Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

LATAR BELAKANG

Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamaental berbeda dengan pneumonia
pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun,
6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Terdapat berbagai faktor
risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita
di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi
pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan
terhadap polusi udara.

Hipertiroid kongenital adalah kelainan endokrin kongenital terbanyak pada anak


dan juga salah satu penyebab tersering retradasi mental yang dapat dicegah.
Setelah diagnosis dibuat dan terapi dimulai dalam beberapa minggu setelah lahir,
perkembangan neurologi selanjutnya seringkali normal. Dampak hipotiroid
kongenital pada anak yang sangat menyedihkan adalah mental terbelakang yang
tidak bisa dipulihkan. Dampak terhadap keluarga, beban ekonomi karena anak
hipotiroid kongenital harus mendapat pendidikan, pengasuhan dan pengawasan
khusus. Secara psikososial keluarga akan lebih rentan terhadap lingkungan sosial
karena rendah diri dan menjadi stigma dalam keluarga dan masyarakat.

Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen persis dipusat umbilikus,


berupa herniasi utuh yang hanya tertutup peritoneum dan kulit yang terdapat
waktu lahir. Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa
pembedahan setelah bayi berumur 2─3 tahun. Hernia yang tetap ada sampai umur
5 tahun umumnya memerlukan tindakan bedah, meskipun jarang ditemukan
terjadinya komplikasi pada hernia umbilikalis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus
paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi
bergantung pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan
lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam
lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis
usus.

Hormat saya,

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah SakitSumber Waras

I. IDENTITAS
Nama : An. AS
Umur : 3 bulan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 25-07-2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kebon kacang RT15/03
Agama : Islam
SukuBangsa : Jawa
Pendidikan : Belum sekolah
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Belum bekerja
Tanggal Masuk RS : 13 Desember 2017
NRM : 63-14-25

II. RIWAYAT MEDIS


Alloanamnesa (keterangan orang tua pasien): alloanamnesis terhadap ibu
pasien pada tanggal 14 November 2017 pukul 05. 55 WIB di bangsal anak RS
Sumber Waras.

1. Keluhan Utama
Demam sejak 4 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama berupa demam hingga
38°C mulai 4 jam SMRS. Suhu badan pasien dirasakan tinggi selama 4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

jam hingga tiba di rumah sakit. Pasien sudah diberi obat penurun panas
dari puskesmas tetapi demam dirasakan tidak turun.
Pasien datang ke puskesmas terdekat untuk melakukan imunisasi Pentabio
pertama, tetapi saat datang pasien langsung dirujuk ke rumah sakit karena
didapatkan kontraindikasi pemberian vaksin dari pemeriksaan fisik berupa
ronkhi paru bilateral disertai demam tersebut.
Ibu pasien juga mengeluhkan adanya BAB cair sejak pulang dari rawat
inap. BAB cair keluar sebanyak 5-6 kali/24 jam. BAB berisi sedikit ampas
dengan bercampur air dan berwarna kekuningan. Keluhan BAB cair tidak
disertai dengan demam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah dirawat tanggal 3/11/2017 dengan diagnosa utama berupa
pneumonia. Pasien dipulangkan setelah tanda-tanda vital pasien stabil dan
diputuskan untuk berobat jalan.
Ibu pasien mengeluhkan adanya BAB cair sejak 1 hari SMRS saat dirawat
tanggal 3/11/2017 sebanyak 4-5 kali/24 jam.

4. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat atopi terhadap suhu dingin di keluarga dari kedua orang
tua pasien.

5. Riwayat Perinatal (bila pasien anak):


Anak pertama, dilahirkan dengan SC atas indikasi epilepsi. Dengan BBL
2500 gram, dengan PBL 45 cm. Kontrol rutin selama kehamilan 1x/bulan,
mendapatkan vitamin dan obat penambah darah. Tidak ada masalah
selama persalinan. Tidak ada masalah pada bayi setelah dilahirkan.

6. Riwayat Imunisasi
0 bulan: Hepatitis B 0, Polio 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

1 bulan: BCG

2 bulan : Polio 2

Kesan: imunisasi dasar tidak lengkap

7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan (bila pasien anak)


Riwayat pertumbuhan:
BBL 2500 gram, PB 45 cm
BB: 3750 gram ; TB 54 cm
Riwayat perkembangan:
 Dengan KPSP usia 3 bulan : Jawaban ya ada 8
Kesan: riwayat pertumbuhan tidak seesuai dengan usia, riwayat
perkembangan sesuai dengan usia.
8. Riwayat Asupan Nutrisi
Pasien minum susu formula Lactogen sekarang
Pasien minum ASI hingga sekarang
Pasien pernah mengonsumsi susu SGM Ananda soya
Waktu Jenis Asupan Jumlah Kalori
Pagi-siang Susu formula + ~160mL 180 kkal
ASI
Siang-malam Susu formula + ~170mL 200 kkal
ASI
Malam-pagi Susu formula + ~155mL 170 kkal
ASI
Total 485mL 550 kkal

Kesan: secara kualitas kurang bervariasi, secara kuantitas mencukupi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum (14 November 2017, pukul 06.10 WIB)
 Keadaan umum : Tampak sesak
 Kesadaran : compos mentis (GCS=15)
 Skala nyeri Wong baker faces: 2
 Tanda vital :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

o Nadi : 118 kali/menit, reguler, isi cukup


o Frekuensi napas : 62 kali/menit, reguler
o Suhu : 37,7-38,1 oC
 Data antropometri : BB: 3750 kg; PB: 53 cm; BMI 12,86
kg/m2, BB ideal : 4 kg (plotting WHO: BB/U < -3 SD (severe
underweight), TB/U <-3 SD (severely stunted) , BB/TB 0-(-2) SD
(normal), BMI/U 0-(-2)SD (normal)status gizi waterlow : 93,75%

Kesan: Tanda-tanda vital dalam batas normal dan gizi buruk


Pemeriksaan Sistem
 Kepala: normocephali, rambut berwarna hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut, tidak teraba benjolan, tidak tampak kelainan pada kulit kepala,
tidak teraba massa, ubun-ubun cekung (-)
 Mata: pupil bulat, isokor, 2 mm/2 mm, reflex cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)/(-), konjungtiva hiperemis (-)/(-)
 Hidung: bentuk normal, deviasi (-), jejas (-), sekret (-)/(-), napas cuping
hidung (-)
 Telinga: bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-)/(-), fistel pre-aurikuler
(-)/(-), nyeri tekan (-)
 Mulut: sianosis (-), stomatitis (-), mukosa oral basah warna merah muda,
lidahnormal, coated tongue (-), atrofi papil lidah (-), gigi-geligi lengkap, tidak
ada karies, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, detritus (-)
 Leher: trakea di tengah, deviasi (-),pembesaran kelenjar getah bening a/r colli
(-)

