Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

Pria Usia 54 Tahun dengan Suspect Urosepsis, Syok Sepsis,


Anemia, AKI dd Acute On CKD , Retensio Urin ec Suspect BPH

Disusun oleh:

Salim AL-Katiri

030.15.157

Pembimbing:

dr. Afifah I.S., Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

PERIODE 25 MARET – 31 MEI 2019


Laporan kasus:

Suspect Urosepsis, Syok Sepsis, Anemia, AKI dd Acute On CKD , Retensio


Urin ec Suspect BPH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Budhi Asih periode 25 Maret – 31 Mei 2019

Disusun oleh:

Salim AL-Katiri

03.015.157

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Afifah Is, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih

Jakarta, Juli 2019

dr. Afifah I.S., Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat ridha-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Suspect
Urosepsis, Syok Sepsis, Anemia, AKI dd acute on CKD, Retensio Urin ec Suspect
BPH” dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih periode 25
Maret – 31 Mei 2019. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan
bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. dr. Afifah I.S., Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Budhi Asih.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Budhi Asih.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan,


oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Juli 2019

Salim AL-Katiri

030.15.157

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................i

KATA PENGANTAR............ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS ...................................................................................... 2

2.1 Identitas Pasien................................................................................................... 2

2.2 Anamnesis............................................................................................................. 3

2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................... 4

2.4 Pemeriksaan Penunjang ..... 6

2.5 Penatalaksanaan ................................................................................................. 9

2.6 Ringkasan ....................................................................................................10

2.7 Daftar Masalah.............................................................................................11

2.8 Analisis Masalah...........................................................................................12

2.9 Rencana Awal...............................................................................................14

2.10Prognosis.....................................................................................................14

2.7 Follow Up.....................................................................................................15

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 21

3.1 Definisi.............................................................................................................. 21

3.2 Epidemiologi...................................................................................................... 21

3.3 Etiologi....................................................................................................... 22

ii
3.4 Patofisiologi .................. 23

3.5 Diagnosis........................................................................................................... 24

3.6 Penatalaksanaan ...........................................................................................30

3.7 Prognosis......................................................................................................34

BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................... 35

BAB V DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu penyebab utama kematian terutama pada penderita di


unit perawatan intensif, sepsis tetap merupakan masalah kesehatan baik di negara
berkembang maupun negara maju. Sepsis merupakan kondisi penyakit yang berat
dan meningkatkan angka morbiditas. Beberapa strategi awal resusitasi pada pasien
dengan sepsis berat dan syok sepsis dapat menurunkan angka mortalitas pasien,
tetapi dari beberapa data menunjukan bahwa masih banyak pasien dirawat dalam
waktu yang lama di Intensive Care Unit (ICU).1

Sepsis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dengan mortalitas 22-


76% pada sepsis berat. Sepsis merupakan penyebab kematian ketiga dari 10
penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung dan
neoplasma ganas. Insidens sepsis semakin meningkat dan akan terus meningkat
seiring dengan peningkatan usia. Setiap tahun diperkirakan 400.000 hingga
500.000 pasien mengalami sepsis di Eropa dan Amerika Serikat. Sepsis berat
adalah pemicu terjadinya 50% kasus acute kidney injury (AKI) pada pasien kritis.
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden AKI yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 0,718% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 20% pada
pasien yang dirawat di ICU, dengan angka kematian yang dilaporkan berkisar 25-
80%. 1,2

Menurut definisi terbaru, sepsis ditandai dengan dugaan atau bukti adanya
infeksi ditambah tanda-tanda klinis dan temuan laboratorium yang menunjukkan
adanya disfungsi organ (berdasarkan skor SOFA/Sequential Organ Failure
Assessment) oleh karena adanya respon imun terhadap infeksi tersebut. Jantung,
hati, paru-paru dan ginjal adalah organ yang sering terkena selama proses ini. AKI
sebagai salah satu komplikasi sepsis yang paling sering, dianggap sebagai
masalah yang penting dalam praktek klinis dan terutama pada pasien rawat inap
yang dirawat di ICU, oleh karena angka mortalitas yang tetap tinggi secara
signifikan.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Tn. B

No. RM : 01001236

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 54 Tahun 6 Bulan

Tempat, Tanggal Lahir : 01 Januari 1965

Alamat : JLN. GG. H. Mutholib, Jakarta Timur

Agama : Islam

Pekerjaan :Buruh bangunan

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Tanggal Masuk : 4 Juli 2019

Ruangan : Lantai V Edelweis timur

IMT : 18,2 (BB:51kg, TB:167cm)

Status Gizi : Berat badan kurang

2
2.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 Juli 2019

Keluhan Utama Sesak nafas 3 hari SMRS

Keluhan Demam, lemas, mudah merasa lelah, sulit BAK, perut


Tambahan membesar, nyeri perut bagian bawah.

Riwayat Penyakit Sesak nafas sejak ± 3 hari SMRS, sesak nafas dirasakan
Sekarang semakin memberat, keluhan muncul saat pasien berkerja
maupun saat istirahat. Keluhan batuk, pilek, berkeringat
malam, suara bunyi ngik, nyeri dada disangkal oleh pasien.
Keluhan sesak nafas disertai dengan demam sejak ± 3 hari
SMRS, demam dirasakan sepanjang hari tinggi terus
menerus tanpa periode naik turun. Pasien juga merasakan
lemas dan mudah merasa lelah sejak 2 hari SMRS. Demam
disertai menggigil terutama pada malam hari. Keluhan
seperti muncul ruam pada kulit, mimisan, gusi berdarah,
nyeri kepala, penurunan nafsu makan, mual, muntah
disangkal oleh pasien. Sejak 2 tahun SMRS, pasien
mengatakan sulit BAK, pancaran kurang jauh, menetes,
pasien juga merasa bila kencing kurang lampias, mengedan,
dan apabila ingin BAK tidak bisa ditahan. Pasien juga
mengatakan nyeri saat BAK dan terasa seperti terbakar.1
minggu SMRS pasien merasakan tidak bisa BAK, keluhan
disertai dengan perut dirasakan semakin membesar dan
terasa nyeri pada perut bagian bawah. BAK berpasir (-),
berdarah (-), nanah (-), nyeri pada pinggang (-).
Riwayat Penyakit Riwayat operasi nefrolitiasis ± 3 tahun yang lalu, alergi
Dahulu obat/makanan (-), HT(-), Asma (-), Penyakit jantung (-).
Riwayat Berobat puskesmas, diberi obat penurun panas dan
Pengobatan penghilang rasa nyeri namun keluhan tidak berkurang.
Riwayat  Merokok selama 8 tahun, 1 bungkus/hari. Sudah berhenti
Kebiasaan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang.

