Anda di halaman 1dari 116

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan layanan kesehatan menjadi hal yang terus menerus
menjadi fokus dan sasaran pembangunan nasional. Dari tahun ke tahun, selalu
terjadi peningkatan kebutuhan atas layanan yang berkualitas, terjangkau dan
juga efektif. Demikian hal nya dinamika penyakit dan kasus kesehatan juga terus
mengkhawatirkan terutama penyakit tidak menular. Hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan 2013* oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan kekhawatiran tentang
penyakit tidak menular ini.

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit


tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (25,8%), penyakit sendi (24,7),
cedera lalu-lintas darat (47,7%), penyakit jantung (1,5%), asma (4,5%), diabetes
melitus (2,1 %), stroke (12,1 ‰) dan kanker/tumor (1,4‰). Secara khusus,
laporan ini menunjukkan data penderita penyakit jantung koroner di Indonesia
adalah berjumlah 121.748 jiwa, menunjukkan prevalensi jantung koroner
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen,
dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi
jantung koroner berdasarkan diagnosa dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%)
diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing (0,7%).

DKI Jakarta sebagai Ibu Kota negara menjadi salah satu Provinsi yang
memiliki urutan tinggi kasus terbanyak dari 34 provinsi di Indonesia. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menyebutkan angka prevalensi kasus tumor dan kanker
(tidak hanya kanker) di Provinsi DKI Jakarta adalah 7,4 permil, sedangkan angka
nasional sekitar 4,3 permil. Diantara kejadian penyakit tidak menular (PTM),
Kanker berada di urutan ke-3 terbanyak (10,2 %) setelah stroke (26,9%) dan
Hipertensi (12,3%).

1
Sementara itu, Hasil riskesdas tahun 2013 menempatkan DKI jakarta di
Posisi ke- 4 (bersama Bengkulu) sebagai Provinsi dengan prevalensi tertinggi
kanker di Indonesia dengan angka 1,9 permil (setelah DIY 4,1 permil; Jawa
Tengah 2,1 permil; dan Bali 2 permil). Sedangkan angka prevalensi nasional
sebesar 1,4 permil. Data tersebut menunjukan bahwa terjadi prevalensi penyakit
di DKI Jakarta seperti penyakit asma sebesar (5,2%) PPOK (2,7%), Kanker
(1.9%, Diabetes (3,0%), Hipertiroid (0,7%), Hipertensi (10,1%), Jantung Koroner
(1,6%), Gagal Jantung (0,3%) dan penyakit stroke (1,5%).

Berdasarkan gambaran di atas, hadirnya suatu fasilitas pelayanan


kesehatan terpadu yang menyelenggarakan pelayanan dan pengobatan penyakit
tidak menular secara komprehensif untuk wilayah DKI Jakarta khususnya
menjadi niscaya. Kehadiran fasilitas ini, tidak hanya menyangkut penjaminan hak
dasar masyarakat atas kesehatan, melainkan juga menjadi tantangan globalisasi
untuk menyiapkan fasilitas bermutu dan berkelas internasional.

Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengemban misi


untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa melalui pemberian layanan
kesehatan yang bermutu bagi masyarakatnya serta ditunjang oleh kelengkapan
prasarana dan sarana yang memadai. Oleh karenanya, pembangunan rumah
sakit di samping membuuthkan dana yang besar juga membutuhkan sumber
daya manusia unggul, kompeten dan professional hingga dapat disebut institusi
pelayanan yang padat modal dan padat karya.

Di samping itu, pembangunan rumah sakit juga harus mengacu kepada


ketentuan kelembagaan yang mengharuskan berbadan hukum serta termasuk
dalam pelayanan sosial dasar. Hal ini mengindikasikan, adanya resiko pelayanan
dan bisnis. Mengantisipasi kemungkinan tersebut, perlu dieleminir berbagai
resiko yang mungkin muncul sejak dini dengan adannya pelibatan berbagai
stakeholder sejak proses perencanaan pembangunan. Dalam pelaksanaan
proses penanganan pekerjaan perencanaan rumah sakit, pihak yang
menyelenggarakannya diwajibkan untuk melibatkan Dinas Kesehatan, Dinas

2
Cipta Karya serta Dinas teknis pemerintahan lainnya yang terkait dengan standar
dan perizinannya.

Persyaratan perizinan yang harus dipenuhi antara lain adalah izin lokasi,
izin usaha mendirikan rumah sakit (izin prinsip), izin usaha (izin operasional), izin
mendirikan bangunan, izin UU gangguan HO (izin lingkungan), izin instalasi
pencegah dan pemadam kebakaran, izin deep well, izin pemakaian lift/elevator
(jika memakai lift/elevator), izin instalasi listrik/daya, izin pemakaian
diesel/cadangan daya, izin penangkal petir, izin boiler, izin radiologi BATAN, izin
AMDAL dan izin penggunaan bangunan. Sebelum mengajukan persyaratan
perizinan tersebut, terdapat pula beberapa lampiran yang harus disiapkan yaitu
berkas adminsitrasi lokasi lahan/tanah, laporan studi kelayakan, laporan rencana
induk, laporan studi AMDAL dan rencana rancangan bangunan.

Untuk itu, mengacu pada konsep dasar perencanaan, pengembangan dan


pengorganisasian rumah sakit, maka tahap awal yang perlu dilakukan adalah
mengetahui dengan tepat tentang gambaran layanan, segmentasi, target dan
posisi layak atau tidaknya suatu lokasi untuk di bangun melalui market studi atau
prastudi kelayakan (pra feasibility study) pembangunan yang merupakan titik
tolak penyusunan feasibility study, master plan maupun business plan hingga
instalisasi dan perencanaan manajemen rumah sakit.

Dalam rangka meningkatkan upaya pelayanan kesehatan kepada


masyarakat di Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Daerah melalui Dinas
Kesehatan berencana melakukan pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu
Penyakit Tidak Menular (RSKT PTM).

1.2. Dasar Hukum dan Kebijakan


1. Undang-Undang RI No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
2. Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang RI No.25 tahun 2011 tentang BPJS

3
5. Undang-Undang RI No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
6. Peraturan Presiden RI No.72 tahun 2012 tentang SKN
7. Peraturan Presiden RI No.12 tahun 2013 tentang JKN
8. Peraturan Presiden RI No.38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
9. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.71 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.56 tentang 2014 tentang Klasifikasi &
Perizinan Rumah Sakit

1.3. Maksud dan Tujuan


Kegiatan ini bermaksud menyusun gambaran umum tentang rumusan
strategi, arah kebijakan dan program pembangunan Rumah Sakit Khusus
Terpadu Penyakit Tidak Menular yang terarah, efektif, dan efisien yang dapat
mendorong terwujudnya Visi,Misi, dan Tujuan pembangunan kesehatan di
Provinsi DKI Jakarta.

Adapun tujuannya adalah tersedianya dokumen Pra-Feasibility Study


(Prastudi Kelayakan) Pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit
Tidak Menular (RSKT PTM) di DKI Jakarta.

1.4. Ruang Lingkup Kegiatan


1. Identifikasi Lokasi dan Lahan yang beralamat di Jl. Kyai Tapa No.1 Tomang,
Jakarta Barat
2. Analisis Situasi Umum tentang Geografi, Demografi, Sosio Pendidikan, Sosio
Ekonomi, dll.

4
3. Analisis Situasi Khusus tentang Epidemiologi, SDM kesehatan, Fasilitas
Kesehatan, Kebijakan Kesehatan dll.
4. Analisis Radius Cakupan Pasien, Supply dan Demand, Backlog, dan Profil
Kompetitor.

1.5. Sistematika Pembahasan


Penyusunan dokumen prastudi kelayakan Rumah Sakit Khusus Terpadu
PTM (RSKT PTM) di DKI Jakarta mengikuti sistematika sebagai berikut:
 Bab-1 Pendahuluan, bab ini berisi garis besar uraian yang melatarbelakangi
penulisan dokumen, baik dari aspek filosofis maupun sosiologis. Pada bab ini
juga diuraikan mengenai latar belakang, dasar hukum dan kebijakan, maksud
dan tujuan, ruang lingkup kegiatan dan sistematika pembahasan.
 Bab-2 Analisis Situasi, bab ini berisi telaahan situasi umum (eksternal) maupun
situasi khusus (internal) dalam rangka pembangunan RSKT PTM di DKI
Jakarta. Situasi umum akan menjabarkan variabel-variabel seperti geografi,
demografi, sosio-ekonomi, sosio-pendidikan, sosio-budaya dan lainnya.
Sedangkan situasi khusus menjabarkan tentang kondisi kesehatan masyarakat
yang mencakup epidemiologi, fasilitas pelayanan kesehatan, sumber daya
manusia serta kebijakan kesehatan di Provinsi DKI Jakarta.
 Bab-3 Analisis Permintaan dan Kelayakan, bab ini berisi analisis permintaan
lahan dan lokasi serta gambaran penganggaran dan investasi untuk
pembangunan RSKT PTM di DKI Jakarta. Pada bab ini juga dilakukan analisis
kelayakan berupa positioning dan analisis kelayakan pembangunan.
 Bab-4 Strategi Pembangunan RSKT PTM. Bab ini menerangkan tahapan
strategi setelah dilakukan analisis kelayakan pembangunan rumah sakit.
Berdasarkan penetapan rencana kelas pelayanan maka dikembangkan strategi
berupa jenis Pelayanan, SDM, Peralatan Medis, Sarana Prasarana,
Administrasi dan Manajemen.
 Bab-5 Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi akhir
pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular.

5
BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1 SITUASI UMUM


2.1.1 Geografi
Provinsi DKI Jakarta secara astronomis terletak antara 6 012’
Lintang Selatan dan 106048’ Bujur Timur. Provinsi DKI Jakarta terbagi
menjadi 5 wilayah Kota Administrasi dan satu Kabupaten administratif,
yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta
Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2,
Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta
Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai
sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan
2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota
Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah
barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di
sebelah utara dengan Laut Jawa.
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-
rata +7 meter diatas permukaan laut. DKI Jakarta merupakan wilayah
dengan jumlah waduk/situ yang relatif banyak dengan total luas sebesar
221,8 Ha. Sungai atau kanal yang melewati wilayah DKI Jakarta sebanyak
17 sungai. Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan
pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah.
Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai
merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat
lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah
karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian
utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan
permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga
terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.

6
Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu
udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari, dan suhu udara
minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan
sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah hujan
terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar
267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara
mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2
m/detik - 2,5 m/detik.

Gambar 1
Peta Provinsi DKI Jakarta

Sumber : Jakarta dalam angka, 2016


7
Secara administratif wilayah Provinsi DKI Jakarta terbagi kedalam 6
Kota/Kabupaten yaitu Kota Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Untuk lebih jelas luas
wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Kabupaten/ Kota dapat dilihat pada
grafik dibawah ini :

Grafik 2.1
Luas Wilayah (km2) dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut
Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015

188.03

146.66
141.27
129.54

48.13

8.7

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Berdasarkan grafik 2.1 di atas dapat dilihat bahwa luas Provinsi DKI
Jakarta adalah 662.33 km2. Kota terluas di DKI Jakarta adalah Jakarta Timur
dengan luas wilayah sebesar 188.03 km 2 atau 28.39% dari luas keseluruhan

8
Provinsi DKI Jakarta, Sedangkan wilayah dengan luas wilayah terkecil yaitu
Kabupaten Kepulauan Seribu dengan luas 8.7 km 2 atau 1.31 % dari luas Provinsi
DKI Jakarta.
Selain data luas wilayah berdasarkan data dapat dilihat juga banyaknya
kecamatan dan kelurahan di masing-masing kabupaten/kota di DKI Jakarta. Data
lebih lengkap dapat terlihat dalam grafik berikut :

Grafik 2.2
Jumlah Kecamatan dan Kelurahan berdasarkan Wilayah Administratif di DKI
Jakarta, Tahun 2015

Kecamatan kelurahan

65 65

56

44

31

10 10 8 8
6 6
2

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa wilayah dengan jumlah


kecamatan dan kelurahan terbanyak adalah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan
dengan masing-masing sebanyak 10 Kecamatan dan 65 kelurahan, sedangkan
wilayah dengan kecamatan dan kelurahan paling sedikit adalah kepulauan seribu

9
sebanyak 2 kecamatan dan 6 kelurahan dan Jakarta utara sebanyak 6
kecamatan dan 31 kelurahan.
Selain peta dan grafik menurut Kota/kabupaten di provinsi DKI Jakarta,
dapat juga dilihat wilayah administrasi Kota Jakarta Barat sebagai lokasi Rumah
Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular, Kota Administrasi Jakarta Barat
terletak antara 5o19’12“ - 6o23’54“ Lintang Selatan dan 106o22’42“ - 106o58’18“
Bujur Timur. Jakarta Barat merupakan dataran rendah yang terletak sekitar 7 m
di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, luas
wilayahnya sebesar 129,54 km², serta mempunyai 23 sungai/saluran/kanal yang
digunakan sebagai sumber air, perikanan dan bisnis perkotaan. Berdasarkan
posisi geografisnya, Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki batas-batas
wilayah yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara,
sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Pusat, sebelah Selatan berbatasan
dengan Provinsi Banten dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Tangerang.

Gambar 2
Peta Kota Administrasi Jakarta Barat

Sumber : Jakarta dalam angka, 2016

10
Secara administratif wilayah Kota Jakarta Barat terbagi kedalam 8
Kecamatan yaitu Kecamatan Kembangan, Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan
Palmerah, Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Tambora, Kecamatan
Taman Sari, Kecamatan Cengkareng dan Kecamatan Kalideres. Untuk lebih
jelas luas wilayah Jakarta Barat berdasarkan Kabupaten/ Kota dapat dilihat pada
grafik berikut :
Grafik 2.3
Luas Wilayah (km2) dan Pembagian Daerah berdasarkan Kecamatan, 2014

Kembangan Kebon Jeruk Palmerah


Grogol Petamburan Tambora Taman Sari
Cengkareng Kalideres

30.23
26.54
24.16

17.98

9.99
7.51 7.73
5.4

Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015

Berdasarkan grafik 2.3 diatas terlihat bahwa Kecamatan dengan wilayah


paling luas adalah Kecamatan Taman Sari dengan luas wilayah 30.23 km2,
sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah kecamatan Tambora
dengan luas wilayah 5.4 km2, sedangkan lokasi rencana Rumah Sakit Khusus
Terpadu Penyakit Tidak Menular (RSK PTM) yaitu di kecamatan grogol
petamburan yang memiliki luas wilayah 9.99 km2 dengan ukuran luas wilayah
dengan kategori sedang yaitu tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil.

11
Berdasarkan analisis situasi umum tentang geografi di atas, bahasan
tentang letak strategis, topografi, luas wilayah, serta potensi wilayah
menunjukkan bahwa variabel ini merupakan kekuatan untuk pembangunan
fasiitas kesehatan.