Thorax:
Paru-paru:
 Inspeksi: bentuk normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, jejas
(-), retraksi dinding dada (+) pada M. intercostalis dan M. scalenus
anterior
 Palpasi: tidak teraba massa, krepitasi (-)
 Perkusi: sonor di kedua lapang paru

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

 Auskultasi: bronkovesikuler (+/+), ronkhi (+/+),wheezing (+)/(-)


Jantung:
 Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
 Palpasi: pulsasi ictus cordis teraba di ICS IV MCL sinistra
 Perkusi: Batas atas jantung di ics II PSLS
Batas kanan jantung di ics IV PSLD
Batas kiri jantung di ics IV MCLS
 Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
 Inspeksi: tampak membuncit, simetris, striae (-), sikatriks (-), massa (-),
pelebaran vena (-), jejas (-)
 Auskultasi: bising usus (+) meteorismus 18-22x/menit
 Perkusi: timpani di seluruh abdomen
 Palpasi: supel, defans muskular (-),nyeri tekan (-) di seluruh lapang
abdomen, massa (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
 Anus dan genitalia: anus (+), genitalia dalam batas normal
 Ekstremitas dan tulang belakang: akral hangat, edema (-), CRT <2s, sianosis
(-),tulang belakang normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
 Kulit: Turgor kulit baik, sianosis (-)petekie (-)
 KGB: Tidak ada pembesaran KGB
KESAN: Ditemukan takipneu, febris, retraksi dinding dada dan otot
pernafasan lain, ronki bilateral, wheezing sebelah kanan, perut tampak
membuncit, dan meteorismus pada seluruh lapang abdomen

Pemeriksaan Neurologis
 Refleks fisiologis: biceps (+)/(+), triceps (+)/(+), patella (+)/(+), achiles
(+)/(+)
 Refleks patologis: babinski (+)/(+), chaddock (-)/(-), schaeffer (-)/(-), Gordon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

(-)/(-)
 Meningeal sign: kaku kuduk (-), Brudzinsky I – IV (-)
 Normotoni, normotropi
 Kekuatan 5555/5555/5555/5555
 N. cranialis I – XII dalam batas normal
Kesan: pemeriksaan neurologis dalam batas normal, refleks primitif normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium (13/12-2017)

13/12-2017 Nilai Normal

Hemoglobin 9,5 11,8 – 15 g/dl

Hematokrit 27,7 36 – 46%

Eritrosit 3,96 4 – 5,2 juta/µL

Leukosit 16.800 4500 – 13.500/µL

Trombosit 524.000 150 – 440 /µL

Hitung jenis 0/0/1/32↓/64↑/3

LED 32↑ 0-10

Natrium 142

Kalium 5

Chlorine 107↑

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Calsium Ion 1,32

V. RESUME (Anamnesis, PF, Pemeriksaan Penunjang yang bermakna)


Telah diperiksa seorang anak laki-laki umur 3 bulan datang dengan
keluhan demam sejak 4 jam SMRS. Adanya keluhan lain yaitu BAB cair
sejak tanggal 02/12/2017 yaitu sebanyak 4-6 kali/24 jam. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya takipneu, febris, retraksi otot-otot
pernafasan, rhonki bilateral, wheezing pada paru kanan, perut tampak
membuncit, dan meteorismus. Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan
anemia, leukositosis, trombositosis, limfositosis, neutropenia, peningkatan
LED, dan hiperkloremia.

VI. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA


Daftar Masalah:
 Demam
 BAB cair 4-5 kali/24 jam
 Perut kembung dan meteorismus
 Ronkhi bilateral, takipneu, dan retraksi otot pernapasan
Diagnosa Kerja :
- Pneumonia berat
- Suspek Hipotiroid congenital
- Suspek Ileus
- Hernia umbilikali
VII. PENGKAJIAN
a. Clinical Reasoning
Pneumonia : Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkioulus terminalis yang mencakup bronkioulus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

- Hipotiroid kongenital : Hipotiroid kongenital (HK) adalah kekurangan


hormon tiroid pada bayi baru lahir. Ada dua hormon yang diproduksi
dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan
triiodothyronine (T3). Tiroksin (T4), merupakan hormon yang
diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok).
-
Ileus (Paralitik) : Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan
dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya. Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan
neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi
mekanik.
- Hernia umbilikalis : Hernia umbilikalis merupakan defek dinding
abdomen persis dipusat umbilikus, berupa herniasi utuh yang hanya
tertutup peritoneum dan kulit yang terdapat waktu lahir. Omentum dan
usus dapat mesuk ke dalam kantong hernia, khususnya bila bayi
menangis
- Diagnosis Banding:
o TBC paru
o Diare kronis
o Hipokalemia
o Omfalokel

b. Rencana Diagnostik:
o Foto polos abdomen 3 posisi
o CT scan abdomen
o Pemeriksaan T3, fT4, dan TSH
c. Rencana Terapi Farmakologis
o Ceftazidine 3 x 150 mg (40mkDay x 3,75 kg q8h)
o PCT drop 3 x 0.4mL (11mkdose x 3,75 kg q8h)
o Zinc 1 x 10mg
o Euthyrox 1 x 17,5 kg (4,67mkdose x 3,75 kg)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

d. Rencana Terapi Non-Farmakologis


o Kebutuhan cairan 375 mL/hari
 Oral 75mL/hari
 IVFD KDN1 300mL/hari
o Kebutuhan kalori : 520 kkal/hari
o Kebutuhan protein : 5 gram/hari
o Diet : Susu formula + ASI on demand
e. Rencana Evaluasi
 Observasi tanda-tanda vital @ 6 jam
 Observasi balans cairan @ 24 jam

f. Edukasi
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai pneumonia, perjalanan
penyakit, tatalaksana, pencegahan, dan komplikasinya
- Menjelaskan kepada orang tua mengenai gejala hipotiroid congenital,
gejala, terapi, dan komplikasinya
- Menjelaskan tentang hernia umbilikalis, gejalanya, terapi farmakologis
dan non-farmakologis yang diperlukan, serta komplikasinya

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : Ad Bonam
 Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
 Ad functionam : Dubia Ad Malam

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis Pneumonia berat + suspek hipotiroid congenital +
hernia umbilikalis. Selama di RS mendapatkan tatalaksana berupa
Ceftazidine intravena, zinc tablet, paracetamol drop, dan levotiroksin.
Pasien mendapat obat pulang berupa cefixime, zinc, dan geebio. Pasien
diminta kontrol kembali tanggal 20/12/2017.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia
I. Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkioulus terminalis yang mencakup bronkioulus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.