3
 Kebiasaan minum jamu pegal linu 1 bulan sekali.
 Kebiasaan meminum alkohol disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Hari kei-1 di RS, 4/7/2019)

Keadaan Kesadaran: compos mentis


Umum Kesan sakit: tampak sakit sedang
Tanda Vital Tekanan darah: 80/55 mmHg
Nadi: 110 x/m
Pernapasan: 28 x/m
Suhu: 38,2 C
SpO2: 87%
Kepala Normosefali, tidak terdapat jejas
Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis +/+,
sklera ikterik -/-.
Telinga: deformitas (-), hiperemis (-), edema (-), serumen (-), nyeri
tekan tragus (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: Uvula di tengah, arkus faring simetris, T1/T1,
hiperemis (-), post nasal drip (-)
Mulut: sianosis (-), mukosa kering (-), karies (-), gusi berdarah
(-), lidah kotor (-), bercak kemerahan pada mukosa (-), strawberry
tounge (-)
Leher Tidak terdapat pembesaran KGB, pembesaran tiroid dan JVP
Toraks Paru-paru:
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, pemakaian otot bantu
pernafasan (-), retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-),
kelainan kulit (-), tipe pernapasan torako-abdominal
Palpasi: gerak dinding simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-), vocal
fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru.
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru hepar dan
paru lambung dalam batas normal.

4
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/- mengi -/-
Jantung:
Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal
Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi: ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi (-), bucit (+)
benjolan (-), jejas (-)
Auskultasi: bising usus (+), arterial bruit (-)
Palpasi: Defans muscular (-) nyeri tekan epigastrium (-), nyeri
tekan (+) di region suprapubik, teraba perbesaran di regio
suprapubic, undulasi (-), murphy sign (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Perkusi: timpani pada semua regio, shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas:
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, edema -/-, clubbing finger (-), flapping tremor (-/-),
ptekie (-), kuku putih (-/-), papul (-) vesikel (-)

Ekstremitas Bawah:
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT <2 detik,akral hangat
(+/+), edema (-/-), ptekie (-), jejas (-/-), papul (-) vesikel (-)
Genital Sirkumsisi (+), Ulkus (-), rash (-), secret (-), massa (-)

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


(4 Juli 2019) HEMATOLOGI
Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 38,6* ribu/µl 3.8-10.6
Eritrost 3,6* juta/µl 4.4-5.9
Hemoglobin 7,3* g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 20* % 40-52
Trombosit 121* ribu/µl 150-440

5
MCV 20.3* fL 80-100
MCH 35.8 Pg 26-34
MCHC 14.8* g/dL 32-36
ANALISA GAS DARAH
pH 7,48* 7,35-7,45
pCO2 16* mmHg 35-45
pO2 172* mmHg 80-100
Bikarbonat (HCO3) 12* mmol/L 21-28
Total CO2 13* mmol/L 23-27
Saturasi O2 98 % 95-100
Kelebihan basa (BE) -9,2 mEq/L -2,5-2,5
(4 Juli 2019) URINE LENGKAP
Hasil Satuan Nilai Normal
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh* Jernih
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin 15.1 g/dL 13.2-17.3
Keton Negatif Negatif
pH 5,5 4,6-8
Berat jenis 1,010 1,005-1,030
Albumin urine 1+* Negatif
Urobilinogen 0,2 E.U./dL 0,1-1
Nitrit Negatif Negatif
Darah 2+* Negatif
Esterase lekosit 3+* Negatif
Sedimen Urine
Leukosit Banyak* /LPB <5
Eritrosit 15-20* /LPB <2
Epitel Positif /LPB Positif
Silinder Negatif /LPK Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif /LPB Negatif

6
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Cito 70 mg/dL 70-110

GINJAL

Ureum 197* mg/dL 13 – 43

Kreatinin 5,00* mg/dL <1,2

ELEKTROLIT

Natrium (Na) 134* mmol/L 135-155

Kalium (K) 4,4 mmol/L 3,6-5,5

Klorida (Cl) 104 mmol/L 98-100

(6 Juli 2019) HEMATOLOGI


Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 60,3* ribu/µl 3.8-10.6
Eritrost 3,9* juta/µl 4.4-5.9
Hemoglobin 8,7* g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 23* % 40-52
Trombosit 123* ribu/µl 150-440
MCV 60,1* fL 80-100
MCH 22.5* Pg 26-34
MCHC 37.5* g/dL 32-36
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0* % 2-4
Netrofil batang 0* % 3-5
Netrofil segmen 94* % 50-70
Limfosit 3* % 25-40
Monosit 3 % 2-8
FAAL PERDARAHAN
Hasil Satuan Nilai Normal
Waktu perdarahan 2,00 Menit 1-6
Waktu pembekuan 13,00 Menit 5-15
Protrombin Time (PT) 12,4 Detik 12-17

7
- Kontrol
- Pasien
Masa Tromboplastin
(APPT)
Kontrol 33,5
Pasien 108,9 Detik 20-40
ANALISA GAS DARAH

pH 7,42 7,35-7,45
pCO2 37 mmHg 35-45
pO2 118 mmHg 80-100
HATI

AST/SGOT 78* mU/dl <33


ALT/SGPT 103* mU/dl <50
Albumin 2,5* g/dl 3,5-5,2
GINJAL
Ureum 196* mg/dL 13-43
Kreatinin 2,54* mg/dL <1,2

ELEKTROLIT
Natrium (Na) 141 mmol/L 135-155

8
Kalium (K) 4,0 mmol/L 3,6-5,5
Klorida (Cl) 108 mmol/L 98-100
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Sceening/Rapid test Non Reaktif Non Reaktif
Hepatitis
HbsAG Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif

Hepatitis A Profile
Anti HAV IgM 0,01 <0,4 Negatif
>0,5 Positif
Hepatitis C
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

(7 Juli 2019) HEMATOLOGI


Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 21,6* ribu/µl 3.8-10.6
Eritrost 3,3* juta/µl 4.4-5.9
Hemoglobin 8,1* g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 25* % 40-52
Trombosit 120* ribu/µl 150-440
MCV 63,4* fL 80-100
MCH 23.3* Pg 26-34
MCHC 36.7* g/dL 32-36
GINJAL
Ureum 211* mg/dL 13-43
Kreatinin 1,70* mg/dL <1,2

2.5 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

- Nacl 0,9 % 300 cc 10 tpm

- Asering 1 kolf/8 jam

- Cefoperazone 1 gr 2 x 1 (IV)

- Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)

- Paracetamol 3 x 500 mg (PO)