2.1.2 Demografi
Data demografi berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk suatu
daerah, banyaknya jumlah penduduk berbanding lurus dengan penyediaan
layanan kesehatan. Adapun data demografi Provinsi DKI Jakarta tahun 2015
menunjukkan angka 10.177.924 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per
tahun sebesar 1.02 persen.
Untuk lebih jelas jumlah penduduk DKI Jakarta dari tahun ke tahun
berdasarkan kota/kabupaten dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.4
Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan Kota/Kecamatan dan Tahun, 2015

12000000

10000000

8000000

6000000

4000000

2000000

0
Kepulaua Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
n seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
2013 21414 2071628 2705818 855371 2292997 1653178 9600406
2014 23011 2164070 2817994 910381 2430410 1729444 10075310
2015 23340 2185711 2843816 914182 2463560 1747315 10177924

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

12
Berdasarkan data pada grafik 2.4 diketahui bahwa penduduk terbanyak
pada tahun 2015 terdapat di Jakarta timur yaitu sebanyak 2.843.816 Jiwa,
sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kepulawan
seribu dengan total jumlah penduduk sebanyak 23.340 Jiwa. Sedangkan Jakarta
Barat merupakan wilayah dengan penduduk terbanyak kedua yaitu sebanyak
2.463.560 Jiwa.
Sedangkan laju pertumbuhan penduduk berdasarkan kabupaten/kota
berdasarkan data menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Seribu dan Kota
Jakarta Barat merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi
yakni sebesar 1.43 dan 1.36 per tahun pada tahun 2015, sedangkan kota
dengan laju pertumbuhan terendah adalah Jakarta pusat yakni hanya sebesar
0.42 per tahun, data selengkapnya dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupatan/Kota di provinsi DKI Jakarta,
Tahun 2015
Laju pertumbuhan penduduk
No Kabupaten/Kota per tahun
2010-2015 2014-2015
1 Kepulauan seribu 1.74 1.43
2 Jakarta Selatan 1.08 1
3 Jakarta Timur 1 0.92
4 Jakarta Pusat 0.42 0.42
5 Jakarta Barat 1.45 1.36
6 Jakarta Utara 1.11 1.03
DKI Jakarta 1.09 1.02
Sumber : Jakarta Dalam Agka, 2016

Berdasarkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan


pada grafik 2.5, berdasarkan kabupaten/kota pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa hampir di semua wilayah memiliki proporsi penduduk laki-laki lebih

13
banyak dibandingkan penduduk perempuan.. Data lebih lengkap dapat dilihat
dalam grafik berikut :

Grafik 2.5
Penduduk menurut jenis kelamin dan kabupaten/Kota Administrasi di DKI
Jakarta, 2015

Perempuan Laki-Laki

879.59
Jakarta Utara 867.73

1217.27
Jakarta Barat 1246.29

457.16
Jakarta Pusat 457.03

1407.69
Jakarta Timur 1436.13

1089.24
Jakarta Selatan 1096.47

11.62
Kepulauan Seribu 11.72

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Untuk melihat kompleksitas penduduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta


dapat dilihat dari kepadatan penduduk per km2 pada grafik 2.6, Data
menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota terpadat di DKI Jakarta adalah Kota
Jakarta Barat yakni 19.017.92 Jiwa/km2, kemudian yang kedua adalah Kota
Jakarta Pusat sebanyak 18.993.11 Jiwa/km 2, sementara kota/kabupaten
dengan kepadatan penduduk rendah adalah Kabupaten Kepulauan Seribu
sebesar 2.683.96 Jiwa/km2 dan Jakarta Utara sebesar 11.913.83 Jiwa/km 2.
Untuk lebih lengkap dapat dilihat dalam grafik berikut ini :

14
Grafik 2.6
Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta, 2016

Kepulauan
Jakarata Utara ,
Seribu, 2683.96
11913.83

Jakarta Selatan,
15472.17

Jakarta Barat,
19017.92 Jakarta Timur,
15124.15

Jakarta Pusat,
18993.11

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Dalam melihat proporsi jumlah penduduk, untuk mendapatkan gambaran


secara rinci maka dapat dilihat berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok
umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada grafik 2.7. Berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin, penduduk terbanyak ada di kelompok umur produktif
yakni 25-29 tahun sebanyak 1.049.766 Jiwa sedangkan kedua pada kelompok
umur 30-34 tahun yang juga masih tergolong kelompok produktif sebanyak
1.044.047 Jiwa, dengan banyaknya penduduk usia kelompok produktif ini
merupakan bonus demografi bagi DKI Jakarta, kelompok usia produktif ini 5 atau
10 tahun kemudian akan menjadi kelompok usia yang rentan terhadap penyakit-
penyakit katastrofik oleh karena itu kebutuhan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai di DKI Jakarta sangat dibutuhkan, sedangkan
kelompok umur dengan proporsi penduduk paling sedikit adalah kelompok umur
60-65 tahun yaitu sebanyak 284.080 Jiwa. Untuk lebih lengkap data jumlah

15
penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat dalam grafik
berikut :

Grafik 2.7
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi DKI
Jakarta, Tahun 2015

65+

60-64

55-59

50-54

45-49

40-44

35-39
Perempuan
30-34
Laki-Laki
25-29

20-24

15-19

10-14

5-9

0-4

-0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Selain data demografi DKI Jakarta untuk lebih spesifik dalam melihat
tingkat kebutuhan rumah sakit khusus selain sangat dibutuhkan di DKI Jakarta
secara umum, juga dapat dilihat berdasarkan ketepatan keberadaannya di
Jakarta Barat maka dapat dilihat berdasarkan data demografi Kota Jakarta Barat.
Jakarta Barat dengan 8 kecamatan memiliki jumlah penduduk sebanyak

16
2.463.560 Jiwa. Dengan rincian masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam
grafik berikut :

Grafik 2.8
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Jakarta Barat, Tahun 2014

555972

431296
357788

300802
232697
239474
202373

110008

Sumber : Jakarta Barat dalam Angka 2015

Berdasarkan data pada grafik 2.8 tersebut terlihat bahwa kecamatan


dengan jumlah penduduk terbanyak adalah kecamatan Cengkareng yakni
sebanyak 555.972 Jiwa dan kedua yaitu kecamatan Kalideres sebanyak 431.296
Jiwa. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah
Kecamatan Tamansari sebanyak 110.008 Jiwa dan Kecamatan Palmerah
sebanyak 202.373 Jiwa.
Untuk sebaran berdasarkan jumlah penduduk selain berdasarkan
benyaknya jumlah penduduk juga dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin.
Banyaknya penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada grafik berikut
ini :

17
Grafik 2.9
Penduduk Jakarta Barat berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2014

300000

250000

200000

150000

Laki-laki
100000
Perempuan
50000

Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015

Berdasarkan grafik 2.9 diatas terlihat bahwa proporsi laki-laki lebih banyak
di setiap kecamatan kecuali di kecamatan grogol petamburan dimana proporsi
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki sedangkan kita ketahui
bahwa perempuan merupakan simbol reproduksi sehingga kemungkinan
pertambahan penduduk lebih besar di kecamatan grogol petamburan. Jika
ditotalkan dari keseluruhan jumlah penduduk maka total penduduk laki-laki
sebanyak 1.231.126 Jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.199.284 Jiwa.
Berdasarkan data demografi penduduk di DKI, DKI Jakarta saat ini
mengalami bonus demografi sehingga pada piramida penduduk terlihat bahwa
jumlah penduduk terbanyak adalah pada usia produktif yang sepuluh atau lima
belas tahun lagi akan bergeser pada usia 35-44 tahun dimana pada usia ini
penyakit degeneratif mulai muncul, sehingga secara demografi merupakan
kekuatan terhadap dibangunnya rumah sakit khusus ini.

18
2.1.3 Sosio-Ekonomi
Tenaga kerja merupakan suatu bagian tidak terpisah dari pembangunan,
adanya perluasan kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan mencerminkan
keinginan akan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Di DKI Jakarta,
semakin banyak penduduk usia produktif yang bekerja mencerminkan semakin
baiknya pembangunan di suatu wilayah, Berdasarkan data jumlah penduduk usia
15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan dan bukan angkatan kerja
berdasarkan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta terlihat bahwa penduduk yang
bekerja terbanyak di Jakarta Timur 1.239.823 Jiwa dan Jakarta Barat 1.183.961
Jiwa, terendah di Kepulauan Seribu 9.410 Jiwa dan Jakarta Utara 812.614 Jiwa.
Penduduk yang mencari pekerjaan terbanyak di Jakarta Timur 749.169 Jiwa,
terendah di Kepulauan Seribu 549 Jiwadan Jakarta Pusat 29.779 Jiwa.
Sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja terbanyak ada di Jakarta Barat
601.366 Jiwa dan terendah di Jakarta Pusat 246.238 Jiwa.
Data penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan
dan bukan angkatan kerja di DKI Jakarta untuk lebih lengkap dapat dilihat dalam
grafik berikut ini :
Grafik 2.10
Penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja, mencari pekerjaan dan bukan
angkatan kerja menurut Kabupaten/Kota, 2015

Bukan angkatan kerja Mencari Pekerjaan Bekerja

441635
Jakarta Utara 62239
812614
601366
Jakarta Barat 79678
1183961
246238
Jakarta Pusat 29779
427351
427351
Jakarta Timur 749169
1239832
534204
Jakarta Selatan 71356
1050861
5756
Kepulauan Seribu 549
9410

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

19
Membahas masalah angkatan kerja maka tidak lepas dari perusahaan,
tenaga kerja dan nilai produksi dari setiap industri baik industri besar maupun
industri sedang. Jumlah perusahaan, tenaga kerja dan nilai industri pada industri
besar dan sedang berdasarkan Kota dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 2.11
Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi pada Industri Besar dan
Sedang menurut Kota, Tahun 2015

Perusahaan Tenaga Kerja Input (Milyar)

137590

84454

50783.26
39497.39 45023

15899.8
5250 3637
577.86 752.1 394
50 284 50 464

Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa daerah dengan jumlah


perusahaan terbanyak terletak di Kota Jakarta Utara sebanyak 464 Perusahaan,
dan kedua Jakarta Barat sebanyak 394 perusahaan namun dalam tenaga kerja
wilayah dengan tenaga kerja terbanyak adalah Jakarta Utara sebanyak 137.590
penduduk dan Jakarta Timur sebanyak 84.454 penduduk sedangkan untuk nilai
produksi terbanyak adalah Jakarta Utara sebanyak 50783.26 M dan Jakarta
Timur sebanyak 39497.39 M.
20
Sejalan dengan hal di atas, dibawah ini disajikan tabel berdasarkan
klasifikasi perusahaan dan tenaga kerja pada industri besar dan industri sedang
menurut klasifikasi industri di DKI Jakarta. Tabel ini menunjukkan bahwa
perusahaan terbanyak di DKI Jakarta adalah pakaian jadi sebanyak 254
perusahaan dan Perusahaan makanan sebanyak 184 perusahaan, sedangkan
industri dengan jumlah perusahaan paling sedikit adalah Perusahaan Jasa
reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan sebanyak 2 perusahaan dan
perusahaan pengolahan produk batubara dan pengilangan minyak bumi
sebanyak 2 perusahaan. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2
Jumlah perusahaan dan tenaga kerja industri besar dan sedang menurut
klasifikasi industri, 2014

Jumlah
Klasifikasi Industri Perusahaan
Tenaga Kerja
Makanan 184 24985
Minuman 9 1415
Tekstil 49 6617
Pakaian Jadi 254 57402
Kulit dan Barang dari
kulit dan Alas kaki 48 3010
Kayu, Barang dari Kayu
dan Gabus (tidak
termasuk furnitur) dan
Barang-barang
anyaman dari bambu,
rotan dll 15 1396
Kertas dan barang dari
kertas 42 2608

21
Jumlah
Klasifikasi Industri Perusahaan
Tenaga Kerja
percetakan dan
reproduksi media
rekaman 97 11847
produk batubara dan
pengilangan minyak
bumi 2 185
Bahan kimia dan
barang-barang dari
bahan kimia 64 21571
Farmasi, obat kimia dan
obat tradisional 29 11791
Karet, barang dari karet
dan plastik 132 15994
Barang galian bukan
logam 17 5659
Logam dasar 22 4232
Barang logam bukan
mesin dan peralatannya 98 14709
Komputer, barang
elektronik dan optik 15 2263
Peralatan listrik 39 14575
Mesin dan
perlengkapannya 18 6196
Kendaraan bermotor,
trailer dan semi trailer 31 35906
Alat angkutan lainnya 13 18819
Furnitur 24 3556
Pengolahan lainnya 38 11154

22
Jasa reparasi dan
pemasangan mesin dan
peralatan 2 64
Jumlah 1242 275954
Sumber : Jakarta dalam angka, 2016

Selain data diatas dapat dilihat juga data tingkat pengangguran terbuka
(TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menurut Kabupaten/Kota di
DKI Jakarta pada grafik berikut :

Grafik 2.12
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Tahun 2016

TPT TPAK

67.75 67.76 66.45


63.37 64.55 64.99

9.13
5.51 6.36 6.51 6.31 7.11

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarata


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Data diatas menunjukkan bahwa TPT (tingkat pengangguran terbuka)


tertinggi berada di wilayah Jakarta Timur sebesar 9.13 dan terendah berada di

23
wilayah Kepulauan Seribu sebesar 5.51, sedangkan untuk TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja) terbesar di wilayah Jakarta Barat sebesar 67.76
sedangkan terendah di Kepulauan Seribu sebesar 63.37.
Jumlah pencari kerja pada tahun 2015 sebesar 58.915 orang pekerja
tidak sebanding dengan lowongan kerja yang tersedia yang hanya mencapai
19.093 lowongan. Data lowongan pekerjaan untuk lebih lengkap berdasarkan
Kabupaten/Kota administrasi dapat dilihat dalam grafik berikut ini :

Grafik 2.13
Lowongan kerja yang terdaftar berdasarkan Kabupaten/Kota Administrasi,
Tahun 2015

13306

3578

1330
702
177 0 0

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2015

Berdasarkan data diatas dapat terlihat bahwa lowongan kerja terbanyak


yang terdaftar berada di Jakarta Selatan sebanyak 13306 dan kedua di Jakarta
Utara 3578, sedangkan yang tidak ada di Kepulauan seribu.

24
Setelah membahas mengenai perusahaan, tenaga kerja dan industri di
DKI Jakarta secara umum berikut menggambarkan secara spesifik jumlah
perusahaan dan tenaga kerja menurut sektor pekerjaan di Jakarta Barat.
Tabel 2.3
Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja menurut Sektor di Jakarta Barat, 2013
Tenaga Kerja
Jumlah WNI WNA
No Sektor
Perusahaan Laki- Laki-
Perempuan Perempuan
Laki Laki
1 Pertanian 35 757 382 -
2 Pertambangan
dan 11 246 78 6 -
Penggalian
3 Industri
2 201 118 366 110 828 227 -
Pengolahan
4 Listrik, Gas
3 450 1 034 5 -
dan Air Bersih
5 Bangunan 358 8 061 8 711 17
6 Perdagangan,
Hotel dan 4 381 129 074 35 261 333 19
Restoran
7 Pengangkutan
dan 337 12 590 3 922 19 10
Komunikasi
8 Keuangan,
Persewaan
754 21 858 8 157 68 2
dan Jasa
Perusahaan
9 Jasa-jasa 897 35 847 22 107 279 94
Jumlah 8 977 327 249 190 480 954 125
Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015

25
Berdasarkan data pada tabel 2.3 sebelumnya terlihat bahwa sektor
industri pengolahan merupakan industri yang menyerap paling banyak tenaga
kerja di Jakarta barat yaitu sebanyak 229.421 dengan jumlah perusahaan
sebanyak 2201, sedangkan yang kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran yang menyerap tenaga kerja sebanyak 164.687 pekerja dengan jumlah
perusahaan sebanyak 4.381. Sedangkan sektor yang menyerap tenaga kerja
paling sedikit adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya
menyerap sebanyak 330 pekerja dari 11 perusahaan.
Perekonomian berperan penting dalam pertumbuhan pembangunan
disuatu daerah. Salah satu indikator makro yang digunakan untuk mengukur
kinerja perekonomian adalah dengan menghitung Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), yang hasilnya mampu menggambarkan pertumbuhan ekonomi,
struktur ekonomi dan analisis terhadap kinerja sektor perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan atau pertumbuhan riil
perekonomian, atau dapat menggambarkan kinerja pembangunan dari suatu
periode ke periode sebelumnya.
Adapun aktivitas perekonomian di Provinsi DKI Jakarta secara
keseluruhan bergerak meningkat. Berdasarkan data PDRB Perkapita di DKI
Jakarta menunjukkan bahwa baik PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas
dasar harga konstan meningkat dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan
perekonomian di DKI Jakarta perkembangannya sangat baik.
PDRB perkapita selalu mengalami peningkatan, dari tahun 2011 hingga
tahun 2014 peningkatan tertinggi berada di tahun 2014 kemudian kedua di tahun
2013, sehingga berdasarkan data ini dapat diprediksi bahwa perekonomian di
DKI Jakarta akan selalu meningkat dan 5 atau 10 tahun kemudian DKI Jakarta
akan menjadi kota dengan perekonomian yang maju dan diharapkan hal ini
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, karena masyarakat
dengan tingkat ekonomi yang maju akan memilih fasilitas kesehatan yang lebih
baik, nyaman dan berkualitas.

26
Grafik 2.14
PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2011-2014

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

17482
15517
14641
13886
12554 13011
12396
11767

2011 2012 2013 2014

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Selain data PDRB dari tahun ke tahun, dapat juga digambarkan PDRB

Menurut penggunaan ADHB berdasarkan pengeluaran/penggunaan kebutuhan.

