Anda di halaman 1dari 24

REFLEKSI KASUS APRIL 2019

Vulnus Amputatum Digiti V manus Dextra

Oleh :
RISWANDHA
N 111 17 070

PEMBIMBING KLINIK
dr. HARRIS TATA, M.Kes., Sp.OT

DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan
kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik),
hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan
gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh. Berdasarkan waktu dan proses
penyembuhannya, luka dapat diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik.1
Luka merupakan suatu permasalahan medis yang paling sering kita temui.
Mulai dari luka ringan terkena benda tajam, terjatuh atau bahkan yang lebih parah
seperti luka akibat kekerasan, akibat dari kecelakaan berkendara hingga jatuh dari
ketinggian. Luka dapat terjadi di mana saja dan kapan saja sehingga dan kadang tidak
disadari bahayanya.2
Kebutuhan manusia untuk mengganti bagian tubuh yang hilang kemungkinan
telah ada sejak adanya manusia di dunia dengan tujuan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi serta membuat individu menjalani hidup secara normal. Cacat
ekstra oral yang melibatkan telinga, mata, hidung, serta jari merupakan peristiwa
yang sering dijumpai. Amputasi sebagian jari merupakan salah satu kejadian yang
paling sering terjadi. Cacat ini dapat disebabkan oleh karena trauma, kongenital dan
malformasi, serta penyakit seperti infeksi, diabetes mellitus, ataupun lepra.3
Amputasi dapat menimbulkan kerugian secara fisik, psikologis dan
emosional, stigma sosial, ekonomi serta penampilan (estetik) yang merupakan
kejadian yang dapat memicu individu untuk mengalami kesedihan yang
berkepanjangan, depresi, kegelisahan (anxiety), kehilangan percaya diri, dan
mengisolasi diri dari pergaulan sosial. 2-7 Apapun yang menjadi penyebab amputasi
tersebut luka batin yang ditimbulkanya akan bertahan lama sehingga kondisi ini harus
segera diatasi.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Tulang adalah jaringan hidup yang struktumya dapat berubah sebagai
akibat tekananyang dlalaminya. Tulang selalu diperbaharui dengan pembentukan
tulang baru dan resorpsi. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri dari sel, serabut,
dan matriks. Tulang bersifat keras karena matriks ekstraselulernya mengalami
kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya
serabutserabut organik. Tulang mernpunyai fungsi protektif, misalnya tengkorak
dan columna vertebralis melindungi otak dan medulla spinalis dari cedera;
stemum dan costa melindungi viscera rongga toraks dan abdomen bagian atas.
Tulang berperanan sebagai pengungkit seperti yang dapat dilihat pada tulang
panjang extremitas, dan sebagai tempat penyimpanan utama dari garam calcium.
Sumsum tulang yang berfungsi membentuk sel-sel darah terdapat di dalam
rongga tulang dan terlindungi oleh tulang. Tulang terdiri atas dua bentuk, tulang
kompakta dan tulang spongiosa. Tulang kompakta tampak sebagai massa yang
padat; tulang spongiosa terdiri atas anyaman trabekula. Trabekula tersusun
sedemikian rupa sehingga tahan akan tekanan dan tarikan yang mengenai tulang.4

