PENDAHULUAN
DKI Jakarta sebagai Ibu Kota negara menjadi salah satu Provinsi yang
memiliki urutan tinggi kasus terbanyak dari 34 provinsi di Indonesia. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menyebutkan angka prevalensi kasus tumor dan kanker
(tidak hanya kanker) di Provinsi DKI Jakarta adalah 7,4 permil, sedangkan angka
nasional sekitar 4,3 permil. Diantara kejadian penyakit tidak menular (PTM),
Kanker berada di urutan ke-3 terbanyak (10,2 %) setelah stroke (26,9%) dan
Hipertensi (12,3%).
1
Sementara itu, Hasil riskesdas tahun 2013 menempatkan DKI jakarta di
Posisi ke- 4 (bersama Bengkulu) sebagai Provinsi dengan prevalensi tertinggi
kanker di Indonesia dengan angka 1,9 permil (setelah DIY 4,1 permil; Jawa
Tengah 2,1 permil; dan Bali 2 permil). Sedangkan angka prevalensi nasional
sebesar 1,4 permil. Data tersebut menunjukan bahwa terjadi prevalensi penyakit
di DKI Jakarta seperti penyakit asma sebesar (5,2%) PPOK (2,7%), Kanker
(1.9%, Diabetes (3,0%), Hipertiroid (0,7%), Hipertensi (10,1%), Jantung Koroner
(1,6%), Gagal Jantung (0,3%) dan penyakit stroke (1,5%).
2
Cipta Karya serta Dinas teknis pemerintahan lainnya yang terkait dengan standar
dan perizinannya.
Persyaratan perizinan yang harus dipenuhi antara lain adalah izin lokasi,
izin usaha mendirikan rumah sakit (izin prinsip), izin usaha (izin operasional), izin
mendirikan bangunan, izin UU gangguan HO (izin lingkungan), izin instalasi
pencegah dan pemadam kebakaran, izin deep well, izin pemakaian lift/elevator
(jika memakai lift/elevator), izin instalasi listrik/daya, izin pemakaian
diesel/cadangan daya, izin penangkal petir, izin boiler, izin radiologi BATAN, izin
AMDAL dan izin penggunaan bangunan. Sebelum mengajukan persyaratan
perizinan tersebut, terdapat pula beberapa lampiran yang harus disiapkan yaitu
berkas adminsitrasi lokasi lahan/tanah, laporan studi kelayakan, laporan rencana
induk, laporan studi AMDAL dan rencana rancangan bangunan.
3
5. Undang-Undang RI No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
6. Peraturan Presiden RI No.72 tahun 2012 tentang SKN
7. Peraturan Presiden RI No.12 tahun 2013 tentang JKN
8. Peraturan Presiden RI No.38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
9. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.71 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.56 tentang 2014 tentang Klasifikasi &
Perizinan Rumah Sakit
4
3. Analisis Situasi Khusus tentang Epidemiologi, SDM kesehatan, Fasilitas
Kesehatan, Kebijakan Kesehatan dll.
4. Analisis Radius Cakupan Pasien, Supply dan Demand, Backlog, dan Profil
Kompetitor.
5
BAB II
ANALISIS SITUASI
6
Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu
udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari, dan suhu udara
minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan
sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah hujan
terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar
267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara
mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2
m/detik - 2,5 m/detik.
Gambar 1
Peta Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.1
Luas Wilayah (km2) dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut
Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015
188.03
146.66
141.27
129.54
48.13
8.7
Berdasarkan grafik 2.1 di atas dapat dilihat bahwa luas Provinsi DKI
Jakarta adalah 662.33 km2. Kota terluas di DKI Jakarta adalah Jakarta Timur
dengan luas wilayah sebesar 188.03 km 2 atau 28.39% dari luas keseluruhan
8
Provinsi DKI Jakarta, Sedangkan wilayah dengan luas wilayah terkecil yaitu
Kabupaten Kepulauan Seribu dengan luas 8.7 km 2 atau 1.31 % dari luas Provinsi
DKI Jakarta.
Selain data luas wilayah berdasarkan data dapat dilihat juga banyaknya
kecamatan dan kelurahan di masing-masing kabupaten/kota di DKI Jakarta. Data
lebih lengkap dapat terlihat dalam grafik berikut :
Grafik 2.2
Jumlah Kecamatan dan Kelurahan berdasarkan Wilayah Administratif di DKI
Jakarta, Tahun 2015
Kecamatan kelurahan
65 65
56
44
31
10 10 8 8
6 6
2
9
sebanyak 2 kecamatan dan 6 kelurahan dan Jakarta utara sebanyak 6
kecamatan dan 31 kelurahan.
Selain peta dan grafik menurut Kota/kabupaten di provinsi DKI Jakarta,
dapat juga dilihat wilayah administrasi Kota Jakarta Barat sebagai lokasi Rumah
Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular, Kota Administrasi Jakarta Barat
terletak antara 5o19’12“ - 6o23’54“ Lintang Selatan dan 106o22’42“ - 106o58’18“
Bujur Timur. Jakarta Barat merupakan dataran rendah yang terletak sekitar 7 m
di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, luas
wilayahnya sebesar 129,54 km², serta mempunyai 23 sungai/saluran/kanal yang
digunakan sebagai sumber air, perikanan dan bisnis perkotaan. Berdasarkan
posisi geografisnya, Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki batas-batas
wilayah yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara,
sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Pusat, sebelah Selatan berbatasan
dengan Provinsi Banten dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Tangerang.
Gambar 2
Peta Kota Administrasi Jakarta Barat
10
Secara administratif wilayah Kota Jakarta Barat terbagi kedalam 8
Kecamatan yaitu Kecamatan Kembangan, Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan
Palmerah, Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Tambora, Kecamatan
Taman Sari, Kecamatan Cengkareng dan Kecamatan Kalideres. Untuk lebih
jelas luas wilayah Jakarta Barat berdasarkan Kabupaten/ Kota dapat dilihat pada
grafik berikut :
Grafik 2.3
Luas Wilayah (km2) dan Pembagian Daerah berdasarkan Kecamatan, 2014
30.23
26.54
24.16
17.98
9.99
7.51 7.73
5.4
11
Berdasarkan analisis situasi umum tentang geografi di atas, bahasan
tentang letak strategis, topografi, luas wilayah, serta potensi wilayah
menunjukkan bahwa variabel ini merupakan kekuatan untuk pembangunan
fasiitas kesehatan.
2.1.2 Demografi
Data demografi berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk suatu
daerah, banyaknya jumlah penduduk berbanding lurus dengan penyediaan
layanan kesehatan. Adapun data demografi Provinsi DKI Jakarta tahun 2015
menunjukkan angka 10.177.924 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per
tahun sebesar 1.02 persen.
Untuk lebih jelas jumlah penduduk DKI Jakarta dari tahun ke tahun
berdasarkan kota/kabupaten dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.4
Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan Kota/Kecamatan dan Tahun, 2015
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
Kepulaua Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
n seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
2013 21414 2071628 2705818 855371 2292997 1653178 9600406
2014 23011 2164070 2817994 910381 2430410 1729444 10075310
2015 23340 2185711 2843816 914182 2463560 1747315 10177924
12
Berdasarkan data pada grafik 2.4 diketahui bahwa penduduk terbanyak
pada tahun 2015 terdapat di Jakarta timur yaitu sebanyak 2.843.816 Jiwa,
sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kepulawan
seribu dengan total jumlah penduduk sebanyak 23.340 Jiwa. Sedangkan Jakarta
Barat merupakan wilayah dengan penduduk terbanyak kedua yaitu sebanyak
2.463.560 Jiwa.
Sedangkan laju pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota
berdasarkan data menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Seribu dan Kota
Jakarta Barat merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi
yakni sebesar 1.43 dan 1.36 per tahun pada tahun 2015, sedangkan kota
dengan laju pertumbuhan terendah adalah Jakarta pusat yakni hanya sebesar
0.42 per tahun, data selengkapnya dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupatan/Kota di provinsi DKI Jakarta,
Tahun 2015
Laju pertumbuhan penduduk
No Kabupaten/Kota per tahun
2010-2015 2014-2015
1 Kepulauan seribu 1.74 1.43
2 Jakarta Selatan 1.08 1
3 Jakarta Timur 1 0.92
4 Jakarta Pusat 0.42 0.42
5 Jakarta Barat 1.45 1.36
6 Jakarta Utara 1.11 1.03
DKI Jakarta 1.09 1.02
Sumber : Jakarta Dalam Agka, 2016
13
banyak dibandingkan penduduk perempuan.. Data lebih lengkap dapat dilihat
dalam grafik berikut :
Grafik 2.5
Penduduk menurut jenis kelamin dan kabupaten/Kota Administrasi di DKI
Jakarta, 2015
Perempuan Laki-Laki
879.59
Jakarta Utara 867.73
1217.27
Jakarta Barat 1246.29
457.16
Jakarta Pusat 457.03
1407.69
Jakarta Timur 1436.13
1089.24
Jakarta Selatan 1096.47
11.62
Kepulauan Seribu 11.72
14
Grafik 2.6
Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta, 2016
Kepulauan
Jakarata Utara ,
Seribu, 2683.96
11913.83
Jakarta Selatan,
15472.17
Jakarta Barat,
19017.92 Jakarta Timur,
15124.15
Jakarta Pusat,
18993.11
15
penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat dalam grafik
berikut :
Grafik 2.7
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi DKI
Jakarta, Tahun 2015
65+
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
Perempuan
30-34
Laki-Laki
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
Selain data demografi DKI Jakarta untuk lebih spesifik dalam melihat
tingkat kebutuhan rumah sakit khusus selain sangat dibutuhkan di DKI Jakarta
secara umum, juga dapat dilihat berdasarkan ketepatan keberadaannya di
Jakarta Barat maka dapat dilihat berdasarkan data demografi Kota Jakarta Barat.