Berdasarkan penggunaan atas dasar harga berlaku. Berdasarkan data ternyata

penggunaan tertinggi di DKI Jakarta pada semester 1 tahun 2016 adalah untuk

biaya konsumsi rumah tangga sebesar Rp. 615.432.346 sedangkan kedua

adalah biaya impor sebesar Rp.455.595.312. sedangkan pengeluaran terrendah

adalah untuk perubahan onventori yaitu sebesar Rp. 7.348.649. Data mengenai

PDRB menurut penggunaan atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

27
Tabel 2.4
PDRB Menurut penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2014 - 2016

2016
Penggunaan 2014 2015
(semester 1)
Pengeluaran Konsumsi
rumah tangga 1,060,238,138 1,157,939,531 615,432,346
Pengeluaran konsumsi
LNPRT 35,376,320 35,718,999 19,122,813
Pengeluaran konsumsi
pemerintah 222,659,398 240,119,619 98,569,691
Pembentukan Modal 737,664,981 808,551,792 420,702,441
Perubahan Onventori 7,069,227 5,556,040 7,348,659
Ekspor 297,473,409 329,760,731 161,876,126
Impor 1,012,145,801 951,755,600 455,595,312
Net Ekspor Antar Daerah 411,881,580 357,529,415 186,320,972
PDRB/GDRP 1,760,217,252 1,983,420,526 1,053,777,736
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Sedangkan data PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 2014-2016 berdasarkan

harga konstan menunjukan hasil yang sama yaitu penggunaan/pengeluaran terbesar

adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebesar Rp.438.900.287 dan kedua

adalah untuk impor sebesar Rp.350.355.159 dan yang terkecil adalah untuk perubahan

inventori sebesar Rp. 4.189.407. data lebih lengkap mengenai PDRB menurut

penggunaan atas dasar harga konstan tahun 2014 sampai 2016 dapat dilihat pada tabel

selanjutnya :

28
Tabel 2.5

PDRB Menurut penggunaan atas dasar harga konstan 2014 - 2016

2016
Penggunaan 2014 2015 (semestrer
1)
Pengeluaran Konsumsi
808,335,608 849,061,695 438,900,287
rumah tangga
Pengeluaran konsumsi
28,360,842 26,910,692 14,041,179
LNPRT
Pengeluaran konsumsi
172,921,683 179,518,648 71,531,910
pemerintah
Pembentukan Modal 638,377,698 657,105,156 332,140,923
Perubahan Inventori 2,849,784 2,902,368 4,189,407
Ekspor 230,289,697 230,271,305 111,365,923
Impor 797,671,482 714,439,158 350,355,159
Net Ekspor Antar
289,925,718 222,771,401 131,167,307
Daerah
PDRB/GDRP 1,373,389,547 1,454,102,107 752,981,777

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Untuk melihat prioritas pengeluaran per kapita penduduk DKI Jakarta


menurut kelompok makanan berdasarkan data terlihat bahwa pengeluaran
terbesar adalah untuk konsumsi makanan dan minuman jadi yaitu sebesar Rp.
257.729 hal ini sangat jauh dengan porsi pengeluaran lainnya dan menunjukan
bahwa penduduk DKI Jakarta merupakan penduduk yang sibuk sehingga biaya
terbesar untuk makanan adalah makanan dan minuman jadi. Sedangkan
pengeluaran besar lainnya adalah untuk tembakau dan sirih sebesar Rp. 55.906
ini menunjukkan besarnya pengeluaran penduduk DKI Jakarta akan tembakau
seperti rokok yang sudah menjadi kebutuhan pokok. Data mengenai

29
pengeluaran rata-rata perkapita sebulan berdasarkan kelompok makanan di
provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam grafik dibawah ini :

Grafik 2.15
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut kelompok makanan di provinsi
DKI Jakarta, 2015

Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan

Tembakau dan sirih 55,906


Makanan dan minuman jadi 257,729
Konsumsi lainnya 11,195
Bumbu-bumbuan 8,572
Bahan Minuman 14,697
Minyak dan Lemak 12,019
Buah-buahan 32,107
Kacang-kacangan 11,284
Sayur-sayuran 32,888
Telur dan Susu 46,617
Daging 35,900
Ikan 36,458
Umbi-umbian 5,374
Padi-padian 54,739

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Selain data pengeluaran berdasarkan rata-rata perkapita untuk bahan


makanan berikut jika dilihat untuk rata-rata pengeluaran perkapita pada
kelompok bukan makanan di provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa
pengeluaran terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, bahan bakar,
penerangan dan air yaitu sebesar Rp.643.907 hal ini menunjukkan tingginya
biaya perumahan dan tingginya mobilitas penduduk DKI Jakarta, sedangkan
biaya terendah yang dikeluarkan adalah untuk biaya keperluan upacara sebesar

30
31.346 dan kedua kesehatan sebesar Rp.43.648, selain itu ada juga biaya
pajak pemakaian dan premi asuransi sebesar 59.092 hal ini menunjukan
biaya kesehatan dijadikannya prioritas oleh penduduk DKI Jakarta. Data lebih
lengkap mengenai rata-rata pengeluaran perkapita sebulan menurut kelompok
bukan makanan di DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.6
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut kelompok Bukan Makanan di
Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2015

Pengeluaran Rata-Rata
Kelompok Makanan
Perkapita Sebulan
Perumahan, bahan
bakar, penerangan, air 643,907
Aneka barang dan jasa 187,689
Biaya pendidikan 75,077
Biaya kesehatan 43,648
Pakaian, alas kaki, dan
tutup kepala 45,821
Barang yang tahan
lama 71, 364
Pajak pemakaian dan
premi asuransi 59,092
Keperluan pesta dan
upacara 31,346
Jumlah 1.157.945

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Daya beli masyarakat DKI Jakarta yang semakin tinggi tentunya di dukung
oleh semakin tingginya pendapatan, di DKI Jakarta upah minimum provinsi

31
(UMP) selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun tingkat inflasi
cenderung rendah. Berdasarkan data mulai tahun 2010 sampai tahun 2016,
terlihat bahwa UMP DKI Jakarta selalu mengalami kenaikan, kenaikan UMP
tertinggi adalah di tahun 2013 yaitu sebesar 43.87 persen dari Rp.1.290.000 naik
menjadi Rp.2.200.000 sedangkan kenaikan terendah adalah pada tahun 2011
yang hanya sebesar 8.58 persen dari Rp.1.188.010 menjadi Rp.1.290.000. Kini
UMP DKI Jakarta terakhir pada tahun 2017 adalah Rp. 3.300.000 dan diprediksi
akan terus naik sehingga dengan kenaikan ini diharapkan kesejahteraan
masyarakat akan meningkat dan kebutuhan akan fasilitas kesehatan yang
bermutu akan sangat besar. Untuk lebih lengkap data UMP DKI Jakarta dan
inflasi dari tahun 2010 sampai 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.7
Upah Minimum Provinsi dan Inflasi di DKI Jakarta, 2010-2016
Upah Minimum Provinsi
(UMP)
Tahun Inflasi
Kenaikan
Rp UMP
2010 1188010 11.04 5.95
2011 1290000 8.58 3.97
2012 1529150 18.54 4.52
2013 2200000 43.87 5.67
2014 2441000 10.96 6.15
2015 2700000 10.6 -
2016 3100000 14.8 3.3
Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Dengan gambaran diatas, dapat diketahui bahwa pembangunan di DKI


Jakarta dipengaruhi oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan
restoran yang menyerap tenaga kerja terbanyak, hal ini akan memberikan nilai
tambah pada perekonomian dan berdasaran UMP terlihat bahwa UMP DKI

32
Jakarta selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga diharapkan
dengan meningkatnya UMP akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
DKI Jakarta. hal ini menjadi Variabel Kekuatan dalam perencanaan
pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular (RSKT
PTM) karena masyarakat yang tingkat kesejahteraannya tinggi cenderung sadar
akan kesehatan dan menginginkan fasilitas, kenyamanan dan kemudahan dalam
akses kesehatan.

2.1.4 Sosio – Pendidikan

IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam


upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk), IPM juga
dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara/provinsi.Pembangunan suatu daerah akan di anggap berhasil
apabila tingkat indeks pembangunan manusia nya tinggi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis beberapa
komponen dasar kualitas hidup.

IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, mencakup umur


panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi
tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor, yaitu untuk
mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir.
Untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. sedangkan untuk mengukur dimensi
hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok.

Adapun IPM pada DKI Jakarta dari Tahun 2007 – 2012 terus mengalami
peningkatan dari 78.08 pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 78.39 ditahun
2014 dan pada tahun 2015 IPM DKI Jakarta sebesar 78.99 , dan terus
meningkat hingga 79.60 pada tahun 2016 lebih tinggi dari IPM Nasional yang
hanya 70.18. hal ini menunjukkan berarti ada perbaikan kondisi dari tahun ke

33
tahun, dan IPM DKI Jakarta sudah diatas rata-rata IPM Nasional. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 2.16

Indeks Pembangunan Manusia DKI Jakarta dari tahun 2013 - 2015

DKI Jakarta

79.6

78.99

78.39
78.08

1 2 3 4

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Seperti diketahui bahwa DKI Jakarta terbagi menjadi 6 Kabupaten/Kota


administratif sehingga untuk mengetahui secara pasti perkembangan setiap
Kota/Kabupaten di DKI Jakarta maka dapat dilihat dari nilai IPM menurut
Kota/Kabupaten, berdasarkan data tahun 2015 daerah dengan IPM tertinggi di
DKI Jakarta adalah Jakarta Selatan dengan IPM 83.37 dan kedua yaitu Jakarta
timur dengan IPM 80.73 sedangkan kota dengan IPM terendah adalah
Kabupaten Kepulauan Seribu dengan nilai IPM 68.84. Untuk lebih lengkap data
perbandingan IPM untuk masing-masing daerah adalah sebagai berikut :

34
Grafik 2.17

Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun


2015

83.37 80.73 79.69 79.72 78.3


68.84

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Berikut ini disajikan pada tabel 2.8 mengenai angka partisipasi kasar dan
angka partisipasi murni menurut jenjang pendidikan di DKI Jakarta. Berdasarkan
data terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin kecil angka
partisipasinya baik partisipasi murni maupun partisipasi kasar. Angka partisipasi
murni dan kasar tertinggi ada pada tingkat pendidikan SD/MI yaitu sebanyak
96.91 untuk angka partisipasi murni dan 105.26 untuk angka partisipasi kasar,
sedangkan angka partisipasi terkecil adalah pada jenjang SMA/SMK/MA yaitu
59.04 untuk angka partisipasi murni dan 62.33 pada angka partisipasi kasar.
Untuk lebih jelas datanya dapat dilihat pada tabel berikut :

35
Tabel 2.8
Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) berdasarkan
jenjang Pendidikan, Tahun 2015

Jenjang Pendidikan APM APK


SD/MI 96.91 105.26
SMP/MTs 80.2 88.35
SMA/SMK/MA 59.04 62.33
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa angka partisipasi murni tertinggi


berada pada jenjang pendidikan SD/MI dengan angka 96.91 hal ini sejalan
dengan nilai pada angka partisipasi kasar (APK) dimana angka tertinggi berada
pada jenjang pendidikan yang sama yakni SD/MI dengan nilai 105.26, dan angka
terendah berada pada jenjang SMA/SMK/MA pada nilai 59.04 dan 62.33.
Data diatas menunjukkan bahwa partisipasi pendidikan di wilayah DKI
Jakarta tinggi pada tingkat pendidikan rendah seperti SD/MI sedangkan semakin
tinggi tingkat pendidikannya maka tingkat partisipasi semakin rendah.
Berdasarkan data pada grafik 2.18 berikutnya dibahas mengenai tingkat
pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh para pekerja di DKI Jakarta maka
terlihat bahwa angkatan kerja terbanyak adalah tamatan sekolah menengah atas
dengan jumlah 1.104.006 orang, sedangkan yang kedua adalah tingkat
universitas sebanyak 898.615 orang dan yang paling sedikit adalah angkatan
kerja dengan pendidikan terakhir SD yaitu sebanyak 41.739, hal ini menunjukan
sudah baiknya pendidikan di DKI Jakarta hal ini terbukti dengan banyaknya
pekerja dengan pendidikan atas dan universitas. Untuk lebih lengkap rincian
pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat dilihat dalam grafik berikut :

36
Grafik 2.18
Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan, Tahun 2015

1104006

895578 898615

741199

539649

272650
230593

41739

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Masalah pengangguran hingga saat ini masih menjadi masalah besar di


DKI Jakarta, berdasarkan data jumlah pengangguran berdasarkan pendidikan
terakhir, dapat terlihat bahwa pengangguran di Jakarta terbesar adalah tamatan
pendidikan menengah. Pengangguran terbuka dengan jumlah terbanyak adalah
pada jenjang sekolah menengah atas dengan jumlah 111.736, sedangkan yang
kedua adalah pada tingkat sekolah menengah pertama dengan jumlah 110.443,
danpengangguran yang tertinggi ketiga adalah pada tingkat universitas dengan
jumlah 55.318, data ini menunjukan bahwa begitu banyak pengangguran
dengan pendidikan tinggi di Jakarta, dan hal ini dapat menjadi pertimbangan
pemerintah dalam mencari masalah dan menyelesaikan permasalahan ini. Data

37
lebih lengkap mengenai jumlah pengangguran terbuka menurut tingkat
pendidikan di DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut :
Grafik 2.19
Jumlah Penduduk yang merupakan pengangguran terbuka menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Tahun 2015

Universitas 55318

Diploma I/II/III 12390

Sekolah Menengah kejuruan 110443

Sekolah Menengah Atas 111746

Sekolah Menengah 50073

Sekolah Dasar 20450

Tidak/Belum Tamat SD 5804

Tidak/Belum pernah sekolah 1966

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Keberhasilan pendidikan tentu menjadi faktor dalam menunjang


pengurangan terhadap tingkat pengangguran. Dengan keberhasilan pendidikan
akan menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kompetensi dan skill yang
mumpuni dan akan lebih siap menghadapi dunia kerja. Pendidikan yang bermutu
ditunjang atau ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan
sekolah, tercukupinya jumlah guru dan ruang kelas yang memadai sehingga
akan mendukung proses belajar mengajar.
Total keseluruhan jumlah sekolah di DKI Jakarta adalah 7.060 sekolah,
Sekolah Dasar adalah sekolah dengan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 2.950

38
sekolah, sedangkan sekolah dengan jumlah paling sedikit adalah sekolah
menengah atas dengan jumlah 474 sekolah. Jumlah ruang kelas berbanding
lurus dengan jumlah sekolah. Tingkat pendidikan dengan ruang kelas terbanyak
adalah pada tingkat sekolah dasar dengan jumlah 33.351 ruang kelas dan kedua
pada tingkat sekolah menengah pertama dengan jumlah 11.827 ruang kelas, dan
tingkat pendidikan dengan ruang kelas paling sedikit adalah sekolah menengah
atas dengan jumlah 5.471 ruang kelas. Hal ini berbeda dengan jumlah guru,
Jumlah guru terbanyak adalah guru pada tingkat pendidikan sekolah dasar
dengan jumlah guru sebanyak 40.926 guru dan yang kedua pada tingkat sekolah
menengah pertama sebanyak 22.665 guru, sedangkan guru paling sedikit adalah
guru pada tingkat pendidikan TK dengan jumlah guru sebanyak 10.541 guru.
Data jumlah sekolah, jumlah ruang kelas, jumlah guru dan murid
berdasarkan jenis sekolah di DKI Jakarta lebih lengkap dapat dilihat pada table
dibawah ini :

Tabel 2.9
Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Ruang Kelas menurut Jenis Sekolah,
Tahun 2014/2015
Ruang
Jenis sekolah Sekolah Guru Murid
Kelas
TK 1999 10541 86805 10108
Negeri 9 70 540 128
Swasta 1990 10471 86265 9980
SD 2950 40926 821368 33351
Negeri 2111 27106 619839 24297
Swasta 839 13820 201529 9054
SMP 1040 22665 363337 11827
Negeri 290 10619 208442 6051
Swasta 750 12046 154895 5776
SMA 474 13147 136579 5471

39
Ruang
Jenis sekolah Sekolah Guru Murid
Kelas
Negeri 117 5760 82948 2401
Swasta 357 7387 53631 3070
SMK 597 15410 150503 5963
Negeri 63 3082 40597 1310
Swasta 534 12328 109906 4653
Jumlah 7060 102689 1558592 66720
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016

Dalam pendidikan angka yang menjadi salah satu tolak ukur kegagalan
pendidikan adalah tingginya angka putus sekolah, semakin tinggi angka putus
sekolah menggambarkan belum meratanya akses dan kesadaran masyarakat
untuk sekolah. Data murid yang putus sekolah di DKI Jakarta berdasarkan
wilayah dapat terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.10
Jumlah siswa putus sekolah menurut jenjang sekolah dan kabupaten/kota
administrasi di DKI Jakarta, Tahun 2015/2016
Kabupaten/Kota
Adm SD SMP SMA SMK
Kepulauan Seribu - 5 - -
Jakarta Selatan 36 100 76 436
Jakarta Timur 42 91 11 406
Jakarta Pusat 26 23 8 118
Jakarta Barat 60 123 38 131
Jakarta Utara 25 89 13 95
Jumlah 189 431 146 1186
Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

40
Berdasarkan tabel 2.10 diatas terlihat bahwa jumlah murid yang putus

sekolah sebanyak 1952 murid dengan proporsi terbanyak pada jenjang

pendidikan SMK sebanyak 1186 murid dan kedua pada jenjang pendidikan SMP

sebanyak 431 murid, dan terendah pada tingkat sekolah dasar yaitu sebanyak

189 murid.

Berdasarkan Kabupaten/Kota angka putus sekolah terbanyak berada di

wilayah Jakarta Selatan sebanyak 648 murid dengan murid putus sekolah

terbanyak pada jenjang SMK sebanyak 436 murid, sedangkan kedua di wilayah

Jakarta timur dengan jumlah 550 murid dan terbanyak pada jenjang SMK

dengan jumlah 406 murid. Angka putus sekolah terendah berada di wilayah

Jakarta pusat dengan jumlah 175 murid dan Jakarta utara sebanyak 222 murid.

Dan terbanyak putus sekolah pada jenjang SMK dengan jumlah masing-masing

118 dan 95 murid.

Putus sekolah terbanyak berada pada jenjajng SMK, murid SMK di DKI

Jakarta sebagian besar tidak melanjutkan sekolah ke tingkat universitas namun

langsung bekerja setelah lulus sekolah, di DKI Jakarta Untuk lembaga perguruan

tinggi cukup banyak tersedia yaitu sebanyak 409 perguruaan tinggi dengan

proporsi terbanyak adalah perguruan tinggi swasta sebanyak 289 perguruan

tinggi dan perguruan tinggi negeri sebanyak 60 perguruan tinggi.