Gambar. Anatomi carpal4

3
Terdapat delapan buah ossa carpi yang tersusun dalam dua baris, masing-
masing terdiri dari empat tulang. Baris proksimal terdiri dari (dari lateral ke
medial) scaphoideum, lunatum, triquetrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri dari
(dari lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum.
Secara bersama-sama ossa carpi pada permukaan anteriomya membentuk
cekungary yang pada ujung lateral dan medialnya melekat sebuah pita
membranosa yang kuat, disebut retinaculum musculorum flexorum. Dengan cara
ini terbentuk saluran osteofascial, canalis carpi, untuk lewatnya nervus medianus
dan tendo-tendo flexor jari. Tulang-tulang tangan pada waktu lahir merupakan
tulang rawan. Os capitafum mengalami osifikasi selama tahun pertama
kehidupary dan tulang-tulang lainnya mengalami osifikasi dengan berbagai
interval waktu sampai umur 12 tahun pada usia ini semua tu1ang telah
mengalami osifikasi. Meskipun pengetahuan secara rinci darl tulang-tulang
tangan tidak perlu bagi mahasiswa kedokterary tetapi posisi, bentuk, dan ukuran
dari os scaphoideum seharusnya dipelajari karena sering fraktur. Rigi pada
trapezium dan hamulus ossis hamati sebaiknya dipelajari. 4
Ada lima buah ossa metacarpi, masing-masing tulang mempunyai basis,
corpus, dan caput. Os metacarpal I ibu jari adalah yang terpendek dan sangat
mudah bergerak. Tulang tersebut tidak terletak pada bidang yang sama dengan
hrlang-tulang metacarpi lairmya, tetapi terletak lebih dnterior. Tulang ini juga
berotasi ke medial sembilan puluh derajat, sehingga permukaan extensor
menghadap ke lateral bukan ke dorsal. Basis ossa metacarpi bersendi dengan
barisan distal ossa carpi; caputnya yang membenfuk buku tangan bersendi
dengan phalalx proximalis. Masing-masing corpus ossis metacarpi sedikit cekung
ke depan dan mempunyai penampang berbentuk segitiga. Corpus mempunyai
permukaan posterior, lateral dan medial Terdapat tiga buah phalanx untuk setiap
jari, tetapi hanya dua phalanx untuk ibu jari.4

4
B. FRAKTUR
1. Definisi
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang ini sendiri, serta jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap
atau tidak lengkap.5

2. Klasifikasi fraktur.5
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi
jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis.
Klasifikasi penyebab:
a. fraktur traumatik
b. fraktur patologis
c. fraktur stress
klasifikasi jenis fraktur:
a. fraktur terbuka
b. fraktur tertutup
c. fraktur kompressi
d. fraktur stress
e. fraktur avulsi
f. greenstick fracture
g. fraktur tranversal
h. fraktur komunutif
i. fraktur inpaksi
klasifikasi klinis
a. fraktur tertutup (close fracture)
b. fraktur terbuka (open fracture)

5
c. frakture dengan komplikasi (complicated fracture)

C. FRAKTUR FALANG
1. Pendahuluan
Fraktur falang adalah terputusnya hubungan tulang Jari-jari tangan yang
disebabkan oleh trauma langsung pada Jari tangan. Jari biasanya mengalami
cedera akibat benturan langsung, dan mungkin terdapat banyak
pembengkakan atau luka terbuka. Palang biasanya mengalami fraktur
melintang, sering disertai angulasi ke depan sehingga dapat merusak sarung
tendon fleksor. Fraktur pada salah satu ujung falang dapat memasuki sendi
dan terjadi kekakuan, dan kalau fraktur bergeser, jari juga dapat mengalami
deformitas. Falang terminal dapat terpukul oleh martil, atau terjepit pintu, dan
tulangnya dapat hancur. Setiap sendi jari dapat mengalami cedera akibat
pukulan langsung (kulit di atasnya sering rusak), akibat daya angulasi, atau
akibat jari yang berposisi lurus tersandung dengan keras. Sendi yang terkena
akan bengkak, nyeri tekan, dan terlalu sakit untuk digerakkan.5

Gambar fraktur pada phalang digit III


2. penatalaksanaan
fraktur falang yang tak bergeser dapat diterapi dengan pembebatan
fungsional. jari diikat dengan jari sebelahnya dan gerakan dianjurkan sejak

6
permulaan. Pembebatan dipertahankan selama 2-3 minggu, tetapi saat ini
sebaiknya diperiksa posisinya dengan sinar X untuk memastikan tidak terjadi
pergeseran. Menurut Apley (1995) fraktur yang bergeser harus direduksi dan
diimobilisasi. Fraktur tersebut direduksi dengan menarik jari yang
melengkung dan menekan falang hingga lurus. lmobilisasi dengan posisi
Heksi harus dipertahankan untuk menahan reduksi, dan cara ini dapat
memberikan hasil yang terbaik dengan memasang gips pada lengan bawah
yang berakhir pada telapak tangan, tetapi mempunyai bebat distal yang
menyokong jari dalam posisi fleksi sekitar 80 derajat pada sendi
metakarpofalangeal dan fleksi pada sendisendi interfalangeal untuk mencegah
pergeseran ulang fraktur. Gips dipertahankan selama 3 minggu, dan
pengikatan dengan jari sebelahnya dilanjutkan selama 3 minggu. Fraktur
falang yang tak stabil dapat diterapi dengan fiksasi internal dengan
menggunakan kawat Kirschner atau sekrup mini. Palang terminal dapat
terpukul oleh martil, atau terjepit pintu, dan tulangnya dapat hancur. Fraktur
tidak dipedulikan dan terapi dipusatkan untuk mengendalikan Pembengkakan
dan memperoleh kembali gerakan.5
D. AMPUTASI
1. Definisi6
Amputasi berasal dari kata lain amputare yang berarti “pancung”.
Dalam ilmu kedokteran diartikan sebagai “membuang” sebagian atau seluruh
anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ) seperti6 :
1. gangren
2. penyakit kusta
3. kelainan bawaan
4. trauma (rudapaksa)
2. Indikasi medik6
a. rudapaksa yang menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota/
alat untuk menyelamatkan jiwa (life saving)