- Harnal 0,4 mg 1 x 1 (PO)

9
- Avodart 1 x 0,5 mg (PO)

- PRC 500 cc

- NRM 6 L/m

Tindakan:

DC ± 1200 cc ( 4 juli 2019 pukul: 23.00)

2.6 RINGKASAN

Sesak nafas sejak ± 3 hari SMRS, sesak nafas dirasakan semakin


memberat, keluhan muncul saat pasien berkerja maupun saat istirahat. Keluhan
disertai dengan demam sejak ± 3 hari SMRS, demam dirasakan sepanjang hari
tinggi terus menerus tanpa periode naik turun. Pasien juga merasakan lemas dan
mudah merasa lelah sejak 2 hari SMRS. Demam disertai menggigil terutama pada
malam hari. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mengatakan sulit BAK, pancaran kurang
jauh, menetes, pasien juga merasa bila kencing kurang lampias, mengedan, dan
apabila ingin BAK tidak bisa ditahan. Pasien juga mengatakan nyeri saat BAK
dan terasa seperti terbakar. 1 minggu SMRS pasien merasakan tidak bisa BAK,
keluhan disertai dengan perut dirasakan semakin membesar dan terasa nyeri pada
perut bagian bawah. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah: 80/55
mmHg, nadi: 110 x/m, pernapasan: 28 x/m, suhu: 38,2 C, SpO 2: 87%.
Conjungtiva anemis +/+, abdomen tampak membuncit, nyeri tekan (+) di region
suprapubik, teraba perbesaran di regio suprapubik. Hasil pemeriksaan penunjang
didapatkan leukosit: 38,6 ribu/ µl, eritrosit: 3,6 juta/µl, Hb: 7,3 g/Dl, Ht: 20%,
trombosit: 121 ribu/ µl, NCV: 20,3 fL, MCHC: 14,8 gdL. Analisa gas darah:
Ph:7,48, pCO2 16 mmHg, pO2 172 mmHg, bikarbonat (HCO3): 12 mmol/L,
Total CO2 13mmol/L, pemeriksaan Urine lengkap, Kejernihan: keruh, albumin
urine: 1+, esterase lekosit +3, leukosit: banyak, eritrosit: 15-20 LPB. Faal ginjal,
ureum 197, kreatinin 5,00.

10
2.7. DAFTAR MASALAH

1. Suspek Urosepsis + syoksepsis


2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Rentensio urine ec Suspek BPH

2.8. ANALISIS MASALAH

No. Masalah Data Pendukung

1. Urosepsis - Anamnesis dan pemeriksaan fisik

11
(Sepsis e.c. Infeksi Demam sejak 3 hari SMRS, demam terus
Saluran Kemih) menerus sepanjang hari. Nyeri saat
berkemih, terasa seperti terbakar.
+ Syok sepsis
- Kriteria SIRS 2 dari 4 :

- Temperatur >380C atau <360C


- (38,20C)
- Laju Nafas >20 (28 x/menit)
- Denyut Nadi >90 (110 x/menit)
- Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau <
4000 sel/u l(38,6 ribu/ µl)

Sepesis: SIRS dengan adanya infeksi (diduga


atau sudah terbukti)
Pada pasien ini Kriteria SIRS telah terpenuhi
ditambah dengan adanya infeksi (terbukti
adanya infeksi saluran kemih dari hasil
anamnesis berpa nyeri saat BAK dan terasa
seperti terbakar, dan hasil urine lengkap
didapatkan: kejernihan keruh, Esterase lekosit
3+, sedimen urine didapatkan leukosit: Banyak.

Syok sepsis ditegakan dari hasil tekanan darah :


80/55 mmHg.
2. Anemia Mikrositik - Anamnesis
hipokrom Pasien merasa lemas, mudah merasa lelah.
- Pemeriksaan fisik
Konjungtiva anemis
- Pemeriksaan penunjang:
Hemoglobin : 7,3 d/dL (N: 13.2-17.3)
Hematokrit : 20 % (40-52)
MCV : 67,6 fL (80-100)
MCH : 24,5 pg (26-34)
MCHC : 36,3 d/Dl (32-36)
3 AKI dd Acute on CKD - Infeksi saluran kemih (Nyeri saat BAK
seperti rasa terbakar)
- Volume urine: Anuria akut ( tidak bisa

12
BAK 1 minggu)

Pemeriksaan Penunjang: Faal ginjal: Ureum:


197 mg/dL. Kreatinin: 5,00 mg/Dl

4 Rentensio urine ec - Anamnesis


Suspek BPH
Sejak 2 tahun SMRS, pasien mengatakan sulit
BAK, pancaran kurang jauh, menetes, pasien
juga merasa bila kencing kurang lampias,
mengedan, dan apabila ingin BAK tidak bisa
ditahan. Pasien juga mengatakan nyeri saat
BAK dan terasa seperti terbakar. 1 minggu
SMRS pasien merasakan tidak bisa BAK,
keluhan disertai dengan perut dirasakan
semakin membesar dan terasa nyeri pada perut
bagian bawah.

- Pemeriksaan fisik

Abdomen tampak membuncit, nyeri tekan (+)


di region suprapubik, teraba perbesaran di regio
suprapubik.

2.9. Rencana Awal

No Masalah Rencana Diagnosis Rencana Terapi Rencana Rencana


. Monitoring Edukasi

13
1. Urosepsis  Urinalisis - IVFD Nacl 0,9 % 300 - Observasi - Asupan Gizi
(Sepsis e.c.  Kultur Urin cc 10 tpm keluhan utama cukup
Infeksi Saluran  Darah Rutin -Cefoperazone 1 gr 2 x 1 - Observasi - Tirah baring
Kemih)  USG Abdomen (IV) tanda-tanda
+ Syok sepsis - Paracetamol 3 x 500 mg vital
(PO) - Urinalisis
- NRM 6 L/m - Kultur Urin

2. Anemia  Darah rutin - Asering 1 kolf/8 jam - Observasi - Asupan Gizi


Mikrositik  Morfologi Darah - PRC 500 cc keluhan utama cukup
Hipokrom Tepi - Observasi - Tirah baring
tanda-tanda
vital
- Darah rutin
3. AKI dd acute on  Ureum Atasi pencetus - Observasi - Asupan Gizi
CKD  kreatinin serial ( urosepsis/infeksi, keluhan utama cukup
 Evaluasi urin elektrolit imbalance) - Observasi - Tirah baring
output tanda-tanda
 Urinalisis vital
 USG abdomen - Ureum,
(ginjal) kreatinin
- Urin output

