Etiologi terseringnya adalah kuman Gram Positif yaitu Staphylococcus aureus.
Pada bayi baru lahir dan infant, selain S.aureus, penyebab lainya adalah S.epidermidis, Streptococcus b hemoliticus dan E coli. Sumber infeksi biasanya adalah pemasangan central venous catheters.Infeksi dapat terjadi multifokal, dan setengah dari kasus menyebabkan septic arthritis sendi di dekatnya. Pada anak, penyebab tersering adalah S.aureus, diikuti oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza type B dan Kinsella kingae. Anak dengan penyakit sickle cell memiliki resiko lebih tinggi mengalami osteomielitis, dengan penyebab utama Salmonela species, S aureus, Serratia species, dan Proteus mirabilis. Sedangkan pada orang tua, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti E.coli, Proteus mirabilis, dan lainnya. Klasifikasi Osteomielitis Osteomielitis biasanya dibagi berdasarkan durasi yaitu akut, subakut, dan kronis. -perlu diingat, tidak ada batas yang tegas durasi infeksi yang membedakan ketiga kondisi tersebut sehingga hanya dapat dijadikan acuan umum saja-. Kondisi akut terjadi pada infeksi baru (beberapa hari sampai minggu pertama ) dimana tanda- tanda radang akut terlihat jelas disertai demam, malaise, dan iritabilitas pasien. – pada neonates, kondisi sistemik mungkin tidak jelas akibat belum maturnya sistem imun, pada dewasa, demam terjadi hanya pada 50% kasus- Kondisi subakut terjadi dalam minggu pertama sampai beberapa bulan, dimana kondisi inflamasi lokal terlihat ringan dan tidak terdapat gejala sistemik yang jelas. Kondisi kronis terjadi dalam beberapa bulan, ditandai dengan kondisi inflamasi lokal kronis dengan perubahan warna kulit, jaringan parut, bengkak hilang timbul, dan keluarnya cairan dari lubang di kulit (draining sinus) berulang. Deteksi dini saat kondisi akut dan terapi antibiotika spesifik yang sesuai dapat berhasil. Untuk kondisi subakut dan kronis, diperlukan tindakan bedah eksisi jaringan mati tulang Patofisiologi Osteomielitis Proses mikroorganisme untuk menempel dan membentuk koloni dalam tulang dipengaruhi virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, dan kondisi lokal jaringan. Virulensi mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan untuk melekat pada matriks tulang, bertahan terhadap mekanisme fagositosis pertahanan tubuh,dan kemampuan untuk menembus jaringan. Kemampuan melekat dibentuk oleh polisakarida yang diproduksi oleh mikroorganisme. Penghindaran terhadap mekanisme pertahanan tubuh dilakukan melalui produksi protein, sedangkan kemampuan invasi kuman dilakukan melalui enzim hidrolase. Staphylococcus aureus, juga memiliki kemampuan untuk hidup intrasel, dan membentuk biofilm sehingga mempersulit mekanisme pertahanan tubuh alami untuk membunuh mikroorganisme tersebut. Infeksi kuman ke dalam darah terjadi melalui abrasi kulit, trauma benda tajam, penyakit gigi, melalui tali pusat yang terinfeksi pada neonatus, maupun pemasangan IV line terutama pada neonates. Pada osteomielitis hematogenik, bersarangnya kuman pada metafisis tulang panjang anak diduga akibat melambatnya aliran darah yang disebabkan melengkungnya (looping) pembuluh darah saat mendekati dan menjauhi lempeng epifisis, serta tiadanya lapisan membranosa di bagian itu. Sehingga menimbulkan kondisi yang bersifat relatif avaskular di dekat lempeng epifisis dan mungkin ditambah dengan adanya trauma lokal di daerah tersebut. Aliran yang lambat ini memungkinkan kuman melekat dan berproliferasi di daerah metafisis tersebut. Proliferasi kuman pada fokus infeksi menyebabkan meningginya tekanan intraoseus lokal melebihi tekanan kapiler darah sehingga terjadi kondisi iskemia jaringan.-ini menjelaskan nyeri konstan intens yang dirasakan pasien di ujung tulang panjang - Proses pertahanan tubuh selular maupun humoral untuk mengeliminasi infeksi, dikombinasikan dengan enzim dari mikroorganisme dan kondisi iskemia jaringan menyebabkan destruksi trabekula tulang. Pada area sekitar fokus infeksi terjadi proses penyerapan tulang oleh osteoklas, yang akhirnya membuat fokus infeksi terpisah dari jaringan tulang di sekitarnya. Tulang nekrotik yang terpisah dari jaringan sekitarnya terputus dari aliran darah tubuh dinamakan sequester. Sequester menjadi tempat bersarangnya koloni mikroorganisme yang tidak terjangkau oleh mekanisme pertahanan tubuh maupun antibiotika,dan merupakan penyebab kegagalan terapi medikamentosa. Manifestasi Klinis Osteomielitis Gejala klinis akut sangat cepat,diawali dengan nyeri local hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering ditemukan kaitan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam, akan muncul gejala sistemik seperti demam, malaise ,anoreksia, dan cengeng (bayi/anak-anak). Nyeri terus menghebat dan timbul pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai osteomyelitis sampai terbukti sebaliknya. Bisa didapatkan adanya riwayat cedera muskuloskeletal beberapa hari sebelumnya, sehingga kadang keluarga pasien menyangka nyeri adalah sprain atau patah tulang akibat cedera. Sesudah itu tanda peradangan mulai nampak seperti edema, kemerahan, hangat, nyeri tekan pada jaringan tulang sekitar sendi. Tanda- tanda lokal tersebut biasanya mereda setelah 5 sampai 7 hari, sehingga kadang disangka infeksi sudah membaik. Pada osteomielitis hematogenik subakut, gambaran klinis yang ditunjukkan bersifat lebih ringan, bisa diakibatkan virulensi rendah dari patogen atau daya tahan tubuh pasien yang lebih resisten atau kombinasi keduanya dengan lokasi predileksi yang sama dengan osteomielitis hematogenik akut. Gambaran klinis bisa berupa nyeri pada area mendekati sendi untuk beberapa minggu. Dari pemeriksaan fisik bisa didapatkan terlihat lemas, bengkak minimal, atrofi otot, dan nyeri tekan lokal. Suhu tubuh biasanya normal. 1.Sjamsuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah : Sistem Organ dan Tindak Bedahnya(2). Jakarta : EGC,2008. 2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S, Apley A. Apley's system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London: Hodder Education; 2010. 3. Groll ME, Woods T, Salcido R. Osteomyelitis: a context for wound management. Adv skin Wound Care. 2018;31(6):253-62. 4. Chiappini E, Camposampiero C, Lazzeri S, Indolfi G, Martino MD, Galli L. Epidemiologi and management of acute haematogenous osteomyelitis in a tertiary paediatric center. Int J environ Res Public Health. 2017;14(5):477-87.