II. Epidemiologi

Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamaental berbeda dengan pneumonia
pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun,
6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.

Di RSU dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari


tahun ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004
dirawat sebanyak 231 pasien dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari
1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat
sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur 1-12 bulan sebanyak
337 orang.

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering


didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.
Insiden pucak pada umur 1-5 tahundan menurun dengan bertambahnya usia anak.
Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumonia dan
Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan
malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990,
pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di bawah 5
tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV (Respiratory Syncitial


Virus) didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim banyak terdapat
pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan.

III. Etiologi dan faktor risiko

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada


perbedaan dsn kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negative seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,


disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus
Parainfluenza.

Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan


pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan
laboratorium, biasanya tidak dapat menentukan etiologi.

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,


kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn,
paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan
faktor risiko untuk terjadinya pneumonia. Faktor predisposisi yang lain untuk
terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan anatomi kongenital (contoh fistula
trakeoesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun (pengguaan
sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun berkaitan penyakit
tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular, kontaminasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

perinatal dan gangguan klierens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi
benda asing atau disfungsi silier.

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia

Umur Penyebab Tersering Penyebab yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteria: Bakteria:
 Escherichia colli  An aerobic organism
 Group B Streptococcus  Group D Streptococcus
 Listeria monocytogenes  Haemophyllis influenza
 Streptococcus pneumonia
 Ureaplasma urealyticum
Virus:
 Cytomegalovirus
 Herpes Simplex virus
3minggu-3 Bakteri: Bakteri:
bulan  Clamydia trachomatis  Bordetella pertussis
 Streptococcus  Haemophillus influenza type
Pneumonia B and don typeable
Virus:  Moxarella catarrhalis
 Respiratory syncytial  Staphylococcus aureus
virus  Ureaplasma urelyticum
 Influenza virus Virus:
 Parainfluenza virus  Cytomegalovirus
1,2,3
 Adenovirus
4 bulan-5 tahun Bakteri: Bakteri:
 Streptococcus  Haemophillus influenza type
pneumonia B
 Clamydia pneumonia  Moxarella cattarhalis
 Mycoplasma  Neisseria meningitis
pneumoniae  Staphylococcus aureus
Virus: Virus:
 Respiratory syncytial  Varicella zoster virus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Adenovirus
 Measles virus
5 tahun-remaja Bakteri: Bakteri:
 Chlamydia pneumonia  Haemophillus influenza type
 Mycoplasma B
pneumonia  Legionella species
 Streptococcus  Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus:
 Adenovirus
 Eipstein barr virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Respiratory syncytial virus
 Varicella zoster virus

Pasien berusia 10 tahun, dari hasil laboratorium menunjukan adanya infeksi


bakteri sehingga pathogen-patogen yang mungkin menjadi penyebab paling sering
adalah Streptococcus pneumoniae.

IV. Gejala klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara


ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat.

Secara umum, pneumonia dapat menimbulkan 2 gejala, yaitu gejala


infeksi umum dan gejala respiratorik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

a. Gejala infeksi umum meliputi demam, sakit kepala, gelisah, malaise,


penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti kembung,
mual, muntah dan diare. Gejala umum pada pasien ini yang muncul
hanyalah demam yang terutama muncul saat malam dan malaise.
b. Gejala respiratorik biasa timbul setelah beberapa saat proses infeksi.
meliputi batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping
hidung, air hunger, merintih, sianosis. Otot bantu nafas intercostal dan
abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak
besar, tetapi pada neonatus bias tanpa batuk. Batuk pada pasien ini
sudah muncul selama 1 minggu tetapi tanpa disertai sesak.

Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bacterial dan
pneumonia viral. Namun, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bacterial awitannya cepat, batuk produktif, leukositosis dan perubahan nyata pada
pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai
pada seluruh kasus.

V. Diagnosis

Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu


dengan pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau
bahan pemeriksaan guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi
pemeriksaan sputum, sekret nasofaring bagian posterior, torakosintesis pada efusi
pleura, dan biopsi paru bila diperlukan. Secara umum, kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi kurang dari 50% kasus. Dengan demikian, pneumonia
didiagnosis terutama berdasarkan manisfestasi klinis dibantu pemeriksaan
penunjang uang lain seperti foto polos dada.

Tetapi tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah


membedakan kuman penyebab.

1. Anamnesis
Untuk anamnesis tergantung berat ringannya penyakit. Sebagian
besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia


pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama
pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi
noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu,
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan
dalam tatalaksana pneumonia.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pekak pada perkusi, suara
nafas melemah, dan terdengar adanya ronkhi. Pada neonatus dan bayi
kecil, gejala pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Umumnya tidak
ditemukan kelainan pada perkusi dan auskultasi paru. Pernafasan tidak
teratur dan hypopnea dapat ditemukan pada bayi muda.
WHO merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada
setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang
lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia
berat di lapangan dan harus memerlukan perawatan di rumah sakit untuk
pemberian antibiotik.
Perkusi thoraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya
kelainan patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena
adanya efusi pleura. Pada auskultasi suara nafas yang melemah seringkali
ditemukan bila ada proses peradangan subpleura dan mengeras (suara
bronkial) bila ada proses konsolidasi. Rhonki basah halus yang khas untuk
pasien yang lebih besar mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada
bayi dan balita kecil karena kecilnya volume thoraks biasanya suara nafas
sering berbaur dan sulit diindentifikasi. Karena usia pasien yang sudah
cukup besar, rhonki basah kasar terdengan cukup jelas pada paru.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 17
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mycoplasma umumnya


ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan
tetapi pada pneumonia bakeri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia
(<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri,
sering ditemukan pada keadaan bakteremia, dan risiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia kadang ditemukan
eosinophilia. Leukositosis pada pasien ini jumlahnya sebesar
26.100/mm3 dengan neutrofil segmen sebanyak 91%.
b. Foto thoraks
Diagnosis pneumona utamanya didasarkan klinis, sedangkan
pemeriksaan foto polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis,
disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.
Foto rontgen thoraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.
Kelainan foto rontgen thoraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang bercak-bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis.
Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih
lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen thoraks tidak diperlukan.
Ulangan foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis menetap,
penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang
diagnosis pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan rontgen thoraks
posisi AP, foto lateral tidak meningkatkan sensitifitas dan spesifitas
penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen thoraks AP
dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik
distress pernafasan seperti takipnea, batuk, dan ronkhi, dengan atau
tanpa suara nafas yang melemah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 18
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Secara umum, gambaran foto thoraks pada pneumonia dapat


berupa:
 Infiltrat interstitial: peningkatan corakan bronkovaskular,
hiperaerasi
 Infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan air bronchogram),
disebut sebagai pneumonia lobaris bila mengenai 1 lobus paru.
 Bronkopneumonia: bercak-bercak infiltrat difus merata pada kedua
lapang paru (dapat meluas hingga daerah perifer paru) disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
 Penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata, dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.
 Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen/lobar,
bronkpneumonia dan air bronkogram sangat mungkin disebabkan
oleh bakteri.
 Hasil foto rontgen pada pasien ini menunjukan adanya infiltrat
pada seluruh lobus superior paru-paru kanan sehingga memberi
kesan pneumonia lobaris dextra
c. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum, direkomendasikan
dalam tatalaksana anak dengan pneumonia berat.
d. Pemeriksaan antigen virus dengan atau tanpa kultur (jika fasilitas
tersedia) dilakukan pada anak usia <18 bulan.
e. Analisis cairan pleura, bila terdapat efusi pleura: pemeriksaan
mikroskopis, kultur, deteksi antigen (jika tersedia).
f. Pemeriksaan C-reaktif Protein (CRP). CRP adalah suatu protein fase
akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produk CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan Tumor Necrosis Factor (TNF).
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin
berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.
CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
Dengan pengobatan antibiotik, kadar CRP turun secara meyakinkan
pada hari pertama pengobatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 19
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

g. Laju Endap Darah (LED), dan protein fase akut lainnya tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pada pasien ini, terjadi
peningkatan LED sebagai tanda infeksi.

VI. Klasifikasi
1. Berdasarkan lokasi lesi paru
a. Pneumonia lobaris, menyerang segmen luas pada satu lobus atau
lebih. Kesan rontgen thorax pada pasien ini menunjukan infeksi
yang luas pada satu lobus, yaitu lobus superior pulmo dextra.
b. Pneumonia interstitial, menyerang dinding alveolus dan jaringan
peribronkial serta lobular.
c. Bronkopneumonia, dimulai pada ujung bronkiolus dan mengenai
lobules terdekat.
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang di dapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia / CAP), seperti pada pasien ini.
b. Pneumonia yang di dapat dari rumah sakit (hospitalis based
pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri (Dapat disimpulkan bahwa pneumonia pada
pasien ini kemungkinan disebabkan infeksi bakteri dari hasil
pemeriksaan laboratorium yang ada)
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
utama penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(immunocompromised)
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal/bakterial
b. Pneumonia atipikal, disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella, dan
Clamydia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 20
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

5. Berdasarkan lama penyakit


a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
6. Berdasarkan usia
a. Bayi dan anak usia 2 bulan-5 tahun
 Pneumonia berat
o Bila ada sesak nafas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Pneumonia
o Bila tidak ada sesak nafas
o Ada nafas cepat dengan laju nafas:
 >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit untuk anak 1-5 tahun.
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

 Bukan pneumonia
o Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
b. Bayi di bawah usia 2 bulan
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis

Pasien berusia 10 tahun sehingga kriteria pneumonia anak berdasarkan


usia sudah tidak bisa digunakan. Tetapi pasien mengalami takipneu dan
sesak terutama ketika demam.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 21
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

VII. Tatalaksana

Kriteria rawat inap:

1. Untuk bayi:
- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
- Frekuensi nafas >60 kali per menit
- Distress pernafasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum atau menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.
2. Untuk anak:
 Saturasi oksigen <92%
 Frekuensi nafas >50 kali permenit
 Distress pernafasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak dapat merawat d rumah

Kriteria Pulang:

a. Gejala dan tanda sudah hilang


b. Asupan oral adekuat
c. Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (peroral)
d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi serta rencana control
e. Kondisi rumah dan lingkungan memungkinkan untuk perawatan lanjut di
rumah.

Pneumonia ringan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kortimoksasol. Kotrimoksasol (4 mg
TMP/kgBB/kali – 20 mg sulfametoksasol/kgBB/kali), 2 kali sehari selama 3 hari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 22
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Sedangkan untuk dosis amoksisilin adalah 25mg/kgBB/kali, 3 kali sehari selama 3


hari.

Pneumonia Berat

Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi >92%, dipantau setiap 4


jam. Pada anak yang stabil dapat dilakukan uji coba tanpa menggunakan oksigen
setiap hari. Bila saturasi tetap stabil, pemberian oksigen dapat dihentikan.

Bila asupan per oral kurang, dapat diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat agar tidak terjadi hidrasi berlebihan. Pada distress
pernafasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari, dapat diganti
dengan NGT/intravena dengan perhitungan balans cairan yang ketat.

Bila suhunya ≥39°C dapat diberikan paracetamol. Pasien ini memiliki


demam hingga 41°C dan mendapat paracetamol drip 100mL.

Nebulisasi agonis β-2 dan/atau NaCl 0,9% dapat diberikan untuk


memperbaiki mucocilliary clearance, namun bukan merupakan terapi yang rutin
dilakukan.

Pemberian antibiotik amoksisilin 50-100 mg/kgBB IV atau IM setiap 8


jam, dipantau ketat dalam 72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan
hingga 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 25 mg/kgBB/kali, 3
kali sehari, selama 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48
jam atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu, makan atau minum,
dan ataupun kejang, letargi, sianosis, distress pernafasan berat), tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam. Antibiotik lini kedua
yaitu seftriakson 80-100 mg/kgBB IM atau IV satu kali sehari.