Jakarta Barat dengan 8 kecamatan memiliki jumlah penduduk sebanyak
16
2.463.560 Jiwa. Dengan rincian masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam
grafik berikut :
Grafik 2.8
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Jakarta Barat, Tahun 2014
555972
431296
357788
300802
232697
239474
202373
110008
17
Grafik 2.9
Penduduk Jakarta Barat berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014
300000
250000
200000
150000
Laki-laki
100000
Perempuan
50000
Berdasarkan grafik 2.9 diatas terlihat bahwa proporsi laki-laki lebih banyak
di setiap kecamatan kecuali di kecamatan grogol petamburan dimana proporsi
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki sedangkan kita ketahui
bahwa perempuan merupakan simbol reproduksi sehingga kemungkinan
pertambahan penduduk lebih besar di kecamatan grogol petamburan. Jika
ditotalkan dari keseluruhan jumlah penduduk maka total penduduk laki-laki
sebanyak 1.231.126 Jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.199.284 Jiwa.
Berdasarkan data demografi penduduk di DKI, DKI Jakarta saat ini
mengalami bonus demografi sehingga pada piramida penduduk terlihat bahwa
jumlah penduduk terbanyak adalah pada usia produktif yang sepuluh atau lima
belas tahun lagi akan bergeser pada usia 35-44 tahun dimana pada usia ini
penyakit degeneratif mulai muncul, sehingga secara demografi merupakan
kekuatan terhadap dibangunnya rumah sakit khusus ini.
18
2.1.3 Sosio-Ekonomi
Tenaga kerja merupakan suatu bagian tidak terpisah dari pembangunan,
adanya perluasan kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan mencerminkan
keinginan akan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Di DKI Jakarta,
semakin banyak penduduk usia produktif yang bekerja mencerminkan semakin
baiknya pembangunan di suatu wilayah, Berdasarkan data jumlah penduduk usia
15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan dan bukan angkatan kerja
berdasarkan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta terlihat bahwa penduduk yang
bekerja terbanyak di Jakarta Timur 1.239.823 Jiwa dan Jakarta Barat 1.183.961
Jiwa, terendah di Kepulauan Seribu 9.410 Jiwa dan Jakarta Utara 812.614 Jiwa.
Penduduk yang mencari pekerjaan terbanyak di Jakarta Timur 749.169 Jiwa,
terendah di Kepulauan Seribu 549 Jiwadan Jakarta Pusat 29.779 Jiwa.
Sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja terbanyak ada di Jakarta Barat
601.366 Jiwa dan terendah di Jakarta Pusat 246.238 Jiwa.
Data penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan
dan bukan angkatan kerja di DKI Jakarta untuk lebih lengkap dapat dilihat dalam
grafik berikut ini :
Grafik 2.10
Penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan dan bukan
angkatan kerja menurut Kabupaten/Kota, 2015
441635
Jakarta Utara 62239
812614
601366
Jakarta Barat 79678
1183961
246238
Jakarta Pusat 29779
427351
427351
Jakarta Timur 749169
1239832
534204
Jakarta Selatan 71356
1050861
5756
Kepulauan Seribu 549
9410
19
Membahas masalah angkatan kerja maka tidak lepas dari perusahaan,
tenaga kerja dan nilai produksi dari setiap industri baik industri besar maupun
industri sedang. Jumlah perusahaan, tenaga kerja dan nilai industri pada industri
besar dan sedang berdasarkan Kota dapat terlihat dari grafik berikut :
Grafik 2.11
Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi pada Industri Besar dan
Sedang menurut Kota, Tahun 2015
137590
84454
50783.26
39497.39 45023
15899.8
5250 3637
577.86 752.1 394
50 284 50 464
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara
Tabel 2.2
Jumlah perusahaan dan tenaga kerja industri besar dan sedang menurut
klasifikasi industri, 2014
Jumlah
Klasifikasi Industri Perusahaan
Tenaga Kerja
Makanan 184 24985
Minuman 9 1415
Tekstil 49 6617
Pakaian Jadi 254 57402
Kulit dan Barang dari
kulit dan Alas kaki 48 3010
Kayu, Barang dari Kayu
dan Gabus (tidak
termasuk furnitur) dan
Barang-barang
anyaman dari bambu,
rotan dll 15 1396
Kertas dan barang dari
kertas 42 2608
21
Jumlah
Klasifikasi Industri Perusahaan
Tenaga Kerja
percetakan dan
reproduksi media
rekaman 97 11847
produk batubara dan
pengilangan minyak
bumi 2 185
Bahan kimia dan
barang-barang dari
bahan kimia 64 21571
Farmasi, obat kimia dan
obat tradisional 29 11791
Karet, barang dari karet
dan plastik 132 15994
Barang galian bukan
logam 17 5659
Logam dasar 22 4232
Barang logam bukan
mesin dan peralatannya 98 14709
Komputer, barang
elektronik dan optik 15 2263
Peralatan listrik 39 14575
Mesin dan
perlengkapannya 18 6196
Kendaraan bermotor,
trailer dan semi trailer 31 35906
Alat angkutan lainnya 13 18819
Furnitur 24 3556
Pengolahan lainnya 38 11154
22
Jasa reparasi dan
pemasangan mesin dan
peralatan 2 64
Jumlah 1242 275954
Sumber : Jakarta dalam angka, 2016
Selain data diatas dapat dilihat juga data tingkat pengangguran terbuka
(TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menurut Kabupaten/Kota di
DKI Jakarta pada grafik berikut :
Grafik 2.12
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Tahun 2016
TPT TPAK
9.13
5.51 6.36 6.51 6.31 7.11
23
wilayah Kepulauan Seribu sebesar 5.51, sedangkan untuk TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja) terbesar di wilayah Jakarta Barat sebesar 67.76
sedangkan terendah di Kepulauan Seribu sebesar 63.37.
Jumlah pencari kerja pada tahun 2015 sebesar 58.915 orang pekerja
tidak sebanding dengan lowongan kerja yang tersedia yang hanya mencapai
19.093 lowongan. Data lowongan pekerjaan untuk lebih lengkap berdasarkan
Kabupaten/Kota administrasi dapat dilihat dalam grafik berikut ini :
Grafik 2.13
Lowongan kerja yang terdaftar berdasarkan Kabupaten/Kota Administrasi,
Tahun 2015
13306
3578
1330
702
177 0 0
24
Setelah membahas mengenai perusahaan, tenaga kerja dan industri di
DKI Jakarta secara umum berikut menggambarkan secara spesifik jumlah
perusahaan dan tenaga kerja menurut sektor pekerjaan di Jakarta Barat.
Tabel 2.3
Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja menurut Sektor di Jakarta Barat, 2013
Tenaga Kerja
Jumlah WNI WNA
No Sektor
Perusahaan Laki- Laki-
Perempuan Perempuan
Laki Laki
1 Pertanian 35 757 382 -
2 Pertambangan
dan 11 246 78 6 -
Penggalian
3 Industri
2 201 118 366 110 828 227 -
Pengolahan
4 Listrik, Gas
3 450 1 034 5 -
dan Air Bersih
5 Bangunan 358 8 061 8 711 17
6 Perdagangan,
Hotel dan 4 381 129 074 35 261 333 19
Restoran
7 Pengangkutan
dan 337 12 590 3 922 19 10
Komunikasi
8 Keuangan,
Persewaan
754 21 858 8 157 68 2
dan Jasa
Perusahaan
9 Jasa-jasa 897 35 847 22 107 279 94
Jumlah 8 977 327 249 190 480 954 125
Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015
25
Berdasarkan data pada tabel 2.3 sebelumnya terlihat bahwa sektor
industri pengolahan merupakan industri yang menyerap paling banyak tenaga
kerja di Jakarta barat yaitu sebanyak 229.421 dengan jumlah perusahaan
sebanyak 2201, sedangkan yang kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran yang menyerap tenaga kerja sebanyak 164.687 pekerja dengan jumlah
perusahaan sebanyak 4.381. Sedangkan sektor yang menyerap tenaga kerja
paling sedikit adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya
menyerap sebanyak 330 pekerja dari 11 perusahaan.
Perekonomian berperan penting dalam pertumbuhan pembangunan
disuatu daerah. Salah satu indikator makro yang digunakan untuk mengukur
kinerja perekonomian adalah dengan menghitung Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), yang hasilnya mampu menggambarkan pertumbuhan ekonomi,
struktur ekonomi dan analisis terhadap kinerja sektor perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan atau pertumbuhan riil
perekonomian, atau dapat menggambarkan kinerja pembangunan dari suatu
periode ke periode sebelumnya.
Adapun aktivitas perekonomian di Provinsi DKI Jakarta secara
keseluruhan bergerak meningkat. Berdasarkan data PDRB Perkapita di DKI
Jakarta menunjukkan bahwa baik PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas
dasar harga konstan meningkat dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan
perekonomian di DKI Jakarta perkembangannya sangat baik.
