Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,
Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif
berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses
penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu,
berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi
yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya
kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan
target kinerja yang telah ditetapkan.[1]

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat


Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP
tingkat pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai
UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan
tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain
kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat
setempat (local specific). [1]

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas harus


melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Siklus
manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin
berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur,
diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan
ditingkatkan dalam satu siklus “Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A)”.[1]

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak


terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu
sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.[2]

Pelayanan kefarmasian memiliki peran penting dalam terlaksananya


kesehatan yang optimal. Pelayanan farmasi berdasarkan pada UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, dan lain sebagainya. Sehingga pelayanan farmasi dianggap sangat
penting dalam terlaksananya pelayanan kesehatan yang optimal.[3]

Berikut akan dibahas mengenai pelayanan farmasi yang berada di


Puskesmas Talise.

1.2. Tujuan
Tujuan pada penulisan laporan manajemen ini, terkait pelayanan apotik
antara lain :
1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kinerja apotik di wilayah
Puskesmas Talise.
2. Sebagai pemenuhan syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
1.3. Manfaat
Pada laporan manajemen ini, diharapkan nantinya dapat memberikan
manfaat berupa:
1. Dapat memberikan gambaran kinerja apotik yang berada di lingkungan
puskesmas Talise.
2. Meningkatkan minat dan kelimuan pembaca mengenai pelayanan
kefarmasian.
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

2.1. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas
adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab
atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah
kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi
menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan,
yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.[1]

Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah


diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman
manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas
(tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman
Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas
menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas dan
rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini
Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan
penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas sektor,
serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada tahun 1993,
Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan pelaksanaan dan hasil-
hasil kegiatan dengan menggunakan instrument Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984), digunakan
sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota, untuk dapat
meningkatan peran dan fungsinya dalam pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.[1]

Dengan adanya perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan


pembangunan kesehatan, diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang
berbasis siklus kehidupan, Sustainable Development Goals (SDG’s), dan
dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka pedoman
manajemen Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada.
Melalui pola penerapan manajemen Puskesmas yang baik dan benar oleh
seluruh Puskesmas di Indonesia, maka tujuan akhir pembangunan jangka
panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat Indonesia yang sehat mandiri
secara berkeadilan, dipastikan akan dapat diwujudkan.[1]

Pedoman Manajemen Puskesmas diharapkan dapat memberikan


pemahaman kepada kepala, penanggungjawab upaya kesehatan dan staf
Puskesmas di dalam pengelolaan sumber daya dan upaya Puskesmas agar
dapat terlaksana secara maksimal. Pedoman Manajemen Puskesmas ini juga
dapat dimanfaatkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dalam rangka
pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis manajemen kepada Puskesmas
secara berjenjang.[1]

Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas


berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas
yang juga dapat berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di
Puskesmas. Tim terdiri atas penanggung jawab upaya kesehatan di
Puskesmas dan didukung sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-
masing. Tim ini bertanggung jawab terhadap tercapainya target kinerja
Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu.[1]
Puskesmas Talise
Puskesmas Talise memiliki visi berupa “Terwujudnya Pelayanan
Kesehatan Yang Bermutu, Adil, Dan Merata Menuju Kecamatan
Mantikulore Yang Lebih Sehat”. Selain itu Puskesmas Talise memiliki 5
misi yang ingin di capai diantaranya:
1) Mendorong kemandirian masyaratakat dibidang kesehatan
melalui kerjasama lintas sektor;
2) Meningkatkan akses kesehatan yang adil dan merata serta
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat;
3) Mendorong masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat baik
secara perorangan dan kelompok;
4) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM serta sasaran
dan prasarana puskesmas berdasarkan IPTEK dan IMTAQ;
5) Meningkatkan mutu layanan dan kesejahteraan pegawai.
Moto dari puskesmas talise sendiri adalah ”KEDATANGAN DAN
KEPUASAN ANDA ADALAH HARAPAN KAMI”.
Puskesmas Talise berada di wilayah kecamatan Mantikulore yang
memiliki luas wilayah 82.53 km2 dan secara administratif pemerintahan
terdiri atas 3 kelurahan, 29 RW serta 102 RT. Wilayah kerja Puskesmas
Talise mencakup tiga kelurahan yaitu :