Pada anak usia <5 tahun, amoksisilin merupakan lini pertama (efektif
melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik dan murah). Alternatifnya meliputi ko-amoksiclav,
eritromisin, klaritomisin, atau azitromisin. Sedangkan pada anak usia ≥5 tahun,
lini pertamanya adalah golongan makrolid karena pada anak usia ≥5 tahun
pneumonia sering disebabkan oleh M. Pneumoniae. Pada pasien ini, antibiotik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 23
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

yang diberikan merupakan golongan sefalosporin generasi 3 yaitu ceftriaxone


sebanyak 2 x 1 gram karena aktivitasnya cukup kuat terhadap bakteri gram positif
maupun negative, meskipun patogen penyebab pneumonia pada pasien ini
kemungkinan besar karena bakteri gram positif seperti S. pneumonia atau M.
pneumonia.

VIII. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, pericarditis


purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi merupakan komplikasi
tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Ilten F dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik


ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang
cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusi 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.

Hipotiroid Kongenital

I. Definisi

Hipotiroid kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi


baru lahir. Ada dua hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar
tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Tiroksin (T4),
merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok).
Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini berfungsi
untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang ,
kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 24
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

demikian hormon ini sangat penting peranannya pads ayi dan anak yang
sedang tumbuh 10

II. Epidemiologi
Angka kejadian hipotiroid kongenital bervariasi antar negara,
dipengaruhi oleh faktor etnis dan ras. Diseluruh dunia angka kejadian
hipotiroid kongenital 1:3000 dengan kejadian sangat tinggi didaerah
kurang iodium 1:300000. Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Berdasarkan data di unit endokrinologi dari
beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2010 ditemukan 595 kasus
hipotiroid kongenital. Di RSCM pada tahun 1992-2004 terdapat 93
kasus dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah 57:36
(61%:39%). Di RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa kejadian
hipotiroid kongenital tahun 2000-2014 dari 213.669 bayi baru lahir
yang di skrining hipotiroid kongenital, didapatkan hasil positif
sejumlah 85 bayi atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut
lebih tinggi dari rasio global yaitu 1:3000.

III. Etiologi

Klasifikasi dan etiologi dari hipotiroid kongenital.11

1. Hipotiroid primer
a. Disgenesis tiroid
b. Dishormogenesis tiroid
c. Resisten terhadap TSH
2. Hipotiroid sentral (Hipotiroid sekunder)
a. Defisiensi TSH
b. Defisiensi hormon Thyrotropin-releasing
c. Resistensi hormon Thyrotropin-releasing
d. Hipotiroid karena masalah yang berhubungan dengan glandula
pituitari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 25
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

3. Hipotiroid Peripheral
a. Resisten terhadap hormon tiroid
b. Transpor hormon tiroid yang abnormal
4. Sindroma Hipotiroid
a. Sindrom pendred (hipotiroid-tuli-goiter)
b. Sindrom Bamforth-Lazarus (hipotiroid-pembelahan langit mulut-
rambut runcing)
c. Displasia ektodermal (hipohidrotik-hipotiroid-diskinesia silier)
d. Hipotiroid (dysmorphism-polidaktili postaksial-defisit intelektual)
e. Sindrom Kocher-Deber-Semilange (pseudohipertrofi otot-
hipotiroid)
f. Benign Chorea-hipotiroidism
g. Choreoathetosis (hipotiroid-distres napas neonatus)
h. Obesitas-colitis (Hipertiroid-hipertrofi cardia-perkembangan
terhambat)
5. Hipotiroid Transien kongenital
a. Intak Maternal dari obat anti tiroid
b. Antibodi yang membloking lewatnya reseptor TSH pada
transplasenta
c. Defisiensi iodine pada maternal dan neonatal

Dysgenesis dari glandula tiroid (ektopia, hipoplasia, atau aplasia)


ditemukan menjadi kasus paling sering pada hipotiroid kongenital pada
skrining tiroid neonatal di Eropa dan Amerika Utara. Penyebab dari
disgenetik glandula tiroid tidak diketahui dengan pasti. Ini
diperkirakan akibat defek embriologi pada perkembangan dan migrasi
dari glandula itu sendiri.

IV. Patofisiologi

Kelenjar tiroid atau kelenjar gondok adalah kelenjar yang berbentuk


seperti kupu-kupu terletak pada bagian depan leher. Kelenjar gondok
mengeluarkan hormon antara lain hormon tiroksin yang berperan penting pada
proses tumbuh kembang anak. Iodium merupakan unsur utama yang diperlukan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 26
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

untuk membuat hormon tiroid. Iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh
kita dari makanan termasuk garam beiodium. Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan
oleh suatu hormon lain yaitu TSH yang dibuat di kelenjar yang terletak di otak.
TSH mutlak diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid
berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung, perkembangan
susunan syaraf pusat (otak) dan produksi panas tubuh. Dengan demikian hormon
ini sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.12

Thyrotropin-releasing hormone (TRH) akan menstimulasi pelepasan


thyroid- stimulating hormone (TSH) oleh pituitari. TSH yang dihasilkan oleh
pituitari ini akan menstimulasi sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid, fungsi tiroid berkembang dalam tiga tahapan:

1. Embriogenesis dari dasar kavitas oral primitif. Kelenjar tiroid akan turun
ke posisi definitifnya di anterior leher bawah di kartilago tiroid pada
trimester pertama. Kelenjar tiroid yang tidak sampai pada posisi
normalnya disebut sebagai ektopik, tetapi kelenjar ini masih mampu
berfungsi dan biasanya menjadi insufisiensi pada masa anak awal atau
pertengahan (lokasi di sublingual atau lingual). Pada usia minggu ke-7
kelenjar tiroid sudah terdiri dari dua lobus.
2. Aksis hipotalamus-pituitari-tiroid mulai berfungsi pada trimester kedua.
TRH mulai terdapat di dalam neuron pada usia 4 minggu, sedangkan TSH
mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi
dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai atem. Pada usia 4 minggu, janin
mulai mensitesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8
minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8-10 minggu janin dapat
melakukan ambilan (trapping) yodium, pada usia 12 minggu dapat
memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai kadar dewasa pada usia 36 minggu. Pada usia 12 minggu, kadar
T3 juga terus meningkat namun tetap dibawah kadar dewasa. Produksi
TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi pada waktu yang
bersamaan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 27
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