PDRB perkapita selalu mengalami peningkatan, dari tahun 2011 hingga
tahun 2014 peningkatan tertinggi berada di tahun 2014 kemudian kedua di tahun
2013, sehingga berdasarkan data ini dapat diprediksi bahwa perekonomian di
DKI Jakarta akan selalu meningkat dan 5 atau 10 tahun kemudian DKI Jakarta
akan menjadi kota dengan perekonomian yang maju dan diharapkan hal ini
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, karena masyarakat
dengan tingkat ekonomi yang maju akan memilih fasilitas kesehatan yang lebih
baik, nyaman dan berkualitas.
26
Grafik 2.14
PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2011-2014
17482
15517
14641
13886
12554 13011
12396
11767
Selain data PDRB dari tahun ke tahun, dapat juga digambarkan PDRB
penggunaan tertinggi di DKI Jakarta pada semester 1 tahun 2016 adalah untuk
adalah untuk perubahan onventori yaitu sebesar Rp. 7.348.649. Data mengenai
PDRB menurut penggunaan atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
27
Tabel 2.4
PDRB Menurut penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2014 - 2016
2016
Penggunaan 2014 2015
(semester 1)
Pengeluaran Konsumsi
rumah tangga 1,060,238,138 1,157,939,531 615,432,346
Pengeluaran konsumsi
LNPRT 35,376,320 35,718,999 19,122,813
Pengeluaran konsumsi
pemerintah 222,659,398 240,119,619 98,569,691
Pembentukan Modal 737,664,981 808,551,792 420,702,441
Perubahan Onventori 7,069,227 5,556,040 7,348,659
Ekspor 297,473,409 329,760,731 161,876,126
Impor 1,012,145,801 951,755,600 455,595,312
Net Ekspor Antar Daerah 411,881,580 357,529,415 186,320,972
PDRB/GDRP 1,760,217,252 1,983,420,526 1,053,777,736
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016
Sedangkan data PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 2014-2016 berdasarkan
adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebesar Rp.438.900.287 dan kedua
adalah untuk impor sebesar Rp.350.355.159 dan yang terkecil adalah untuk perubahan
inventori sebesar Rp. 4.189.407. data lebih lengkap mengenai PDRB menurut
penggunaan atas dasar harga konstan tahun 2014 sampai 2016 dapat dilihat pada tabel
selanjutnya :
28
Tabel 2.5
2016
Penggunaan 2014 2015 (semestrer
1)
Pengeluaran Konsumsi
808,335,608 849,061,695 438,900,287
rumah tangga
Pengeluaran konsumsi
28,360,842 26,910,692 14,041,179
LNPRT
Pengeluaran konsumsi
172,921,683 179,518,648 71,531,910
pemerintah
Pembentukan Modal 638,377,698 657,105,156 332,140,923
Perubahan Inventori 2,849,784 2,902,368 4,189,407
Ekspor 230,289,697 230,271,305 111,365,923
Impor 797,671,482 714,439,158 350,355,159
Net Ekspor Antar
289,925,718 222,771,401 131,167,307
Daerah
PDRB/GDRP 1,373,389,547 1,454,102,107 752,981,777
29
pengeluaran rata-rata perkapita sebulan berdasarkan kelompok makanan di
provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam grafik dibawah ini :
Grafik 2.15
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut kelompok makanan di provinsi
DKI Jakarta, 2015
30
31.346 dan kedua kesehatan sebesar Rp.43.648, selain itu ada juga biaya
pajak pemakaian dan premi asuransi sebesar 59.092 hal ini menunjukan
biaya kesehatan dijadikannya prioritas oleh penduduk DKI Jakarta. Data lebih
lengkap mengenai rata-rata pengeluaran perkapita sebulan menurut kelompok
bukan makanan di DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.6
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut kelompok Bukan Makanan di
Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2015
Pengeluaran Rata-Rata
Kelompok Makanan
Perkapita Sebulan
Perumahan, bahan
bakar, penerangan, air 643,907
Aneka barang dan jasa 187,689
Biaya pendidikan 75,077
Biaya kesehatan 43,648
Pakaian, alas kaki, dan
tutup kepala 45,821
Barang yang tahan
lama 71, 364
Pajak pemakaian dan
premi asuransi 59,092
Keperluan pesta dan
upacara 31,346
Jumlah 1.157.945
Daya beli masyarakat DKI Jakarta yang semakin tinggi tentunya di dukung
oleh semakin tingginya pendapatan, di DKI Jakarta upah minimum provinsi
31
(UMP) selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun tingkat inflasi
cenderung rendah. Berdasarkan data mulai tahun 2010 sampai tahun 2016,
terlihat bahwa UMP DKI Jakarta selalu mengalami kenaikan, kenaikan UMP
tertinggi adalah di tahun 2013 yaitu sebesar 43.87 persen dari Rp.1.290.000 naik
menjadi Rp.2.200.000 sedangkan kenaikan terendah adalah pada tahun 2011
yang hanya sebesar 8.58 persen dari Rp.1.188.010 menjadi Rp.1.290.000. Kini
UMP DKI Jakarta terakhir pada tahun 2017 adalah Rp. 3.300.000 dan diprediksi
akan terus naik sehingga dengan kenaikan ini diharapkan kesejahteraan
masyarakat akan meningkat dan kebutuhan akan fasilitas kesehatan yang
bermutu akan sangat besar. Untuk lebih lengkap data UMP DKI Jakarta dan
inflasi dari tahun 2010 sampai 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7
Upah Minimum Provinsi dan Inflasi di DKI Jakarta, 2010-2016
Upah Minimum Provinsi
(UMP)
Tahun Inflasi
Kenaikan
Rp UMP
2010 1188010 11.04 5.95
2011 1290000 8.58 3.97
2012 1529150 18.54 4.52
2013 2200000 43.87 5.67
2014 2441000 10.96 6.15
2015 2700000 10.6 -
2016 3100000 14.8 3.3
Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016
32
Jakarta selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga diharapkan
dengan meningkatnya UMP akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
DKI Jakarta. hal ini menjadi Variabel Kekuatan dalam perencanaan
pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular (RSKT
PTM) karena masyarakat yang tingkat kesejahteraannya tinggi cenderung sadar
akan kesehatan dan menginginkan fasilitas, kenyamanan dan kemudahan dalam
akses kesehatan.
Adapun IPM pada DKI Jakarta dari Tahun 2007 – 2012 terus mengalami
peningkatan dari 78.08 pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 78.39 ditahun
2014 dan pada tahun 2015 IPM DKI Jakarta sebesar 78.99 , dan terus
meningkat hingga 79.60 pada tahun 2016 lebih tinggi dari IPM Nasional yang
hanya 70.18. hal ini menunjukkan berarti ada perbaikan kondisi dari tahun ke
33
tahun, dan IPM DKI Jakarta sudah diatas rata-rata IPM Nasional. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 2.16
DKI Jakarta
79.6
78.99
78.39
78.08
1 2 3 4
34
Grafik 2.17
Berikut ini disajikan pada tabel 2.8 mengenai angka partisipasi kasar dan
angka partisipasi murni menurut jenjang pendidikan di DKI Jakarta. Berdasarkan
data terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin kecil angka
partisipasinya baik partisipasi murni maupun partisipasi kasar. Angka partisipasi
murni dan kasar tertinggi ada pada tingkat pendidikan SD/MI yaitu sebanyak
96.91 untuk angka partisipasi murni dan 105.26 untuk angka partisipasi kasar,
sedangkan angka partisipasi terkecil adalah pada jenjang SMA/SMK/MA yaitu
59.04 untuk angka partisipasi murni dan 62.33 pada angka partisipasi kasar.
Untuk lebih jelas datanya dapat dilihat pada tabel berikut :
35
Tabel 2.8
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) berdasarkan
jenjang Pendidikan, Tahun 2015
36
Grafik 2.18
Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan, Tahun 2015
1104006
895578 898615
741199
539649
272650
230593
41739
37
lebih lengkap mengenai jumlah pengangguran terbuka menurut tingkat
pendidikan di DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut :
Grafik 2.19
Jumlah Penduduk yang merupakan pengangguran terbuka menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Tahun 2015
Universitas 55318
38
sekolah, sedangkan sekolah dengan jumlah paling sedikit adalah sekolah
menengah atas dengan jumlah 474 sekolah. Jumlah ruang kelas berbanding
lurus dengan jumlah sekolah. Tingkat pendidikan dengan ruang kelas terbanyak
adalah pada tingkat sekolah dasar dengan jumlah 33.351 ruang kelas dan kedua
pada tingkat sekolah menengah pertama dengan jumlah 11.827 ruang kelas, dan
tingkat pendidikan dengan ruang kelas paling sedikit adalah sekolah menengah
atas dengan jumlah 5.471 ruang kelas. Hal ini berbeda dengan jumlah guru,
Jumlah guru terbanyak adalah guru pada tingkat pendidikan sekolah dasar
dengan jumlah guru sebanyak 40.926 guru dan yang kedua pada tingkat sekolah
menengah pertama sebanyak 22.665 guru, sedangkan guru paling sedikit adalah
guru pada tingkat pendidikan TK dengan jumlah guru sebanyak 10.541 guru.