7
b. karena penyakit agar anggota dapat dimanfaatkan kembali akibat kegagalan
fungsi organ
c. Menurut Qkey sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang
terjadi karena pekerjaan, penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi
pada pria. 85% amputasi terjadi pada ekstremitas bawah dan indikasi pada
amputasi ada 3D yaitu: (1) Dead (dying), (2) Dangerous, (3) damn nulsance.7
3. Indikasi hukum6
Pada pelaksanaan tindak kejahatan sebagai hukuman.
4. Teknik amputasi6:
Untuk tindakan life saving maka tindakan harus cepat, umumnya indikasi
karena kerusakan yang hebat dan tidak dapat dipertahankan baik akibat
kebilangan darah maupun karena penyebaran infeksi (sepsis).
a. Di tempat yang sarananya tidak memadai, maka cara Guillotine masih dapat
dipertahankan yaitu: pemotongan ketinggian (level) dipilih yang aman baik
dari segi infeksi dengan melihat reactive zonenya atau kerusakan jaringan
lunaknya, karena tindakan cara Guillotine memerlukan tindakan kedua yaitu
mengadakan stump revision.
b. Apabila sarana memadai seperti a.I. dapat dilakukan resusitasi dengan baik
dan dapat memonitor keadaan pasien selama tindakan amputasi, maka
sebaiknya dilakukan flap amputation dengan demikian tidak perlu tindakan
kedua untuk stump revision: oleh karena itu ”level" yang dipilih harus tepat
dengan mengingat tindakan pasca bedah untuk rehabilitasinya. Pada
umumnya (general rules) menentukan level adalah sebagai berikut :
-Panjang puntung, (untuk anggota gerak atas sebaiknya memper. tahankan
sepanjang mungkin) dengan memperhatikan jarak dari sendi proximalnya.
- Daerah yang cukup vaskularisasi jaringan lunak/ kulit yang akan dipakai
sebagai penutup (flap).
-Stabilitas sendi proximal.

8
Melaksanakan persiapan amputasi adalah a. membicarakan dan
menerangkan dengan baik, kenapa perlu di amputasi b. ketinggian/banyaknya
yang akan dibuang & kemungkinan tindakan ke II-III, c. Rehabilitasi/
prothesis

5. Ketinggian/ level amputasi:8


a) Pada amputasi jari tangan dan kaki, sebisa mungkin falang dasar
dipertahankan. Amputasi parsial jari dan tangan harus schema! mungkin.
Setiap jari dengan sensibllitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali
karena dapat digunakan untuk Fungsi menggenggam atau oposisi ibu jari.
Amputasi transmetatarsal menghasilkan puntung yang baik. Amputasi di
sendi tarsometatarsal Lisfranc menghasilkan pes ekuinus dengan
pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sulit sembuh karena
luka berulang.
b) Pada amputasi melalui pergelangan tangn. fungsi pronasi dan supinasi
dipertahankan. Tangan mioelektrik maupun angan kosmetik dapat
dipakai tanpa kesulitan.
c) lengan bawah. Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik
untuk memasang prostesis. Puntung harus sekurang kurangnya distal
insersi m.b|scps dan m.brakialis untuk iiekai siku.
d) siku dan lengan atas. eksartikulasi siku mempunyai keuntungan karena
prostesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar babu. Pada amputasi di
diafisis humerus. prostesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi
pada bahu. Eksartikulasi bahu dan amputasi interiorakoskapular yang
merupakan amputasi. termasuk gelang bahu, ditangani dengan ptosmis
yang biasanya hanya merupakan prostesis kosmetik.
e) Proksimal sendi pergelangan kaki. Amputasi transmaleolar baik sekali
bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat menutup ujung puntung.