Perguruan tinggi terbanyak adalah sekolah tinggi yakni sebanyak 198

sekolah dimana 7 sekolah merupakan sekolah negeri dan 191 adalah sekolah

swasta dan kedua yaitu sekolah akademi sebanyak 121 sekolah dengan 2

sekolah merupakan sekolah negeri dan 119 diantaranya adalah swasta ,

41
sedangkan paling sedikit adalah politeknik yang hanya berjumlah 6 di DKI

Jakarta, 6 sekolah adalah politeknik negeri dan 7 politeknik swasta. Data jumlah

lembaga perguruan tinggi dapat dilihat dalam grafik berikut :

Grafik 2.20
Jumlah Lembaga Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta menurut Jenis
Lembaga, 2015/2016

Peguruan Tinggi Negeri Perguruan Tinggi Swasta

191

119

52

20
5 7 2 6 7
0

Universitas Institut Sekolah Tinggi Akademi Politeknik

Sumber :Jakarta dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa rata-rata tingkat pendidikan


penduduk di DKI Jakarta adalah menengah dan atas namun penduduk dengan
pendidikan menengah atas sebagian besar adalah pengangguran sehingga tidak
produktif, hal ini dapat menjadi Kelemahan terhadap dibangunnya Rumah Sakit
Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular karena banyaknya pengangguran dan
kurang berkualitasnya SDM yang tersedia.

42
2.1.5 Sosio – Budaya
DKI Jakarta sebagai kota megapolitan, kota yang berpenduduk di atas 10
juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan.
Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan
persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta.
Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya
hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak
partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang
tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan
usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Berdasarkan data terakhir di DKI Jakarta angka kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi masih menjadi permasalahan besar. Berdasarkan data tahun 2015
menunjukkan bahwa wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak ada di
wilayah Jakarta Utara kedua Jakarta timur dan ketiga Jakarta barat. Hal ini
menunjukan bahwa masih tingginya kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta. Data
lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :

Grafik 2.21
Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015

104.2
96.5
90.9
80.8

37.7

2.7

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016


43
Sedangkan jika melihat dari garis kemiskinan maka kota dengan garis
kemiskinan tertinggi adalah Jakarta selatan dan kedua Jakarta pusat sedangkan
yang terendah adalah Jakarta timur, hal ini mengindikasikan bahwa penduduk
dengan ekonomi sejahtera terbanyak adalah di Jakarta selatan, Jakarta pusat
dan ketiga di Jakarta utara. Data lebih lengkap dapat dilihat dalam grafik berikut
ini :
Grafik 2.22
Garis Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015

Jakarta Utara 402391

Jakarta Barat 387242

Jakarta Pusat 458388

Jakarta Timur 391205

Jakarta Selatan 533347

Kepulauan Seribu 474862

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Berdasarkan data masalah kesejahteraan sosial maka dapat di


kerucutkan ke titik rencana lokasi pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu
yaitu di wilayah administrasi Jakarta Barat. Berdasarkan data jumlah
penyandang kesejahteraan sosial di DKI Jakarta terlihat bahwa permasalahan
dengan kasus terbanyak adalah pakir miskin dan penyandang cacat dengan
jumlah kasus sebanyak 31.079 kasus dan 1996 kasus, banyaknya fakir miskin
selalu menjadi masalah di kota besar dan ini harus menjadi konsen pemerintah.

44
Data lainnya mengenai penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat dilihat
dalam tabel berikut :

Tabel 2.11
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menurut Jenis Masalah
dan Kecamatan di Jakarta Barat, 2013

Jenis Masalah
No Kecamatan Anak Anak Gelan-
WTS Pengemis Waria
Terlantar Nakal dangan
1 Kembangan 28 5 25 10 5 10
Kebon
2 55 23 18 20 3 10
Jeruk
3 Palmerah 10 2 19 30 25 10
Grogol
4 2 2 19 20 2 10
Petamburan
5 Tambora 27 8 18 10 6 10
6 Taman Sari 78 4 30 20 2 10
7 Cengkareng 68 3 15 10 25 20
8 Kalideres 48 13 17 10 88 12
Jumlah 300 60 161 130 156 92
2013 483 73 59 49 197 112
2012 573 110 44 25 209 121
2011 623 126 39 30 201 120

45
Lanjutan
Jenis Masalah
Penyan-
No Kecamatan Korban Eks Lansia Fakir Anak
dang
Narkoba NAPI Terlantar Miskin Jalanan
Cacat
1 Kembangan 32 28 254 10 191 66
Kebon
2 16 26 244 20 123 12
Jeruk
3 Palmerah 49 15 81 30 104 10
Grogol
4 17 15 544 20 123 12
Petamburan
5 Tambora 23 18 79 10 126 15
6 Taman Sari 18 17 57 20 122 9
7 Cengkareng 22 7 898 10 108 1
8 Kalideres 56 27 448 20 90 34
Jumlah 233 153 2605 130 987 159
2013 - 128 1417 29974 5 99
2012 283 253 1630 31718 2096 159
2011 277 250 1630 31079 1996 153
Sumber : Jakarta Barat dalam Angka, 2015

Variabel sosio-budaya ini menyumbang perbaikan kualitas sosial di

wilayah berdirinya suatu rumah sakit, jumlah-jumlah penyandang permasalahan

sosial yang dari tahun ke tahun semakin berkurang menjadikan masalah sosial

merupakan kekuatan dalam berdirinya pelayanan kesehatan atau rumah sakit,

dan jumlah penduduk miskin yang semakin rendah di wilayah DKI Jakarta

menjadi pendukung dalam pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu

Penyakit Tidak Menular di DKI Jakarta.

46
2.1.6. Kebijakan

Bagian ini memuat kajian tentang Peraturan Perundang-undangan yang

mengatur tentang pembangunan dan pengelolaan rumah sakit dan kesehatan

secara menyeluruh. Dalam setiap proses pembangunan suatu rumah sakit

diperlukan suatu landasan hukum yang jelas. Hal ini akan menjadi dasar bagi

seluruh kegiatan operasional rumah sakit di masa yang akan datang. Pada

konteks ini, kajian tentang kebijakan dan regulasi tentang kesehatan menjadi

penting untuk diperhatikan. Adapun peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan Rumah Sakit Khusus dan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,

Kesehatan merupakan bagian dari Pelayanan Publik, sehingga

Penyelenggara memiliki hak: memberikan pelayanan tanpa dihambat

pihak lain yang bukan tugasnya; melakukan kerjasama; mempunyai

anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik; melakukan

pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan

kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan menolak permin

taan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan

2. Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 3

menjelaskan bahwa pentingnya meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan

47
ekonomis. Adapun pasal 5 berbunyi bahwa setiap orang mempunyai hak

yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

kesehatan serta setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

3. Undang-Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada pasal 6

menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung

jawab untuk menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan

masyarakat; menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

4. UU No. 29 / 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 2 mengatakan

bahwa Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan

didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,

keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.

5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS. Undang-Undang ini

menjelaskan bahwa bidang kesehatan merupakan salah satu unsur

prioritas penjaminan bagi warga negara menuju universal coverage. BPJS

sebagai lembaga teknis penyelenggara jaminan sosial berkewajiban

menghimpun, mengelola dan mendistribusikan sumber daya dalam rangka

memenuhi kebutuhan masyarakat atas jaminan kesehatan.

6. Peraturan Presiden No.12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

menjelaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

48
program Jaminan Kesehatan. Jaminan yang dimaksud adalah berupa

perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar

iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Dilihat dari banyaknya peraturan sebagai penopang dan pengatur

keberlanjutan tatanan sosial yang baik, maka variabel ini merupakan peluang

dalam pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular

(RSKT PTM).

2.2 SITUASI KHUSUS


2.2.1 Epidemologi
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat,

baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Derajat kesehatan yang

optimal dapat dilihat dari unsur-unsur mortalitas, morbiditas dan status gizi.

Indonesia dalam upaya mewujudkan kesehatan bagi seluruh warga

negaranya menetapkan kebijakan penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan

untuk seluruh warga Negara yang dikelola oleh BPJS Kesehatan (Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) yang merupakan Badan Hukum

Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas

untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat

49
Indonesia, yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai

beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Prinsip kepesertaan bersifat wajib yang

mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Sosial, yang

dilaksanakan secara bertahap.

Program JKN (Jaminan kesehatan nasional) yang bertujuan untuk

mencakup semua warga Negara Indonesia dengan asuransi kesehatan,

Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, 10,2 juta jiwa penduduk DKI Jakarta,

telah terdaftar sebagai peserta Jaminan kesehatan Nasional Provinsi DKI

Jakarta sampai bulan Februari tahun 2017 adalah sebanyak 7.296.873 jiwa,

atau sekitar (70,5%) dari jumlah seluruh penduduk, dengan jumlah peserta

penerima bantuan iuran (PBI) APBD sebanyak 3.487.096 jiwa. Provinsi DKI

Jakarta menargetkan untuk mencapai Universal Health Coverage bagi seluruh

penduduk DKI Jakarta, dimana pada tahun 2019 seluruh penduduk DKI Jakarta

akan menjadi peserta JKN.

Dengan 70,5 % dari total jumlah penduduk di DKI Jakarta yang telah

menjadi peserta BPJS Kesehatan atau sebanyak 7.296.873 jiwa pada bulan

februari 2017 hal ini dapat menjadi tolak ukur perkembangan dan

penanggulangan penyakit berdasarkan klaim tebanyak di fasilitas kesehatan,

Pada bagian epidemiologi ini akan dianalisis distribusi dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang ada di Provinsi DKI

Jakarta, dimulai dari jumlah pembayaran kapitasi BPJS Kesehatan terbesar

berdasarkan bulan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016. Data jumlah

50
pembayaran kapitasi BPJS Kesehatan berdasarkan bulan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Grafik 2.23
Pembayaran Kapitasi BPJS Kesehatan di DKI Jakarta Tahun 2016

6E+10

5.8E+10

5.6E+10

5.4E+10

5.2E+10

5E+10

4.8E+10

4.6E+10

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa pembayaran kapitasi BPJS


mengalami fluktuasi setiap bulannya, pembayaran kapitasi tertinggi adalah
pada bulan februari yaitu sebesar Rp.58.809.964.500, dan kedua pada bulan
desember yaitu sebesar Rp. 58.221.326.820 sedangkan terendah adalah
pada bulan januari sebesar Rp. 50.612.557.500 . Sedangkan jika dilihat
berdasarkan wilayah maka wilayah dengan pembayaran kapitasi tertinggi
adalah wilayah Jakarta Timur yaitu sebanyak Rp. 197.145.064.200 dan
wilayah dengan pembayaran kapitasi BPJS Kesehatan terendah adalah
wilayah Jakarta Pusat sebanyak Rp. 86.484.323.780. Untuk lebih lengkap
dapat dilihat berdasarkan grafik berikut ini :

51
Grafik 2.24
Pembayaran Kapitasi BPJS Kesehatan DKI Jakarta berdasarkan Kota
Administrasi, Tahun 2016
197,145,064,200

135,275,923,100 128,717,329,640
114,404,238,860

86,484,323,780

Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Selain berdasarkan pembayaran kapitasi BPJS Kesehatan di dapatkan


data penyakit rujuk balik (PRB) di DKI Jakarta. program rujuk balik bagi peserta
BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita
penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan jangka
panjang yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(klinik/puskesmas/dokter) atas rujukan dokter spesialis/sub spesialis dikarenakan
pengobatan untuk pasien penyakit kronis harus berkelanjutan dan rutin setiap
bulannya.
Berdasarkan data pada grafik 2.25 dari BPJS Kesehatan menunjukkan
bahwa di DKI Jakarta pasien rujuk balik (PRB) terbanyak adalah pasien yang
menderita penyakit hipertensi yaitu sebanyak 11.362 kasus, kedua penyakit
52
diabetes mellitus sebanyak 10.640 kasus, dan penyakit jantung sebanyak 9.067
kasus, sedangkan kasus rujuk balik paling sedikit adalah kasus sindroma lupus
eritromatosus sebanyak 3 kasus dan penyakit epilepsi sebanyak 87 kasus.
Berikut tergambar Penyakit Rujukan di DKI seperti grafik dibawah ini :

Grafik 2.25
Peserta Rujuk Balik (PRB) DKI Jakarta 2016

11362
10640
9067

592 748
331 87 127 3

Sumber: BPJS Kesehatan, 2016

Sedangkan jika dirinci perwilayah administratif di DKI Jakarta seperti


terlihat pada grafik 2.26. Maka jumlah peserta rujuk balik terbanyak di DKI
Jakarta adalah di wilayah Jakarta Timur sebanyak 12.869 kasus dan kedua di
Jakarta Selatan sebanyak 7.076 kasus sedangkan kasus rujuk balik paling
sedikit di Jakarta Utara sebanyak 2.831 kasus. Untuk lebih lengkap kasus jumlah
peserta rujuk balik di DKI Jakarta berdasarkan kota administratif tahun 2016,
dapat dilihat dalam grafik berikut ini :

53
Grafik 2.26
Jumlah Peserta Rujuk Balik (PRB) di DKI Jakarta berdasarkan Kota Administrasi,
Tahun 2016

14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Pusat Selatan Timur Barat Utara
Series1 5023 7076 12869 5158 2831

Sumber : Jakarta dalam Angka, 2016

Setelah mengetahui banyaknya jumlah peserta rujuk balik berdasarkan


data BPJS Kesehatan dimana peserta terbanyak merupakan peserta dengan
penyakit hipertensi, diabetes dan jantung yang merupakan penyakit katastropik
yang membutuhkan biaya tinggi dan secara komplikasi merupakan penyakit
yang dapat membahayakan jiwa penderita.
Penyakit katastropik lainnya yang banyak di derita oleh penduduk di DKI
Jakarta adalah penyakit Jantung, Kanker, gagal ginjal, stroke, thalassemia,
cirrhosis hepatitis, leukemia dan hemophilia. Dari penyakit-penyakit tersebut
berdasarkan data rawat inap tingkat lanjut yang terlihat pada grafik 2.27,
penyakit terbanyak adalah penyakit jantung dengan jumlah kasus sebanyak
59.259 kasus dan kedua kasus penyakit kanker sebanyak 21.415 kasus
selanjutnya adalah stroke sebanyak 10.550 kasus sedangkan penyakit dengan
kasus paling sedikit di rawat inap tingkat lanjut adalah penyakit hemophilia yang

54
hanya sebanyak 1.251 kasus. Data lebih lengkap mengenai jumlah penyakit
katastropik di DKI Jakarta pada pelayanan rawat inap tingkat lanjut tersaji dalam
bagan berikut :

Grafik 2.27
Jumlah Penyakit Katastropik pada Layanan Rawat Inap Tingkat Lanjut di DKI
Jakarta, Tahun 2016

Thalassemia, Cirrhosis
5249 Hepatitis, Gagal Ginjal, 9490
Leukimia, 2394
3177
Hemophilia,
Stroke, 1251
10550

Kanker, 21415

Jantung, 59259

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Sedangkan data pada layanan rawat jalan tingkat lanjut yang ditampilkan
pada grafik 2.28 menunjukkan bahwa penyakit terbanyak yang di derita peserta
BPJS pada layanan tersebut terbanyak adalah peserta dengan penyakit jantung
sebanyak 524.100 kasus, kedua yaitu penyakit gagal ginjal sebanyak 309.708
kasus dan ketiga adalah kasus penyakit kanker sebanyak 204.752 kasus
55
sedangkan kasus paling sedikit adalah pada kasus penyakit hemophilia
sebanyak 1.850 kasus. Data lebih lengkap penyakit katastropik pada layanan
rawat jalan tingkat lanjut dapat dilihat sebagai berikut :

Grafik 2.28
Jumlah Penyakit Katastropik pada Layanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut di DKI
Jakarta, Tahun 2016

Thalassemia,
Stroke, 40838 11792 Cirrhosis
Hepatitis, 6523
Leukimia, 10739

Kanker, 204752 Gagal Ginjal,


309708

Jantung, 524100
Hemophilia, 1850

Sumber :BPJS Kesehatan, 2016

Berdasarkan keseluruhan data kasus penyakit katastropik tahun 2016 di


DKI Jakarta menunjukkan bahwa di DKI Jakarta kasus rawat inap tingkat lanjut
terjadi sebanyak 112.785 kasus, sedangkan kasus rawat jalan tingkat lanjut
terjadi sebanyak 1168679 kasus. Data penyakit katastropik berdasarkan
pembagian wilayah administratif di DKI Jakarta menunjukkan bahwa wilayah
dengan kasus penyakit katastropik pada layanan rawat inap tertinggi adalah
56
wilayah Jakarta barat sebanyak 29.888 kasus dan kedua Jakarta Pusat
sebanyak 29.574 kasus sedangkan paling sedikit berada di wilayah Jakarta
selatan yang hanya sebanyak 11.382 kasus. Sedangkan data pada layanan
rawat jalan tingkat lanjut menunjukkan bahwa kasus tertinggi ada di wilayah
Jakarta barat dan Jakarta pusat sebanyak 306.054 kasus pada masing-masing
wilayah, sedangkan wilayah dengan kasus paling sedikit adalah Jakarta utara
sebanyak 104.816 kasus.
Data masing-masing jumlah kasus penyakit katastropik berdasarkan
wilayah administrasi lebih spesifik dapat dilihat sebagai berikut :

A. Jakarta Barat
Pada masing-masing wilayah jumlah kasus penyakit katastropik berbeda
sehingga akan lebih spesifik jika jumlah kasus pada rawat inap dan rawat jalan
tingkat lanjut dipisah dan dilihat perwilayah sehingga akan diketahui
kecenderungan penyakit di suatu wilayah.
Untuk wilayah Jakarta barat jumlah penyakit rawat inap tingkat lanjut
terbanyak adalah pada kasus penyakit jantung yaitu sebanyak 17.113 pasien,
sedangkan kedua yaitu pennyakit kanker sebanyak 5.516 pasien dan penyakit
gagal ginjal sebanyak 2.594 pasien, sedangkan kasus penyakit paling sedikit
pada rawat inap adalah penyakit hemophilia yang hanya sebanyak 93 kasus dan
kedua penyakit thalassemia sebanyak 584 pasien.
Banyaknya angka pada penyakit-penyakit rawat inap menunjukkan bahwa
penyakit-penyakit tersebut membutuhkan perawatan yang intensif dan
merupakan penyakit yang harus ditangani secara khusus karena resiko yang
ditimbulkan tinggi, selain itu penyakit-penyakit tersebut juga merupakan penyakit
yang perlu ditangani dengan segera sehingga lebih cocok dilakukan rawat inap.
Data jumlah penyakit rawat inap di Jakarta barat lebih lengkap ditampilkan dalam
grafik berikut ini :

57
Grafik 2.29
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Barat, Tahun 2016

17113

5516
2594
1210 1832
946 584
93

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Pada kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Barat dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
Grafik 2.30
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Barat, Tahun 2016

Stroke, 6681 Thalassemia, Cirrhosis


274 Hepatitis, 1825
Leukimia, 2870

Gagal Ginjal,
67363
Kanker, 68681

Jantung, 99848

Hemophilia, 135

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

58
Berdasarkan data grafik 2.30 diatas terlihat bahwa jumlah kasus rawat
jalan tingkat lanjut terbanyak di Jakarta Barat adalah pada penyakit Jantung yaitu
sebanyak 99.848 kasus dan kasus kedua dengan jumlah kasus terbanyak
adalah penyakit kanker dengan jumlah kasus sebanyak 68.681 kasus,
sedangkan kasus dengan jumlah paling sedikit adalah kasus pada penyakit
Hemophilia yaitu sebanyak 135 kasus.