 Kelurahan Talise
 Kelurahan Tondo
 Kelurahan Layana

Tabel 1 Luas Wilayah, RW dan RT dirinci menurut kelurahan


UPTD Urusan Puskesmas Talise Tahun 2016
Luas Wilayah

No. K e l u r a h a n ( k m 2 ) R W R T

1 Talise dan Valanggun i 12,37 km2 8 4 5

2 T o n d o 55,16 km2 1 5 3 8

3 L a y a n a I n d a h 15,00 km2 6 1 9

Puskesmas Talise 8 2 , 5 3 km2 2 9 1 0 2

Berdasarkan data dukcapil Kota Palu Tahun 2016 Jumlah


Penduduk Di wilayah Kerja Puskesmas Talise adalah 35.386 jiwa yang
tersebar di tiga kelurahan antara lain . Kelurahan Talise bersatu dengan
valangguni 19.414 jiwa , kelurahan tondo 12.212 jiwa dan kelurahan
Layana 3760 jiwa.5

1. Keadaan Demografis
Sebagai unit terdepan dalam pelayanan kesehatan, Puskesmas
diharapkan mampu melakukan upaya-upaya tersebut diatas. Menurut
data di UPT Puskesmas Talise jumlah usia lanjut tahun 2016 adalah
sebagai berikut5:
Jumlah Penduduk
No Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan
1 45-49 Tahun 1.112 1.166
2 50-54 Tahun 883 876
3 55-59 Tahun 686 629
4 60-64 Tahun 411 390
5 >65 Tahun 511 521
Jumlah 3.603 3.582
2. Sosial Ekonomi
a. Kewilayahan
Wilayah kerja Puskesmas Talise mencakup 4 kelurahan
yang kesemuanya dapat dijangkau oleh petugas kesehatan dengan
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak yang
terjauh dari puskesmas sekitar 12 km.
b. Desa Tertinggal
Di wilayah Puskesmas Talise tidak terdapat desa tertinggal
akan tetapi ada 2 (dua) dusun yang masih masuk kategori dusun
sulit.
Adapun dusun yang tergolong dusun sulit di wilayah Puskesmas
Talise dapat dilihat pada tabel di bawah ini.5

2.2.Pelayanan Kefarmasian
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan
informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]

Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan,


Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi
klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.[3]

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.[3]

Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,


keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung
dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian
informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.[3]

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya


kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi
untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik
tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan
Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas
kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar
Pelayanan Kefarmasian.[3]

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di


bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian
dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang
komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai
pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup
pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang
benar dan rasional, monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan
akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.[3]
2.4 Masalah
Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program Penyelenggaraan
Apotik di Puskesmas Talise yang akan dibahas antara lain:
1. Pemanfaatan sumber daya manusia (tenaga kefarmasian) yang masih
belum maksimal.
2. Sarana dan prasarana yang masih kurang dalam menyokong
penyelenggaran apotik di Puskesmas Talise.
3. Kurangnya maksimalnya pelayanan kefarmasian klinik.
4. Tidak tersedianya beberapa obat sesuai permintaan puskesmas yang
didistribusikan oleh pihak gudang obat.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Talise


Pelayanan apotik dilingkup puskesmas Talise didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar obat-obatan dan bahan habis pakai yang
memadai. Secara garis besar, tidak ada program kerja tertentu yang
ditargetkan oleh pelayanan apotik, melainkan melakukan pemenuhan yang
memadai guna berjalannya pelayanan kesehatan yang paripurna. Semua obat
yang dikeluarkan oleh apotik berdasarkan pada resep yang diberikan oleh
dokter, sehingga hal tersebut sudah sesuai dengan peraturan pemerintah.