4. Rentensio urine  Urinalisis - Ketorolac 1 x 30 mg - Observasi - Asupan Gizi


ec Suspek BPH  Kultur Urin (k/p) keluhan utama cukup
 USG Prostat - Harnal 0,4 mg 1 x 1 - Observasi - Tirah baring
(PO) tanda-tanda
- Avodart 1 x 0,5 mg vital
(PO) - Urin output
- DC
2.10. Prognosis

 Ad vitam: dubia ad malam


 Ad fungsionam: dubia ad malam
 Ad sanationam: dubia ad malam
2.11. FOLLOW UP

Hari ke-1 di RS (5 Juni 2019)


S Sesak nafas yang memberat sejak ± 3 hari SMRS, sekarang sesak nafas sudah
berkurang. Lemas, BAK Masih sulit, saat bak nyeri. Perut bagian bawah masih

14
terasa nyeri, nyeri pinggang (-), mual (-), muntah (-), Demam (-)
O KU : TSS Hasil Lab: (4 juli 2019)
Kesadaran : CM Leukosit 38.6 ribu, trombosit 121
TD : 140/80 mmHg ribu, Hb 7,3, Ht 20,
HR : 68x/menit Ureum 187, kreatinin 5.00,
RR : 21x/menit Na 134, K 4,4, HCO3 12, Po2
T: 36,9°C 122,pCo2 16
Sp02 : 98% Urinalisa: keruh, albumin urine
1+,nitrit 2+, darah 3+, lekosit
Status generalis: Conjungtiva anemis+/+, banyak/LPB.
Abdomen: nyeri tekan (+) di region
suprapubik, teraba perbesaran di regio
suprapubik (-)
A 1. Suspek Urosepsis + syoksepsis
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Rentensio urine ec Suspek BPH
P - Cefoperazone 1 gr 3 x 1 (IV)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) (K/P)
- Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Harnal 0,4 mg 1 x 1 (PO)
- Avodart 1 x 0,5 mg (PO)
- DC

15
Hari ke-2 di RS (6 Juli 2019)
S Sesak nafas berkurang, pusing berdenyut, nyeri dikemaluan karena selang
kencing. Nyeri perut bawah (+).lemas (-), Demam (-), mual (-), muntah (-)
O KU : TSS Hasil Lab:
Kesadaran : CM Leukosit 60,3 ribu
TD : 110/65 mmHg Hb 8,7 g/dL
HR : 75x/menit Ht 23%
RR : 22x/menit Trombosit 123 ribu
T: 36.5°C MCV 60,1
Sp02 : 98% MCH 22,5
MCHC 37,5
Status generalis: CA -/- SI -/- Ureum 211 mg/dL
Abdomen: nyeri tekan (+) di region Kreatinin 1.70 mg/dL
suprapubik, teraba perbesaran di regio
suprapubik (-)
A 1. Suspek Urosepsis + syoksepsis
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Rentensio urine ec Suspek BPH
P - Cefoperazone 1 gr 2 x 1 (IV)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO) (K/P)
- Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Harnal 0,4 mg 1 x 1 (PO)
- Avodart 1 x 0,5 mg (PO)
- DC

16
Hari ke-3 di RS (8 Juli 2019)
S Sesak nafas (-), demam (-), nyeri pada perut bagian bawah (-), gatal diseluruh
badan, BAB hitam, cair 3 kali per hari.
O KU : TSS Hasil Lab: (7 juli 2019)
Kesadaran : CM Leukosit 21,6 ribu
TD : 137/80 mmHg Eritrosit 3,3
HR : 90x/menit Hb 8,1
RR : 20x/menit Ht 25%
T: 36.5°C Trombosit 120
Sp02 : 98% MCV 63,4
MCH 23,3
Status generalis: CA -/- SI -/- MCHC 36,7
ABD: Nt(-), BU (+) Ureum 211
Kreatinin 1,7
A 1. Sepsis + ISK
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Vesicolithiasis
P - Cefoperazone 1 gr 3 x 1 (IV)
- Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Harnal 0,4 mg 1 x 1 (PO)
- Avodart 1 x 0,5 mg (PO)
- Sucralfat 3x1
- Bicnat 3x1
- DC

17
Hari ke-4 di RS (9 Juli 2019)
S Sesak nafas (-), demam (-), nyeri pada perut bagian bawah (-), batuk berdahak,
badan terasa sakit.
O KU : TSS Hasil Lab:
Kesadaran : CM Leukosit 23,4 ribu
TD : 95/50 mmHg Eritrosit 2,1
HR : 85x/menit Hb 5
RR : 20x/menit Ht 14%
T: 36.5°C MCV 64,5
Sp02 : 98% MCH 23,7
MCHC 36,8
Status generalis: CA +/+ SI -/- Ureum 121
ABD: Nt(-), BU (+) Kreatinin 1,15
Urinalisa: keruh, nitrit +, darah
1+, esterase lekosit +2, leukosit
banyak
A 1. Sepsis + ISK
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Vesicolithiasis
P - Cefoperazone 1 gr 3 x 1 (IV)
- Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Harnal 0,4 mg 1 x 1 (PO)
- Avodart 1 x 0,5 mg (PO)
- Sucralfat 3x1
- DC

Hari ke-5 di RS (10 Juli 2019)


S Keluhan (-)

18
O KU : TSS Hasil Lab: (9 juli 2019)
Kesadaran : CM Leukosit 17,1 ribu
TD : 105/65 mmHg Eritrosit 2,8
HR : 80x/menit Hb 7,1
RR : 20x/menit Ht 20%
T: 36.6°C MCV 70,2
Sp02 : 99% MCH 25,2

Status generalis: CA +/+ SI -/-


ABD: Nt(-), BU (+)
A 1. Sepsis
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Vesicolithiasis
P - Inj. Cefoperazone 1 gr 3 x 1 (IV)
- Inj. Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Sucralfat 3x1

19
Hari ke-6 di RS (11 Juli2019)
S Keluhan -
O KU : TSS Hasil Lab:
Kesadaran : CM Leukosit 9 ribu
TD : 110/70 mmHg Hb 10,7
HR : 80x/menit Ht 29%
RR : 20x/menit MCV 74
T: 36.7°C MCH 36,5
Sp02 : 99% Ur: 52
Cr: 1,06
Status generalis: CA -/- SI -/-
ABD: Nt(-), BU (+)
A 1. Sepsis
2. Anemia
3. AKI dd acute on CKD
4. Vesicolithiasis
P - Inj. Cefoperazone 1 gr 3 x 1 (IV)
- Inj. Ketorolac 1 x 30 mg (k/p)
- Sucralfat 3x1
- Omeprazole 2x40 Mg (IV)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