Data jumlah sekolah, jumlah ruang kelas, jumlah guru dan murid
berdasarkan jenis sekolah di DKI Jakarta lebih lengkap dapat dilihat pada table
dibawah ini :
Tabel 2.9
Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Ruang Kelas menurut Jenis Sekolah,
Tahun 2014/2015
Ruang
Jenis sekolah Sekolah Guru Murid
Kelas
TK 1999 10541 86805 10108
Negeri 9 70 540 128
Swasta 1990 10471 86265 9980
SD 2950 40926 821368 33351
Negeri 2111 27106 619839 24297
Swasta 839 13820 201529 9054
SMP 1040 22665 363337 11827
Negeri 290 10619 208442 6051
Swasta 750 12046 154895 5776
SMA 474 13147 136579 5471
39
Ruang
Jenis sekolah Sekolah Guru Murid
Kelas
Negeri 117 5760 82948 2401
Swasta 357 7387 53631 3070
SMK 597 15410 150503 5963
Negeri 63 3082 40597 1310
Swasta 534 12328 109906 4653
Jumlah 7060 102689 1558592 66720
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016
Dalam pendidikan angka yang menjadi salah satu tolak ukur kegagalan
pendidikan adalah tingginya angka putus sekolah, semakin tinggi angka putus
sekolah menggambarkan belum meratanya akses dan kesadaran masyarakat
untuk sekolah. Data murid yang putus sekolah di DKI Jakarta berdasarkan
wilayah dapat terlihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.10
Jumlah siswa putus sekolah menurut jenjang sekolah dan kabupaten/kota
administrasi di DKI Jakarta, Tahun 2015/2016
Kabupaten/Kota
Adm SD SMP SMA SMK
Kepulauan Seribu - 5 - -
Jakarta Selatan 36 100 76 436
Jakarta Timur 42 91 11 406
Jakarta Pusat 26 23 8 118
Jakarta Barat 60 123 38 131
Jakarta Utara 25 89 13 95
Jumlah 189 431 146 1186
Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016
40
Berdasarkan tabel 2.10 diatas terlihat bahwa jumlah murid yang putus
pendidikan SMK sebanyak 1186 murid dan kedua pada jenjang pendidikan SMP
sebanyak 431 murid, dan terendah pada tingkat sekolah dasar yaitu sebanyak
189 murid.
wilayah Jakarta Selatan sebanyak 648 murid dengan murid putus sekolah
terbanyak pada jenjang SMK sebanyak 436 murid, sedangkan kedua di wilayah
Jakarta timur dengan jumlah 550 murid dan terbanyak pada jenjang SMK
dengan jumlah 406 murid. Angka putus sekolah terendah berada di wilayah
Jakarta pusat dengan jumlah 175 murid dan Jakarta utara sebanyak 222 murid.
Dan terbanyak putus sekolah pada jenjang SMK dengan jumlah masing-masing
Putus sekolah terbanyak berada pada jenjajng SMK, murid SMK di DKI
langsung bekerja setelah lulus sekolah, di DKI Jakarta Untuk lembaga perguruan
tinggi cukup banyak tersedia yaitu sebanyak 409 perguruaan tinggi dengan
sekolah dimana 7 sekolah merupakan sekolah negeri dan 191 adalah sekolah
swasta dan kedua yaitu sekolah akademi sebanyak 121 sekolah dengan 2
41
sedangkan paling sedikit adalah politeknik yang hanya berjumlah 6 di DKI
Jakarta, 6 sekolah adalah politeknik negeri dan 7 politeknik swasta. Data jumlah
Grafik 2.20
Jumlah Lembaga Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta menurut Jenis
Lembaga, 2015/2016
191
119
52
20
5 7 2 6 7
0
42
2.1.5 Sosio – Budaya
DKI Jakarta sebagai kota megapolitan, kota yang berpenduduk di atas 10
juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan.
Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan
persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta.
Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya
hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak
partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang
tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan
usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Berdasarkan data terakhir di DKI Jakarta angka kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi masih menjadi permasalahan besar. Berdasarkan data tahun 2015
menunjukkan bahwa wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak ada di
wilayah Jakarta Utara kedua Jakarta timur dan ketiga Jakarta barat. Hal ini
menunjukan bahwa masih tingginya kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta. Data
lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :
Grafik 2.21
Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015
104.2
96.5
90.9
80.8
37.7
2.7
44
Data lainnya mengenai penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Tabel 2.11
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menurut Jenis Masalah
dan Kecamatan di Jakarta Barat, 2013
Jenis Masalah
No Kecamatan Anak Anak Gelan-
WTS Pengemis Waria
Terlantar Nakal dangan
1 Kembangan 28 5 25 10 5 10
Kebon
2 55 23 18 20 3 10
Jeruk
3 Palmerah 10 2 19 30 25 10
Grogol
4 2 2 19 20 2 10
Petamburan
5 Tambora 27 8 18 10 6 10
6 Taman Sari 78 4 30 20 2 10
7 Cengkareng 68 3 15 10 25 20
8 Kalideres 48 13 17 10 88 12
Jumlah 300 60 161 130 156 92
2013 483 73 59 49 197 112
2012 573 110 44 25 209 121
2011 623 126 39 30 201 120
45
Lanjutan
Jenis Masalah
Penyan-
No Kecamatan Korban Eks Lansia Fakir Anak
dang
Narkoba NAPI Terlantar Miskin Jalanan
Cacat
1 Kembangan 32 28 254 10 191 66
Kebon
2 16 26 244 20 123 12
Jeruk
3 Palmerah 49 15 81 30 104 10
Grogol
4 17 15 544 20 123 12
Petamburan
5 Tambora 23 18 79 10 126 15
6 Taman Sari 18 17 57 20 122 9
7 Cengkareng 22 7 898 10 108 1
8 Kalideres 56 27 448 20 90 34
Jumlah 233 153 2605 130 987 159
2013 - 128 1417 29974 5 99
2012 283 253 1630 31718 2096 159
2011 277 250 1630 31079 1996 153
Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015
sosial yang dari tahun ke tahun semakin berkurang menjadikan masalah sosial
dan jumlah penduduk miskin yang semakin rendah di wilayah DKI Jakarta
46
2.1.6. Kebijakan
diperlukan suatu landasan hukum yang jelas. Hal ini akan menjadi dasar bagi
seluruh kegiatan operasional rumah sakit di masa yang akan datang. Pada
konteks ini, kajian tentang kebijakan dan regulasi tentang kesehatan menjadi
berkaitan dengan Rumah Sakit Khusus dan kesehatan adalah sebagai berikut:
undangan
47
ekonomis. Adapun pasal 5 berbunyi bahwa setiap orang mempunyai hak
bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
48
program Jaminan Kesehatan. Jaminan yang dimaksud adalah berupa
keberlanjutan tatanan sosial yang baik, maka variabel ini merupakan peluang
(RSKT PTM).
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Derajat kesehatan yang
optimal dapat dilihat dari unsur-unsur mortalitas, morbiditas dan status gizi.
untuk seluruh warga Negara yang dikelola oleh BPJS Kesehatan (Badan
Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas
49
Indonesia, yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai
beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Prinsip kepesertaan bersifat wajib yang
Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, 10,2 juta jiwa penduduk DKI Jakarta,
Jakarta sampai bulan Februari tahun 2017 adalah sebanyak 7.296.873 jiwa,
atau sekitar (70,5%) dari jumlah seluruh penduduk, dengan jumlah peserta
penerima bantuan iuran (PBI) APBD sebanyak 3.487.096 jiwa. Provinsi DKI
penduduk DKI Jakarta, dimana pada tahun 2019 seluruh penduduk DKI Jakarta
Dengan 70,5 % dari total jumlah penduduk di DKI Jakarta yang telah
menjadi peserta BPJS Kesehatan atau sebanyak 7.296.873 jiwa pada bulan
februari 2017 hal ini dapat menjadi tolak ukur perkembangan dan
Pada bagian epidemiologi ini akan dianalisis distribusi dan faktor-faktor yang
berdasarkan bulan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016. Data jumlah
50
pembayaran kapitasi BPJS Kesehatan berdasarkan bulan dapat dilihat pada
Grafik 2.23
Pembayaran Kapitasi BPJS Kesehatan di DKI Jakarta Tahun 2016
6E+10
5.8E+10
5.6E+10
5.4E+10
5.2E+10
5E+10
4.8E+10
4.6E+10
51
Grafik 2.24
Pembayaran Kapitasi BPJS Kesehatan DKI Jakarta berdasarkan Kota
Administrasi, Tahun 2016
197,145,064,200
135,275,923,100 128,717,329,640
114,404,238,860
86,484,323,780
Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara
Grafik 2.25
Peserta Rujuk Balik (PRB) DKI Jakarta 2016
11362
10640
9067
592 748
331 87 127 3
53
Grafik 2.26
Jumlah Peserta Rujuk Balik (PRB) di DKI Jakarta berdasarkan Kota Administrasi,
Tahun 2016
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Pusat Selatan Timur Barat Utara
Series1 5023 7076 12869 5158 2831
54
hanya sebanyak 1.251 kasus. Data lebih lengkap mengenai jumlah penyakit
katastropik di DKI Jakarta pada pelayanan rawat inap tingkat lanjut tersaji dalam
bagan berikut :
Grafik 2.27
Jumlah Penyakit Katastropik pada Layanan Rawat Inap Tingkat Lanjut di DKI
Jakarta, Tahun 2016
Thalassemia, Cirrhosis
5249 Hepatitis, Gagal Ginjal, 9490
Leukimia, 2394
3177
Hemophilia,
Stroke, 1251
10550
Kanker, 21415
Jantung, 59259
Sedangkan data pada layanan rawat jalan tingkat lanjut yang ditampilkan
pada grafik 2.28 menunjukkan bahwa penyakit terbanyak yang di derita peserta
BPJS pada layanan tersebut terbanyak adalah peserta dengan penyakit jantung
sebanyak 524.100 kasus, kedua yaitu penyakit gagal ginjal sebanyak 309.708
kasus dan ketiga adalah kasus penyakit kanker sebanyak 204.752 kasus
55
sedangkan kasus paling sedikit adalah pada kasus penyakit hemophilia
sebanyak 1.850 kasus. Data lebih lengkap penyakit katastropik pada layanan
rawat jalan tingkat lanjut dapat dilihat sebagai berikut :
Grafik 2.28
Jumlah Penyakit Katastropik pada Layanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut di DKI
Jakarta, Tahun 2016
Thalassemia,
Stroke, 40838 11792 Cirrhosis
Hepatitis, 6523
Leukimia, 10739
Jantung, 524100
Hemophilia, 1850
A. Jakarta Barat
Pada masing-masing wilayah jumlah kasus penyakit katastropik berbeda
sehingga akan lebih spesifik jika jumlah kasus pada rawat inap dan rawat jalan
tingkat lanjut dipisah dan dilihat perwilayah sehingga akan diketahui
kecenderungan penyakit di suatu wilayah.