Ada beberapa item yang dipenuhi dalam pemenuhan pelayanan


kesehatan yang paripurna dalam bidang kefarmasian puskesmas Talise. Hal-
hal tersebut antara lain:

1. Melakukan pemenuhan kebutuhan obat dan bahan habis pakai di


puskesmas.
2. Melakukan penyimpanan dan pendataan obat dan bahan habis
pakai di puskesmas.

Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/
kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen,
dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.[2]

Berdasarkan atas hal tersebut diatas, maka apotik melakukan


pemenuhan obat-obatan dan bahan habis pakai dengan cara mencatat semua
kebutuhan yang akan digunakan oleh puskesmas melalui LPLPO (Lembar
Pencacatan dan Lembar Permintaan Obat) yang kemudian akan diajukan ke
bagian gudang kota yang berada di Mamboro kemudian nantinya permintaan
obat tersebut akan disalurkan ke pihak puskesmas. Pelayanan dan permintaan
obat yang dianut oleh apotik berdasarkan pada sistim satu pintu, dimana
semua permintaan pada satu gudang pokok kemudian nantinya dari gudang
pokok yang akan mendistribusikan langsung kepada puskesmas.

Sebagian besar pelayanan yang dilakukan oleh puskesmas Talise


berbasis pada pengelolaan obat dan bahan habis pakai yang semua dilakukan
secara sistematis dan terarah. Semua pelayanan apotik didasarkan kepada
peraturan no. 30 tahun 2014 yaitu, perencanaan kebutuhan, permintaan
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan,
pelaporan, pengarsipan dan pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

Obat dan bahan habis pakai yang telah terdistribusi akan dilakukan
pencatatan oleh pihak gudang obat dan pihak apotik, kemudian akan
dilakukan serah terima. Semua obat yang masuk dan keluar dari apotik akan
dilakukan pencatatan dan pendataan kembali oleh pihak apotik.

Keterbatasan yang sering didapatkan pada proses tersebut adalah tidak


tersedianya obat-obatan maupun bahan habis pakai sesuai dengan permintaan
dari puskesmas. Hal tersebut didasarkan oleh karena ketersediaan obat yang
didistribusikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini yang membidangi kontrak
obat-obatan yang minim, hal lain adalah satu gudang obat yang berada di
mamboro harus mendistribusikan permintaan obat kepada beberapa
puskesmas yang berada disekitar gudang obat tersebut hingga harus membagi
rata kesemua puskesmas-puskesmas yang ada. Keterbatasan obat dengan
permintaan tertentu tidak dapat digantikan dengan merek obat lain walaupun
masih dalam 1 jenis obat. Hal tersebut dikarenakan semua permintaan yang
ada harus mengacu pada LPLPO dan tidak boleh menyalahi dari permintaan
yang ada, sehingga kekurangan obat tertentu inilah yang membuat puskesmas
harus bersabar untuk menunggu permintaan selanjutnya pada bulan berjalan.

Pelayanan obat-obatan dan bahan habis pakai yang telah tersedia pada
puskesmas, kemudian akan diatur pendistribusiannya pada setiap unit kerja di
puskesmas, yaitu kepada unit kerja UGD dalam hal ini obat-obatan gawat
darurat, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Posyandu, Posbindu dan unit kerja
lainnya. Semua obat yang didistibusikan tersebut memiliki pendataan
sebelumnya mengenai kebutuhannya, sehingga permintaan dari tiap unit
puskesmas juga disesuaikan dengan adanya permintaan sebelumnya.