9
f) Tungkai bawah. Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12-18
cm dari sendi lutut, bergantung pada keadaan setempat, usia pasien, dan
tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm. prostesis
mustahil dapat dikendalikan.
g) eksartikulasi lutut. Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik
sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
h) Tungkai atas. Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10 cm di
bawah sendi panggul. Puntung yang kurang dari itu menyebabkan
kontraktur fleks iabduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang
dari 10 cm di atas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini suka:
dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
i) sendi panggul dan hemipelvektomi. Eksartikulasi sendi panggul kadang
dilakukan pada tumor ganas. Prostesis akan lebih sukar dipasang.
Prostesis untuk hemipelviktomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan
motivasi kuat pasien.
6. komplikasi
1. sensasi phantom
Sensasi phantom biasanya digambarkan sebagai gatal, Tusukan pin
dan jarum, atau kesemutan. Ini biasanya tidak berlebihan, terjadi pada 53-
100% amputasi, dan cenderung menghilang atau menstabilkan dalam
tahun pertama setelah Amputasi.9

2. Edema
Edema terjadi pada perkembangan operasi ke menggunakan prostesis.
Pembalut yang sempit atau tekan diterapkan setelahnya prosedur
amputasi untuk memperbaiki dan meningkatkan dengan cepat edema dini.
Penggunaan i ini membantu untuk membentuk anggota setelah operasi
untuk memakai prostesis. Anggota residual adalah terus menerus berisiko
mengalami edema. Menghindari posisi regangan dependen dan

10
penggunaan stocking yang bisa ditarik, edema setelah atau di antara
prostesis sering dihindari. Edema lanjut yang persisten dapat
mengindikasikan iritasi pada prostesis, pembentukan informasi gangguan
atau infeksi laten.9
3. Infeksi
Infeksi pada sisa anggota tubuh merupakan hal yang disayangkan tetapi
diharapkan komplikasi yang terjadi pada 20-41% amputasi akibat trauma
atau penyakit pembuluh darah, terutama dalam operasi satu tahap, dengan
angka yang jauh lebih rendah untuk tumor dan pediatrik amputasi. Ahli
bedah harus berkonsultasi pasien lebih dulu tentang infeksi menjadi
sering masalah selama proses rekonstruksi, untuk mengelola harapan
pasien dan mengurangi kemunduran psikologis jika infeksi berkembang.
Ini sangat penting karena infeksi sering mengakibatkan operasi tambahan
prosedur dan penundaan atau memperpanjang periode awal rehabilitasi.9

11
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : an. A
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. wani
No. RM : 01-00-17-21
Tanggal masuk RS : 25-2-2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pada jari kelingking tangan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk rumah sakit datang dengan keluhan nyeri pada jari kelingking
tangan kanan yang dirasakan kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya pasien menggunakan cincin pada jari kelingking dan tersangkut
dibagian pintu saat lari sehingga jari kelingkingnya terputus. Perdarahan pada
jari kelingking tangan kanan, nyeri kepala tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri
perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Buang air besar lancar dan buang air
kecil lancar dan tidak nyeri.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

12
Riwayat Penyakit Keluarga :
tidak ada keluarga yang menderita kejadian yang sama. Riwayat penyakit
hipertensi, kencing manis, asma dan keganasan anggota keluarga (-)

C. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital : 120/80 mmHg
Nadi : 60x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,50C
Tinggi badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
Keadaan gizi : mormal
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (+/+), raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-),
Rhinorrhea (-)
Telinga : Ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-/-), jejas (-),
oedem (-), hematom (-), deformitas (-).

13
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan , nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
Palpasi : nyeri tekan dinding perut (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)

Ekstremitas atas
Status lokalis
1. Regio Manus Dextra
a. Look : tampak vulnus amputatum pada phalangs digiti V manus
dextra perdarahan (+) .