B. Jakarta Pusat
Jumlah kasus rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Pusat dengan total
29.574 kasus, dan kasus terbanyak adalah pada penyakit jantung sebanyak
12.071 kasus dan kedua adalah kasus kanker sebanyak 8.957 kasus.
Sedangkan untuk kasus dengan jumlah paling sedikit adalah pada kasus
penyakit Cirrhosis Hepatitis sebanyak 775 kasus. Data lebih lengkap dapat
dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.31
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Pusat, Tahun 2016

Thalassemia 2093

Stroke 2051

Leukimia 965

Kanker 8957

Jantung 12071

Hemophilia 1039

Gagal Ginjal 1623

Cirrhosis Hepatitis 775

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

59
Pada kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Pusat pada grafik 2.32
terlihat bahwa kasus terbanyak adalah kasus pada penyakit Jantung sebanyak
124.958 kasus dan kedua adalah kasus kanker sebanyak 82.815 kasus,
sedangkan kasus paling sedikit adalah kasus pada penyakit Hemophilia
sebanyak 1.372 kasus. Data lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.32
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Pusat, Tahun 2016

124958

82815
75304

6045 6750 7129


1681 1372

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

C. Jakarta Selatan
Jakarta Selatan dengan total kasus rawat inap tingkat lanjut sebanyak
11382 kasus diketahui bahwa kasus terbanyak adalah pada penyakit Jantung
dengan jumlah kasus sebanyak 5157 kasus, sedangkan kedua terbanyak adalah
kasus pada penyakit kanker sebanyak 2.542 kasus dan kasus terendah adalah
kasus hemophilia dengan total kasus sebanyak 43 kasus. Untuk lebih lengkap

60
data kasus rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Selatan dapat dilihat pada grafik
berikut ini :

Grafik 2.33
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Selatan, Tahun 2016

Thalassemia 712

Stroke 1485

Leukimia 136

Kanker 2542

Jantung 5157

Hemophilia 43

Gagal Ginjal 1049

Cirrhosis Hepatitis 258

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Sedangkan untuk data rawat jalan tingkat pertama di Jakarta Selatan


terbanyak adalah kasus penyakit Jantung sebanyak 66.904 kasus, dan kasus
kedua terbanyak adalah kasus gagal ginjal sebanyak 51.566 kasus sedangkan
kasus paling sedikit adalah kasus Cirrhosis Hepatitis sebanyak 950 kasus.

61
Grafik 2.34
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Selatan, Tahun 2016

Cirrhosis
Thalassemia, Hepatitis, 950
Stroke,3091
4854
Leukimia, 1480

Kanker, 29851
Gagal Ginjal,
51566

Jantung, 66904

Hemophilia, 131

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Dalam grafik diatas terlihat bahwa kasus pada rawat jalan tingkat lanjut di
Jakarta selatan terbanyak adalah pada penyakit jantung yaitu sebanyak 66.904
kasus dan kedua adalah kasus gagal ginjal sebanyak 51.566 kasus sedangkan
kasus ketiga adalah kasus penyakit kanker sebanyak 29.851. Sedangkan untuk
kasus dengan jumlah paling sedikit adalah pada kasus cirrhosis hepatitis
sebanyak 950 kasus dan hemophilia sebanyak 131 kasus.

62
D. Jakarta Timur
Wilayah Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 27.674 kasus,
kasus pada rawat inap tingkat lanjut di Jakarta Timur terbanyak adalah pada
penyakit Jantung dengan jumlah 15.128 kasus sedangkan kasus terbanyak
kedua adalah kasus Stroke dengan jumlah kasus sebanyak 3.838, sedangkan
kasus paling sedikit adalah kasus penyakit Hemophilia sebanyak 52 kasus. Data
lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.35
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Timur, Tahun 2016

15128

3971 3838
2684
1250
700
52 51

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Sedangkan data mengenai jumlah kasus rawat jalan tingkat lanjut


ditampilkan pada grafik 2.36 yang menunjukkan bahwa di Jakarta Timur dari total
29.2928 kasus, kasus terbanyak yang terjadi di Jakarta Timur terbanyak adalah
pada kasus penyakit Jantung dengan jumlah kasus sebanyak 153.368 kasus dan
kasus kedua adalah kasus penyakit gagal ginjal sebanyak 98.552 kasus.

63
Sedangkan kasus terendah adalah pada kasus hemophilia sebanyak 175 kasus.
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.36
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Timur, Tahun 2016

Thalassemia 324

Stroke 18113

Leukimia 266

Kanker 20883

Jantung 153368

Hemophilia 175

Gagal Ginjal 98552

Cirrhosis Hepatitis 1247

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

E. Jakarta Utara
Dengan total 14.267 kasus di Jakarta Utara, Jumlah kasus terbanyak
adalah pada jumlah penyakit jantung yaitu sebanyak 9.790 kasus dan kedua
adalah kasus penyakit gagal ginjal sebanyak 1.540 kasus. Sedangkan kasus
dengan jumlah paling sedikit adalah kasus Hemophilia sebanyak 24 kasus.
Untuk lebih lengkap data mengenai Jumlah kasus rawat inap tingkat lanjut di
Jakarta Utara dapat dilihat pada grafik berikut ini :

64
Grafik 2.37
Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut di Jakarta Utara, Tahun 2016

9790

1540 1344
498 429 610
24 32

Sumber : BPJS Kesehatan, 2016

Data kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta Utara terlihat bahwa dari
total 104.816 kasus, sebanyak 79.022 merupakan kasus penyakit jantung yaitu
kasus terbanyak dan kedua adalah kasus gagal ginjal sebanyak 16.923 kasus
sedangkan kasus paling sedikit adalah kasus hemophilia sebanyak 37 kasus dan
kasus leukemia sebanyak 78 kasus.
Kasus jantung dengan proporsi yang sangat besar di Jakarta Utara perlu
menjadi perhatian khusus dan ditindaaklanjuti karena proporsi ini sangat berbeda
dengan proporsi di wilayah lainnya. Untuk lebih lengkap proporsi kasus penyakit
jantung dan data jumlah kasus rawat jalan tingkat lanjut di Jakarta utara dapat
dilihat dalam grafik berikut ini :

65
Grafik 2.38
Jumlah Kasus Rawat Jalan Tingkat Lanjut di Jakarta Utara, Tahun 2016

Leukimia, 78 Thalassemia, 974 Cirrhosis


Hepatitis, 820
Stroke,
Kanker, 2522 4440
Hemophilia, 37

Gagal Ginjal, 16923

Jantung, 79022

Sumber :BPJS Kesehatan, 2016

Berdasarkan data pada grafik 2.38 diatas terlihat bahwa penyakit


terbanyak yang diklaim pada BPJS pada perawatan rawat jalan di wilayah
administrative Jakarta Utara adalah penyakit jantung sebanyak 79.022 kasus
dan kedua penyakit gagal ginjal sebanyak 16.923 kasus, ketiga adalah penyakit
stroke sebanyak 4.440 kasus sedangkan kasus dengan jumlah paling sedikit
adalah kasus hemophilia sebanyak 37 kasus.

Berdasarkan data-data yang telah di jelaskan sebelumnya, peningkatan


angka harapan hidup dan IPM menjadi bukti akan keberhasilan Indonesia dan
DKI Jakarta sebagai miniature Indonesia dalam peningkatan kualitas hidup.

66
kondisi ini ditambah dengan keberhasilan dalam menurunkan angka kesakitan
atau morbiditas berbagai penyakit menular membuat Indonesia mengalami
transisi demografi dan transisi epidemiologi. Pada saat ini pola kesakitan
menunjukkan bahwa Indonesia mengalami double burden of disease dimana
penyakit menular masih merupakan tantangan (walaupun telah menurun) tetapi
penyakit tidak menular (PTM) meningkat dengan tajam.

Tingginya jumlah kasus penyakit tidak menular menjadi beban yang


banyak dan penyebabnya di antaranya adalah pola makan yang tidak sehat.
Penyakit tidak menular yang termasuk dalam katastropik di antaranya adalah
penyakit jantung dan kardiovaskular, stroke, kanker, gagal ginjal, dan hipertensi.
Berdasarkan data Kemenkes, jumlah pengidap penyakit hipertensi saja sudah
lebih dari seperempat penduduk Indonesia, tepatnya 25,8 persen, dan ini
menjadi angka yang sangat besar dan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Di tingkat global berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa 63 persen


penyebab kematian di dunia adalah penyakit tidak menular (PTM) yang
membunuh 36 juta jiwa per tahun, 80 persen kematian ini terjadi di negara
berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak menular adalah penyakit
kronis dengan durasi yang panjang dengan proses penyembuhan atau
pengendalian kondisi klinisnya yang umumnya lambat. Pengaruh industrialisasi
mengakibatkan makin derasnya arus urbanisasi penduduk ke kota besar, yang
berdampak pada tumbuhnya gaya hidup yang tidak sehat seperti diet yang tidak
sehat, kurangnya aktifitas fisik, dan merokok. Hal ini berakibat pada
meningkatnya prevalensi tekanan darah tinggi, glukosa darah tinggi, lemak darah
tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas yang pada gilirannya meningkatkan
prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru obstruktif kronik,
berbagai jenis kanker yang menjadi penyebab terbesar kematian.

PTM merupakan sekelompok penyakit yang bersifat kronis, tidak menular,


dimana diagnosis dan terapinya pada umumnya lama dan mahal. PTM sendiri
dapat terkena pada semua organ, sehingga jenis penyakitnya juga banyak
sekali. Berkaitan dengan itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

67
kesehatan masyarakat (public health). Untuk itu perhatian difokuskan kepada
PTM yang mempunyai dampak besar baik dari segi morbiditas mapun
mortalitasnya sehingga menjadi isu kesehatan masyarakat (public health issue) .
Dikenali bahwa PTM tersebut yang kemudian dinamakan PTM Utama,
mempunyai faktor risiko perilaku yang sama yaitu merokok, kurang berolah raga,
diet tidak sehat dan mengkonsumsi alkohol.

Berdasarkan data dan fakta juga kebutuhan terhadap pelayanan


kesehatan yang khusus dalam menangani penyakit tidak menular, maka kondisi
epidemiologi di DKI Jakarta menjadi peluang terhadap dibangunnya Rumah
Sakit Khusus Terpadu yang akan menangani penyakit tidak menular.

2.2.2 Fasilitas Kesehatan


Fasilitas kesehatan pada Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Rumah Sakit
Umum, Rumah Sakit Khusus, Rumah Bersalin, Pusat Kesehatan Masyarakat,
Pos Pelayanan terpadu, Klinik/Balai Kesehatan, Balai pengobatan umum dan
apotik.
DKI Jakarta memiliki total 129 rumah sakit umum yang sebagian besar
dimiliki oleh pemerintah, 43 rumah sakit di DKI Jakarta dimiliki oleh pemerintah
yang 22 diantaranya adalah milik pemda propinsi, 50 rumah sakit lainnya dimiliki
oleh swasta sedangkan 32 rumah sakit dimiliki oleh rumah sakit swasta non
profit, Pada data RS Khusus sebanyak 62 rumah sakit khusus sebagian besar
adalah mili swasta yaitu sebanyak 30 rumah sakit sedangkan 19 lainnya adalah
swasta non profit dan hanya 12 yang dimiliki oleh pemerintah.
Data kapitulasi rumah sakit berdasarkan kategori rumah sakit dan
kepemilikannya di DKI Jakarta tahun 2016 dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

68
Tabel 2.12
Jumlah Rumah Sakit berdasarkan Kategori dan Kepemilikannya di DKI
Jakarta, Tahun 2016
Kategori Kepemilikan RS Umum RS Khusus Total
Pemerintah 43 12 55
-Kemenkes 3 7 10
-Pemda Propinsi 22 1 23
-Pemda Kabupaten 0 0 0
RS Publik -Pemda Kota 5 1 6
-Kementerian lain 4 0 4
-TNI 7 3 10
-POLRI 2 0 2
Seasta Non Profit 32 20 51
RS Privat Swasta 50 29 80
BUMN 4 1 5
Total 129 62 191
Sumber : Daftar Rumah Sakit Kementerian Kesehatan, 2017

Berdasarkan data seluruh jumlah fasilitas kesehatan di DKI Jakarta pada


grafik 2.39 selanjutnya, jumlah fasilitas kesehatan yang paling banyak di DKI
Jakarta adalah Posyandu yang mencapai 4.390 unit, fasilitas terbanyak selain
posyandu adalah apotik sebanyak 2.287 unit, setelah itu balai pengobatan umum
sebanyak 779 unit, selain itu terbanyak lainnya adalah puskesmas kelurahan
sebanyak 301 unit. Namun fasilitas kesehatan paling sedikit adalah Rumah
Bersalin yang hanya sebanyak 36 unit. untuk lebih lengkap data jumlah fasilitas
kesehatan di DKI Jakarta dapat kita lihat pada grafik bawah ini:

69
Grafik 2.39
Jumlah Fasilitas Kesehatan di DKI Jakarta, Tahun 2015

4390

2287

779
301 168 175
159 36 44 125

Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016

Data fasilitas kesehatan jika di petakan berdasarkan Kabupaten/Kota


Administrasi dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.13
Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Kabupaten/Kota Administrasi, Tahun 2015
Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
No Fasilitas Kesehatan Jumlah
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara
1 Rumah Sakit 1 41 42 31 23 21 159
2 Tempat Tidur 14 4501 6130 5780 3453 3012 22890
3 Puskesmas Kecamatan 2 10 10 8 8 6 44
4 Puskesmas Kelurahan 4 71 78 35 67 46 301
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016

70
Berdasaran tabel 2.14 berikut ini dapat dilihat bahwa jumlah fasilitas
kesehatan terbanyak ada diwilayah Jakarta Timur dengan 6130 tempat tidur, dan
78 puskesmas kelurahan, 10 puskesmas kecamatan, 42 rumah sakit. Wilayah
kedua dengan jumlah fasilitas kesehatan terbanyak adalah Jakarta Selatan
dengan jumlah 4501 tempat tidur, 41 rumah sakit, dan 71 puskesmas
kelurahan, dan 10 puskesmas kecamatan. Sedangkan yang terbanyak adalah
kepulauan seribu dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 21 unit dengan 14
tempat tidur, 1 rumah sakit, 2 puskesmas kecamatan dan 4 puskesmas
kelurahan.
Jika dilihat secara khusus berdasarkan rumah sakit maka datanya dapat
terlihat sebagai berikut :

Tabel 2.14
Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur menurut Kabupaten/Kota Asministrasi
dan Jenis Rumah Sakit, Tahun 2015
Umum Khusus Jumlah
Kabupaten/Kota Adm
RS TT RS TT RS TT
Kepulauan Seribu 1 14 - - 1 14
Jakarta Selatan 23 3623 18 878 41 4501
Jakarta Timur 23 4628 19 1502 42 6130
Jakarta Pusat 16 4990 15 790 31 5780
Jakarta Barat 12 1934 11 1519 23 3453
Jakarta Utara 15 2574 6 438 21 3013
Jumlah 90 17763 69 5127 159 22891
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa wilayah dengan rumah sakit


terbanyak ada di wilayah Jakarta Timur sebanyak 42 rumah sakit dan kedua
Jakarta Selatan dengan jumlah rumah sakit sebanyak 41 rumah sakit. Dan
wilayah dengan jumlah rumah sakit paling sedikit adalah kepulauan seribu
sebanyak 1 rumah sakit dan Jakarta utara sebanyak 21 rumah sakit.

