Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS November 2018

“HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Nisrina Rihhadatul Aisy


STAMBUK : N 111 17 088
PEMBIMBING KLINIK : dr. Indah P. Kiay Demak, M.Med, Ed
dr. Benny Siyulan, M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara
maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung.
Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya
gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab
terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka
kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan/atau penggunaan obat
jangka panjang.1
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat. Pada umumnya hipertensi
tidak memberikan keluhan dan gejala yang khas sehingga banyak penderita
yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu hipertensi dikatakan sebagai the
silent killer.1

Berdasarkan data WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta
penderita hipertensi diseluruh dunia. Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah
Afrika yaitu sebesar 30% dan prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika
sebesar 18%. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi
pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena
hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan sekitar 8 juta orang setiap tahun,
dimana 1.5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya.
1
Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan
wanita.2
Di Indonesia, berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia pada tahun
2015, hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit rawat inap dan rawat
jalan di rumah sakit pada tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 19.874
pasien rawat inap dan 80.615 pasien rawat jalan. Berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas
tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat
(20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai
macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang
sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. 3
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua
yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat
melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang
didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi,
ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.4
Data penyakit Rawat jalan Terbanyak Untuk Semua Golongan Umur di
UPT Puskesmas Talise Tahun 2017 hipertensi menempati urutan keenam
penyakit sepuluh besar, dengan jumlah penderita sebanyak 1.706 orang.
Namun berdasarkan sepuluh penyakit tidak menular dari semua golongan umur
pada tahun 2017, hipertensi menjadi urutan pertama yakni 522 kasus lalu
dilanjutkan dengan penyakit jantung coroner (434 kasus), asthma bronchiale
(236 kasus), diabetes mellitus (226 kasus), stroke (35 kasus) dan penyakit tioid
(23 kasus).5
Angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lanjut usia
(lansia), usia diatas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% sampai 80%
dari populasi lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia mengalami hipertensi.
Keadaan ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Di Indonesia, pada usia
2
25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun sebesar
51% dan pada usia >65 tahun sebesar 65%. Dibandingkan usia 55-59 tahun,
pada usia 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,
usia 65-69 tahun 2,45 kali dan usia >70 tahun 2,97 kali.1
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan suatu
pengkajian terhadap pasien hipertensi untuk mengetahui keadaan yang
berkaitan dengan faktor risiko terjadinya hipertensi pada pasien tersebut.
NO PENYAKIT JUMLAH
PASIEN
1. Infeksi Akut lain pada Saluran Pernapasan bagian Atas 6.319
2. Penyakit lain pada Saluran Pernapasan bagian Atas 3.550
3. Dispepsia (Maag) 2.816
4. Penyakit Kulit Alergi 2.132
5. Peny. Dan Kelainan Susunan Syaraf Lainnya 1.986
6. Penyakit Tekanan Darah Tinggi 1.706
7. Penyakit pada Sistem Otot dan Jaringan Penyekat 1.667
8. Bronchitis 1.135
9. Diare 935
10. Tonsilitis 481

B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan refleksi kasus ini sebagai berikut :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir dibagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat – Kedokteran Komunitas
2. Sebagai gambaran untuk mengetahui beberapa faktor resiko penyebaran
kasus hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Talise

3
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

A. Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif

Tabel 2.1 Prioritas Masalah di Puskesmas Talise


Masalah Besar Kegawat - Kemungkinan
No Nilai
Kesehatan Masalah daruratan Diatasi
1 Hipertensi 4 3 2 9
2 Dispepsia 4 4 2 10
3 Diabetes Melitus 4 2 2 8
4 ISPA 4 2 1 7

Dilihat dari tabel diatas, masalah yang menjadi prioritas pada


puskesmas Talise adalah Hipertensi, Dispepsia dan Diabetes Melitus.

a. Kriteria A : Besar Masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau


prevalensi. Skor 1 – 10
Besar masalah Nilai
Masalah kesehatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X (Hipertensi) V 8
Y (Dispepsia) V 9
Z (Diabetes Melitus) V 7

b. Kriteria B : Kegawatan Masalah (Skor 1-5)