Untuk wilayah Jakarta barat jumlah penyakit rawat inap tingkat lanjut
terbanyak adalah pada kasus penyakit jantung yaitu sebanyak 17.113 pasien,
sedangkan kedua yaitu pennyakit kanker sebanyak 5.516 pasien dan penyakit
gagal ginjal sebanyak 2.594 pasien, sedangkan kasus penyakit paling sedikit
pada rawat inap adalah penyakit hemophilia yang hanya sebanyak 93 kasus dan
kedua penyakit thalassemia sebanyak 584 pasien.
Banyaknya angka pada penyakit-penyakit rawat inap menunjukkan bahwa
penyakit-penyakit tersebut membutuhkan perawatan yang intensif dan
merupakan penyakit yang harus ditangani secara khusus karena resiko yang
ditimbulkan tinggi, selain itu penyakit-penyakit tersebut juga merupakan penyakit
yang perlu ditangani dengan segera sehingga lebih cocok dilakukan rawat inap.
Data jumlah penyakit rawat inap di Jakarta barat lebih lengkap ditampilkan dalam
grafik berikut ini :
57
Grafik 2.29
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Barat, Tahun 2016
17113
5516
2594
1210 1832
946 584
93
Pada kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Barat dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
Grafik 2.30
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Barat, Tahun 2016
Gagal Ginjal,
67363
Kanker, 68681
Jantung, 99848
Hemophilia, 135
58
Berdasarkan data grafik 2.30 diatas terlihat bahwa jumlah kasus rawat
jalan tingkat lanjut terbanyak di Jakarta Barat adalah pada penyakit Jantung yaitu
sebanyak 99.848 kasus dan kasus kedua dengan jumlah kasus terbanyak
adalah penyakit kanker dengan jumlah kasus sebanyak 68.681 kasus,
sedangkan kasus dengan jumlah paling sedikit adalah kasus pada penyakit
Hemophilia yaitu sebanyak 135 kasus.
B. Jakarta Pusat
Jumlah kasus rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Pusat dengan total
29.574 kasus, dan kasus terbanyak adalah pada penyakit jantung sebanyak
12.071 kasus dan kedua adalah kasus kanker sebanyak 8.957 kasus.
Sedangkan untuk kasus dengan jumlah paling sedikit adalah pada kasus
penyakit Cirrhosis Hepatitis sebanyak 775 kasus. Data lebih lengkap dapat
dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.31
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Pusat, Tahun 2016
Thalassemia 2093
Stroke 2051
Leukimia 965
Kanker 8957
Jantung 12071
Hemophilia 1039
59
Pada kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Pusat pada grafik 2.32
terlihat bahwa kasus terbanyak adalah kasus pada penyakit Jantung sebanyak
124.958 kasus dan kedua adalah kasus kanker sebanyak 82.815 kasus,
sedangkan kasus paling sedikit adalah kasus pada penyakit Hemophilia
sebanyak 1.372 kasus. Data lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.32
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Pusat, Tahun 2016
124958
82815
75304
C. Jakarta Selatan
Jakarta Selatan dengan total kasus rawat inap tingkat lanjut sebanyak
11382 kasus diketahui bahwa kasus terbanyak adalah pada penyakit Jantung
dengan jumlah kasus sebanyak 5157 kasus, sedangkan kedua terbanyak adalah
kasus pada penyakit kanker sebanyak 2.542 kasus dan kasus terendah adalah
kasus hemophilia dengan total kasus sebanyak 43 kasus. Untuk lebih lengkap
60
data kasus rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Selatan dapat dilihat pada grafik
berikut ini :
Grafik 2.33
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Selatan, Tahun 2016
Thalassemia 712
Stroke 1485
Leukimia 136
Kanker 2542
Jantung 5157
Hemophilia 43
61
Grafik 2.34
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Selatan, Tahun 2016
Cirrhosis
Thalassemia, Hepatitis, 950
Stroke,3091
4854
Leukimia, 1480
Kanker, 29851
Gagal Ginjal,
51566
Jantung, 66904
Hemophilia, 131
Dalam grafik diatas terlihat bahwa kasus pada rawat jalan tingkat lanjut di
Jakarta selatan terbanyak adalah pada penyakit jantung yaitu sebanyak 66.904
kasus dan kedua adalah kasus gagal ginjal sebanyak 51.566 kasus sedangkan
kasus ketiga adalah kasus penyakit kanker sebanyak 29.851. Sedangkan untuk
kasus dengan jumlah paling sedikit adalah pada kasus cirrhosis hepatitis
sebanyak 950 kasus dan hemophilia sebanyak 131 kasus.
62
D. Jakarta Timur
Wilayah Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 27.674 kasus,
kasus pada rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Timur terbanyak adalah pada
penyakit Jantung dengan jumlah 15.128 kasus sedangkan kasus terbanyak
kedua adalah kasus Stroke dengan jumlah kasus sebanyak 3.838, sedangkan
kasus paling sedikit adalah kasus penyakit Hemophilia sebanyak 52 kasus. Data
lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.35
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Timur, Tahun 2016
15128
3971 3838
2684
1250
700
52 51
63
Sedangkan kasus terendah adalah pada kasus hemophilia sebanyak 175 kasus.
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.36
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Timur, Tahun 2016
Thalassemia 324
Stroke 18113
Leukimia 266
Kanker 20883
Jantung 153368
Hemophilia 175
E. Jakarta Utara
Dengan total 14.267 kasus di Jakarta Utara, Jumlah kasus terbanyak
adalah pada jumlah penyakit jantung yaitu sebanyak 9.790 kasus dan kedua
adalah kasus penyakit gagal ginjal sebanyak 1.540 kasus. Sedangkan kasus
dengan jumlah paling sedikit adalah kasus Hemophilia sebanyak 24 kasus.
Untuk lebih lengkap data mengenai Jumlah kasus rawat inap tingkat lanjut di
Jakarta Utara dapat dilihat pada grafik berikut ini :
64
Grafik 2.37
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Utara, Tahun 2016
9790
1540 1344
498 429 610
24 32
Data kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Utara terlihat bahwa dari
total 104.816 kasus, sebanyak 79.022 merupakan kasus penyakit jantung yaitu
kasus terbanyak dan kedua adalah kasus gagal ginjal sebanyak 16.923 kasus
sedangkan kasus paling sedikit adalah kasus hemophilia sebanyak 37 kasus dan
kasus leukemia sebanyak 78 kasus.
Kasus jantung dengan proporsi yang sangat besar di Jakarta Utara perlu
menjadi perhatian khusus dan ditindaaklanjuti karena proporsi ini sangat berbeda
dengan proporsi di wilayah lainnya. Untuk lebih lengkap proporsi kasus penyakit
jantung dan data jumlah kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta utara dapat
dilihat dalam grafik berikut ini :
65
Grafik 2.38
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Utara, Tahun 2016
Jantung, 79022
66
kondisi ini ditambah dengan keberhasilan dalam menurunkan angka kesakitan
atau morbiditas berbagai penyakit menular membuat Indonesia mengalami
transisi demografi dan transisi epidemiologi. Pada saat ini pola kesakitan
menunjukkan bahwa Indonesia mengalami double burden of disease dimana
penyakit menular masih merupakan tantangan (walaupun telah menurun) tetapi
penyakit tidak menular (PTM) meningkat dengan tajam.
67
kesehatan masyarakat (public health). Untuk itu perhatian difokuskan kepada
PTM yang mempunyai dampak besar baik dari segi morbiditas mapun
mortalitasnya sehingga menjadi isu kesehatan masyarakat (public health issue) .
Dikenali bahwa PTM tersebut yang kemudian dinamakan PTM Utama,
mempunyai faktor risiko perilaku yang sama yaitu merokok, kurang berolah raga,
diet tidak sehat dan mengkonsumsi alkohol.