71
Untuk data rumah sakit berdasarkan status rumah sakit dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.15
Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur yang Tersedia menurut Kabupaten/Kota
Administrasi dan Status Rumah Sakit, Tahun 2015
Pemerintah TNI/Polri Swasta Jumlah
Kabupaten/Kota Adm
RS TT RS TT RS TT RS TT
Kepulauan Seribu 1 14 - - - - 1 14
Jakarta Selatan 1 807 4 324 36 3370 41 4501
Jakarta Timur 9 2279 5 986 28 2765 42 6130
Jakarta Pusat 2 1539 4 987 25 3254 31 5780
Jakarta Barat 5 1622 - - 18 1831 23 3453
Jakarta Utara 2 686 - - 19 2326 21 3012
Jumlah 20 6947 13 2297 126 13546 159 22890
Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa dari total 159 rumah sakit dan
sebanyak 22.890 TT, rumah sakit terbanyak terletak di wilayah Jakarta timur
sebanyak 42 rumah sakit dan 6.130 TT, sedangkan wilayah dengan rumah sakit
terbanyak kedua adalah wilayah Jakarta Selatan dengan jumlah rumah sakit
sebanyak 41 buah RS dan 4.501 TT. Sedangkan wilayah dengan rumah sakit
paling sedikit adalah kepulauan seribu dengan hanya 1 buah rumah sakit dan 14
TT.
Berdasarkan seluruh data jumlah fasilitas kesehatan di DKI Jakarta hal ini
menjadi peluang untuk dibangunnya rumah sakit khusus karena belum adanya
rumah sakit khusus milik pemerintah DKI Jakarta terutama untuk penanganan
masalah penyakit tidak menular. Yang bisa menjadi rujukan bagi penduduk di
DKI Jakarta secara khusus.

72
2.2.3 SDM Kesehatan
Menurut Sistem Kesehatan Nasional yang dikutip oleh Adi Sasmito
(2007), Sumber Daya Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Sedangkan Tenaga Kesehatan adalah semua orang yang
bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996, tenaga kesehatan
terdiri dari tenaga medis seperti dokter umum dan dokter gigi, sedangkan
tenaga keperawatan terdiri dari perawat, bidan, dan perawat gigi, tenaga
kefarmasian seperti apoteker, analisis farmasi, dan asisten apoteker. Tenaga
kesehatan masyarakat diantaranya epidemiologi kesehatan, etomolog
kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian. Tenaga gizi seperti nutrisionis dan dietisien. Tenaga
keterapian fisik diantaranya fisioterapis, okupasi terapis dan terapis wicara
sedangkan tenaga keteknisian medis seperti radiographer, radio terapis, teknisi
gigi, teknisielektromedis, analisis kesehatan, refraksionis, optifisien, otorik
prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis.
Provinsi DKI Jakarta memiliki sumber daya kesehatan yang cukup, tenaga
kesehatan yang bekerja pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah Provinsi
DKI Jakarta seperti tenaga medis, paramedis (perawat, tenaga bidan), tenaga
farmasi, tenaga gizi, tenaga teknis medis (Analisis Lab, Penata Rontgen,
Penata Anastesi, Fisioterapi), Sanitasi dan Kesehatan Masyarakat.
DKI Jakarta memiliki Sumber Daya Manusia yang cukup baik dengan
dokter spesialis sebanyak 5.726 orang dan ini merupakan sumber daya
manusia terbanyak di DKI Jakarta, sedangkan jumlah sumber daya manusia
terbanyak kedua adalah dokter umum sebanyak 2645 orang. Tenaga kesehatan
paling sedikit di DKI Jakarta adalah apoteker yaitu sebanyak 669 orang. Untuk

73
lebih lengkap jumlah tenaga kesehatan di Provinsi DKI Jakarta dapat kita lihat
pada grafik berikut ini:

Grafik 2.40
Jumlah SDM Kesehatan di DKI Jakarta, Tahun 2015

22982

6117
3933 4458 4617
3069
2015
1039 353
52 660 444 1135 658 9 147

Sumber : Profil Kesehatan DKI Jakarta, Tahun 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa jumlah SDM Kesehatan di DKI


Jakarta sudah mencukupi namun memiliki proporsi yang menarik, di DKI Jakarta
sumber daya kesehatan terbanyak adalah perawat yaitu sebanyak 22.982 orang,
sedangkan kedua yaitu dokter spesialis sebanyak 6.117 orang, ini menunjukkan
bahwa jumlah dokter di DKI Jakarta terutama dokter spesialis cukup banyak
bahkan proporsi ini adalah proporsi yang unik. Untuk melihat lebih rinci dokter
spesialis apa saja yang terbanyak di DKI Jakarta dapat dilihat lebih rinci pada
tabel berikut ini :

74
Tabel 2.16
Jumlah Dokter Spesialis menurut jenis spesialisinya di DKI Jakarta, tahun 2015

No Dokter Spesialis Jumlah

1 Penyakit Dalam 617

2 Obsentri dan Genekologi 844

3 Anak 710

4 Bedah 360

5 Radiologi 250

6 Anestesi 468

7 Patologi Klinik 128

8 Patologi Anatomi 68

9 Rehabilitasi Medik 75

10 Spesialis Lain 2592

11 Dokter Gigi Spesialis 353

Jumlah 6465
Sumber : Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2016

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa jumlah dokter spesialis


terbanyak adalah pada dokter spesialis lainnya yang tidak terinci yaitu sebanyak
2592 dokter, seedangkan dokter spesialis yang memiliki proporsi tinggi lainnya
adalah dokter spesialis obsentri dan genekologi sebanyak 844 dokter dan kedua
yaitu dokter anak sebanyak 710 dokter.

75
Banyaknya jumlah tenaga kesehatan di DKI Jakarta terutama dokter
spesialis, dokter umum, dan perawat menjadi Peluang terhadap pembangunan
Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular.

2.2.4. Pesaing Strategis


Pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu yang direncanakan berlokasi
di Jl. Kyai Tapa Nomor 1 Tomang, Jakarta Barat merupakan lokasi yang
strategis namun ada beberapa rumah sakit dengan jarak 2 sampai 20 km dari
lokasi rencana berdirinya Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular
(RSKT PTM) yang dianggap merupakan pesaing strategis meskipun rumah
sakit-rumah sakit tersebut memiliki keunggulan pelayanan yang berbeda dengan
rumah sakit yang akan di dirikan. Rumah sakit- rumah sakit yang merupakan
pesaing strategis RSKT PTM diantaranya :

1. Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto


Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto atau biasa disingkat
RSPAD Gatot Soebroto adalah sebuah rumah sakit type A yang terletak
di Jakarta Pusat, tepatnya berada di Jl. Dr. Abdul Rachman Saleh No.24 Senen,
Jakarta Pusat, rumah sakit ini berada dibawah Komando Pusat Kesehatan
Angkatan Darat., Saat ini RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit tingkat
satu dan menjadi rujukan tertinggi di jajaran TNI yang memberikan perawatan
kesehatan untuk prajurit TNI AD, Pegawai Negeri Sipil serta masyarakat umum.
Rumah sakit ini memiliki 777 tempat tidur. Dan jarak antara lokasi rencana RSKT
PTM dengan RSPAD Gatot Soebroto adalah 5.8 km.

2. Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita


Rumah sakit pusat jantung nasional Harapan kita atau biasa dikenal
dengan rumah sakit jantung harapan kita terletak di Jalan Letjen S. Parman Kav.
87, Slipi Jakarta, Rumah sakit ini memiliki 331 tempat tidur, dan jarak antara
lokasi rencana RSKT PTM dengan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita adalah
3.4 km.

76
3. Rumah Sakit Tarakan
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta merupakan satu-satunya
rumah sakit milik pemerintah provinsi DKI Jakarta yang merupakan rumah sakit
kelas A yang terletak di Jl. Kyai Caringin No. 7 Gambir Jakarta Pusat, DKI
Jakarta, Rumah sakit ini memiliki 450 tempat tidur dengan jarak antara lokasi
rencana RSKT PTM dengan RS Tarakan adalah 2.7 km.

4. Rumah Sakit Kanker Darmais


RS Kanker “Dharmais” (RSKD) merupakan rumah sakit yang ditunjuk
sebagai Pusat Kanker Nasional (INCC : Indonesian National Cancer Center)
dibawah Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Rumah sakit kanker Darmais terletak di Jl. Let. Jend. S.
Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta Barat, Rumah sakit ini memiliki 406 tempat
tidur, dan jarak antara RS Dharmais ke lokasi rencana RSKT PTM adalah 3.6
km.

5. Rumah Sakit MRCCC Semanggi


Rumah sakit MRCCC semanggi adalah rumah sakit swasta pertama di
Indonesia yang khusus menangani pengobatan kanker. Rumah sakit ini
menyediakan beragam layanan kesehatan mulai dari deteksi dini kanker,
onkologi bedah, kemoterapi, dan radioterapi secara efektif, terpercaya, dan
berkualitas prima. Rumah sakit ini juga memiliki gedung bernuansa modern yang
nyaman untuk pengunjung Rumah sakit ini terletak di Jl. Garnisum Dalam No 2-
3 Semanggi, Rumah sakit ini memiliki 375 tempat tidur, dan jarak antara lokasi
rencana RSKT PTM dengan rumah sakit MRCCC adalah 10.9 km.

6. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)


Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo (disingkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atau RSCM)
merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang terletak di Jakarta

77
Pusat, Indonesia. Selain menjadi RS pemerintah RSCM juga berfungsi sebagai
Rumah sakit pendidikan, salah satunya adalah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Di RSCM ribuan dokter dan tenaga medis bersama-sama melayani ribuan
pasien dari seluruh Indonesia yang setiap hari berkunjung ke rumah sakit ini.
RSCM merupakan pusat rujukan nasional rumah sakit pemerintah dan
merupakan tempat pendidikan dokter umum, dokter spesialis I dan subspesialis,
perawat serta tenaga kesehatan lainnya. RSCM terletak di Jl. Diponegoro, No.7
Jakarta Pusat atau sekitar 9.5 km dari lokasi rencana RSKT PTM, Rumah sakit
terbesar di DKI Jakarta ini memiliki 919 tempat tidur yang terdaftar resmi di
kementerian kesehatan.

7. Rumah Sakit Pusat Otak Nasional


Rumah Sakit Otak Nasional merupakan rumah sakit pemerintah kelas B
yang memiliki keunggulan layanan kedokteran spesialis dan sub spesialis
terbatas. Rumah sakit ini merupajan rumah sakit tempat rujukan dari rumah sakit
kabupaten seluruh Indonesia. Terdapat 407 tempat tidur di rumah sakit ini dan
puluhan dokter spesialis. Dari 407 tempat tidur 44 diantaranya adalah kelas VIP
ke atas. Jarak antara rumah sakit PON ke lokasi rencana RSKT PTM adalah
sekitar 12 km.

8. Rumah Sakit Jantung Binawaluya


Rumah Sakit Jantung Binawaluya merupakan rumah sakit jantung swasta
pertama di Indonesia yang menangani pasien khusus Penyakit jantung dan
bawaan. Sebelum menjadi rumah sakit, Rumah Sakit Jantung Binawaluya
merupakan klinik rawat jalan bersama Dokter Spesialis yang didirikan pada
tanggal 5 Januari 2004. Dengan berjalannya waktu, rumah sakit tersebut
berkembang menjadi Rumah sakit jantung swasta pertama di Indonesia yang
memiliki fasilitas rawat jalan dan rawat Inap dan diresmikan oleh Walikota
Jakarta Timur pada tanggal 10 September 2007. Rumah sakit Jantung
Binawaluya telah dikunjungi oleh pasien dari 33 Provinsi di Indonesia. Dan saat

78
ini Rumah sakit Jantung Binawaluya sudah menambahkan fasilitas Hostel
(Hospital Hostel) sehingga memudahkan keluarga pasien dari luar kota Jakarta
dapat memantau kerabatnya yang merupakan pasien di Rumah Sakit Jantung
Binawaluya. Jarak antara Rumah sakit jantung Binawaluya dengan lokasi
rencana RSKT PTM adalah 17 km.

Untuk lebih lengkap jarak antara rumah sakit pesaing strategis dengan
lokasi rencana RSKT PTM berdiri dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 2.41

Jarak Tempuh Antar berbagai Fasilitas Kesehatan Terdekat dengan Lokasi


Rencana Rumah Sakit

RSPAD
18
16
17 14
RS Jantung Binawaluya RS Harapan Kita
12
10 5.8
8
6
3.4
4
2
RS PON 12 0 2.7 RS Tarakan

3.6

9.5

RSCM RS Dharmais
10.9

RS MRCC

Sumber : olahan konsultan

79
2.2.5. Kebijakan Kesehatan
Bagian ini memuat kajian tentang Peraturan Perundang-undangan yang

mengatur tentang pembangunan dan pengelolaan rumah sakit dan kesehatan

secara menyeluruh. Dalam setiap proses pembangunan suatu rumah sakit

diperlukan suatu landasan hukum yang jelas. Hal ini akan menjadi dasar bagi

seluruh kegiatan operasional rumah sakit di masa yang akan datang. Pada

konteks ini, kajian tentang kebijakan dan regulasi tentang kesehatan menjadi

penting untuk diperhatikan. Adapun peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan Rumah Sakit Khusus dan kesehatan adalah sebagai berikut:

Gambar 3
Kebijakan Kesehatan dan Perumahsakitan

Penjelasan mengenai undang-undang terkait kesehatan dan


perumahsakitan yang berhubungan dengan Rumah Sakit Khusus Terpadu
Penyakit Tidak Menular adalah sebagai berikut :

80
1. Undang-Undang RI No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dalam
undang-undang ini dinyatakan bahwa Kesehatan merupakan bagian dari
Pelayanan Publik, sehingga Penyelenggara memiliki hak: (a) memberikan
pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; (b) melakukan
kerjasama; (c) mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan
pelayananan publik; (d) melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan
tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik; dan (e) menolak permin taan pelayanan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

2. Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 5


dinyatakan bahwa Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, Setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau, Setiap orang berhak secara mandiri dan
bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya. Dan pada Pasal 35 dinyatakan bahwa Pemerintah
daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan
serta pemberian izin beroperasi di daerahnya. Penentuan jumlah dan jenis
fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan: (a) luas
wilayah; (b) kebutuhan kesehatan; (c) jumlah dan persebaran penduduk; (d)
pola penyakit; (e) pemanfaatannya; (f) fungsi sosial; dan (g) kemampuan
dalam memanfaatkan teknologi.

3. Undang-Undang RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal


19 disebutkan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah
Sakit dikategorikan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit
Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan

81
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.

Sementara itu pada pasal 20 disebutkan bahwa pengelolaannya Rumah


Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)


dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero. Pasal 51 Pendapatan Rumah Sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan
seluruhnya secara langsung untuk biaya operasional Rumah Sakit dan tidak
dapat dijadikan pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.

4. Peraturan Presiden No.38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah


dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, pada pasal 1
poin (6) dinyatakan bahwa kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang
selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah
dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum
mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan

82
sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko
diantara para pihak.

Pasal 3 poin (b) KPBU dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan


penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran
dan tepat waktu; Pasal 5 poin (2).q Infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan berdasarkan Perpres ini adalah infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial yang mencakup infrastruktur kesehatan. Pasal 11
dinyatakan bahwa PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang
meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan
Usaha Pelaksana Pengembalian Investasi Badan Usaha Pelaksana atas
Penyediaan Infrastruktur bersumber dari: (a) Pembayaran oleh pengguna
dalam bentuk tariff (b) Pembayaran ketersediaan layanan (availability
payment); dan/atau (c) Bentuk lainnya sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.

5. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.1 tahun 2014 tentang Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Jl. Kyai Tapa no.1 Tomang, Jakarta
Barat. Peruntukan: Zona Pelayanan Umum 05.014.S.2. KDB : 50 KLB : 1
KB : 2 KDH : 30 KTB : 55. Pada Pasal 227 Rencana prasasarana jalur dan
ruang evakuasi bencana Kecamatan Grogol Petamburan sebagai berikut:
Jalur evakuasi bencana di: 1. Jalan Dr. Semeru, Jalan Kyai Tapa, Jalan S.
Parman, dan Jalan Tomang Raya Kelurahan Tomang, Ruang evakuasi
bencana menggunakan pusat pemerintahan, taman pemakaman,
prasarana umum, prasarana sosial,dan kawasan rekreasi lain yang ada di
kelurahan.

6. Peraturan Menteri Kesehatan No.71 tahun 2013 tentang Pelayanan


Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. (a) Jaminan Kesehatan
adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

83
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. (b)
Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. (c) Pelayanan
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik
yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan
rawat inap di ruang perawatan khusus. (d) Sistem Rujukan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal.