Tingkat Biaya yang
Masalah kesehatan Keganasan Niilai
urgency dikeluarkan
X (Hipertensi) 2 2 2 6
Y (Dispepsia) 2 3 3 8
Z (Diabetes Melitus) 2 2 3 7

c. Kriteria C : Kemudahan dalam Penanggulangan


Sangat sulit Y Z X Sangat Mudah
1 2 3 4 5
4
d. Kriteria D : PEARL factor
Masalah Hasil
P E A R L
kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1

e. Penetapan Nilai
 Hipertensi
NPD : (A+B) C = (8+6) 4 = 14 x 4 = 56
NPT : (A+B) C x D = (8+6) 4 x 1 = 14 x 4 = 56
 Dispepsia
NPD : (A+B) C = (9+8) 2 = 17 x 2 = 34
NPT : (A+B) C x D = (9+8) 2x1 = 17 x 2 = 34
 Diabetes Melitus
NPD : (A+B) C = (7+7) 3 = 14 x 3 = 42
NPT : (A+B) C x D = (7+7) 3x1 = 14 x 3 = 42

f. Kesimpulan
D
Masalah kesehatan A B C NPD NPT Prioritas
(PEARL)
Hipertensi 8 6 4 56 1 56 1
Diabetes Melitus 7 7 3 42 1 42 2
Dispepsia 9 8 2 34 1 34 3

Kesimpulan dari rumus ini yaitu Hipertensi, Diabetes Melitus dan


Dispepsia merupakan prioritas masalah yang menempati tiga urutan teratas
prioritas masalah yang ada di puskesmas talise. Oleh karena itu peneliti
memilih Hipertensi sebagai refleksi kasus.

5
B. Kasus
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 55 Tahun
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Jl. Komodo

2) Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sakit kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke kegiatan mobile untuk melakukan pemeriksaan rutin.
Pasien mengeluhkan merasa sakit kepala disertai tegang pada leher yang
dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini sudah dirasakan sejak
lama, dan berlangsung terus menerus dan semakin memberat ketika
pasien sedang kelelahan dan ketika banyak pikiran. Selain itu pasien juga
mengeluhkan rasa pegal – pegal pada punggung. Pasien juga kadang
merasa kelelahan, namun pasien mengatakan tidak merasa mual atau
sampai muntah. Jantung berdebar – debar (-), gangguan penglihatan (-).
Buang air besar dan buang air kecil normal.

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang mulai diketehui sejak
tahun 2016. Riwayat penyakit jantung, gula darah tinggi, kolesterol dan
asam urat disangkal

6
d. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi secara tidak teratur.
Pasien mengatakan hanya mengkonsumsi obat tekanan darah tinggi yang
diberikan dari Puskesmas, namun setelah obat habis dan pasien tidak
merasakan keluhan, pasien tidak mengkonsumsi obat tekanan darah
tingginya lagi. Pasien mengatakan obat tekanan darah yang diberikan
sebelumnya yaitu amlodipin 10 mg.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat keluhan serupa di keluarga pasien. Pasien mengatakan bahwa
kedua orangtua dan suami pasien juga memiliki riwayat tekanan darah
tinggi

f. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan


1. Pasien tinggal dirumah bersama ibu dan satu orang anaknya. Pada
tahun 2014 suami pasien meninggal dunia, pasien memiliki 3 orang
anak. Anak yang tertua bekerja di morowali dan menetap disana
sedangkan anak yang terakhir tinggal di donggala mengikuti
suaminya.
2. Rumah tempat tinggal pasien di tenda pengungsian dengan dua KK di
dalamnya dengan ukuran 4mx4m.
3. Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah air yang di tampung
dalam tempat air besar.
4. Untuk keperluan BAB hanya tersedia WC yang menyatu dengan
kamar mandi dan berada sekitar 10m dari tenda.
5. Kebiasaan makan pasien sebelumnya, pasien memasak sendiri di
dapur umum dan biasanya makan tiga kali sehari yaitu makan pagi,
siang dan malam. Pasien biasa mengkonsumsi nasi, ikan (pasien
sering mengkonsumsi ikan kuah santan), tahu/tempe, telur, dan sayur,
namun jarang mengkonsumsi buah dan susu.