14
b. Feel : Didapatkan nyeri tekan (+), sensibilitas (-), capillary refill
time (-) pada digiti 5 manus dextra. Arteri radialis dextra teraba, regular
dan kuat angkat.
c. Move : ROM terbatas karena nyeri

Ekstremitas bawah
Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah Lengkap (25/2/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 14,74 103/ul 3,6-11
Eritrosit 4,78 106/ul 3,8-5,2
Hemoglobin 12,5 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 36,3 % 35-47
Trombosit 474 103/ul 150-440

Kimia klinik:
SGOT - U/L 0,0-31,0
SGPT - U/L 0,0-31,0
Urea 17.8 mg/dL 15-43,2
Creatinin 0,91 mg/dL 0,60-1,2
GDS 129 mg/dL 70-149
Serologi :
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif

15
2. Foto manus Dextra AP/ lateral

Kesan :
Fraktur amputasi os phalangs digiti v manus dextra
Resume :
Pasien anak laki-laki usia 14 tahun masuk rumah sakit datang dengan keluhan
nyeri pada jari kelingking tangan kanan yang dirasakan kurang lebih 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien menggunakan cincin pada jari kelingking dan
tersangkut dibagian pintu saat lari sehingga jari kelingkingnya terputus. Perdarahan
pada jari kelingking tangan kanan, nyeri kepala tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri
perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Buang air besar lancar dan buang air
kecil lancar dan tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tampak vulnus amputatum pada phalangs digiti V
(+) manus dextra. Didapatkan nyeri tekan (+), sensibilitas (-), capillary refill time < 3
detik. Arteri radialis dextra teraba, regular dan kuat angkat. ROM terbatas karena
nyeri.

E. DIAGNOSIS
Vulnus Amputatum Digiti V manus Dextra
F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Konservatif
- IVFD Nacl 0,9% 14 tpm

16
- Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj kalnex/ 12 jam/ iv
- inj Ranitidin 50 mg/ /8 jam/iv
b. Operatif
- :Debridement + amputasi setinggi phalangs media digiti V manus
dextra

Gambar. Intra operasi

Gambar. Post operasi

2. Non medikamentosa
- Tirah Baring

17
G. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan dan Pemeriksaan Instruksi Dokter
26/2/2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD Nacl 0,9% 14 tpm
O: Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
TD : 110/80 mmHg jam/ IV
N : 78 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
P : 18 x/menit jam/iv
S : 36,5ºC Inj kalnex/ 12 jam/ iv
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
27/2/2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 100/60 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
N : 80 x/menit jam/ IV
P : 20 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
28/2/ 2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 110/80 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
N : 80 x/menit jam/ IV
P : 20 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8

18
S : 36,5ºC jam/iv
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
1/3/2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 100/60 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
N : 88 x/menit jam/ IV
P : 20 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
2/3/2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 100/60 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
N : 80 x/menit jam/ IV
P : 18 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
3/3/2019 S : nyeri pada tangan kanan (+), mual (–), Puasakan pasien
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 110/80 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12

19
N : 78 x/menit jam/ IV
P : 18 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv
A: Vulnus amputatum phalangs digiti V inj Ranitidin 50 mg/ /8
manus dextra jam/iv
-
4/3/2019 S :rencana operasi.
O: IVFD ringer laktat 20
TD : 110/70 mmHg tpm
N : 78 x/menit Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
P : 18 x/menit jam/ IV
S : 36,5ºC Inj. Ketorolac 30 mg/8
A : Vulnus amputatum phalangs digiti V jam/iv
manus dextra inj Ranitidin 50 mg/ /8
jam/iv
- Post op. Foto manus
dextra AP/ lateral
5/3/2019 S : nyeri bekas operasi (+), mual (–),
muntah (-), bab dan bak biasa. IVFD ringer laktat 20
O: tpm
TD : 110/80 mmHg Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12
N : 80 x/menit jam/ IV
P : 20 x/menit Inj. Ketorolac 30 mg/8
S : 36,5ºC jam/iv
A : post Debridement + amputasi inj Ranitidin 50 mg/ /8
phalangs digiti V setinggi phalangs media jam/iv
manus dextra. -