20
3.1. Definisi

Sepsis didefinisikan oleh Surviving Sepsis Campaign Guideline 2012


(SSCG 2012) sebagai adanya infeksi bersamaan dengan manifestasi sistemik dari
infeksi. Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh
yang dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat adalah
sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi
sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi. Syok Septik didefinisikan
sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik <90
mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari
ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).2,3

Urosepsis adalah reaksi sistemik dari tubuh untuk infeksi bakteri pada
organ urogenital. Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana
abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan
kematian secara signifikan. Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah
keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan karena
disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Disfungsi organ didiagnosis apabila
peningkatan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) ≥ 2.3

3.2. Epidemiologi

Sepsis terjadi sekitar 750.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat,


meningkat dari 2,1% menjadi 4,3% pada pasien rawat inap, dan 11% dari seluruh
perawatan di ICU (Intensive Care Unit). Dari tahun 1979 sampai tahun 2000,
kasus sepsis meningkat setiap tahunnya sekitar 8,7%, dari 164.000 kasus (82,7
kasus per 100.000 penduduk) menjadi hampir 660.000 kasus (240,4 kasus per
100.000 penduduk). Sepsis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dengan
mortalitas 22-76% pada sepsis berat. Sepsis merupakan penyebab kematian ketiga
dari 10 penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung
dan neoplasma ganas. Kejadian sepsis meningkat sesuai dengan bertambahnya

21
usia, kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah kasus akan meningkat di masa
mendatang.2

Sepsis berat adalah pemicu terjadinya 50% kasus acute kidney injury
(AKI) pada pasien kritis. Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden AKI yang
bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,718% pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, 20% pada pasien yang dirawat di ICU, dengan angka kematian yang
dilaporkan berkisar 25-80%. Oleh karena itu sepsis dan AKI akan sering
diobservasi pada pasien dengan penyakit kritis di ICU. Selain itu, sepsis dan AKI
secara sinergis meningkatkan mortalitas pada pasien ICU.2

Meskipun pada pasien dengan infeksi yang tidak terlalu parah, insiden
AKI tetap terjadi sebanyak 16%-25%. AKI akibat sepsis memiliki hubungan
dengan angka mortalitas 50%-60% tergantung tingkat keparahannya. AKI akibat
sepsis ditandai dengan penurunan kemampuan filtrasi dan eliminasi hasil
metabolisme nitrogen yang terjadi secara progresif, biasanya terjadi selama
beberapa jam sampai beberapa hari setelah onset sepsis.2,3

3.3. Etiologi

Urosepsis adalah komplikasi dari infeksi saluran kemih. Bakteri penyebab


tersering dari infeksi saluran kemih adalah:4

- E. coli (52%)
- Proteus spp.
- Enterobacter spp.
- Klebsiella spp.
- P. aeruginosa
- Bakteri Gram positif, seperti enterococci (5%).
Pasien dengan risiko sepsis lebih mungkin muncul bakteremia sebagai
komplikasi dari infeksi saluran kemih. Obstructive Uropathy merupakan
penyebab 78% kasus urosepsis. Dalam satu penelitian yang melibatkan 205 kasus
urosepsis, 43% kasus disebabkan urolithiasis, 25% oleh adenoma prostat, 18%
oleh kanker urologi, dan 14% oleh kasus urologi lain.4

22
3.4. Patofisiologi

Respon sistem imun bawaan terhadap infeksi memicu mekanisme adaptif


yang dapat mempengaruhi tubulus ginjal, fungsi vaskuler dan glomerulus.
Patogen melepaskan berbagai macam molekul, seperti lipopolisakarida, asam
lipoteikoat, atau DNA, yang dikenal sebagai pathogen-associated mollecular
pattern (PAMP) ke dalam sirkulasi. Selain itu, cedera dan gangguan pada sel
membuat sel mengeluarkan kandungan intraseluler yang dinamai damage
associated molllecular pattern (DAMP). PAMPs dan DAMPs dikenal oleh sel sel
tubuh kita yang dapat dapat berikatan dengan reseptor, seperti Toll like receptor
(TLR) yang ada pada sel-sel imun. Sebagai respon terhadap aktivasi ini, sel-sel
imun mengeluarkan sitokin, kemokin dan reactive oxygen species (ROS) dan
reactive nitrogen species (RNS). Pelepasan ROS dan RNS mengakibatkan
kerusakan sel lebih banyak secara langsung melalui degradasi oksidatif pada lipid
intraselular, protein dan DNA.2

Oleh karena ginjal menerima sebagian besar curah jantung dan menyaring
volume plasma dalam jumlah banyak setiap jam, sehingga tubulus pada pasien
sepsis terpapar dengan DAMPs, PAMPs, ROS dan RNS secara terus menerus.
Kondisi ini mengancam kerusakan nefron atau stres pada tingkat seluler.
Mekanisme sitoprotektif meliputi kemampuan untuk mengurangi kebutuhan
energi dan pengunaannya, membatasi pembentukan ROS, menghilangkan organel
disfungsional, dan mengatur kematian sel. Sel tubulus yang mengalami stress
dapat menghentikan siklus sel/cell-cycle arrest, yang dapat menghentikan
pembelahan sel normal dan menghemat energi sampai stimulus yang merugikan
berkurang.2

23
Gambar 1. Respon Ginjal Terhadap Sepsis.2

Penurunan glomerular filtration rate (GFR) merupakan hal penting yang


terjadi pada AKI akibat sepsis. Glomerular filtration rate (GFR) yang rendah
dianggap sebagai mekanisme protektif terhadap kerusakan lebih lanjut. Penurunan
GFR berarti berkurangnya filtrasi terhadap DAMPs dan PAMPs, yang kemudian
membatasi paparan toksin dan stres pada sel sel tubulus. Penurunan GFR juga
berarti penurunan konsumsi energi karena terjadi penurunan jumlah sodium
chloride yang terfiltrasi dan yang butuh direabsorpsi.2