7
6. Pasien mengatakan jarang berolahraga. Keadaan ekonomi yang
kurang untuk membeli kebutuhkan pokok sehari-hari. Pasien juga
mudah stres, pasien sering mengkhawatirkan penyakitnya secara
berlebihan. Pasien juga terkadang sering memikirkan anak-anaknya
yang berkeluarga telah tinggal jauh darinya yang sudah jarang
berkunjung ke rumah pasien dan juga jarang memberikan kabar
apalagi sejak pasca gempa terjadi.
7. Pasien memiliki pengetahuan yang kurang terhadap hipertensi,
sehingga hanya mengontrol tekanan darah setiap sebulan sekali atau
jika mengeluhkan sakit kepala dan tegang leher saja.

g. Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga, pasien bekerja
jika ada yang memanggilnya bekerja saja, sehingga penghasilannya tidak
tetap setiap harinya. Status ekonomi keluarga pasien tergolong dalam
ekonomi menengah ke bawah. Pasien aktif dalam bersosialisasi
/berinteraksi serta menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat di
lingkungan tempat tinggal.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Composmentis/E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Denyut Nadi : 86 ×/menit
Respirasi : 22×/menit
Suhu axilla : 36,6 0C
Berat Badan : 48 Kg
Tinggi Badan :149 cm
Status Gizi : Normal, IMT 21,6

8
1. Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna putih, tidak mudah dicabut, tipis.
Mata :
Konjungtiva : Anemis (-/-), Sklera : Ikterik (-/-)
Refleks cahaya : RCL (+/+) / RCTL (+/+), Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)
Hidung :
Epistaksis : tidak ada
Rhinorrhea : tidak ada

2. Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Trakea : Posisi central
JVP : Tidak meningkat
3. Toraks:
a. Paru :
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, tampak retraksi
(-), jejas (-), bentuk normochest, jenis pernapasan vesicular, pola
pernapasan kesan normal.
Palpas : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris kanan = kiri,
nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi :Vesicular (+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordisteraba pada SIC V
Perkusi :
Batas atas: SIC II linea midclavicularis dextra et parasternalis sinistra
9
Batas kiri: SIC V linea axillaris anterior sinistra
Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi S1-S2 normal.
4. Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), distensi (-)
5. Anggota Gerak:
a. Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
b. Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

6. Kulit :
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ditemukan
Sianosis : Tidak ada
Turgor : Segera kembali
7. Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan.
8. Refleks:
Nervus Cranial : Tidak ada defisit pada nervus cranial
Kekuatan Otot : Tonus Otot :

R. Fisiologis R. Patologis

D. DIAGNOSA KERJA
Hipertensi Grade I

10
TD Sistolik TD Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Grade I 140-159 90-99
Grade II ≥160 ≥100

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan

F. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Elektrokardiogram (EKG)
Pengukuran Kadar Kolesterol
Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin

G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Amlodipin 10 mg 0-0-1
Vitamin vastarel 1 x 1

Non Medikamentosa
- Menganjurkan melakukan perilaku hidup sehat (pembatasan gula, garam,
dan lemak) dan bersih pada diri sendiri, lingkungan keluarga dan sekitar.
- Menjelaskan tentang komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi yang
diderita tidak terkontrol. Komplikasi yang dimaksud dapat berupa stroke,
gangguan ginjal dan lain-lain.
- Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan yang dijalani bertujuan agar
tekanan darah pasien terkontrol < 140/90mmHg
- Menganjurkan gaya hidup aktif/olahraga teratur, misalnya olahraga
aerobic dengan intensitas sedang (70-80) %, dengan frekuensi latihannya
3-5 kali seminggu dengan lama latihan 20-60 menit sekali latihan.
Olahraga seperti jalan kaki atau jogging, yang dilakukan selama 16

11
minggu akan mengurangi kadar hormone norepinephrine dalam tubuh,
yakni zat yang dikeluarkan system saraf yang dapat meningkatkan
tekanan darah.

12
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien Ny. M umur 55 tahun didiagnosis dengan hipertensi
grade I. Diagnosis ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan di mobile pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang baru diketahui sejak tahun 2016, karena
kuranganya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya. Pasien mengkonsumsi obat
tekanan darah tidak teratur dan hanya ke puskesmas jika merasakan sakit kepala
dan tegang pada lehernya yang sudah tidak tertahan. Pasien mengatakan bahwa
kedua orangtua dan suaminya juga memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Pasien
memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan kuah santan dan sayur kelor bersantan
dan jarang berolahraga. Konsumsi makanan bersantan dan jarang berolahraga
merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah pasien adalah 150/100
mmHg, Nadi 86 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC. Hipertensi adalah
keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140
mmHg dan atau diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg. Menurut The Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-VII)

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80


Pre hipertensi 120-139 80-89
Grade I 140-159 90-99
Grade II ≥160 ≥100
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi5
Berdasarkan klasifikasi menurut JNC VII, pasien ini digolongkan pada
hipertensi grade I.
Pasien dianjurkan untuk melakukan pola hidup sehat dengan cara
mengatur pola makan dan olahraga ringan secara teratur. Selain itu, disarankan

