Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran: compos mentis, Kesan sakit: tampak
sakit sedang. Tekanan darah: 146/97 mmHg, Nadi: 100 x/menit, Pernapasan: 24 x/menit,
Suhu: 36,2 C, SpO2: 94%. Pada pemeriksaan thorax: paru pada Inspeksi: Pergerakan dinding
dada simetris, pemakaian otot bantu pernafasan (-), retraksi intercostal(-), sela iga melebar
(+). Palpasi: gerak dinding simetris, vocalfremitus normal di kedua hemithoraks. Perkusi:
Hipersonor dikedua lapang paru. Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/+ wheezing
+/+ dikedua lapang paru. pada pemeriksaan penunjang: laboratorium DBN, hasil
pemeriksaan foto thorax didapatkan kesan emfisematous. Dan hasil pemeriksaan TCM pasien
(+) TB.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan
pada pasien diatas, pasien terdiagnosis dengan Asma Eksaserbasi Akut, TB Paru Relaps, HT
Stg I.
1. Status gizi. Kecukupan gizi dapat berpengaruh terhadap ketahanan fisik seseorang
untuk dapat tumbuh kembang secara sehat dan tidak mudah terinfeksi oleh
berbagai penyakit termasuk tuberkulosis.
2. Penyakit lain yang memudahkan infeksi. Mereka tidak menjadi sakit karena daya
tahan tubuh mereka baik bila daya dahan tubuh menurun karena penyakit lain
seperti AIDS, Diabetes Mellitus dan beberapa penyakit lainya maka penyakit
tuberkulosis akan muncul. Kecepatan tuberculosis paru akan lebih cepat
menginfeksi atau akan memungkinkan timbulnya kembali penyakit tuberkulosis
yang sudah sembuh.
3. Paparan ulang. Kepadatan penghuni atau perumahan yang terlalu padat akan
memudahkan penularan penyakit tuberkulosis terhadap orang lain mengingat
penularan tuberkulosis yang dapat melalui percikan dahak. Semakin padat
penghuni rumah atau semakin sering terpapar maka akan semakin besar
kemungkinan terkena penyakit tuberkulosis.
4. Riwayat minum obat. Riwayat minum obat adalah tindakan yang dilakukan oleh
responden dalam pengobatan dilihat dari pernah tidaknya penderita minum obat,
meminum obat sesuai dosis yang dianjurkan selama pengobatan. Pengobatan
tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
(4-6 bulan). Pengobatan tahap intensif (awal) penderita mendapat obat (RHZES)
setiap hari dan diawasi secara langsung untuk mencegah terjdinya kekebalan
terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat
penderita menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Pengobatan tahap
lanjut diberikan jangka waktu pengobatan lebih lama dan jenis obat yang sedikit
dibandingkan tahap awal (RHZ) bertujuan untuk membunuh kuman yang kurang
aktif.
Pada pasien diduga faktor risikonya berasal dari paparan ulang dari tetangga pasien
yang dalam pengobatan TB. Dan didaerah rumah pasien termasuk kedalam daerah yang padat
penduduk. Karena kepadatan penghuni atau perumahan yang terlalu padat akan memudahkan
penularan penyakit tuberkulosis terhadap orang lain mengingat penularan tuberkulosis yang
dapat melalui percikan dahak. Semakin padat penghuni rumah atau semakin sering terpapar
maka akan semakin besar kemungkinan terkena penyakit tuberkulosis.
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi).
Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya,
sehingga paduan obat yang diberikan: 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji
resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program
P2TB)