Pelayanan lain yang dilakukan oleh apotik adalah pelayanan dalam hal
penyimpanan obat-obatan. Semua obat dan bahan habis pakai akan disimpan
dalam gudang farmasi puskesmas Talise dengan tempat yang memadai,
dalam hal ini ruangan yang bebas dari sinar matahari langsung, suhu yang
sejuk, dan disimpan dalam rak lemari. Penyimpanan tersebut dimaksudkan
agar obat-obatan tidak mudah rusak karena ketidak seimbangan lingkungan
sekitar penyimpanan. Standar penyimpanan telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dimana penyimpanan harus aman, terjamin dan baik
mutunya.

Setelah disimpan dalam tempat dan wadah yang sesuai, obat-obatan


disusun secara alfabetis dan memakai sistim FIFO & FEFO (First in First Out
& First Expayer Date First Out) dimana obat yang datang pertama kali akan
keluar pertama kali dan obat yang memiliki tanggal masa berlaku mendekati
habis akan keluar pertama kali. Pemakaian FIFO & FEFO tersebut
disesuaikan dengan keadaan obat dan kondisi dilapangan saat dilakukan
penyimpanan setiap bulannya. Tidak ada kendala yang didapatkan dalam
proses penyimpanan maupun pemakaian obat yang ada di puskesmas.

Pelayanan lain yang dilakukan dalam pemenuhan tersebut yaitu


pelayanan farmasi klinis berupa pengkajian resep, penyerahan obat, dan
pemberian informasi obat, pelayanan informasi obat (pio), konseling,
ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap), pemantauan dan
pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi
penggunaan obat. Beberapa pelayanan farmasi klinis yaitu konseling,
pelayanan kefarmasian di rumah belum terlaksana di puskesmas Talise, hal
tersebut disebabkan oleh belum maksimalnya pemanfaatan tenaga farmasi
untuk pelaksanaan kefarmasian klinik tersebut.

3.2. Regulasi Obat Tidak Layak Pakai


Sarana apotik puskesmas Talise hanya memiliki kewenangan untuk
mengumpulkan obat-obatan dan bahan habis pakai yang berada di puskesmas
dalam satu wadah. Wadah yang biasa dipakai antara lain kardus untuk
mengumpulkan semua bahan obat yang tidak habis dan telah memiliki masa
berlaku yang sudah lewat.

Setelah dikumpulkan, obat tersebut akan dikembalikan ke gudang kota


untuk kemudian dilakukan sistim penghancuran. Obat-obat yang tidak layak
pakai tidak dapat dihancurkan sendiri dipuskesmas ataupun dilakukan
perbaikan terhadapnya, hal ini dikarenakan puskesmas tidak memiliki ijin
khusus untuk melakukan itu ditunjang dengan tidak tersedianya peralatan
khusus untuk menghancurkan obat-obatan yang sudah tidak layak pakai.

Semua proses dalam pengelolaan obat tidak layak pakai tersebut


berjalan dengan sangat baik dan tidak ada kendala didalamnya. Semua obat
yang tidak layak pakai akan dilakukan pendataan sehingga tidak ada obat-
obatan yang tertinggal di apotik.

Manajemen tersebut telah sesuai dengan pedoman pemerintah dimana


harus ada perijinan khusus yang mengatur mengenai pemusnahan obat-obatan
yang beredar dipuskesmas.

3.3. Sumber Daya Kefarmasian


Untuk sumber daya manusia (SDM) pada pelayanan kefarmasian di
puskesmas terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Berdasarkan
Permenkes No. 74, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, dan Analis Farmasi. Sedangkan untuk SDM di Puskesmas Talise
terdiri dari 2 orang apoteker dimana 1 apoteker sebagai penanggung jawab
dan 3 sarjana farmasi sebagai tenaga teknis kefarmasian.