13
untuk mengukur tekanan darah setiap bulan serta mengkonsumsi obat tekanan
darah secara teratur sehingga dapat mencegah progresifitas penyakit menjadi lebih
buruk atau menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
1. Faktor Risiko Hipertensi
Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi
dipengaruhi oleh faktor genetic daan lingkungan. Faktor-faktor ini dapat
diklasifikasikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang
dapat dimodifikasi.5
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari riwayat keluarga (genetic),
umur, jenis kelamin.
- Riwayat Keluarga (Genetik)
Kejadian hipertensi khususnya hipertensi primer sangat dipengaruhi oleh
faktor riwayat keluarga. Faktor genetik ini berkaitan dengan metabolism
pengaturan garam dan renin membrane sel. Menurut Davidson, bila kedua
orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-
anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka
sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.5
- Umur
Risiko hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Black dan
Hawks (2005) menyatakan bahwa seseorang rentan mengalami hipertensi
pada umur 30-50 tahun, dimana hipertensi yang dialami adalah hipertensi
primer. Tingginya hipertensi seiring dengan bertambahnya umur,
disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih
kaku, sebagai akibatnya dalah meningkatnya tekanan darah sistolik. 5
- Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
kejadian hipertensi. Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan dara sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
14
tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah
usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di
Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita. 5

b. Faktor yang dapat dimodifikasi


Selain dipengaruhi faktor yang tidak dapat dimodifikasi, hipertensi
dipengaruhi faktor yang dapat dimodifkasi. Tingkat kejadian hipertensi
dapat diturunkan dengan mengendalikan faktor ini. Faktor yang dapat
dimodifikasi ini terdiri dari kegemukan (obesitas), stress, konsumsi zat
berbahaya, aktivitas fisik, nutrisi. 5
- Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan
darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Risiko relative untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada
penderta hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih
(overweight). 5
- Stress
Stress mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kejadian
hipertensi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jonas (2000) dilaporkan
bahwa seseorang yang mengalami depresi berisiko 1,78 kali menderita
hipertensi dibandingkan dengan yang tidak mengalami depresi. Seseorang
yang berada dalam kondisi stress telah terjadi proses fisiologis dimana
sistem saraf simpatis teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus
pengeluaran hormone adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis ini
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. 5
15
- Konsumsi Zat Berbahaya
Konsumsi zat berbahaya adalah faktor lain yang mempengaruhi kejadian
hipertensi dan dapat dimodifikasi. Konsumsi zat berbahaya ini meliputi
rokok, konsumsi alkohol berlebih, dan obat-obatan terlarang. Penggunaan
substansi ini secara terus-menerus dapat membuat tekanan darah
cenderung tinggi. 5
Nikotin yang dihisap melalui rokok dapat meningkatkan denyut jantung
dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan
darah arteri pada jangka waktu yang pendek, selama dan setelah merokok.
Nikotin yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah ateri, dan mengakibatkan proses aterosklerosis, dan
tekanan darah tinggi. 5
Alkohol termasuk salah satu substansi berbahaya yang jika dikonsumsi
secara berlebihan dapat menimbulkan efek negative bagi tubuh. Konsumsi
alkohol dapat meningkatkan angka kejadian hipertensi, penurunan
sensitivitas tubuh terhadap obat antihipertensi, dan hipertensi yang sulit
disembuhkan. 5
Kopi mengandung kafein yang jika digunakan dalam jumlah adekuar akan
bermanfaat bagi tubuh. Hal ini didukung oleh studi-studi yang dilakukan
Mayo Clinic, Harvard School of Public Health dan institusi-institusi lain
yang mengungkapkan bahwa minum kopi 2-4 cangkir sehari dapat
menurunkan kanker kolon, mengurangi risiko penyakit batuu empedu, dan
mencegah sirosis hati. Akan tetapi, konsumsi kopi yang berlebih yaitu 10
cangkir atau lebih per hari dapat menyebabkan kecemasan, diare,
kelelahan, sulit tidur, pusing, dan palpitasi jantung. 5
- Aktivitas fisik
Aktivitas fisik aerobik yang adekuat dan teratur akan menjaga fungsi
kardiovaskuler yang baik dan menurunkan berat badan bagi pasien
hipertensi dengan obesitas, serta menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular yang dapat meningkatkan mortalitas. 5