3.5. Diagnosis

Diagnosis cepat penting untuk memulai terapi awal untuk mencapai tujuan

terapi. Pada anamnesis dan penggalian gejala urosepsis, harus diperhatikan

kriteria penentu diagnosa sepsis. Harus dicari juga gejala dan tanda-tanda yang

mengarah pada penyebab infeksi: nyeri punggung yang bisa menyebar atau tidak,

nyeri kostovertebral, disuria, nyeri saat kencing, retensi urin, dan penyakit

skrotum dan/atau prostat. Penggunaan kateter harus dijadikan sebagai

kemungkinan penyebab infeksi.5,6

24
Pada pemeriksaan fisik, Denyut jantung, tekanan darah , laju pernapasan ,

urin , dan kesadaran adalah parameter penting untuk menilai prognosis dan untuk

memulai langkah-langkah perawatan intensif. Pada pria, pemeriksaan fisik harus

mencakup pemeriksaan colok dubur (nyeri menunjukkan prostatitis, massa yang

tidak rata menunjukkan abses prostat) dan palpasi testis (kelembutan, kehangatan,

dan pembengkakan menunjukkan epididymorchitis). 5,6

Pada pemeriksaan laboratorium, Hitung darah, tes pembekuan dan

fibrinogen, CRP , tes hati, kreatinin dan ureum, analisa gas darah. Procalcitonin

bisa diperiksa sebagai penanda untuk sepsis. Tergantung tempat infeksi : kultur

urin, nanah dari abses, dahak , tinja, cairan luka, cairan serebrospinal bisa

diperiksa. Idealnya dilakukan sebelum pengobatan antibiotik dimulai. 5,6

Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan USG organ urogenital , CT perut dan

rontgen dada. Tergantung pada situasi klinis pencitraan lebih lanjut seperti CCT

atau echocardiography mungkin diperlukan. Rontgen thorax unutk mencari

pneumonia, atelektasis, dan efusi. Tergantung pada situasi klinis, USG ginjal dapat

membantu untuk menunjukkan hidronefrosis atau pionefrosis. CT urografi (CTU )

dapat digunakan untuk menetapkan ada atau tidak adanya batu ureter. 4,7

25
Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan
Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991.3

Penilaian Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) adalah skor


sederhana dan obyektif yang memungkinkan untuk menghitung baik jumlah dan
tingkat keparahan disfungsi organ dalam enam sistem organ (pernapasan,
koagulasi, hati, kardiovaskular, ginjal, dan neurologis), dan skor dapat mengukur
disfungsi organ individu atau agregat.3

26
Tabel 2. Skor SOFA.3

Penggunaan skor SOFA dalam uji klinis sudah umum dilakukan dan
merupakan komponen rutin pengumpulan data untuk uji klinis di unit perawatan
intensif (ICU). Namun, kompleksitas metode, kurangnya data yang diperlukan
untuk banyak pasien, dan kekhawatiran bahwa hal itu dapat mengakibatkan
identifikasi terlambat relatif terhadap metode lain meningkatkan kemungkinan
bahwa penggunaannya sesuai dengan metode Sepsis-3 mungkin terbukti tidak
praktis dalam praktek klinis. Menyadari keterbatasan praktis ini, task force
SCCM/ESICM 2016 menggambarkan metode yang disederhanakan yang disebut

27
"quickSOFA" untuk memfasilitasi identifikasi yang lebih mudah dari pasien yang
berpotensi berisiko meninggal akibat sepsis.8

Selain dengan menggunakan skor SOFA, pasien dengan curiga adanya infeksi
yang diprediksi menjalani perawatan di ICU dalam jangka waktu lama atau
diprediksi meninggal di rumah sakit dapat secara cepat diidentifikasi dengan
quick SOFA (qSOFA), yang terdiri dari tiga komponen yang masing-masing
dialokasikan satu poin. Skor qSOFA ≥2 poin menunjukkan disfungsi organ.3

Tabel 3. Quick Sequential Organ Failure Assessment (qSOFA) Score3

Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis


dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean
arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun
telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.3

Diagnosis AKI didasarkan pada peningkatan kreatinin serum dan / atau


penurunan urin output. Definisi tersebut telah berevolusi dari kriteria Risk, Injury,
Failure, Loss, Endstage (RIFLE) pada tahun 2004 ke klasifikasi Acute Kidney
Injury Network (AKIN) pada tahun 2007. Pada tahun 2012, keduanya digabung
dan terbentuknya klasifikasi Kidney Disease Improving Global Outcomes
(KDIGO). 8

28
Gambar 2. Definisi AKI dengan kriteria RIFLE8

Tabel 4. Definisi kriteria AKIN dan klasifikasi AKI.8

29
Tabel 5. Definisi kriteria KDIGO dan klasifikasi AKI.8

KDIGO menetapkan kriteria diagnostik AKI yaitu, peningkatan kreatinin


serum> 0,3 mg / dl (26,5 μmol / L) dalam waktu 48 jam; atau peningkatan serum
kreatinin menjadi 1,5 kali baseline, yang diketahui atau diduga telah terjadi dalam
7 hari; atau urin output <0,5 ml/kgBB/jam selama 6–12 jam. Menurut tingkat
keparahannya, kondisi ini dibagi menjadi tahap 1, 2, dan 3, mirip dengan
klasifikasi AKIN, (1) Kreatinin serum meningkat 1,5-1,9 kali lipat atau meningkat
≥ 26,4 umol / L (0,3 mg / dL) atau output urin <0,5 ml / kg / jam selama 6 jam. (2)
Kreatinin serum meningkat 2,0-2,9 kali pada awal atau keluaran urin < 0,5 ml / kg
/ jam selama 12 jam. (3) Kreatinin serum meningkat > 3 kali lipat atau meningkat
menjadi ≥ 353 umol / L (4 mg / dL) atau keluaran urin < 0,3 ml / kg / jam selama
lebih dari 24 jam atau anuria selama lebih dari 12 jam.8

3.6. Penatalaksanaan

Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh


SCCM dan ESICM yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”. Komponen dasar dari
penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik,

30
dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi,
diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi,
dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi.4,8

Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan terapi Early Goal-Directed


Therapy (EGDT) mendapatkan terapi cairan, transfusi darah, dan inotropik lebih
banyak dibandingkan grup kontrol. Kemudian, selama 6 – 72 jam di ruang ICU
setelah mendapatkan terapi EGDT, kelompok pasien ini memiliki tingkat ScvO2
dan pH yang lebih tinggi dengan kadar laktat dan defisit basa yang lebih rendah.
Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT telah
dihilangkan, dan merekomendasikan keadaan sepsis diberikan terapi cairan
kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang.3

Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan


komponen penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat
dengan adanya penundaan penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan
keefektifitas penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik berspektrum luas
sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan kuman.
Protokol terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus diberikan
maksimal dalam waktu 1 jam.3

31
Gambar 3. Terapi antibiotik sesuai dengan penyebab yang mendasarinya.7

32
-
Jika mungkin, diidentifikasi jenis bakteri yang menginfeksi sebelum

pemberian antibiotik, atau digunakan antibiotic broad spectrum: antibiotik

beta-laktam iv, misalnya, cefotaxime, 3×2-4 g / hari, atau ceftazidime, 3×1-2

g/hari, atau ceftriaxone, 2×2 g pada hari ke 1, kemudian 1×2 g/ hari, ditambah

aminoglikosida iv, misalnya, gentamisin , 1×240-320 mg/hari.5,9


-
Sefalosporin generasi ketiga (misalnya sefotaksim IV atau ceftriaxone) aktif

terhadap bakteri gram negatif, tetapi memiliki kurang aktivitas terhadap

staphylococcus dan bakteri gram positif.