7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.56 tentang 2014 tentang Klasifikasi


& Perizinan Rumah Sakit. (a) Pasal 11 Berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus. (b) Pasal 59 Rumah Sakit Khusus meliputi rumah
sakit khusus: ibu dan anak; mata; otak; gigi dan mulut; kanker; jantung
dan pembuluh darah; jiwa; infeksi; paru; telinga-hidung-tenggorokan;
bedah; ketergantungan obat; dan ginjal. (c) Pasal 60 Rumah Sakit Khusus
hanya dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai bidang
kekhususannya dan bidang lain yang menunjang kekhususan
tersebut. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di luar bidang
kekhususannya hanya dapat dilakukan pada pelayanan gawat darurat.

84
8. Undang-Undang RI No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang
kesehatan adalah sebagaimana tabel 2.17 berikut :

Tabel 2.17
Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Kesehatan
No Urusan Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
1 Upaya a. Pengelolaan upaya kesehatan a. Pengelolaan UKP
Kesehatan perorangan (UPK) rujukan rujuan tingkat Daerah
nasional/lintas Daerah provinsi provinsi/lintas Daerah
b. Pengelolaan upaya kesehatan kabupaten/kota
masyarakat (UKM) nasional b. Pengelolaan UKM
dan rujukan nasional /lintas Daerah provinsi/lintas
daerah provinsi Daerah kabupaten/kota
c. Penyelenggaraan registrasi, c. Penerbitan izin rumah
akreditasi, dan standarisasi sakit kelas B dan
fasilitas pelayanan fasilitas pelayanan
kesehatanpublik dan swasta kesehatan tingkat
daerah provinsi
2 Sumber Daya a. Penetapan standardisasi dan Perencanaan dan
Manusia (SDM) registrasi tenaga kesehatan pengembangan SDM
Kesehatan Indonesia, tenaga kesehatan Kesehatan untuk UKM
warga Negara asing (TK- dan UKP daerah
WNA), serta penerbitan provinsi.
rekomendasi pengesahan
rencana penggunaan tenaga
kerja asing (RPTKA) dan izin
mempekerjakan tenaga asing
(IMTA)

Dilihat dari banyaknya peraturan sebagai penopang dan pengatur


kesehatan dan perumahsakitan maka variabel ini merupakan peluang dalam

85
pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular di DKI
Jakarta.

2.2.6 Supplier
Secara umum supplier (pemasok) sumber daya kesehatan di DKI Jakarta
seperti kesediaan farmasi, alat kesehatan, SDM Kesehatan dan berbagai
lembaga penjaminan pembiayaan kesehatan tersedia, berdasarkan data profil
kesehatan indonesia tahun 2016, supplier sumber daya kesehatan di DKI
Jakarta seperti sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan yang
diantaranya dapat dilihat dalam tabel 2.18 berikut ini :

Tabel 2.18
Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Tahun 2016
No Nama Industri DKI Jakarta Indonesia Persentase
1 Industri Farmasi 35 210 17 %
2 Industri Obat 15 112 16 %
tradisional
3 Usaha kecil obat 104 828 13 %
tradisional
4 Produksi alkes 41 158 26 %
5 Perbekalan 26 165 16 %
kesehatan dan
rumah tangga
(PKRT)
6 Kosmetika 72 454 16 %
Total 293 1.927 15%
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa proporsi sarana produksi bidang


kefarmasian dan alkes di DKI Jakarta sangat besar yakni 15% ada di DKI

86
Jakarta dan 85% lainnya tersebar di 32 Provinsi di Indonesia, bahkan untuk
produksi alat kesehatan 26% berada di DKI Jakarta. Sedangkan data sarana
distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.19

Jumlah sarana distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan

No Sarana Distribusi DKI Jakarta Indonesia Persentase


1 Pedagang besar farmasi 207 2.047 10%
2 Apotek 2527 25.339 10%
3 Toko Obat 513 8.599 6%
4 Penyalur Alkes 1061 2.742 39%
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2016

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa penyalur alkes di DKI Jakarta


sebanyak 39% dan 61% lainnya di provinsi lain di Indonesia, ini menunjukkan
bahwa di DKI Jakarta proporsi perputaran sarana kesehatan sangat besar dan
hal ini merupakan keuntungan bagi setiap pelayanan kesehatan yang di dirikan
di DKI Jakarta.
Sedangkan untuk sumber daya manusia kesehatan di DKI Jakarta
berdasarkan data tahun 2016 bahwa dari 8 sekolah Diploma IV Poltekkes di DKI
Jakarta menghasilkan lulusan sebanyak 1.614 orang, sedangkan dari 12 sekolah
diploma III Poltekkes di DKI Jakarta menghasilkan lulusan sebanyak 3.491
orang.
Berdasarkan data supplier di DKI Jakarta maka hal ini merupakan
kekuatan dalam rangka pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit
Tidak Menular (RSKT PTM) karena sumber daya manusia kesehatan, sumber
sarana kefarmasian dan alat kesehatan semua tersedia di Jakarta. Hal ini di
dukung juga oleh aksesibilitas, kebutuhan industri, dan status provinsi DKI
Jakarta sebagai ibu kota Negara kesatuan republik Indonesia.

87
BAB III

ANALISIS PERMINTAAN DAN KELAYAKAN

3.1 Analisis Permintaan

3.1.1 Lahan

Sebagai Ibu Kota Indonesia, DKI Jakarta dengan luas wilayah yang

mencapai 662.33 km2 merupakan wilayah yang luasnya cukup besar dan

kepadatan penduduk yang tinggi.

Gambar 4

Peta DKI Jakarta

Sumber : DKI Jakarta dalam Angka, 2016

88
Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa posisi DKI Jakarta merupakan daerah

yang strategis karena merupakan ibu kota negara yang dikelilingi pulau. DKI

Jakarta merupakan pusat perekonomian dan pemerintahan di Indonesia sehingga

ini merupakan kelebihan dan peluang besar dalam pembangunan fasilitas

kesehatan.

3.1.2 Lokasi

Berdasarkan hasil identifikasi lahan dan lokasi rencana pembangunan

Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular, rumah sakit ini berada di

wilayah kecamatan grogol petamburan, lokasi lahan rencana pembangunan rumah

sakit ini adalah milik pemerintah daerah DKI Jakarta. Lokasi ini memiliki luas 3.4 Ha

dengan letak yang cukup strategis karena berada di sentra bisnis Jakarta Barat

yang dekat dengan akses pusat pemerintahan, disamping itu juga dekat dengan

pusat bisnis roxy glodok dan statsiun Jakarta Kota. Sementara ke arah barat lokasi

ini sangat dekat dengan terminal grogol, fasilitas pendidikan seperti Universitas

Trisakti, Tarumanegara, dan UKRIDA.

Jalur Jl. Kyai Tapa merupakan salah satu jalan utama di DKI Jakarta yang

ditetapkan sebagai jalur evakuasi benana berdasarkan perda zonasi, sementara

peruntukan lokasi ini sendiri adalah untuk fasilitas pelayanan sosial. Dengan luas

lahan 3.4 Ha lokasi ini sangat cocok untuk pengembangan infrastruktur sosial

terpadu seperti layanan kesehatan, area taman kota, pusat kegiatan

89
kemasyarakatan dan industri pendukung seperti kuliner, integrasi moda

transportasi, dan dormitori.

Adapun kajian mengenai pilihan lokasi ini berdasarkan kebutuhan akan

pentingnya Rumah Sakit Khusus Terpadu yang akan menjadi pusat rujukan

penyakit tidak menular di DKI Jakarta. Untuk lebih jelas titik lokasi rencana

pembangunan rumah sakit adalah sebagai berikut :

Gambar 5

Lokasi Pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu

90
3.2 Analisis Kelayakan

3.2.1 Peluang, Tantangan, Kekuatan dan Kelemahan

Berdasarkan Penentuan posisi (positioning) dalam perencanaan

pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu berkaitan dengan penarikan

kesimpulan berdasarkan telaah situasi umum maupun khusus. Adapun dasar

analisis ialah semua variabel umum yang memungkinkan menjadi kekuatan atau

kelebihan yang terdiri dari aspek geografi, demografi, sosio-ekonomi, sosio-

pendidikan, sosio-kultural dan kebijakan. Dasar analisis lainnya ialah semua

variabel khusus yang memungkinkan menjadi peluang atau ancaman yang terdiri

dari epidemiologi, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, sarana dan prasarana

kesehatan, serta kebijakan.

Matriks 1

Matriks Kesimpulan Situasi Umum

VARIABEL KESIMPULAN
(Kekuatan V Kelemahan)

Geografi Kekuatan
Demografi Kekuatan
Sosio – Ekonomi Kekuatan
Sosio – Pendidikan Kelemahan
Sosio – Kultural Kekuatan
Kebijakan Kekuatan
Sumber: Olahan Konsultan

91
Pada matriks di atas, diketahui terdapat 1 (satu) variabel yakni Sosio-

pendidikan yang menjadi ancaman dalam rangka perencanaan

pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular.

Sedangkan 5 (lima) variabel lainnya merupakan kekuatan.

Matriks 2

Matriks Kesimpulan Situasi Khusus

VARIABEL KESIMPULAN
(Peluang V Ancaman)

Epidemiologi Peluang
SDM Kesehatan Peluang
Fasilitas Kesehatan Ancaman
Supplier Peluang
Kebijakan Kesehatan Peluang
Sumber: Olahan Konsultan

Berdasarkan matriks kesimpulan situasi khusus tersebut, didapatkan

kenyataan bahwa hanya 1 (satu) variabel utama yakni Fasilitas Kesehatan

yang merupakan ancaman dalam rangka perencanaan pembangunan Rumah

Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular. Sementara 4 (empat) variabel

lainnya merupakan peluang.

Untuk memudahkan melakukan penentuan posisi perencanaan

pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular,

digunakan matriks TOWS atau matriks yang menunjukkan adanya threat

92
(ancaman), opportunity (peluang), weakness (kelemahan) dan strength

(kekuatan) dari situasi yang ada.

Matriks 3

Matriks Positioning Perencanaan Pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu

Penyakit Tidak Menular

PELUANG ANCAMAN

 Epidemiologi  Fasilitas Kesehatan


Matriks TOWS  DM Kesehatan
 Supplier
 Kebijakan Kesehatan
Internal Fix – It Q
KEKUATAN
 Geografi Future Quadrant
 Demografi LAYAK
 Sosio-ekonomi
 Sosio Budaaya
Survival Q
KELEMAHAN
 Sosio pendidikan External Fix – It Q

Sumber: Olahan Konsultan

Masing-masing quadrant dalam matriks tersebut memiliki konsekuensi

dan prioritas strategi yang berbeda satu sama lain. Secara filosofis, bila hasil

penentuan posisi perencanaan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak

Menular berada pada future quadrant, hal ini bermakna pihak terkait harus

menggunakan Peluang yang ada untuk segera memanfaatkan Kekuatan.

Bila posisi berada pada internal fix-it quadrant, hal ini bermakna pihak terkait

harusmeminimalkan ancaman untuk memanfaatkan kekuatan. Bila posisi

93
berada pada external fix-it quadrant, hal ini bermakna pihak terkait harus

menggunakan peluang untuk mengatasi kelemahan. Sementara bila posisi

perencanaan Rumah Sakit khsusu terpadu penyakit tidak menular berada pada

survival quadrant, maka hal ini bermakna pihak terkait harus meminimalkan

ancaman untuk mengatasi kelemahan.

Berdasarkan matriks positioning pada matriks TOWS di atas,

perencanaan pembangunan rumah sakit khsusu terpadu penyakit tidak

menular berada pada kuadran terbaik yakni future quadrant. Kuadran ini

memberikan rekomendasi bahwa pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu

Penyakit Tidak Menular ini dapat dikatakan layak untuk di bangun. Namun

demikian, untuk menyempurnakan kelayakan posisi tersebut tetap dibutuhkan

berbagai upaya untuk menjamin kelemahan-kelemahan seperti fasilitas

kesehatan dapat di atasi.

Dengan demikian, posisi perencanaan pembangunan rumah sakit ini

merekomendasikan catatan-catatan untuk dilakukan antisipasi dan

pembenahan, terutama berkaitan dengan aspek ancaman pada situasi khusus

dan kelemahan pada situasi umum. Berikut adalah beberapa upaya khusus

yang harus dilakukan pihak terkait untuk memastikan kelayakan pembangunan

Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular:

• Mapping sarana/fasilitas pelayanan kesehatan primer dan sekunder di

wilayah Provinsi DKI Jakarta.

• Penguatan SDM Kesehatan, terutama untuk formasi & kompetensi

tenaga medis dan paramedis..

94
• Sinkronisasi/harmonisasi lintas Lembaga dalam rangka implementasi

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan penyelenggaraan

sistem rujukan berjenjang.

• Pelibatan pihak professional, organisasi profesi dan asosiasi rumah sakit

dalam rangka pengawalan perencanaan dan manajemen pembangunan

rumah sakit.

• Memperhatikan aspek fundamental pelayanan kesehatan yang meliputi

standar pelayanan dan penjaminan mutu.

3.2.2. Kelas Rumah Sakit dan Layanan

Setelah dilakukan kajian kelayakan pembangunan rumah sakit,

berikutnya dilakukan kajian kelas pelayanan Rumah Sakit Khusus Terpadu

Penyakit Tidak Menular. Pada tahun 2010 telah terbit Peraturan Menteri

Kesehatan No.340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit.

Pada tahun 2015, jumlah penduduk wilayah Provinsi DKI Jakarta total

berjumlah 10.177.924 jiwa. Angka ini mengindikasikan kebutuhan sarana

tempat tidur (TT) dalam pelayanan kesehatan yakni sejumlah 10.000 TT.

Berdasarkan pedoman WHO yang digunakan juga oleh pemerintah, rasio ideal

1 TT adalah berbanding 1000 jiwa (penduduk). Di samping berkaitan dengan

keadaan demografi, situasi pola penyakit dan masalah kesehatan di wilayah

Provinsi DKI Jakarta juga masih didominasi oleh penyakit-penyakit degeneratif

yang semakin hari, semakin membutuhkan pelayanan kesehatan sekunder.

Oleh karena itu, perkiraan kelas pelayanan yang dimungkinkan untuk dibangun

95
pada Rumah Sakit Khusus Terpadu adalah pada level pelayanan kesehatan

terbaik yaitu menuju rumah sakit khusus kelas A dengan kebertahapan

pembangunan dimulai dari kelas B. Kebertahapan ini penting dilakukan agar

terjadi pemantapan sistem rujukan berjenjang untuk pelayanan kesehatan

penyakit tidak menular.

Kelayakan pembangunan Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak

Menular ini berdampak terhadap perencanaan layanan yang akan diberikan.

Layanan yang akan diberikan berupa layanan umum dan khusus, adapun ke

khususan terdiri dari layanan Kardiologi, Onkologi, Brain Neuro dan Paliatif

Care.

96
BAB IV
STRATEGI PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT

4.1 Pelayanan
Berdasarkan analisis situasi dan analisis permintaan pembangunan rumah

sakit, maka didapatkan rekomendasi tentang kelayakan pembangunan Rumah

Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular. Untuk itu, tujuan pembangunan

rumah sakit di arahkan untuk rumah sakit kelas A dengan kebertahapan dari

kelas B dengan spesifikasi Pelayanan minimal menurut PMK. No.56 tahun 2014

tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit kebertahapan dilakukan untuk

melihat perkembangan dan kinerja layanan seperti indicator BOD, ALOS, TOI,

BTO, NDR & GDR sebelum diusulkan naik menjadi rumah sakit kelas A

kebertahapan juga paling untuk stabilisasi sistem rujukan berjenjang di wilayah

DKI Jakarta.