16
- Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu faktor yang dapat dimodifikasi untuk
mengendalikan kejadian hipertensi. Pola makan yang tinggi kalori,
natrium, dan lemak, tetapi rendah protein dapat meningkatakn tekanan
darah. Diet tinggi sodium akan menstimulasi pengeluaran hormone
natriuretik dan mekanisme vaspresor dalam sistem saraf pusat, yang akan
berkontribusi pada peningkatan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan
oleh Sugiharto (2007) menunjukkan bahwa seseorang yang terbiasa
mengkonsumsi makanan asin berisiko menderita hipertensi 3,95 kali
dibandingkan orang yang tidak terbiasa mengkonsumsi makanan asin. 5
Diet tinggi lemak jenuh juga berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Konsumsi lemak jenuh berlebih berakibat pada peningkatan kadar
kolesterol yang merupakan faktor risiko utam aterosklerosis.
Aterosklerosis dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
penyakit kardiovaskular misalnya iskemia atau infark miokard. 5

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-


faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya
hipertensi adalah faktor genetik, perilaku, serta pelayanan kesehatan. Hipertensi
menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Genetik/Biologis
Pada pasien ini faktor biologis yang mendukung rentannya pasien untuk
mengalami hipertensi adalah faktor usia dan riwayat keluarga (genetic).
Tekanan darah tinggi sering terjadi saat seseorang berusia lebih dari 45 tahun
karena tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya
usia. Menurut Davidson, bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.5 Pada
17
kasus, pasien berumur 55 tahun, pasien mengetahui bahwa dirinya memiliki
penyakit hipertensi sejak tahun 2016, dan kedua orangtua dari pasien memiliki
riwayat penyakit serupa.
2. Perilaku
Faktor perilaku pada pasien ini yang mendukung terjadinya hipertensi
adalah kebiasaan diet makanan tinggi lemak, dan jarang berolahraga. Pasien
memiliki kebiasaan mengonsumsi masakan yang bersantan, dimana makanan
bersantan memiliki kandungan lemak jenuh yang tinggi. Kebiasaan tersebut
dikarenakan dari kepercayaan masyarakat daerah tersebut santan dapat
menambah kekuatan dalam bekerja.
Pola makan pada pasien dan keluarga yang sering makan makanan yang
digoreng dan bersantan merupakan salah satu faktor terjadinya hipertensi.
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah
sehingga tekanan darah meningkat.5
Kondisi aktivitas fisik pasien tergolong kurang, pasien sehari-hari
beraktivitas sebagai pembantu rumah tangga dan bekerja seperti menyapu,
mencuci dan membersihkan rumah tetapi pasca gempa pasien tidak pernah
mendapat panggilan bekerja lagi dengan begitu kebutuhan fisik dalam
berolahraga belum cukup terpenuhi dengan aktivitas tersebut.
Faktor perilaku lainnya yang dapat dinilai yaitu kurangnya kontrol
terhadap penyakit yang diderita oleh pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien
jarang pergi ke puskesmas untuk datang kontrol dan mengambil obat, pasien
hanya melakukan pemeriksaan dan mendapatkan obat dari posbindu.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mendukung pada pasien ini adalah tingkat
pendidikan dan sosial. Masalah hipertensi sering timbul karena ketidaktahuan
atau kurangnya informasi yang memadai tentang penyakit ini. Puskesmas telah
rutin melakukan penyuluhan baik secara masal ataupun edukasi perindividu
mengenai penyakit yang sering diderita khususnya hipertensi. Namun oleh