68
Tabel 2.12
Jumlah Rumah Sakit berdasarkan Kategori dan Kepemilikannya di DKI
Jakarta, Tahun 2016
Kategori Kepemilikan RS Umum RS Khusus Total
Pemerintah 43 12 55
-Kemenkes 3 7 10
-Pemda Propinsi 22 1 23
-Pemda Kabupaten 0 0 0
RS Publik -Pemda Kota 5 1 6
-Kementerian lain 4 0 4
-TNI 7 3 10
-POLRI 2 0 2
Seasta Non Profit 32 20 51
RS Privat Swasta 50 29 80
BUMN 4 1 5
Total 129 62 191
Sumber : Daftar Rumah Sakit Kementerian Kesehatan, 2017
69
Grafik 2.39
Jumlah Fasilitas Kesehatan di DKI Jakarta, Tahun 2015
4390
2287
779
301 168 175
159 36 44 125
Tabel 2.13
Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015
Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
No Fasilitas Kesehatan Jumlah
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara
1 Rumah Sakit 1 41 42 31 23 21 159
2 Tempat Tidur 14 4501 6130 5780 3453 3012 22890
3 Puskesmas Kecamatan 2 10 10 8 8 6 44
4 Puskesmas Kelurahan 4 71 78 35 67 46 301
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016
70
Berdasaran tabel 2.14 berikut ini dapat dilihat bahwa jumlah fasilitas
kesehatan terbanyak ada diwilayah Jakarta Timur dengan 6130 tempat tidur, dan
78 puskesmas kelurahan, 10 puskesmas kecamatan, 42 rumah sakit. Wilayah
kedua dengan jumlah fasilitas kesehatan terbanyak adalah Jakarta Selatan
dengan jumlah 4501 tempat tidur, 41 rumah sakit, dan 71 puskesmas
kelurahan, dan 10 puskesmas kecamatan. Sedangkan yang terbanyak adalah
kepulauan seribu dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 21 unit dengan 14
tempat tidur, 1 rumah sakit, 2 puskesmas kecamatan dan 4 puskesmas
kelurahan.
Jika dilihat secara khusus berdasarkan rumah sakit maka datanya dapat
terlihat sebagai berikut :
Tabel 2.14
Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur menurut Kabupaten/Kota Asministrasi
dan Jenis Rumah Sakit, Tahun 2015
Umum Khusus Jumlah
Kabupaten/Kota Adm
RS TT RS TT RS TT
Kepulauan Seribu 1 14 - - 1 14
Jakarta Selatan 23 3623 18 878 41 4501
Jakarta Timur 23 4628 19 1502 42 6130
Jakarta Pusat 16 4990 15 790 31 5780
Jakarta Barat 12 1934 11 1519 23 3453
Jakarta Utara 15 2574 6 438 21 3013
Jumlah 90 17763 69 5127 159 22891
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016
71
Untuk data rumah sakit berdasarkan status rumah sakit dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.15
Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur yang Tersedia menurut Kabupaten/Kota
Administrasi dan Status Rumah Sakit, Tahun 2015
Pemerintah TNI/Polri Swasta Jumlah
Kabupaten/Kota Adm
RS TT RS TT RS TT RS TT
Kepulauan Seribu 1 14 - - - - 1 14
Jakarta Selatan 1 807 4 324 36 3370 41 4501
Jakarta Timur 9 2279 5 986 28 2765 42 6130
Jakarta Pusat 2 1539 4 987 25 3254 31 5780
Jakarta Barat 5 1622 - - 18 1831 23 3453
Jakarta Utara 2 686 - - 19 2326 21 3012
Jumlah 20 6947 13 2297 126 13546 159 22890
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa dari total 159 rumah sakit dan
sebanyak 22.890 TT, rumah sakit terbanyak terletak di wilayah Jakarta timur
sebanyak 42 rumah sakit dan 6.130 TT, sedangkan wilayah dengan rumah sakit
terbanyak kedua adalah wilayah Jakarta Selatan dengan jumlah rumah sakit
sebanyak 41 buah RS dan 4.501 TT. Sedangkan wilayah dengan rumah sakit
paling sedikit adalah kepulauan seribu dengan hanya 1 buah rumah sakit dan 14
TT.
Berdasarkan seluruh data jumlah fasilitas kesehatan di DKI Jakarta hal ini
menjadi peluang untuk dibangunnya rumah sakit khusus karena belum adanya
rumah sakit khusus milik pemerintah DKI Jakarta terutama untuk penanganan
masalah penyakit tidak menular. Yang bisa menjadi rujukan bagi penduduk di
DKI Jakarta secara khusus.
72
2.2.3 SDM Kesehatan
Menurut Sistem Kesehatan Nasional yang dikutip oleh Adi Sasmito
(2007), Sumber Daya Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Sedangkan Tenaga Kesehatan adalah semua orang yang
bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996, tenaga kesehatan
terdiri dari tenaga medis seperti dokter umum dan dokter gigi, sedangkan
tenaga keperawatan terdiri dari perawat, bidan, dan perawat gigi, tenaga
kefarmasian seperti apoteker, analisis farmasi, dan asisten apoteker. Tenaga
kesehatan masyarakat diantaranya epidemiologi kesehatan, etomolog
kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian. Tenaga gizi seperti nutrisionis dan dietisien. Tenaga
keterapian fisik diantaranya fisioterapis, okupasi terapis dan terapis wicara
sedangkan tenaga keteknisian medis seperti radiographer, radio terapis, teknisi
gigi, teknisielektromedis, analisis kesehatan, refraksionis, optifisien, otorik
prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis.
Provinsi DKI Jakarta memiliki sumber daya kesehatan yang cukup, tenaga
kesehatan yang bekerja pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah Provinsi
DKI Jakarta seperti tenaga medis, paramedis (perawat, tenaga bidan), tenaga
farmasi, tenaga gizi, tenaga teknis medis (Analisis Lab, Penata Rontgen,
Penata Anastesi, Fisioterapi), Sanitasi dan Kesehatan Masyarakat.
DKI Jakarta memiliki Sumber Daya Manusia yang cukup baik dengan
dokter spesialis sebanyak 5.726 orang dan ini merupakan sumber daya
manusia terbanyak di DKI Jakarta, sedangkan jumlah sumber daya manusia
terbanyak kedua adalah dokter umum sebanyak 2645 orang. Tenaga kesehatan
paling sedikit di DKI Jakarta adalah apoteker yaitu sebanyak 669 orang. Untuk
73
lebih lengkap jumlah tenaga kesehatan di Provinsi DKI Jakarta dapat kita lihat
pada grafik berikut ini:
Grafik 2.40
Jumlah SDM Kesehatan di DKI Jakarta, Tahun 2015
22982
6117
3933 4458 4617
3069
2015
1039 353
52 660 444 1135 658 9 147
74
Tabel 2.16
Jumlah Dokter Spesialis menurut jenis spesialisinya di DKI Jakarta, tahun 2015
3 Anak 710
4 Bedah 360
5 Radiologi 250
6 Anestesi 468
8 Patologi Anatomi 68
9 Rehabilitasi Medik 75
Jumlah 6465
Sumber : Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2016
75
Banyaknya jumlah tenaga kesehatan di DKI Jakarta terutama dokter
spesialis, dokter umum, dan perawat menjadi Peluang terhadap pembangunan
Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular.
76
3. Rumah Sakit Tarakan
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta merupakan satu-satunya
rumah sakit milik pemerintah provinsi DKI Jakarta yang merupakan rumah sakit
kelas A yang terletak di Jl. Kyai Caringin No. 7 Gambir Jakarta Pusat, DKI
Jakarta, Rumah sakit ini memiliki 450 tempat tidur dengan jarak antara lokasi
rencana RSKT PTM dengan RS Tarakan adalah 2.7 km.
77
Pusat, Indonesia. Selain menjadi RS pemerintah RSCM juga berfungsi sebagai
Rumah sakit pendidikan, salah satunya adalah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Di RSCM ribuan dokter dan tenaga medis bersama-sama melayani ribuan
pasien dari seluruh Indonesia yang setiap hari berkunjung ke rumah sakit ini.
RSCM merupakan pusat rujukan nasional rumah sakit pemerintah dan
merupakan tempat pendidikan dokter umum, dokter spesialis I dan subspesialis,
perawat serta tenaga kesehatan lainnya. RSCM terletak di Jl. Diponegoro, No.7
Jakarta Pusat atau sekitar 9.5 km dari lokasi rencana RSKT PTM, Rumah sakit
terbesar di DKI Jakarta ini memiliki 919 tempat tidur yang terdaftar resmi di
kementerian kesehatan.
78
ini Rumah sakit Jantung Binawaluya sudah menambahkan fasilitas Hostel
(Hospital Hostel) sehingga memudahkan keluarga pasien dari luar kota Jakarta
dapat memantau kerabatnya yang merupakan pasien di Rumah Sakit Jantung
Binawaluya. Jarak antara Rumah sakit jantung Binawaluya dengan lokasi
rencana RSKT PTM adalah 17 km.
Untuk lebih lengkap jarak antara rumah sakit pesaing strategis dengan
lokasi rencana RSKT PTM berdiri dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 2.41
RSPAD
18
16
17 14
RS Jantung Binawaluya RS Harapan Kita
12
10 5.8
8
6
3.4
4
2
RS PON 12 0 2.7 RS Tarakan
3.6
9.5
RSCM RS Dharmais
10.9
RS MRCC
79
2.2.5. Kebijakan Kesehatan
Bagian ini memuat kajian tentang Peraturan Perundang-undangan yang
diperlukan suatu landasan hukum yang jelas. Hal ini akan menjadi dasar bagi
seluruh kegiatan operasional rumah sakit di masa yang akan datang. Pada
konteks ini, kajian tentang kebijakan dan regulasi tentang kesehatan menjadi
berkaitan dengan Rumah Sakit Khusus dan kesehatan adalah sebagai berikut:
Gambar 3
Kebijakan Kesehatan dan Perumahsakitan
80
1. Undang-Undang RI No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dalam
undang-undang ini dinyatakan bahwa Kesehatan merupakan bagian dari
Pelayanan Publik, sehingga Penyelenggara memiliki hak: (a) memberikan
pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; (b) melakukan
kerjasama; (c) mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan
pelayananan publik; (d) melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan
tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik; dan (e) menolak permin taan pelayanan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
81
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
82
sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko
diantara para pihak.
5. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.1 tahun 2014 tentang Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Jl. Kyai Tapa no.1 Tomang, Jakarta
Barat. Peruntukan: Zona Pelayanan Umum 05.014.S.2. KDB : 50 KLB : 1
KB : 2 KDH : 30 KTB : 55. Pada Pasal 227 Rencana prasasarana jalur dan
ruang evakuasi bencana Kecamatan Grogol Petamburan sebagai berikut:
Jalur evakuasi bencana di: 1. Jalan Dr. Semeru, Jalan Kyai Tapa, Jalan S.
Parman, dan Jalan Tomang Raya Kelurahan Tomang, Ruang evakuasi
bencana menggunakan pusat pemerintahan, taman pemakaman,
prasarana umum, prasarana sosial,dan kawasan rekreasi lain yang ada di
kelurahan.
83
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. (b)
Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. (c) Pelayanan
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik
yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan
rawat inap di ruang perawatan khusus. (d) Sistem Rujukan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal.
84
8. Undang-Undang RI No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang
kesehatan adalah sebagaimana tabel 2.17 berikut :
Tabel 2.17
Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Kesehatan
No Urusan Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
1 Upaya a. Pengelolaan upaya kesehatan a. Pengelolaan UKP
Kesehatan perorangan (UPK) rujukan rujuan tingkat Daerah
nasional/lintas Daerah provinsi provinsi/lintas Daerah
b. Pengelolaan upaya kesehatan kabupaten/kota
masyarakat (UKM) nasional b. Pengelolaan UKM
dan rujukan nasional /lintas Daerah provinsi/lintas
daerah provinsi Daerah kabupaten/kota
c. Penyelenggaraan registrasi, c. Penerbitan izin rumah
akreditasi, dan standarisasi sakit kelas B dan
fasilitas pelayanan fasilitas pelayanan
kesehatanpublik dan swasta kesehatan tingkat
daerah provinsi
2 Sumber Daya a. Penetapan standardisasi dan Perencanaan dan
Manusia (SDM) registrasi tenaga kesehatan pengembangan SDM
Kesehatan Indonesia, tenaga kesehatan Kesehatan untuk UKM
warga Negara asing (TK- dan UKP daerah
WNA), serta penerbitan provinsi.
rekomendasi pengesahan
rencana penggunaan tenaga
kerja asing (RPTKA) dan izin
mempekerjakan tenaga asing
(IMTA)
85
pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular di DKI
Jakarta.
2.2.6 Supplier
Secara umum supplier (pemasok) sumber daya kesehatan di DKI Jakarta
seperti kesediaan farmasi, alat kesehatan, SDM Kesehatan dan berbagai
lembaga penjaminan pembiayaan kesehatan tersedia, berdasarkan data profil
kesehatan indonesia tahun 2016, supplier sumber daya kesehatan di DKI
Jakarta seperti sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan yang
diantaranya dapat dilihat dalam tabel 2.18 berikut ini :
Tabel 2.18
Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Tahun 2016
No Nama Industri DKI Jakarta Indonesia Persentase
1 Industri Farmasi 35 210 17 %
2 Industri Obat 15 112 16 %
tradisional
3 Usaha kecil obat 104 828 13 %
tradisional
4 Produksi alkes 41 158 26 %
5 Perbekalan 26 165 16 %
kesehatan dan
rumah tangga
(PKRT)
6 Kosmetika 72 454 16 %
Total 293 1.927 15%
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2016
86
Jakarta dan 85% lainnya tersebar di 32 Provinsi di Indonesia, bahkan untuk
produksi alat kesehatan 26% berada di DKI Jakarta. Sedangkan data sarana
distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.19
87
BAB III
3.1.1 Lahan
Sebagai Ibu Kota Indonesia, DKI Jakarta dengan luas wilayah yang
mencapai 662.33 km2 merupakan wilayah yang luasnya cukup besar dan
Gambar 4
88
Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa posisi DKI Jakarta merupakan daerah
yang strategis karena merupakan ibu kota negara yang dikelilingi pulau. DKI
kesehatan.
3.1.2 Lokasi
Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular, rumah sakit ini berada di
sakit ini adalah milik pemerintah daerah DKI Jakarta. Lokasi ini memiliki luas 3.4 Ha
dengan letak yang cukup strategis karena berada di sentra bisnis Jakarta Barat
yang dekat dengan akses pusat pemerintahan, disamping itu juga dekat dengan
pusat bisnis roxy glodok dan statsiun Jakarta Kota. Sementara ke arah barat lokasi
ini sangat dekat dengan terminal grogol, fasilitas pendidikan seperti Universitas
Jalur Jl. Kyai Tapa merupakan salah satu jalan utama di DKI Jakarta yang
peruntukan lokasi ini sendiri adalah untuk fasilitas pelayanan sosial. Dengan luas
lahan 3.4 Ha lokasi ini sangat cocok untuk pengembangan infrastruktur sosial
89
kemasyarakatan dan industri pendukung seperti kuliner, integrasi moda
pentingnya Rumah Sakit Khusus Terpadu yang akan menjadi pusat rujukan
penyakit tidak menular di DKI Jakarta. Untuk lebih jelas titik lokasi rencana
Gambar 5
90
3.2 Analisis Kelayakan
analisis ialah semua variabel umum yang memungkinkan menjadi kekuatan atau
variabel khusus yang memungkinkan menjadi peluang atau ancaman yang terdiri
dari epidemiologi, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, sarana dan prasarana
Matriks 1
VARIABEL KESIMPULAN
(Kekuatan V Kelemahan)
Geografi Kekuatan
Demografi Kekuatan
Sosio – Ekonomi Kekuatan
Sosio – Pendidikan Kelemahan
Sosio – Kultural Kekuatan
Kebijakan Kekuatan
Sumber: Olahan Konsultan
91
Pada matriks di atas, diketahui terdapat 1 (satu) variabel yakni Sosio-
Matriks 2
VARIABEL KESIMPULAN
(Peluang V Ancaman)
Epidemiologi Peluang
SDM Kesehatan Peluang
Fasilitas Kesehatan Ancaman
Supplier Peluang
Kebijakan Kesehatan Peluang
Sumber: Olahan Konsultan
92
(ancaman), opportunity (peluang), weakness (kelemahan) dan strength
Matriks 3
PELUANG ANCAMAN
dan prioritas strategi yang berbeda satu sama lain. Secara filosofis, bila hasil
Menular berada pada future quadrant, hal ini bermakna pihak terkait harus
Bila posisi berada pada internal fix-it quadrant, hal ini bermakna pihak terkait
93
berada pada external fix-it quadrant, hal ini bermakna pihak terkait harus
perencanaan Rumah Sakit khsusu terpadu penyakit tidak menular berada pada
survival quadrant, maka hal ini bermakna pihak terkait harus meminimalkan
menular berada pada kuadran terbaik yakni future quadrant. Kuadran ini
Penyakit Tidak Menular ini dapat dikatakan layak untuk di bangun. Namun
dan kelemahan pada situasi umum. Berikut adalah beberapa upaya khusus
94
• Sinkronisasi/harmonisasi lintas Lembaga dalam rangka implementasi
rumah sakit.
Penyakit Tidak Menular. Pada tahun 2010 telah terbit Peraturan Menteri
Pada tahun 2015, jumlah penduduk wilayah Provinsi DKI Jakarta total
tempat tidur (TT) dalam pelayanan kesehatan yakni sejumlah 10.000 TT.
Berdasarkan pedoman WHO yang digunakan juga oleh pemerintah, rasio ideal
Oleh karena itu, perkiraan kelas pelayanan yang dimungkinkan untuk dibangun
95
pada Rumah Sakit Khusus Terpadu adalah pada level pelayanan kesehatan
Layanan yang akan diberikan berupa layanan umum dan khusus, adapun ke
khususan terdiri dari layanan Kardiologi, Onkologi, Brain Neuro dan Paliatif
Care.
96
BAB IV
STRATEGI PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT
4.1 Pelayanan
Berdasarkan analisis situasi dan analisis permintaan pembangunan rumah
Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular. Untuk itu, tujuan pembangunan
rumah sakit di arahkan untuk rumah sakit kelas A dengan kebertahapan dari
kelas B dengan spesifikasi Pelayanan minimal menurut PMK. No.56 tahun 2014
melihat perkembangan dan kinerja layanan seperti indicator BOD, ALOS, TOI,
BTO, NDR & GDR sebelum diusulkan naik menjadi rumah sakit kelas A
DKI Jakarta.