3. Metabolisme perifer hormon tiroid matang pada trimester ketiga.13


Perkembangan normal janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu.
Penelitian menunjukan bahwa kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin.7 `Plasenta berperan dalam
transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin.
Pembentukan hormon tiroid janin dibantu oleh Tyroid Releasing Hormon
(TRH) dan Iodium bersamasama dengan TSH dapat bebas melewati
plasenta. Selain itu, elemen yang merugikan janin seperti TSH resptor
antibodi dan obat anti tiroid yang dimakan ibu juga dapat melewati
plasenta. Sementara itu, TSH yang mempunyai peranan penting dalam
pembentukan hormon tiroid tidak bisa melewati plasenta. Sehingga,
keadaan hormon tiroid dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi ibu
sangat berpengaruh terhadap kondisi hormon tiroid janin (Kemenkes RI,
2014) 14
V. Manifestasi Klinis

Hipotiroidisme kongenital pada periode neonatus biasanya tidak jelas


tetapi kemudian menjadi semakin jelas dalam beberapa bulan atau beberapa
minggu setelah lahir. Pada saat itu, sudah cukup terlambat untuk memastikan
tidak ada gangguan perkembangan kognitif pada bayi. Manifestasi klinis yang
ditemukan setelah lahir meliputi usia gestasi lebih dari 42 minggu, berat lahir
lebih dari 4kg, hipotermia, akrosianosis, distress pernapasan, ubun-ubun posterior
yang lebar, distensi abdomen, letargis, asupan makan sulit, ikterik yang
berlangsung lebih dari 3 hari setelah lahir, edema, hernia umbilikus, kulit mottled,
konstipasi, makaroglosia, kulit kering, dan suara tangis yang serak. Hormon tiroid
penting untuk maturasi dan diferensiasi berbagai jaringan seperti tulang (usia
tulang biasanya terlambat saat lahir karena hipotiroidisme intrauterin) dan otak
(sebagian besar maturasi otak yang tergantung hormon tiroid terjadi pada usia 2
sampai 3 tahun setelah lahir) 13

Tanpa pengobatan gejala hipotiroid kongenital lambat laun mulai


tampak: bayi kurang aktif, malas menetek, tangan dan kaki kurang bergerak,
lidah makin besar sehingga minum sering tersedak, perut bunci sering dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 28
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

pusat bodong (gambar 1) kulit kering dan burik, bayi mudah kedinginan, Tanpa
pengobatan gejala akan semakin tampak dengan bertambahnya usia; hambatan
tumbuh kembang makin nyata (gambar 2)

1. Tubuh pendek (cebol)


2. Muka hipotiroid yang khas ( muka sembab, bibir tebal, hidung pesek)
3. Mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah)/ idiot
4. Kesulitan bicara dan tidak bisa diajar bicara 12

Gambar 1. Bayi umur 15 bulan bulan dengan Hipotiroid Kongenital

VI. Diagnosa
Skrining tiroid pada neonatus dilakukan sebelum keluar dari rumah
sakit, antara hari ke ke-2 dan ke-5 usia bayi. Spesimen yang diambil
sebelum 48 jam mungkin akan mengarah kepada positif palsu. Skrining
pada neonatus yang sakit parah atau yang setelah transfusi darah dapat
mengarah pada hasil negatif palsu.
Pada bayi yang kritis atau lahir kurang bulan, atau yang melahirkan
dirumah, sampel darah harus dikembalikan sebelum usia 7 hari. Sampel
darah kapiler disimpan pada temperatur ruangan dan dikirim ke
laboratorium.

Sebelumnya untuk skrining hipotiroid kongenital pada neonatus,


kebanyakan program mengerjakan tes T4 awal, diikuti tes TSH apabila
hasil tes T4 turun sampai di batas bawah. Dengan akuransi yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 29
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

meningkat pada pemeriksaan TSH dengan volume darah yang sedikit,


banyak program yang mengubah tes awal menjadi pemeriksaan TSH
untuk pemeriksaan hipotiroid kongenital. Setiap program menentukan
sendiri apakah menjadikan tes T4 ataukah tes TSH yang digunakan pada
awal skrining. Kedua metode tersebut dapat dilakukan pada neonatus
dengan hipotiroid kongenital tetapi setiap metode mempunyai keuntungan
dan kerugiannya sendiri.

Pada T4 awal kemudian diikuti oleh follow up TSH akan


mendeteksi sebagian kasus hipotiroid sekunder atau sentral dan neonatus
dengan “peningkatan TSH yang tertunda”. Selain itu TSH awal juga dapat
mendeteksi hipotiroid ringan atau pembentukan subklinikal dari
hipotiroid. Umumnya apabila nilai skrining T4 dibawah presentil 10 dari
cut off dan/atau TSH lebih besar dari 30mU/Liter (15mU/Liter darah
keseluruhan), bayi harus dipanggil kembali untuk pemeriksaan serum.

Pemeriksaan penunjang pada hipotiroid kongenital

1. T4 bebas (free T4)


2. TSH
3. T4 Total
4. T3RU (T3 Uptake)
5. TBG (bila dicurigai defisiensi TBG) 14

Interpretasi hasil lab 14

a. T4 bebas ↓ dan TSH ↑ : konfirmasi diagnosa hipotiroid primer


T4 bebas ↓ dan TSH ↓ : mengarahkan pada diagnosa hipotiroid sekunder
b. Pada hipotiroid kompensata awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH
meninggi, selanjutnya kadar T4 normal dan kadar TSH meninggi.
c. Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi dan
pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
d. Pada defisiensi TBG, mula-mula kadar T4 rendah dan TSH normal,
selanjutnya T4 rendah, T3RU meningkat, dan TSH normal. Untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 30
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

konfirmasi diagnosa dapat diperiksa kadar T4 bebas atau kadar TBG yang
memberikan hasil kadar T4 bebas normal dan kadar TBG rendah
e. Seperti yang telah diterangkan diatas, interpretasi hasil skrining maupun
pemeriksaan lain agak sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
mengalami penyakit nontiroid. Pada bayi tersebut sering dijumpai kadar
T4 dan T3 rendah sedangkan TSH normal. Pada bayi prematur kadar T3
dan T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm setelah berusia 12 bulan,
atau bila penyakit nontiroidnya teratasi maka fungsi tiroidnya akan
kembali normal. Karena keadaan ini merupakan adaptasi fisiologis pada
bayi prematur maupun bayi aterm yang mendapat stres tertentu maka
keadaan ini tidak dapat dikatakan sebagai hipotiroid.