-
Ceftazidime juga memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa.
-
Fluoroquinolones (misalnya ciprofloxacin) merupakan alternatif untuk

sefalosporin. Mereka menunjukkan aktivitas yang baik terhadap

enterobactaria dan P. aeruginosa, tetapi kurang aktivitas terhadap

staphylococcus dan enterococci. Penyerapan saluran pencernaan

ciprofloxacin baik, sehingga pemberian oral sama efektifnya dengan IV .


-
Gunakan metronidazole jika ada sumber anaerobik potensi sepsis .
-
Jika tidak ada respon klinis terhadap antibiotik di atas, pertimbangkan

kombinasi piperasilin dan tazobactam. (Kombinasi ini aktif terhadap

enterobacteria, enterococci, dan Pseudomonas)


-
Gentamisin digunakan bersama dengan antibiotik lainnya. Ia memiliki

spektrum terapi yang relatif sempit terhadap organisme gram-negatif. .


-
Jika ada perbaikan klinis , pengobatan IV harus terus selama setidaknya 48

jam dan kemudian diubah menjadi obat oral. Membuat penyesuaian yang

33
tepat ketika hasil sensitivitas yang tersedia dari kultur urin (yang mungkin

memakan waktu sekitar 48 jam).

Penggunaan vasopressor yang direkomendasikan adalah norepinefrin


untuk mencapai target MAP ≥ 65 mmHg. Penggunaan cairan yang
direkomendasikan adalah cairan kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan
diberikan dengan melakukan fluid challenge selama didapatkan peningkatan
status hemodinamik berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi,
variasi volum sekuncup) atau statik (tekanan nadi, laju nadi). Dopamin dapat
digunakan sebagai vasopresor alternatif hanya pada kondisi tertentu seperti pasien
dengan resiko rendah takiaritmia dan bradikardia. Dopamin dosis rendah tidak
digunakan untuk proteksi ginjal. Sebagai inotropik dapat digunakan dobutamin
dosis samai dengan 20 mcg/kg/menit atau kombinasi dengan vasopresor jika
terdapat disfungsi miokard dan hipoperfusi menetap.3

3.7. Prognosis

Untuk prognosis pasien dengan urosepsis, dilaporkan tingkat kematian


berkisar antara 20-40% tergantung seberapa cepat diagnosis dan penanganan
pasien.

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Tn. B, laki-laki, 54 tahun datang ke RSUD Budhi Asih pada tanggal 04


Juli 2019 dengan keluhan sesak nafas sejak ± 3 hari SMRS, sesak nafas dirasakan
semakin memberat, keluhan muncul saat pasien berkerja maupun saat istirahat.
Keluhan disertai dengan demam sejak ± 3 hari SMRS, demam dirasakan
sepanjang hari tinggi terus menerus tanpa periode naik turun. Pasien juga
merasakan lemas dan mudah merasa lelah sejak 2 hari SMRS. Demam disertai
menggigil terutama pada malam hari. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mengatakan
sulit BAK, pancaran kurang jauh, menetes, pasien juga merasa bila kencing
kurang lampias, mengedan, dan apabila ingin BAK tidak bisa ditahan. Pasien juga
mengatakan nyeri saat BAK dan terasa seperti terbakar. 1 minggu SMRS pasien
merasakan tidak bisa BAK, keluhan disertai dengan perut dirasakan semakin
membesar dan terasa nyeri pada perut bagian bawah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang, kesadaran composmentis. Tekanan darah: 80/55 mmHg, nadi: 110 x/m,
pernapasan: 28 x/m, suhu: 38,2 C, SpO2: 87%. Conjungtiva anemis +/+, abdomen
tampak membuncit, nyeri tekan (+) di region suprapubik, teraba perbesaran di
regio suprapubik.

Hasil pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah pada tanggal 04


Juli 2019 didapatkan pasien mengalami infeksi dengan leukosit 38,6 ribu/ µl, pada
pemeriksaan Urine lengkap didapatkan tanda-tanda infeksi saluran kemih,
Kejernihan: keruh, esterase lekosit +3, leukosit: banyak, eritrosit: 15-20 LPB,
pasien dalam keadaan anemia Mikrositik hipokrom dengan Hb 7,3 g/dl, MCV:
20,3 fL, MCHC: 14,8 gdL. Kadar eritrosit menurun menjadi 3,6 dan hematocrit
menurun 20%. Pada pemeriksaan faal ginjal didapatkan peningkatan ureum
kreatinin yaitu sebesar, ureum 197, kreatinin 5,00, hal ini menandakan pada
pasien terjadi AKI dd acute on CKD.

35
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan serta hasil dari
pemeriksaan penunjang, dapat dilihat bahwa pasien ini mendapatkan tanda dan
gejala dari Urosepsis dan Syok sepsis. Urosepsis adalah sepsis yang berasal dari
infeksi saluran urinaria. Sepsis sendiri adalah SIRS ditambah sumber infeksi yang
diketahui. Pada kasus ini bisa dilihat pasien mengalami infeksi saluran kemih.
Diagnosa ini bisa dilihat dari adanya nyeri saat BAK dan seperti rasa terbakar,
nyeri suprapubic, peningkatan frekuensi. Keluhan utama sesak nafas
kemungkinan bisa dikarenakan alkalosis respiratorik, dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan penunjan analisa gas darah pH 7,48 (meningkat), pCO2 16 (turun),
pO2 172 (meningkat), Bikarbonat (HCO3) 12 (turun), Total CO2 13 (turun).
Untuk menegakkan diagnose ISK, perlu dilakukan kultur urin. Pasien dikatakan
ISK jika terdapat bakteriuri dengan jumlah >105/ml urin.4,5

SIRS atau Systemic Inflammatory Response System adalah respon dari


banyak reaksi klinis, bisa karena infeksi, seperti pada sepsis, namun bisa karena
penyebab non infeksius seperti luka bakar dan pankreatitis. Respon sistemik bisa
muncul dua atau lebih dari kondisi berikut: Temperatur >380C atau <360C. Laju
nadi >90 kali per menit. Laju Nafas >20 kali per menit atau PaCO2 <32 mmHg
(<4.3 kPa). WBC >12.000 sel/mm3 atau <4000 sel//mm3 atau > 10 % bentuk
imatur. Pada pasien ini, pada tanggal 04 Juli 2019, didapatkan Temperatue 38,2
0C, denyut nadi 110 kali per menit dan nafas 28 kali per menit. Bisa disimpulkan
bahwa pasien ini mengalami Urosepsis karena sudah terdapat dua dari 4 kriteria,
ditambah dengan adanya infeksi di saluran kemih. Pada tekanan darah didapatkan
80/55mmHg, menandakan pasien kemungkinan mengalami syok sepsis. Syok
Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan
darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan >
40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah
diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).2,3

Untuk etiologi dari urosepsis sendiri dikarenakan adanya infeksi di saluran


kemih pasien. Pada kasus, belum sempat dilakukan kultur urin jadi belum
diketahui pathogen penyebab infeksi. Etiologi tersering dari urosepsis sendiri

36
adalah bateri Enterobacter dengan bakteri tersering adalah : E. coli (52%);
Proteus spp.; Enterobacter spp.; Klebsiella spp.; P. Aeruginosa. Faktor risiko
yang terdapat pada kasus ini adalah usia lanjut, adanya obstruksi saluran kemih
berupa BPH pada pemeriksaan USG, dan infeksi nosokomial karena pemasangan
kateter.4

Perjalanan penyakit pada pasien dimulai dengan adanya obstruksi pada


saluran kemihnya berupa perbesaran prostat yang didapatkan pada pemeriksaan
USG abdomen. Obstruksi saluran kemih menyebabkan retensi urin dan
menyebabkan penumpukan sampai vesica urinaria. Penumpukan ini menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik di saluran kemih dan menyebabkan distensi. Hal
ini menyebabkan nyeri yang bisa muncul di perut bawah dan pembesaran pada
perut bagian bawah. Urin yang menumpuk juga menyebabkan mudah tumbuhnya
bakteri. Obstruksi ini juga menyebabkan AKI yang dibuktikan dengan
peningkatan serum kreatinin dan ureum. Pada pemeriksaan lab urinalisis
didapatkan eritrosit dan albuminuria yang merupakan tanda kerusakan filtrasi
ginjal.8

Infeksi yang tidak tertangani ini menyebabkan masuknya bakteri ke


pembuluh darah atau disebut bacteremia. Sistem imun tubuh, seperti makrofag,
monosit, granulosit, sel-sel pembunuh alami, dan sel dendritik, akan beradaptasi
untuk mendeteksi pola molekul patogen (PAMPs; termasuk komponen dari
bakteri, jamur, dan patogen virus seperti endotoksin dan β-glukan) dan kerusakan
yang terkait pola molekul (DAMPs; molekul endogen dihasilkan dari sel host
yang rusak, termasuk ATP, DNA mitokondria, dan High Mobility Group atau
HMGB1). DAMPs dan PAMPs mengaktifkan sel-sel bawaan kekebalan tubuh dan
sel-sel epitel melalui pola pengenalan reseptor pada permukaan sel (Toll-like
receptor dan C-type lectin receptor) atau di sitosol (NOD-like receptor, RIG-I-like
receptors), memulai transkripsi dari interferon tipe 1 dan sitokin proinfammatory
seperti TNF-α, interleukin (IL) -1, dan IL-6. Beberapa pengenalan pola reseptor
ini (sebagian besar NOD-like receptors) dapat disusun menjadi kompleks molekul
inflamasi, dimana penting dalam pematangan dan sekresi sitokin yang sangat

37
poten seperti IL-1β dan IL-18, dan dapat memicu kematian sel terprogram oleh
inflamasi yang akan membuat rupturnya membran plasma, yang dinamakan
pyroptosis.8

Untuk tatalaksana pada pasien ini, juga harus menyeimbangkan jalan


nafas, oksigenasi, dan sirkulasi. Intubasi dan ventilasi mekanis bisa digunakan
jika diperlukan. Pada pasien ini tidak diperlukan ventilasi mekanis. Pemberian
oksigen juga bisa diberikan jika diperlukan. Selain terapi simtomatis, yang
terpenting adalah menghilangkan factor predisposisi. Pada pasien BPH bisa
dilakukan TURP (Transurethral resection of the prostate) untuk menghilangkan
sumber obstruksi dimana sebelumnya harus dikonsulkan ke bagian terkait. Pada
pasien diberikan terapi medikamentosa untuk menangani suspek BPH berupa
Harnal 0,4 mg 1 x 1 dan Avodart 1 x 0,5 mg, karena baru dugaan BPH yang
didapatkan dari hasil anamnesis, belum dilakukan pemeriksaan USG prostat.

Antibiotik juga harus diberikan untuk mengatasi bacteremia yang


menyebabkan urosepsis dan syok septik. Dikarenakan belum diketahuinya
patogen penyebab infeksi, bisa digunakan antibiotik spectrum luas. pasien
mendapatkan terapi antibiotic injeksi cefaperazone 2 gr 2x1 ampul per harinya.
Cefaporazone sendiri merupakan antibiotic broad spectrum. Pasien biasanya akan
ada respon terapi setelah 48 jam penggunaan antibiotic oral. Jika sudah diketahui
pathogen penyebab infeksi, bisa diberikan antibiotic spesifik untuk bakteri jenis
tersebut.3,9

38
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan MB, Pradian E, Nawawi AM. Lactate Clearance Sebagai


Prediktor Mortalitas pada Pasien Sepsis Berat dan Syok Septik di Intesive
Care Unit Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. JAP. 2017;5(1):45-
50.
2. Setiawan D, Harun H, Azmi S, Priyono D. Biomarker Acute Kidney Injury
(AKI) pada Sepsis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2): 114-20.
3. Irvan, Febyan, Suparto. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru. Jurnal Anestesiologi Indonesia. 2018;10(2):62-72.
4. Dreger NM, Degener S, Nejad PA, Wobker G, Roth S. Urosepsis-Etiology,
Diagnosis, and Treatment. Dtsch Arztebl Int. 2015: 112; 837-48
5. Wagenlehner FME, et al. Diagnosis and management for urosepsis.
International Journal of Urology. 2013: 20; 963-70.
6. Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam. Interna
Publishing. 2015.
7. Bonkat G, Cai T, Veeratterapillay R, Bruyere F, Bartoletti R. Et all.
Management of Urosepsis in 2018. Journal European Urology. 2018.
8. Lubis B. Sepsis Acute Kidney Injury (AKI). Departemen Anastesiologi
dan Terapi Intensif. 2019:1-31.
9. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock.
Intensive Care Med 2013; 39(2): 165-228
10. Grabe M, et al. Guidelines on Urological Infection. European Association
of Urology. 2015

39
40
41
1

Anda mungkin juga menyukai