20
Gambar foto manus Dextra AP post
operasi.

Gambar foto manus dextra lateral view

6/3/2019 Pasien pulang

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan


fisik Pada anamnesis Pasien masuk rumah sakit datang dengan keluhan nyeri pada
jari kelingking tangan kanan yang dirasakan kurang lebih 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya pasien menggunakan cincin pada jari kelingking dan
tersangkut dibagian pintu saat lari sehingga jari kelingkingnya terputus. Perdarahan
pada jari kelingking tangan kanan, nyeri kepala tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri
perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Buang air besar lancar dan buang air
kecil lancar dan tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tampak vulnus amputatum pada phalangs
digiti V (+) manus dextra. Didapatkan nyeri tekan (+), sensibilitas (-), capillary refill
time < 3 detik. Arteri radialis dextra teraba, regular dan kuat angkat. ROM terbatas
karena nyeri.
Diagnosis Traumatic Amputatum Digiti V manus Dextra selain berdasarkan
gejala klinis juga didasarkan pada hasil radiologi. Pada pemeriksaan radiologis pasien
ini didapatkan adanya Fraktur amputatum os phalangs digiti v manus dextra.
Periksaan penunjang laboratorium ini adalah darah rutin untuk mendeteksi ada
tidaknya proses hidden blood lost atau adanya proses infeksi. Pada pasien didapatkan
peningkatan dari sel darah putih/ white blood cell.
Pada pasien ini diberikan tindakan medikamentosa berupa obat, IVFD ringer
laktat 20 tpm, Inj. ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV, Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv, dan inj
Ranitidin 50 mg/ /8 jam/iv. Pada pasien juga dilakukan tindakan debridement dan
amputasi setinggi phalangs medial digiti V.

22
BAB V
KESIMPULAN

1. Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan
kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan
listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka
menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh.
2. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang ini sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap.
3. fraktur falang yang tak bergeser dapat diterapi dengan pembebatan fungsional.
jari diikat dengan jari sebelahnya dan gerakan dianjurkan sejak permulaan.
Pembebatan dipertahankan selama 2-3 minggu, tetapi saat ini sebaiknya
diperiksa posisinya dengan sinar X untuk memastikan tidak terjadi pergeseran.
Menurut Apley (1995) fraktur yang bergeser harus direduksi dan diimobilisasi.
4. Amputasi sebagian jari merupakan salah satu kejadian yang paling sering terjadi.
Cacat ini dapat disebabkan oleh karena trauma, kongenital dan malformasi, serta
penyakit seperti infeksi, diabetes mellitus, ataupun lepra. Maj ked GI, 2014
5. Amputasi dapat menimbulkan kerugian secara fisik, psikologis dan emosional,
stigma sosial, ekonomi serta penampilan (estetik) yang merupakan kejadian yang
dapat memicu individu untuk mengalami kesedihan yang berkepanjangan,
depresi, kegelisahan (anxiety), kehilangan percaya diri, dan mengisolasi diri dari
pergaulan sosial. 2-7 Apapun yang menjadi penyebab amputasi tersebut luka
batin yang ditimbulkanya akan bertahan lama sehingga kondisi ini harus segera
diatasi.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnama H. Sriwidodo. Ratnawulan S. Review sistematik: Proses penyembuhan
dan perawatan luka. Farmaka; 2015: Vol 15 No 2.
2. Ansori M. R. Talas (colocasia esculenta [L.]Schott) sebagai obat herbal untuk
mempercepat penyembuhan luka. J. Agromed Unila; 2015: vol 2. No 2.
3. Sublantaria AA. Wahyuningtyas E. Mustiko HD. Rehabilitasi prostetik protesa
jari dengan bahan silikon rtv untuk mengembalikan bentuk dan estetik. mej ked
GI; 2014: vol 21. No 1.
4. Snell R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC. Jakarta.
2014
5. Helmi N,Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Penerbit Salemba Medika.
2013.
6. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif Watampone. Jakarta.
2012
7. Syaifuddin M. Hubungan Panjang Puntung Dan Indeks Massa Tubuh Dengan
Keseimbangan Berjalan Pada Pasien Pasca Amputasi Anggota Gerak Bawah.
Momentum; 2016: Vol 12 No 2. Pp 13-16
8. Sjamsuhidajat R. Karnadiharja W., Prasetyono T., Rudiman R. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta. 2014.
9. Potter BK. Papscale BA. Residual Limb Complication And Management
Strategies. Curr Phys med rehabil: 2014; vol 2.

24

Anda mungkin juga menyukai