VII. Pentalaksanaan

Levothyroxine disarankan untuk pengobatan. Telah direkomendasikan


aman, efektif, murah, mudah dikelola, dan mudah dipantau. Beberapa penulis
menyarankan bahwa bentuk generik mungkin sama efektifnya dengan obat
bermerek.

Dosis umum Hormon Tiroid yang diberikan

USIA Na L-T4 (microgram/kgBB)


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
6-12 ahun 4-5
>12 tahun 2-3

Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi


serum tiroksin dan TSH menurut umur (age reference range). Pemberian Pil
Tiroksin dengan cara digerus/ dihancurkan dan bisa dicampur dengan ASI atau air

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 31
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

putih. Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa di bawah ini karena
akan mengganggu penyerapan obat :

 Produk kacang kedele Zat besi konsentrat


 Kalsium Aluminium hydroxide
 Cholestyramine dan resin lain
 Suplemen tinggi serat
 Sucralfate

Terapi sulih hormon dengan pil tiroksin (L-thyroxine) harus secepatnya


diberikan begitu diagnosis ditegakkan. IDAI menganjurkan pemberian dosis
permulaan 10-15 pg/kg. Pada bayi cukup bulan diberikan rata-rata 37,5 - 50 pg
per had. Besarnya dosis hormon tergantung berat ringannya kelainan. Bayi dengan
hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 kurang dari 5 pg, sebaiknya
diberikan 50 pg. Pemberian 50 pg Iebih cepat menormalisir kadar T4 dan TSH.
Hasil pengobatan sangat dipengaruhi oleh usia pasien saat terapi dimulai dan
jumlah dosis. Pada hipotiroid kongenital berat, perlu pemberian dosis yang lebih
tinggi.15

Pengobatan optimal bisa tercapai antara lain dengan kerjasama


orangtua/keluarga. Oleh karena itu penting diberikan pendidikan mengenai
penyebab hipotiroid kongenital dari bayi mereka, pentingnya diagnosis dan terapi
dini guna mencegah hambatan tumbuh kembang bayi, cara pemberian obat
tiroksin, pentingnya mematuhi pengobatan, pentingnya pemeriksaan secara teratur
sesuai jadwal yang dianjurkan dokter, tidak boleh menghentikan pengobatan
kecuali atas perintah dokter.

Tanda/gejala kekurangan dan kelebihan dosis tiroksin, yaitu:

Tanda/ gejala hipotiroid (Dosis kurang)

 Hipoaktif
 Edema (berat badan naik)
 Obstipasi
 Kulit kering teraba dingin, tidak berkeringat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 32
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Tanda/gejala hipertiroid (kelebihan dosis)

 Gelisah
 Kulit panas, lembab, banyak keringat
 Berat badan menurun
 Sering buang air besar

Ileus Paralitik

I. Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.16
Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.17

II. Etiologi Ileus Paralitik


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam).17
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 33
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan


yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi
yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal
spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic
atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan


ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit.17

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas

1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia

Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 34
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )


3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic 18

III. Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya


sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 35
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal. (7)

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik


akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi


hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator


inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. 18

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan


seperti yang tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik

Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik


ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.

Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia,


komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat


lainnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 36
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Iskemia Usus.

 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin18

 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam
lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak
sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat
motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga
menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu
yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal
bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino. (7)
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 37
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi. 18
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.18
IV. Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua
prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil
24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. 19
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (
abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus
paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung,
tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya
menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan
adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan
adalah gambaran peritonitis.16
V. Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto
polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 38
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 39
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan
pelebaran udara usus halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 40
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

VI. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan
nutrisi yang adekuat.16 Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.20
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu
dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan
elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa
obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi,
dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan.16 Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon
yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.20

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 41
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

1. Farmakologis

a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

b. Analgesik apabila nyeri.

c. Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

d. Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

e. Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

2. Operatif

a. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan


peritonitis.

b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk


mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik


bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.o Pintas
usus : ileostomi, kolostomi.

d. Reseksi usus dengan anastomosis

e. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.18

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 42
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Hernia Umbilikalis

I. Definisi

Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen persis


dipusat umbilikus, berupa herniasi utuh yang hanya tertutup
peritoneum dan kulit yang terdapat waktu lahir. Omentum dan usus
dapat mesuk ke dalam kantong hernia, khususnya bila bayi
menangis.21

Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat jarang terjadi
inkarserasi. Umumnya hernia umbilikalis dapat menutup spontan tanpa
pembedahan setelah bayi berumur 2─3 tahun. Hernia yang tetap ada
sampai umur 5 tahun umumnya memerlukan tindakan bedah,
meskipun jarang ditemukan terjadinya komplikasi pada hernia
umbilikalis.23 Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena
defek fasia di daerah umbilikus dan manifestasinya terjadi setelah
lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang hanya dilalui tali
pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh dengan granulasi
dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.Waktu lahir banyak
bayi dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup
sempurna dan linea alba tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini
lebih sering ditemukan. Defek ini cukup besar untuk dilalui
peritoneum; bila tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit
akan menonjol dan berdekatan. Penampang defek kurang 1 cm, 95%
dapat sembuh spontan, bila defek lebih 1,5 cm jarang menutup
spontan. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutupspontan pada
umur 1─2 tahun.

II. Gejala Klinis

Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga


perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 43
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis.Hernia umumnya tidak


menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkaserasi. Diagnosis tidak
sukar yaitu dengan adanya defek pada umbilikus. Diagnosis banding
bila ada defek supraumbilikus dekat dengan defek umbilikus dengan
penonjolan lernak preperitonial yang dirasakan tidak enak.22,23

III. Tatalaksana

Strepping dengan plester di atas hernia dengan ataupun tanpa uang


logam yang dipertahankan selama 10-20 hari dan di ulang selama 6
bulann – 1 tahun, hal ini dapat mempercepat penyembuhan namun
masih menimbulkan kontroversi.
Indikasi dilakukan tindakan bedah adalah 22
1. Bila diameter cincin hernia < 1 cm pada umur 1 tahun, hernia
mungkin sekali akan menutup spontan. Sebaiknya ditunggu
hingga usia pasien mencapai 3 tahun.
2. Bila diameter cincin hernia 1-2 cm pada umur 1 tahun,
kemungkinan menutup spontan kurang, tetapi bisa bila ditunggu
hingga usia 3 tahun.
3. Bila diameter cincin hernia 2 cm atau lebih, penutupan spontan
hampir pasti tidak akan terjadi, sehingga intervensi bedah dapat
dilakukan setiap saat dalam tahun ke-2 atau ke-3.