18
karena pasien belum merasakan keluhan yang bermakna maka anjuran
mengenai pencegahan komplikasi masih belum dilaksanakan secara maksimal.
Kehidupan sosial pasien yang tinggal di daerah kota Palu terbiasa
menjadikan makanan bersantan seperti sayur kelor, makanan digoreng seperti
ikan asin, dan kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada setiap
jamuan makan membuat pasien semakin sulit untuk mengurangi konsumsi
makanan berlemak dan tinggi garam. Dalam hal ini, peran keluarga sangat
penting untuk memberi dukungan kepada pasien mengenai menjaga kesehatan.
Tekanan darah telah dihubungkan dengan peningkatan stress, menurut
studi Framingham, sejumlah faktor psikososial seperti masalah rumah tangga,
tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, ansietas dan kemarahan
terpendam. Stress (ketegangan jiwa) dapat merangsang pelepasan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih kuat sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah.
Dengan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
dalam hal ini hipertensi, penderita akan terdorong untuk patuh dengan
pengobatan yang mereka jalani. Kegiatan penyuluhan dan penjelasan secara
langsung ketika pasien berobat di layanan kesehatan harus dilakukan semakin
sering untuk meningkatkan kesadaran pasien.
4. Pelayanan Kesehatan
Kegiatan pelayanan kesehatan untuk menangani hipertensi, sudah sering
dilakukan di Puskesmas Talise salah satunya melalui kegiatan pos kesehatan
(mobile) yang termasuk dalam program kerja Penyakit Tidak Menular (PTM).
Hal ini dianggap penting karena belum terdapat program khusus untuk masalah
hipertensi. Sedangkan masyarakat perlu tahu dan diberikan informasi mengenai
hipertensi karena seringkali hal seperti ini justru diabaikan oleh masyarakat.
Penyakit-penyakit tidak menular seperti hipertensi seringkali terabaikan
padahal melihat trend yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini,
jumlah kasus penyakit tidak menular seperti hipertensi justru semakin
meningkat. Pasien sendiri tidak pernah mendatangi tempat kegiatan
penyuluhan karena selalu tinggal di rumah.
19
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien
didiagnosis dengan hipertensi.
2. Hipertensi menempati urutan pertama dalam penyakit tidak menular
dari semua golongan umur pada puskesmas Talise tahun 2017 dengan
jumlah penderita sebanyak 1706 kasus.
3. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi
pada pasien, yaitu: faktor genetik, faktor perilaku, dan faktor
lingkungan. Faktor yang dominan menyebabkan kejadian hipertensi
pada kasus yaitu faktor perilaku.

B. SARAN
Lima tahap Pencegahan Penyakit Hipertensi (Five Level Prevention) :
1. Health Promotion Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan
upaya pencegahan penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini
yaitu pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal
ini juga disebut sebagai pencegahan umum yakni meningkatkan peranan
kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan
penyebab serta derajat risiko serta meningkatkan secara optimal
lingkungan yang sehat. Promosi kesehatan (health promotion) dalam
upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan
berbagai upaya seperti:
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
melakukan atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan
sehat) sejak dini, guna mencegah terjadinya atau masuknya agen-
agen penyakit.
b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan
20
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti pola makan
yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan alkohol,
berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan
mengatasi stres yang baik.
2. Spesific protection. Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan
rangkaian dari health promotion. Pencegahan khusus ini terutama
ditujukan pada pejamu dan/atau penyebab, untuk meningkatkan daya
tahan tubuh maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu
dengan berbagai upaya seperti: perbaikan status gizi perorangan maupun
masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x sehari),
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih
baik dan dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment, diagnosis dini dan pengobatan
dini (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan upaya
pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran dari tahap ini yaitu bagi
mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu
penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu sebagai
berikut:
a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.
b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
komplikasi.
c. Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi)
melalui penerapan suatu tes atau uji tertentu pada orang yang
belum mempunyai atau menunjukkan gejala dari suatu penyakit
dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit
hipertensi
d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit
hipertensi sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan
atau sembuh dari penyakitnya.

21
4. Disability Limitation, pembatasan kecacatan (disability limitation)
merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini
yaitu untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena
suatu penyebab penyakit. Pembatasan kecacatan (disability limitation)
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit
hipertensi dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses
penyakit lebih lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan
khusus secara berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan
dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi
tidak memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian
tubuh tertentu.
5. Rehabilitation, rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari
tahap pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini
bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan
sosial seoptimal mungkin. Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam
menangani penyakit hipertensi yaitu sebagai berikut:
a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit
hipertensi.
b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita
tidak merasa minder dengan orang atau masyarakat yang ada di
sekitarnya karena pernah menderita penyakit hipertensi.
c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat
melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau
masyarakat lainnya yang berdayaguna

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajeng W dan Tuminah S. 2012. Prevalensi Hipertensi dan


Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 59,
Nomor 12: 580-587.
2. WHO. 2014. Global target 6: A 25% relative reduction in the prevalence of
raised blood pressure or contain the prevalence of raised blood pressure,
according to national circumstances. Jenewa: World Health Organization.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar “
RISKESDAS 2013. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
5. UPTD Puskesmas Talise. Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas
Talise. Palu : UPTD Puskesmas Talise; 2017.

23
DOKUMENTASI

24
25
26

Anda mungkin juga menyukai