97
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
e Hipertensi + -
f Aritmia dan reprogram alat pacu jantung + +
g Kardiometabolik + +
h Vaskuler + -
i Valvular + +
j Pasca Intervensi Non bedah + +
k Pasca operasi CABG + +
l Pasca operasi Katup + -
m Pasca oprasi Pediatrik + -
n Penyakit jantung bawaan + +
o Penyakit perikard + +
p Penyakit jantung pada kehamilan + +
q Hipertensi pulmonal + +
2 Spesialis Utama
a Jantung + +
b Bedah Thoraks + -
c Bedah vaskuler + -
d Paru + +
e Penyakit Dalam + +
f Obgyn + +
g Anak + +
3 Penunjang :
a Radiologi + +
b Laboratorium + +
c Farmasi + +
d Gizi + +
e Sterilisasi + +
98
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
f Rekam Medik + +
g Pemulasaraan Jenazah + -
4 Umum
a Poli umum + +
b Poli gigi + +
c Emergensi + +
B Optional :
1 Stroke dan cerebro vaskuler + -
2 Neuro fisiologi + -
3 Neuro emergency/intensive + -
4 Neuro restorasi/fungsi luhur + -
5 Neuro opoptalmologi/otology + -
6 Neuro onkologi + -
7 Epilepstindakan operasii + -
99
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
C Spesialis lainnya
1 Pelayanan penyakit dalam + +
2 Pelayanan jantung + +
D Penunjang
1 Radiologi + +
2 Anastesi + +
3 Patologi klinik + +
4 Farmasi + +
5 Gizi + +
6 Pelayanan edukasi keluarga + +
7 Akupuntur + -
8 Kedokteran olah raga + -
9 Akupuntur + -
10 Kedokteran olah raga + -
11 Umum + +
100
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
Kulit + +
Mata + -
Payudara + +
THT + -
Urologi + -
Kepala Leher + +
Paru dan Toraks + +
Muskuloskeletal + +
Darah dan Sistem Limfoid + +
Susunan saraf pusat dan tepi + -
Spesialis lainnya
Jiwa/psikiatri + -
b Rawat inap + +
c Rawat darurat + +
d Rawat intensif + +
e Tindakan operasi + +
2 Penunjang
a Radiologi + +
b Anastesi + +
c Laboratorium psikologi klinik + +
d Patologi anatomi + +
e Elektromedik diagnostic + -
f Optik + -
g Gizi + +
h Sterilisasi + +
i Farmasi + +
j Umum + +
101
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
k Rekam medik + +
l Bank darah + +
m Rehabilitasi medik + +
n Pemulasaran jenazah + +
102
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
o PA 2 1
Optional :
a Penyakit dalam 1 1
b Jantung 1 1
c Bedah syaraf 1 1
d Radiologi 1 1
e Anastesi 1 1
f Patologi klinik 1 -
g Rehabilitasi medik 1 1
h Kedokteran olah raga 1 -
103
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
i umum 1 -
104
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
i Neurologi /saraf 1 1
j Anastesi 2 1
k Radiologi 2 1
l Patologi anatomi 2 1
m Patologi klinik 2 1
n Gizi medic 1 1
o Rehabilitasi medic 1 1
p Umum 3 2
q gigi 1 1
105
4.3 Fasilitas (Sarana dan Prasarana)
Strategi peralatan medis Rumah Sakit Khusus Terpadu mengacu kepada
standar minimal peralatan menurut PMK. No.56 tahun 2014. Maka dibutuhkan
106
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
15 Sterilisasi + +
16 Laundry + +
17 Pemulasaran Jenazah + +
18 Administrasi + +
19 Diklat + +
20 Dinas dan Asrama + +
21 Ambulance + +
107
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
11 Gizi + +
12 Elektromedik Diagnostik + +
13 Rekam medic + +
14 IPSRS + +
15 Sterilisasi + +
16 Laundry + +
17 Pemulasaran jenazah + +
108
No Nama Peralatan Kelas A Kelas B
1 Instalasi rawat jalan + +
2 Instalasi rawat inap + +
3 Instalasi gawat darurat + +
4 Instalasi tindakan operasi + +
5 Instalasi rawat intensif + +
6 Instalasi radiologi + +
7 Instalasi laboratorium + +
8 Instalasi pemulasaran jenazah + +
9 Instalasi gizi + +
10 Instalasi farmasi + +
11 Instalasi rehabilitai medic + +
12 Instalasi anestesi + -
109
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
14 Bangunan/ruang rekam pemeliharaan S/P + +
RS
15 Bangunan/ruang pemeliharaan L RS + +
16 Bangunan/ruang sterilisasi + +
17 Bangunan/ruang laundry + +
18 Bangunan/ruang pemulasaraan jenazah + +
19 Bangunan/ruang administrasi RS + +
20 Bangunan/ruang pendidikan dan pelatihan + +
21 Bangunan/ruang rumah dinas dan asrama + +
22 Bangunan/ruang gudang + +
110
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
12 Susunan saraf pusat dan tepi + -
2 Instalasi rawat inap + +
3 Instalasi rawat darurat + +
4 Instalasi tinakan operasi + +
5 Instalasi rawat inap + +
6 Instalasi radiologi + +
7 Instalasi laboratorium + +
8 Instalasi Pemulasaran jenazah + +
9 Instalasi Gizi + +
10 Instalasi Farmasi + +
11 Instalasi Elektromedik diagnostic + +
12 Instalasi anestesi + +
111
4.4 Administrasi dan Manajemen
Tatakelola penyelenggaraan rumah sakit khusus terpadu,
pada tahap awal pendirian Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular,
meliputi:
112
Dokumen disaster plan rumah sakit (antisipasi kebutuhan kawasan
industri)
113
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Fasiltas Kesehatan Tingkat
Lanjut (FKTL) yang berkategori rumah sakit khusus untuk rujukan penyakit-
penyakit tidak menular, disisi lain kasus Rujuk Balik dan Katastropik untuk
PTM seperti penyakit Jantung, Kanker dan Stroke cukup tinggi. Adapun RS
khusus yang sudah berada di wilayah DKI Jakarta seperti RS Jantung
Harapan Kita, RS Kanker Dharmais dan RS Pusat Otak Nasional merupakan
rumah sakit khusus yang dimiliki Kementerian Kesehatan (RS Umum Pusat)
sebagai sentra rujukan nasional, dan tidak optimal lagi menampung seluruh
rujukan yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.
2. Jenis rumah sakit yang sesuai untuk dibangun di Jl. Kyai. Tapa No.1 Tomang
Jakarta Barat adalah RS Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular dengan
unggulan layanan Cardiology, Oncology, dan Brain Neuro Centre.
Keunggulan layanan dengan dukungan teknologi, sistem informasi, sumber
daya manusia serta kualitas sarana dan prasarana diharapkan mampu
bersaing secara internasional dan menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.
114
3. Kelas rumah sakit yang akan dibangun adalah rumah sakit khusus kelas A
dengan kebertahapan pembangunan dimulai dari kelas B dengan masing-
masing jumlah tempat tidur 300 TT untuk kardiologi, 225 TT untuk onkologi
dan 275 TT untuk brain neuro centre dan 270 TT Palliative care sehingga
total 1.070 TT.
4. Mempertimbangkan fasilitas pelayanan kesehatan khusus sebagai FKTL dan
rujukan tertinggi di DKI Jakarta, maka RSKT PTM yang akan dibangun
membutuhkan investasi dan skema bisnis yang terencana dan dinamis.
Untuk itu, skema pembiayaan dapat mengikuti pola pembiayaan atas
mekanisme APBD (Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah) dan atau
KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha).
5.2 Rekomendasi
1. Mempertimbangkan kemudahan investasi dan pengembangan infrastruktur
layanan kesehatan, direkomendasikan untuk mengikuti pola pembiayaan atas
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan Peraturan Presiden
RI no. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur.
2. Untuk pengembangan layanan pendukung dibutuhkan fasilitas dormithory
sejumlah 300 unit atau sekitar 30% dari Jumlah Tempat Tidur rumah sakit.
3. Luasan area terbuka hijau mengacu kepada jumlah tempat tidur yang
tersedia yaitu minimal 1:1
4. Disegerakan untuk dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan studi
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pembangunan RSKT PTM.
Hasil studi kelayakan nantinya diharapkan mampu membuat nilai prediktif
modal dan investasi, tingkat pendapatan layanan, profitability index, index
recovery rate (IRR), nett present value (NPV), dan break event point (BEP).
Studi kelayakan juga dapat menjadi acuan dalam penyusunan master plan
(MP) dan detail engineering design (DED) berdasarkan kebutuhan produk
layanan, alur layanan, jenis layanan, dan fisik bangunan (zoning). Sementara
itu, hasil studi AMDAL nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran
115
tentang upaya pengelolaan limbah, upaya kesehatan lingkungan dan dampak
pelayanan baik secara fisik sosial, dan psikososial.
5. Disegerakan untuk dilakukan Disaster Plan (perencanaan penanganan
bencana) terutama dikaitkan dengan Perda zonasi yang memang Jl. Kyai
Tapa merupakan jalur evakuasi bencana. Disamping itu disaster plan penting
untuk mengantisipasi bencana seperti bencana alam (banjir dan gempa,) dan
juga huru hara sosial.
6. Direkomendasikan agar di area tersebut (Jl. Kyai Tapa no.1) juga dibangun
pusat kegiatan terintegrasi untuk kegiatan bisnis maupun kegiatan budaya
yang saling mendunkung dengan fasilitas pelayanan RSKT PTM di DKI
Jakarta.
116