IV. Komplikasi
Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi. Kalau terjadi,
kerusakan usus lebih cepat dibanding pada hernia inguinal karena
cincin umbilikus kurang elastis dibanding hernia inguinal. Reposisi
spontan seperti hernia inguinal tidak dianjurkan. Pada beberapa kasus
yang mengalami inkarserasi, dalam kantong terdapat usus tidak
mengalami nekrosis, hanya ada satu kasus dengan nekrosis omentum.24

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 44
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5.


Internal publishing: Jakarta; 2009.
2. Retno AS, Landia S, Makmuri S. Pneumonia. Divisi respirologi bagian
ilmu kesehatan anak: Surabaya; 2006. Diunduh dari
http://old.pediatrik.com/pkb/061022023132-f6vo140.pdf.
3. Nurjazuli. Faktor risiko dominan kejadian pneumonia pada balita. 2011.
Ejournals.undip.ac.id. Diunduh
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Artikel%20NURJAZULI.pdf
4. Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB. Pneumonia. Dalam: Buku ajar
respirologi anak. Cetakan ketiga. Edisi 1. IDAI: Jakarta; 2012.
5. Hassan R, Alatas H. Pneumonia. Dalam: Ilmu kesehatan anak. Cetakan 11.
Infomedika: Jakarta; 2007.
6. World Health Organization (WHO). Pneumonia. Dalam: Pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten/kota. WHO: Jakarta; 2009.
7. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Pneumonia.
Dalam: Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Elsevier;
Singapura: 2014.
8. Mani CS, Murray DL. Acute pneumonia and its complication. In: Long
SS, Pickering LK, Prober CG, eds. Principle and practice of pediatric
infection diseases. 4th Ed. Elsivier: Beijing: 2012.
9. Ilten F, Senock F, Zorlu P, Tezic T. Cardiovascular change in children
with pneumonia. Turk J pediatr. 2003.
10. Marcdante Karen J, Kliegman Robert M, Jenson Hal B, Behrman Richard
E. Kelainan Tiroid, NELSON Ilmu Kesehatan Anak, Singapore:
SAUNDERS ELSIVIER, 2014. h- 710-712
11. Agrawal Pankaj, Rajeev Philip, Saran Sanjay, et al. Congenital
Hypothyroidsm. Indian J Endocrinology Metabolic. India: National Center
of Biotechnology Information. 2015 March-April.
Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4319261/
diakses pada 22.42 WIB, 17 Desember 2016.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 45
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

12. Rustana Diet. Pentingnya Skrining Hipotiroid Pada Bayi. Jakarta: UKK
Endokrinologi IDAI. 26 April 2015.
13. Susanto R, Julia M. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara JR,
Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak.
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010. Hal. 205-21.
14. Najjar Samir S, Abobakr Abdullah M. The Thyroid. Textbook of Clinical
Pediatrics. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS. 2001
15. Prasetyowaty, Ridwan M. Hipotiroid Kongenital. Jurnal Kesehatan Metro
Sai Wawai Volume VIII No 2 Edisi Desember 2015 ISSN: 19779-469X
16. . Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. GawatAbdomen.
Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:Sjamsuhidajat, R. dan De
Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal:181-192.1.
17. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor:Vargas,
J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com . Last Updated, June 29, 2004. 1Excellence
NIfHaC. NICE: quality standard for food allergy. NICE Quality Standard
118. 2016. http://www.nice.org.uk/guidance/qs118
18. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit .Editor:
Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya,Caroline.
Jakarta: EGC, 1994.
19. Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli,
D.,Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine.com .
LastUpdated: May 18, 2005.Celik-Bilgili S, Mehl A, Verstege A, et
al. The predictive value of specific immunoglobulin E levels in serum for
the outcome of oral food challenges. Clin Exp Allergy 2005;35:268–73.
20. Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup,
V.:Gastrointestinal disease. In Oxford handbook of clinical
surgery Makalah Ilius Paralitik IKP REG IV B Kelompok 10 Editor by
McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London:Oxford University
Press, 2002. p: 214-296. Warner JO. Food allergy in fully breast-fed
infants. Clin Allergy 1980;10:133–6.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 46
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

21. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera,F.,


Mechaber, A.J., and Katz, J.http://www.emedicine.com. LastUpdated,
June 14, 2004.1.
22. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 2002. Staf Pengajar
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Binarupa Aksara. Jakarta.
23. Sjamsuhidajat R. Jong WD. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. EGC.
Jakarta.
24. Bustami N. 1997. Hernia Umbilikalis Inkarserata Pada Neonatus:
Laporan Kasus. CDK; 115:60-61

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 47
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

Laporan Follow-Up (Rawat Inap)

 14 Desember 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (+), intake oral menurun, BAB cair
4x/24jam dengan ampas sedikit
o O: RR 55x/menit, regular
Suhu 37,1C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+), retraksi scalenus
anterior (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (+)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C
Pdx : HIV test dan tunggu hasil rontgen
 15 Desemeber 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (+), intake oral membaik, BAB cair
2x/24jam dengan ampas sedikit
o O: RR 56x/menit, regular
Suhu 37,3°C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+), retraksi scalenus
anterior (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (-)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 48
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK Nicholas Hugo (406162090)

CRP < 6
HIV (-)
Rontgen thorax : Pneumonia memburuk, dilatasi usus
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C
 16 Desember 2017
o S: Demam (-), batuk (-), pilek (-), intake oral baik, BAB 1x/24 jam
konsistensi padat
o O: RR 51x/menit, regular
Suhu 36,2°C
K/L perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
C/P ada rhonki (+/+), retraksi intercostals (+)
Abdomen BU (+), meteorismus (-)
Extremitas dalam batas normal
KGB perbesaran kgb colli multipel diameter 1x1 cm
o A: Pneumonia berat
Suspek hipotiroid congenital
Hernia umbilikalis
o P: Ceftazidine 3 x 150 mg
Zinc 1 x 10 mg
Oralit
PCT drop 3 x 0,4 mg jika suhu > 38°C

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 49
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 30 Oktober 2017 – 6 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai