol kembali tanggal 20/12/2017.
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumonia
I. Definisi
II. Epidemiologi
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamaental berbeda dengan pneumonia
pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun,
6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
perinatal dan gangguan klierens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi
benda asing atau disfungsi silier.
virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles virus
5 tahun-remaja Bakteri: Bakteri:
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza type
Mycoplasma B
pneumonia Legionella species
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus:
Adenovirus
Eipstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bacterial dan
pneumonia viral. Namun, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bacterial awitannya cepat, batuk produktif, leukositosis dan perubahan nyata pada
pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai
pada seluruh kasus.
V. Diagnosis
1. Anamnesis
Untuk anamnesis tergantung berat ringannya penyakit. Sebagian
besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)
g. Laju Endap Darah (LED), dan protein fase akut lainnya tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pada pasien ini, terjadi
peningkatan LED sebagai tanda infeksi.
VI. Klasifikasi
1. Berdasarkan lokasi lesi paru
a. Pneumonia lobaris, menyerang segmen luas pada satu lobus atau
lebih. Kesan rontgen thorax pada pasien ini menunjukan infeksi
yang luas pada satu lobus, yaitu lobus superior pulmo dextra.
b. Pneumonia interstitial, menyerang dinding alveolus dan jaringan
peribronkial serta lobular.
c. Bronkopneumonia, dimulai pada ujung bronkiolus dan mengenai
lobules terdekat.
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang di dapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia / CAP), seperti pada pasien ini.
b. Pneumonia yang di dapat dari rumah sakit (hospitalis based
pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri (Dapat disimpulkan bahwa pneumonia pada
pasien ini kemungkinan disebabkan infeksi bakteri dari hasil
pemeriksaan laboratorium yang ada)
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
utama penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(immunocompromised)
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal/bakterial
b. Pneumonia atipikal, disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella, dan
Clamydia.
Pneumonia
o Bila tidak ada sesak nafas
o Ada nafas cepat dengan laju nafas:
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak 1-5 tahun.
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
b. Bayi di bawah usia 2 bulan
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis
VII. Tatalaksana
1. Untuk bayi:
- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
- Frekuensi nafas >60 kali per menit
- Distress pernafasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum atau menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.
2. Untuk anak:
Saturasi oksigen <92%
Frekuensi nafas >50 kali permenit
Distress pernafasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak dapat merawat d rumah
Kriteria Pulang:
Pneumonia ringan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kortimoksasol. Kotrimoksasol (4 mg
TMP/kgBB/kali – 20 mg sulfametoksasol/kgBB/kali), 2 kali sehari selama 3 hari.
Pneumonia Berat
Bila asupan per oral kurang, dapat diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan. Pada distress
pernafasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari, dapat diganti
dengan NGT/intravena dengan perhitungan balans cairan yang ketat.
Pada anak usia <5 tahun, amoksisilin merupakan lini pertama (efektif
melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik dan murah). Alternatifnya meliputi ko-amoksiclav,
eritromisin, klaritomisin, atau azitromisin. Sedangkan pada anak usia ≥5 tahun,
lini pertamanya adalah golongan makrolid karena pada anak usia ≥5 tahun
pneumonia sering disebabkan oleh M. Pneumoniae. Pada pasien ini, antibiotik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 23
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)
VIII. Komplikasi
Hipotiroid Kongenital
I. Definisi
demikian hormon ini sangat penting peranannya pads ayi dan anak yang
sedang tumbuh 10
II. Epidemiologi
Angka kejadian hipotiroid kongenital bervariasi antar negara,
dipengaruhi oleh faktor etnis dan ras. Diseluruh dunia angka kejadian
hipotiroid kongenital 1:3000 dengan kejadian sangat tinggi didaerah
kurang iodium 1:300000. Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Berdasarkan data di unit endokrinologi dari
beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2010 ditemukan 595 kasus
hipotiroid kongenital. Di RSCM pada tahun 1992-2004 terdapat 93
kasus dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah 57:36
(61%:39%). Di RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa kejadian
hipotiroid kongenital tahun 2000-2014 dari 213.669 bayi baru lahir
yang di skrining hipotiroid kongenital, didapatkan hasil positif
sejumlah 85 bayi atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut
lebih tinggi dari rasio global yaitu 1:3000.
III. Etiologi
1. Hipotiroid primer
a. Disgenesis tiroid
b. Dishormogenesis tiroid
c. Resisten terhadap TSH
2. Hipotiroid sentral (Hipotiroid sekunder)
a. Defisiensi TSH
b. Defisiensi hormon Thyrotropin-releasing
c. Resistensi hormon Thyrotropin-releasing
d. Hipotiroid karena masalah yang berhubungan dengan glandula
pituitari
3. Hipotiroid Peripheral
a. Resisten terhadap hormon tiroid
b. Transpor hormon tiroid yang abnormal
4. Sindroma Hipotiroid
a. Sindrom pendred (hipotiroid-tuli-goiter)
b. Sindrom Bamforth-Lazarus (hipotiroid-pembelahan langit mulut-
rambut runcing)
c. Displasia ektodermal (hipohidrotik-hipotiroid-diskinesia silier)
d. Hipotiroid (dysmorphism-polidaktili postaksial-defisit intelektual)
e. Sindrom Kocher-Deber-Semilange (pseudohipertrofi otot-
hipotiroid)
f. Benign Chorea-hipotiroidism
g. Choreoathetosis (hipotiroid-distres napas neonatus)
h. Obesitas-colitis (Hipertiroid-hipertrofi cardia-perkembangan
terhambat)
5. Hipotiroid Transien kongenital
a. Intak Maternal dari obat anti tiroid
b. Antibodi yang membloking lewatnya reseptor TSH pada
transplasenta
c. Defisiensi iodine pada maternal dan neonatal
IV. Patofisiologi
untuk membuat hormon tiroid. Iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh
kita dari makanan termasuk garam beiodium. Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan
oleh suatu hormon lain yaitu TSH yang dibuat di kelenjar yang terletak di otak.
TSH mutlak diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid
berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung, perkembangan
susunan syaraf pusat (otak) dan produksi panas tubuh. Dengan demikian hormon
ini sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.12
1. Embriogenesis dari dasar kavitas oral primitif. Kelenjar tiroid akan turun
ke posisi definitifnya di anterior leher bawah di kartilago tiroid pada
trimester pertama. Kelenjar tiroid yang tidak sampai pada posisi
normalnya disebut sebagai ektopik, tetapi kelenjar ini masih mampu
berfungsi dan biasanya menjadi insufisiensi pada masa anak awal atau
pertengahan (lokasi di sublingual atau lingual). Pada usia minggu ke-7
kelenjar tiroid sudah terdiri dari dua lobus.
2. Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid mulai berfungsi pada trimester kedua.
TRH mulai terdapat di dalam neuron pada usia 4 minggu, sedangkan TSH
mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi
dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai atem. Pada usia 4 minggu, janin
mulai mensitesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8
minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8-10 minggu janin dapat
melakukan ambilan (trapping) yodium, pada usia 12 minggu dapat
memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai kadar dewasa pada usia 36 minggu. Pada usia 12 minggu, kadar
T3 juga terus meningkat namun tetap dibawah kadar dewasa. Produksi
TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi pada waktu yang
bersamaan.
pusat bodong (gambar 1) kulit kering dan burik, bayi mudah kedinginan, Tanpa
pengobatan gejala akan semakin tampak dengan bertambahnya usia; hambatan
tumbuh kembang makin nyata (gambar 2)
VI. Diagnosa
Skrining tiroid pada neonatus dilakukan sebelum keluar dari rumah
sakit, antara hari ke ke-2 dan ke-5 usia bayi. Spesimen yang diambil
sebelum 48 jam mungkin akan mengarah kepada positif palsu. Skrining
pada neonatus yang sakit parah atau yang setelah transfusi darah dapat
mengarah pada hasil negatif palsu.
Pada bayi yang kritis atau lahir kurang bulan, atau yang melahirkan
dirumah, sampel darah harus dikembalikan sebelum usia 7 hari. Sampel
darah kapiler disimpan pada temperatur ruangan dan dikirim ke
laboratorium.
konfirmasi diagnosa dapat diperiksa kadar T4 bebas atau kadar TBG yang
memberikan hasil kadar T4 bebas normal dan kadar TBG rendah
e. Seperti yang telah diterangkan diatas, interpretasi hasil skrining maupun
pemeriksaan lain agak sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
mengalami penyakit nontiroid. Pada bayi tersebut sering dijumpai kadar
T4 dan T3 rendah sedangkan TSH normal. Pada bayi prematur kadar T3
dan T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm setelah berusia 12 bulan,
atau bila penyakit nontiroidnya teratasi maka fungsi tiroidnya akan
kembali normal. Karena keadaan ini merupakan adaptasi fisiologis pada
bayi prematur maupun bayi aterm yang mendapat stres tertentu maka
keadaan ini tidak dapat dikatakan sebagai hipotiroid.
VII. Pentalaksanaan
putih. Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa di bawah ini karena
akan mengganggu penyerapan obat :
Hipoaktif
Edema (berat badan naik)
Obstipasi
Kulit kering teraba dingin, tidak berkeringat
Gelisah
Kulit panas, lembab, banyak keringat
Berat badan menurun
Sering buang air besar
Ileus Paralitik
Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 34
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)
Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic 18
III. Patofisiologi
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal. (7)
Iskemia Usus.
Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin18
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam
lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak
sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat
motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga
menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu
yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal
bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino. (7)
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi. 18
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.18
IV. Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua
prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil
24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. 19
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (
abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus
paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung,
tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya
menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan
adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan
adalah gambaran peritonitis.16
V. Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto
polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi
Pemeriksaan penunjang
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan
pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi
Pemeriksaan penunjang
VI. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan
nutrisi yang adekuat.16 Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.20
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu
dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan
elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa
obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi,
dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan.16 Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon
yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.20
1. Farmakologis
2. Operatif
Hernia Umbilikalis
I. Definisi
Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat jarang terjadi
inkarserasi. Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa
pembedahan setelah bayi berumur 2─3 tahun. Hernia yang tetap ada
sampai umur 5 tahun umumnya memerlukan tindakan bedah,
meskipun jarang ditemukan terjadinya komplikasi pada hernia
umbilikalis.23 Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena
defek fasia di daerah umbilikus dan manifestasinya terjadi setelah
lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang hanya dilalui tali
pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh dengan granulasi
dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.Waktu lahir banyak
bayi dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup
sempurna dan linea alba tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini
lebih sering ditemukan. Defek ini cukup besar untuk dilalui
peritoneum; bila tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit
akan menonjol dan berdekatan. Penampang defek kurang 1 cm, 95%
dapat sembuh spontan, bila defek lebih 1,5 cm jarang menutup
spontan. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutupspontan pada
umur 1─2 tahun.
III. Tatalaksana
IV. Komplikasi
Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi. Kalau terjadi,
kerusakan usus lebih cepat dibanding pada hernia inguinal karena
cincin umbilikus kurang elastis dibanding hernia inguinal. Reposisi
spontan seperti hernia inguinal tidak dianjurkan. Pada beberapa kasus
yang mengalami inkarserasi, dalam kantong terdapat usus tidak
mengalami nekrosis, hanya ada satu kasus dengan nekrosis omentum.24
DAFTAR PUSTAKA
12. Rustana Diet. Pentingnya Skrining Hipotiroid Pada Bayi. Jakarta: UKK
Endokrinologi IDAI. 26 April 2015.
13. Susanto R, Julia M. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara JR,
Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak.
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010. Hal. 205-21.
14. Najjar Samir S, Abobakr Abdullah M. The Thyroid. Textbook of Clinical
Pediatrics. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS. 2001
15. Prasetyowaty, Ridwan M. Hipotiroid Kongenital. Jurnal Kesehatan Metro
Sai Wawai Volume VIII No 2 Edisi Desember 2015 ISSN: 19779-469X
16. . Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. GawatAbdomen.
Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:Sjamsuhidajat, R. dan De
Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal:181-192.1.
17. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor:Vargas,
J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com . Last Updated, June 29, 2004. 1Excellence
NIfHaC. NICE: quality standard for food allergy. NICE Quality Standard
118. 2016. http://www.nice.org.uk/guidance/qs118
18. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit .Editor:
Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya,Caroline.
Jakarta: EGC, 1994.
19. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli,
D.,Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine.com .
LastUpdated: May 18, 2005.Celik-Bilgili S, Mehl A, Verstege A, et
al. The predictive value of specific immunoglobulin E levels in serum for
the outcome of oral food challenges. Clin Exp Allergy 2005;35:268–73.
20. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup,
V.:Gastrointestinal disease. In Oxford handbook of clinical
surgery Makalah Ilius Paralitik IKP REG IV B Kelompok 10 Editor by
McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London:Oxford University
Press, 2002. p: 214-296. Warner JO. Food allergy in fully breast-fed
infants. Clin Allergy 1980;10:133–6.
14 Desember 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (+), intake oral menurun, BAB cair
4x/24jam dengan ampas sedikit
o O: RR 55x/menit, regular
Suhu 37,1C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+), retraksi scalenus
anterior (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (+)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C
Pdx : HIV test dan tunggu hasil rontgen
15 Desemeber 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (+), intake oral membaik, BAB cair
2x/24jam dengan ampas sedikit
o O: RR 56x/menit, regular
Suhu 37,3°C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+), retraksi scalenus
anterior (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (-)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
CRP < 6
HIV (-)
Rontgen thorax : Pneumonia memburuk, dilatasi usus
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C
16 Desember 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (-), intake oral baik, BAB 1x/24 jam
konsistensi padat
o O: RR 51x/menit, regular
Suhu 36,2°C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (-)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C