Anda di halaman 1dari 11

Appendisitis pada Anak

Oleh

Ferdinand Gouwtama
11 2017 252

Pembimbing
dr. Arief Priambodo, Sp.A (K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Bayukarta

Karawang

2019
I. Anatomi
Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait
menempel pada bagian awal dari sekum dan pangkalnya terletak pada posteromedial caecum.
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa
Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin. Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7
cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak
di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak
pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan
SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1
Struktur apendiks mirip dengan usus, mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks pertama
kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan
menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Terdapat beberapa variasi letak apendiks.1
 Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium sacri
 Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal.
 Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
 Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
 Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor
 Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas
ke belakang caecum.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri
appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena
itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis,
cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami
gangren.1
II. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.3
Dinding appendiks terdiri dari jaringan limfe yang merupakan bagian dari sistem
imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah
jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna
dan di seluruh tubuh.3
Jaringan limfe pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.3
III. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteri yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan
tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya4 :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan limfe
submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. 4
2. Faktor Bakteri
Infeksi merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekalith
dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena
terjadi peningkatan stagnansi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak
ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan Escherichia coli. 4
3. Kecenderungan familiar dan faktor diet
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.4
IV. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.5
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 mL. Jika sekresi sekitar 0,5 mL dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20.5
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.5
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.5
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.5
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.5
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa
dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini
merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.5
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.5
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.5
V. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain5
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau
sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium
biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya
tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi.5
VI. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C.5
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.5
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
lokal yaitu5:
 Nyeri tekan di Mc. Burney
 Nyeri lepas
 Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang
ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler teraba dengan adanya
penonjolan di perut kanan bawah.6
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.5
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12.
Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji
psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif.
Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan
nyeri.5
VII. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein
meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.7
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.7
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.8
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.7,8
4. Appendicogram
Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai
metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan
tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen
hingga sumbatan usus oleh fekalit.7
5. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.8
6. Laparoskopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan
dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendiks.8

Sistem skor Alvarado


Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak,
orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang
dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Salah satu upaya
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang
tepat, salah satunya adalah dengan instrumen skoring Alvarado. Skor Alvarado adalah
sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang
invasif.
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:9
Gejala dan tanda: Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu > 37,30C 1
Jumlah leukosit > 10x102/L 2
Jumlah neutrofil > 75% 1
________________________________________________
Total skor: 10
Interpretasi Alavarado score :9
 Skor Alvarado ≤ 3, kemungkinan bukan apendisitis (unlikely appendicitis).
 Skor Alvarado 4-6, mungkin apendisitis (possible appendicitis).
 Skor Alvarado 6-8, kemungkinan besar apendisitis (probable/likely appendicitis).
 Skor Alvarado 9-10, pasti apendisitis (definite appendicitis).
VIII. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.7

2. Infeksi saluran kemih


Pada ISK, umumnya ditemukan gejala berupa nyeri perut yang dirasakan pada
bagian bawah (paling sering di regio suprapubik, inguinal kanan dan kiri) disertai
dengan demam, nyeri saat berkemih, dan sering berkemih.
IX. Tata Laksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.7
Pada periapendikular infiltrat, tindakan bedah dapat dtunda karena apabila
dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak.Pembedahan dilakukan segera
bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.5
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.5
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :7
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan
drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata
tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium
tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan
tindakan bedah.7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil
dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase.7

X. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi. Perforasi dapat
menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-
tanda terjadinya suatu perforasi adalah :5
 Nyeri lokal pada kuadran kanan bawah berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
 Suhu tubuh naik tinggi sekali.
 Nadi semakin cepat.
 Defence muskular yang menyeluruh
 Bising usus berkurang
 Distensi perut
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :5
1. Abses pelvis
2. Abses Subphrenic
3. Abses Intra peritoneal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7
XI. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.5

Daftar Pustaka
1. Van De Graaff. Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill. 2001.

2. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets: Saunders.
2002.

3. Sadler TW. Langman’s Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc Graw Hill.
2002.

4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia:
Saunders. 2006.

5. Bashin SK et al.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.2007.

6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.

7. Craig S. Appendicitis di http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

8. Humes DJ, Simpson J. Acute Appendicitis. BMJ. 2007

9. Khan I. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute


Appendicitis. J Ayub Medical Collection. 2005.

Anda mungkin juga menyukai

  • Transaction
    Transaction
    Dokumen1 halaman
    Transaction
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Makalah PVP-I
    Makalah PVP-I
    Dokumen4 halaman
    Makalah PVP-I
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Transfusi Darah PDF
    Transfusi Darah PDF
    Dokumen30 halaman
    Transfusi Darah PDF
    JabbarTapiheru
    Belum ada peringkat
  • Soal Kulit
    Soal Kulit
    Dokumen18 halaman
    Soal Kulit
    anisawn
    Belum ada peringkat
  • Njkniijgjjk
    Njkniijgjjk
    Dokumen1 halaman
    Njkniijgjjk
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Soal Kulit
    Soal Kulit
    Dokumen18 halaman
    Soal Kulit
    anisawn
    Belum ada peringkat
  • Wejangan
    Wejangan
    Dokumen1 halaman
    Wejangan
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Dasar Mengajar
    Keterampilan Dasar Mengajar
    Dokumen13 halaman
    Keterampilan Dasar Mengajar
    Faisalarifs
    Belum ada peringkat
  • Makalah PVP-I
    Makalah PVP-I
    Dokumen4 halaman
    Makalah PVP-I
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Dsas
    Dsas
    Dokumen12 halaman
    Dsas
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Antibiotik Topikal
    Antibiotik Topikal
    Dokumen6 halaman
    Antibiotik Topikal
    Endang Rahayu Fuji Lestary
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pterygium
    Laporan Kasus Pterygium
    Dokumen32 halaman
    Laporan Kasus Pterygium
    bobfaisal
    Belum ada peringkat
  • Qwisdkasdkiwdawidawj
    Qwisdkasdkiwdawidawj
    Dokumen12 halaman
    Qwisdkasdkiwdawidawj
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Dsas
    Dsas
    Dokumen12 halaman
    Dsas
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat
  • Qwisdkasdkiwdawidawj
    Qwisdkasdkiwdawidawj
    Dokumen12 halaman
    Qwisdkasdkiwdawidawj
    Yanuar Prasetyo
    Belum ada peringkat