Adapun strategi pembangunan RSKT PTM, mempertimbangkan

ketersediaan jenis pelayanan, ketenagaan, fasilitas (sarana dan prasarana),

serta administrasi dan menejemen sebagai berikut :

A. Rumah Sakit Khusus Jantung


No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
1 Utama
a Penyakit jantung konservatif + +
b Penyakit jantung intervensi + +
c Penyakit jantung coroner + +
d Penyakit gagal jantung kronik + -

97
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
e Hipertensi + -
f Aritmia dan reprogram alat pacu jantung + +
g Kardiometabolik + +
h Vaskuler + -
i Valvular + +
j Pasca Intervensi Non bedah + +
k Pasca operasi CABG + +
l Pasca operasi Katup + -
m Pasca oprasi Pediatrik + -
n Penyakit jantung bawaan + +
o Penyakit perikard + +
p Penyakit jantung pada kehamilan + +
q Hipertensi pulmonal + +

2 Spesialis Utama
a Jantung + +
b Bedah Thoraks + -
c Bedah vaskuler + -
d Paru + +
e Penyakit Dalam + +
f Obgyn + +
g Anak + +

3 Penunjang :
a Radiologi + +
b Laboratorium + +
c Farmasi + +
d Gizi + +
e Sterilisasi + +

98
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
f Rekam Medik + +
g Pemulasaraan Jenazah + -

4 Umum
a Poli umum + +
b Poli gigi + +
c Emergensi + +

B.Rumah Sakit Khusus Stroke


No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
A Esensial :
1 Pelayanan emergensi + +
2 Pelayanan ICU + +
3 Pelayanan CT Scan + -
4 Pelayanan Laboratorium + -
5 Pelayanan Pemulihan Stroke + +
6 Pelayanan Rehabilitasi + +
7 Pelayanan bedah syaraf + +

B Optional :
1 Stroke dan cerebro vaskuler + -
2 Neuro fisiologi + -
3 Neuro emergency/intensive + -
4 Neuro restorasi/fungsi luhur + -
5 Neuro opoptalmologi/otology + -
6 Neuro onkologi + -
7 Epilepstindakan operasii + -

99
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
C Spesialis lainnya
1 Pelayanan penyakit dalam + +
2 Pelayanan jantung + +

D Penunjang
1 Radiologi + +
2 Anastesi + +
3 Patologi klinik + +
4 Farmasi + +
5 Gizi + +
6 Pelayanan edukasi keluarga + +
7 Akupuntur + -
8 Kedokteran olah raga + -
9 Akupuntur + -
10 Kedokteran olah raga + -
11 Umum + +

C.Rumah Sakit Khusus Kanker


No Jenis pelayanan Kelas A Kelas B
1 Kanker
a Rawat Jalan
Spesialis utama kanker :
Penyakit dalam + +
Anak + +
Ginekologi + +
Bedah + +
Sub Spesialis utama kanker :
Anak + -
Ginekologi + -

100
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
Kulit + +
Mata + -
Payudara + +
THT + -
Urologi + -
Kepala Leher + +
Paru dan Toraks + +
Muskuloskeletal + +
Darah dan Sistem Limfoid + +
Susunan saraf pusat dan tepi + -
Spesialis lainnya
Jiwa/psikiatri + -

b Rawat inap + +
c Rawat darurat + +
d Rawat intensif + +
e Tindakan operasi + +

2 Penunjang
a Radiologi + +
b Anastesi + +
c Laboratorium psikologi klinik + +
d Patologi anatomi + +
e Elektromedik diagnostic + -
f Optik + -
g Gizi + +
h Sterilisasi + +
i Farmasi + +
j Umum + +

101
No Jenis Pelayanan Kelas A Kelas B
k Rekam medik + +
l Bank darah + +
m Rehabilitasi medik + +
n Pemulasaran jenazah + +

4.2 Sumber Daya Manusia


Kebutuhan sumber Daya manusia Kesehatan untuk Rumah Sakit Khusus

Terpadu Penyakit Tidak Menular berdasarkan spesifikasi Pelayanan minimal

menurut PMK. No.56 tahun 2014 dibutuhkan sebagai berikut:

A. Rumah Sakit Khusus Jantung


No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
1 Tenaga medis:
a Spesialis jantung 5 3
b Sub spesialis jantung klinik 1 1
c Aritmia 1 1
d Rehabilitasi jantung 1 1
e Vaskuler 1 -
f Bedah thoraks 1 -
g Saraf 1 1
h Penyakit dalam 2 1
i Paru 1 1
j Obgyn 2 1
k PK 2 1
l Radiologi 2 1
m Anastesia 3 2
n Rehabilitasi medic 2 1

102
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
o PA 2 1

2 Tenaga Perawat : 1:1 TT 1:1 TT

3 Tenaga kesehatan lain :


a Kefarmasian 3 2
b Gizi 2 1
c Keteknisian medik 2 1
d Kesehatan masyarakat 1 1
e Laboratorium 1 1
f Sterilisasi 1 -
g Rekam medic 1 1

B.Rumah Sakit Khusus Stroke


No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
1 Tenaga medis
Esensial :
a Dr spesialis saraf konsultan stroke 2 1
b Dokter spesialis syaraf 2 1

Optional :
a Penyakit dalam 1 1
b Jantung 1 1
c Bedah syaraf 1 1
d Radiologi 1 1
e Anastesi 1 1
f Patologi klinik 1 -
g Rehabilitasi medik 1 1
h Kedokteran olah raga 1 -

103
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
i umum 1 -

2 Tenaga Keperawatan 1:1 TT 1:1 TT


a Perawat mahir stroke 4 2
b Perawat lain 8 6

3 Tenaga kesehatan Non Keperawatan


a Dietisien 1 1
b Terapi fisik 2 1
c Terapi okupasi 1 1
d Terapi wicara 1 1
e Pekerja social 1 1
f Kefarmasian 1 -
g Laboratorium (analis) 1 -
h Keteknisian medis 1 -
i Kesehatan masyarakat 1 -
j Kesehatan lainnya 1 -

A. Rumah Sakit Khusus Kanker


No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
1 Tenaga medis
a Penyakit dalam 5 3
b Anak 2 1
c Ginekologi 2 1
d Bedah onkologi 2 1
e Bedah urologi 1 1
f Mata 1 1
g THT 1 1
h Kulit kelamin 1 1

104
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
i Neurologi /saraf 1 1
j Anastesi 2 1
k Radiologi 2 1
l Patologi anatomi 2 1
m Patologi klinik 2 1
n Gizi medic 1 1
o Rehabilitasi medic 1 1
p Umum 3 2
q gigi 1 1

2 Tenaga keperawatan 1:1 TT 1:1 TT

3 Tenaga kesehatan non medic


a Kefarmasian + +
b Gizi + +
c Keteknisian medis + +
d Kesehatan masyarakat + +
e Laboratorium + +
f Kesehatan lainnya + +

105
4.3 Fasilitas (Sarana dan Prasarana)
Strategi peralatan medis Rumah Sakit Khusus Terpadu mengacu kepada

standar minimal peralatan menurut PMK. No.56 tahun 2014. Maka dibutuhkan

jenis peralatan medis yang yang terdiri dari :

A. Rumah Sakit Khusus Jantung

No Sarana dan Prasarana Kelas A Kelas B


1 Rawat jalan
-kardio, EKG + -
-bedah jantung + +
-gagal jantung, transplantasi dan hipertensi + +
pulomonal
-Arittmia dan Program alat pacu jantung + +
-Vaskular + +
-Klinik koroner + +
-Klinik kordiometabolik + +
2 Rawat Inap >100 TT 50-100 TT
3 Rawat Darurat + +
4 Ruang Operasi + +
5 Rawat Intensif ICU + +
6 Rawat ICCU + +
7 Radiologi + +
8 CT Scan + -
9 Laboratorium + +
10 Farmasi + +
11 Gizi + +
12 Elektromedik Diagnostik + +
13 Rekam Medik + +
14 IPSRS + +

106
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
15 Sterilisasi + +
16 Laundry + +
17 Pemulasaran Jenazah + +
18 Administrasi + +
19 Diklat + +
20 Dinas dan Asrama + +
21 Ambulance + +

No Nama Peralatan Kelas A Kelas B


1 Rawat Jalan :
-EKG 5 2
-Defibrator 5 2
-Kardioversi 3 1
-Alat resusitasi jantung + +
-Alat resusitasi lengkap + +
-tabung oksigen + +
-Brankard + +
-Noninvasif hemodinamik + +
-Succton Pump + +
2 Rawat Inap + +
3 Rawat Darurat + +
4 Ruang operasi + +
5 Raat intensif ICU + +
6 Rawat ICCU + +
7 Radiologi + +
8 CT Scan + -
9 Laboratorium + +
10 Farmasi + +

107
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
11 Gizi + +
12 Elektromedik Diagnostik + +
13 Rekam medic + +
14 IPSRS + +
15 Sterilisasi + +
16 Laundry + +
17 Pemulasaran jenazah + +

B. Rumah Sakit Khusus Stroke


No Bangunan/Ruang Kelas A Kelas B
1 Ruang rawat jalan + +
2 Ruang rawat inap >100 TT 50-100 TT
3 Ruang rawat darurat + +
4 Ruang tindakan operatif + +
5 Ruang rawat intensif + -
6 Ruang radiologi + +
7 Ruang laboratorium klinik + -
8 Ruang farmasi + -
9 Ruang gizi + +
10 Ruang rehabilitasi medic + +
11 Ruang gymnasium + +
12 Bangunan/ruang pemeliharaan S/P RS + -
13 Bangunan/ruang pemeliharaan limbah RS + -
14 Bangunan/ruang pemeliharaan sterilisasi + -
15 Bangunan/ruang laundry + -
16 Bangunan/ruang pemulasaran jenazah + +
17 Bangunan/ruang administrasi RS + -
18 Bangunan/ruang rumah dinas dan asrama + -
19 Bangunan/ruang gudaang + -

108
No Nama Peralatan Kelas A Kelas B
1 Instalasi rawat jalan + +
2 Instalasi rawat inap + +
3 Instalasi gawat darurat + +
4 Instalasi tindakan operasi + +
5 Instalasi rawat intensif + +
6 Instalasi radiologi + +
7 Instalasi laboratorium + +
8 Instalasi pemulasaran jenazah + +
9 Instalasi gizi + +
10 Instalasi farmasi + +
11 Instalasi rehabilitai medic + +
12 Instalasi anestesi + -

C. Rumah Sakit Khusus Kanker


No Bangunan/ruangan Kelas A Kelas B
1 Bangunan/ruang rawat jalan + +
2 Bangunan/ruang rawat inap >100 TT 50-100 TT
3 Bangunan/ruang rawat darurat + +
4 Bangunan/ruang tindakan operatif + +
5 Bangunan/ruang rawat insentif + +
6 Bangunan/ruang radiologi + +
7 Bangunan/ruang lab patologi klinik + +
8 Bangunan/ruang lab patologi anatomi + +
9 Bangunan/ruang farmasi + +
10 Bangunan/ruang gizi + +
11 Bangunan/ruang elektromedik diagnostic + +
12 Bangunan/ruang optic + +
13 Bangunan/ruang rekam medik + +

109
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
14 Bangunan/ruang rekam pemeliharaan S/P + +
RS
15 Bangunan/ruang pemeliharaan L RS + +
16 Bangunan/ruang sterilisasi + +
17 Bangunan/ruang laundry + +
18 Bangunan/ruang pemulasaraan jenazah + +
19 Bangunan/ruang administrasi RS + +
20 Bangunan/ruang pendidikan dan pelatihan + +
21 Bangunan/ruang rumah dinas dan asrama + +
22 Bangunan/ruang gudang + +

No Nama Peralatan Kelas A Kelas B


A Spesialis utama kanker :
1 Penyakit dalam + +
2 Anak + +
3 Ginekologi + +
4 Bedah + +
Subspesialis utama kanker
1 Anak + -
2 Ginekologi + -
3 Kulit + +
4 Mata + -
5 Payudara + +
6 THT + -
7 Urologi + -
8 Kepala leher + +
9 Paru dan toraks + -
10 Muskuloskeletal + +
11 Darah dan system limfoid + +

110
No Jenis Ketenagaan Kelas A Kelas B
12 Susunan saraf pusat dan tepi + -
2 Instalasi rawat inap + +
3 Instalasi rawat darurat + +
4 Instalasi tinakan operasi + +
5 Instalasi rawat inap + +
6 Instalasi radiologi + +
7 Instalasi laboratorium + +
8 Instalasi Pemulasaran jenazah + +
9 Instalasi Gizi + +
10 Instalasi Farmasi + +
11 Instalasi Elektromedik diagnostic + +
12 Instalasi anestesi + +

111
4.4 Administrasi dan Manajemen
Tatakelola penyelenggaraan rumah sakit khusus terpadu,

membutuhkan suatu tatanan administrasi dan manajemen handal. Untuk itu,

ketersediaan dokumen maupun kebijakan berikut adalah keharusan, yakni :

No Administrasi dan Manajemen Kelas A Kelas B


1 Status badan hukum + +
2 Struktur organisasi + +
3 Tatalaksana/tata kerja/uraian tugas + +
4 Peraturan internal rumah sakit + +
5 Komite medik + +
6 Komite etik dan hukum + +
7 Satuan pemeriksaan internal + +
8 Surat izin praktik dokter + +
9 Perjanjian kerjasama rumah sakit dan + +
dokter
10 Akreditasi rumah sakit + +

Disamping 10 (sepuluh) prioritas kebutuhan administrasi dan

manajemen tersebut di atas, beberapa komponen lainnya yang harus dipersiapkan

pada tahap awal pendirian Rumah Sakit Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular,

meliputi:

 Dokumen rencana strategis (renstra) rumah sakit

 Uraian tugas pokok dan fungsi jabatan

 Dokumen master plan rumah sakit

 Dokumen business plan rumah sakit

112
 Dokumen disaster plan rumah sakit (antisipasi kebutuhan kawasan

industri)

 Sistem informasi rumah sakit

 Pengelolaan rekam medis, dan

 Standar prosedur operasional pelayanan rumah sakit.

113
BAB V
PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis prastudi kelayakan pembangunan Rumah Sakit


Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular di Provinsi DKI Jakarta, terdapat 3
(tiga) kajian utama yang menjadi pertimbangan utama yakni Sistem Rujukan,
Kapasitas Pelayanan (Jumlah Tempat Tidur) dan Data Katastropik Penyakit
Tidak Menular di DKI Jakarta. Sistem rujukan mengacu pada stratifikasi
pelayanan kesehatan era jaminan kesehatan nasional. Jumlah Tempat Tidur
mengacu kepada ketersediaan kapasitas rumah sakit strategis rujukan PTM di
wilayah DKI Jakarta. Data Katastropik mengacu dari data BPJS wilayah kerja
DKI Jakarta. Mengacu kepada kajian utama tersebut, berikut adalah kesimpulan
dan rekomendasi dalam prastudi kelayakan ini:

5.1 Kesimpulan
1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Fasiltas Kesehatan Tingkat
Lanjut (FKTL) yang berkategori rumah sakit khusus untuk rujukan penyakit-
penyakit tidak menular, disisi lain kasus Rujuk Balik dan Katastropik untuk
PTM seperti penyakit Jantung, Kanker dan Stroke cukup tinggi. Adapun RS
khusus yang sudah berada di wilayah DKI Jakarta seperti RS Jantung
Harapan Kita, RS Kanker Dharmais dan RS Pusat Otak Nasional merupakan
rumah sakit khusus yang dimiliki Kementerian Kesehatan (RS Umum Pusat)
sebagai sentra rujukan nasional, dan tidak optimal lagi menampung seluruh
rujukan yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.
2. Jenis rumah sakit yang sesuai untuk dibangun di Jl. Kyai. Tapa No.1 Tomang
Jakarta Barat adalah RS Khusus Terpadu Penyakit Tidak Menular dengan
unggulan layanan Cardiology, Oncology, dan Brain Neuro Centre.
Keunggulan layanan dengan dukungan teknologi, sistem informasi, sumber
daya manusia serta kualitas sarana dan prasarana diharapkan mampu
bersaing secara internasional dan menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.

114
3. Kelas rumah sakit yang akan dibangun adalah rumah sakit khusus kelas A
dengan kebertahapan pembangunan dimulai dari kelas B dengan masing-
masing jumlah tempat tidur 300 TT untuk kardiologi, 225 TT untuk onkologi
dan 275 TT untuk brain neuro centre dan 270 TT Palliative care sehingga
total 1.070 TT.
4. Mempertimbangkan fasilitas pelayanan kesehatan khusus sebagai FKTL dan
rujukan tertinggi di DKI Jakarta, maka RSKT PTM yang akan dibangun
membutuhkan investasi dan skema bisnis yang terencana dan dinamis.
Untuk itu, skema pembiayaan dapat mengikuti pola pembiayaan atas
mekanisme APBD (Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah) dan atau
KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha).

5.2 Rekomendasi
1. Mempertimbangkan kemudahan investasi dan pengembangan infrastruktur
layanan kesehatan, direkomendasikan untuk mengikuti pola pembiayaan atas
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan Peraturan Presiden
RI no. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur.
2. Untuk pengembangan layanan pendukung dibutuhkan fasilitas dormithory
sejumlah 300 unit atau sekitar 30% dari Jumlah Tempat Tidur rumah sakit.
3. Luasan area terbuka hijau mengacu kepada jumlah tempat tidur yang
tersedia yaitu minimal 1:1
4. Disegerakan untuk dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan studi
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pembangunan RSKT PTM.
Hasil studi kelayakan nantinya diharapkan mampu membuat nilai prediktif
modal dan investasi, tingkat pendapatan layanan, profitability index, index
recovery rate (IRR), nett present value (NPV), dan break event point (BEP).
Studi kelayakan juga dapat menjadi acuan dalam penyusunan master plan
(MP) dan detail engineering design (DED) berdasarkan kebutuhan produk
layanan, alur layanan, jenis layanan, dan fisik bangunan (zoning). Sementara
itu, hasil studi AMDAL nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran

115
tentang upaya pengelolaan limbah, upaya kesehatan lingkungan dan dampak
pelayanan baik secara fisik sosial, dan psikososial.
5. Disegerakan untuk dilakukan Disaster Plan (perencanaan penanganan
bencana) terutama dikaitkan dengan Perda zonasi yang memang Jl. Kyai
Tapa merupakan jalur evakuasi bencana. Disamping itu disaster plan penting
untuk mengantisipasi bencana seperti bencana alam (banjir dan gempa,) dan
juga huru hara sosial.
6. Direkomendasikan agar di area tersebut (Jl. Kyai Tapa no.1) juga dibangun
pusat kegiatan terintegrasi untuk kegiatan bisnis maupun kegiatan budaya
yang saling mendunkung dengan fasilitas pelayanan RSKT PTM di DKI
Jakarta.

116

Anda mungkin juga menyukai