Adapun sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di


Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set
meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah
terlihat oleh pasien. Di Puskesmas Talise itu sendiri, ruang penerimaan
resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh
pasien, memiliki 1 (satu) set meja dan kursi.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang
peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air
mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label
obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai
kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan
cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan
pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan. Pada ruang
pelayanan resep dan peracik di Puskesmas Talise ini berada dalam satu
ruangan. Untuk keadaan ruangan dan peralatan peracikan telah sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian menurut PERMENKES.
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku
pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep. Adapun ruang
penyerahan obat di Puskesmas Talise digabungkan dengan ruang
penerimaan resep dan dilengkapi buku pencatatan penyerahan dan
pengeluaran obat.
d. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku,
buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat
(lampiran), formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan lemari
arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.
Adapun pelayanan kefarmasian Puskesmas Talise, belum tersedia ruang
konseling secara khusus.
e. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya
yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan
rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,
lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu. Kondisi
ruangan penyimpanan beserta fasilitasnya di Puskesmas Talise sebagian
besar telah sesuai standar pelayanan kefarmasian menurut
PERMENKES. Namun ruangan penyimpanan yang sempit masih
menjadi kendala. Untuk lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika juga belum sepenuhnya sesuai dengan standar.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan
ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai
hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik. Di
puskesmas Birobuli, ruang arsip bergabung dengan ruang penyimpanan
obat yang sebagian diletakkan di rak lemari obat.
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas
Talise, dapat ditarik kesimpulan, antara lain:
1. Pelayanan kefarmasian puskesmas Talise sudah berjalan cukup baik.
2. Sistem pelayanan satu pintu yang dianut oleh apotek membuat adanya
transparansi dan kemudahan dalam pengelolaan obat di puskesmas
Talise.
3. Obat-obatan di puskesmas Talise disusun secara alfabetis dan telah
menggunakan sistem FIFO & FEFO (First in First Out & First Expayer
Date First Out) dimana obat yang datang pertama kali akan keluar
pertama kali dan obat yang memiliki tanggal masa berlaku mendekati
habis akan keluar pertama kali dimana hal ini telah sesuai dengan
pedoman.
4. Tidak tersedianya beberapa obat sesuai permintaan puskesmas yang
didistribusikan oleh pihak gudang obat.
5. Belum maksimalnya sarana dan prasarana apotek di puskesmas Talise.
6. Belum maksimalnya pemanfaatan sumber daya manusia untuk beberapa
pelaksanaan kefarmasian klinik.

1.2 Saran
Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas Talise,
dapat diberikan saran, antara lain:
1. Sebaiknya regulasi pemanfaatan SDM terkhusus tenaga teknis
kefarmasian lebih dimaksimalkan sehingga proses penyelenggaraan
apotik dapat terlaksana dengan baik.
2. Mengupayakan perluasan ruang gudang obat sehingga penataan obat-
obatan lebih maksimal.
3. Memperbaiki tempat penyimpanan obat golongan narkotika dan
psikotropika agar sesuai dengan standar permenkes.
4. Mengupayakan pengadaan ruang konseling sehingga proses
penyelenggaraan kefarmasian klinik apotik dapat dilaksanakan dengan
baik.
5. Mengupayakan pengadaan ruang arsip, sehingga dokumen yang ada tidak
tergabung dengan rak penyimpanan obat.
6. Sebaiknya pihak apoteker selalu melihat daftar obat FORNAS yang
terbaru untuk mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk fasilitas
kesehatan tingkat 1, sehingga kendala obat kosong dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta. 2016.
2. Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 30 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
2014.
3. Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. 2014.
4. UPTD Puskesmas Talise. Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Talise.
Palu : UPTD Puskesmas Talise; 2016.
LAMPIRAN
LAPORAN MANAJEMEN NOVEMBER 2018

MANAJEMEN APOTEK DI PUSKESMAS TALISE

Disusun oleh :

NISRINA RIHHADATUL AISY


N 111 17 088

Pembimbing :
dr. Indah P. Kiay Demak, M.Med, Ed
dr. Benny Siyulan, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TALISE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

Anda mungkin juga menyukai