Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS DIRUANG BOUGENVILLE 2


RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun oleh :
MUHAMMAD IRFAN ISKHAK
(P1337420117084)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


D III KEPERAWATAN SEMARANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
A. DEFINISI
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi
encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu
keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa
disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung
atau usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan
normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat
dalam beberapa jam atau beberapa hari
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat,
dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air
besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu
diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan
sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah
padat) dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung
kurang dari 7 hari, terjadi secara mendadak. (Soebagyo, 2008).

B. ETIOLOGI

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:


1. Faktor infeksi

a) Infeksi enteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur
(canida albicous).

b) Infeksi parenteral

Ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA)
tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.

2. Faktor malaborsi

Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.

3. Faktor makanan

4. Faktor psikologis

Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:

1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi,


Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio
cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens,
Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp,
Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A.
duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T.
saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
C. PATOFISIOLOGIS

Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang
berasal dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung,
empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebut diresorbsi di usus halus dan
sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar
akan diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus yang mengikat akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus
meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan
gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan
elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi
adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktor daya tahan tubuh atau lingkungan
intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup
flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi
terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu
diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit.
Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih
tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila
lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi.
Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium
pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang
dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk
koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,
akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

D. PATHWAYS

Faktor Malabsorbsi
Faktor infeksi Faktor makanan Faktor Psikologi
Karbohidrat, Lemak,
Protein

Toksin tidak Kecemasan


Masuk dan
dapat diserap
berkembang
dalam usus
Meningkatkan
tekanan osmotik

Hiperperistaltik
Hipersekresi air dan Pergeseran air dan menurun nya
elektrolit elektrolit ke kesempatan usus
menyebabkan isi rongga usus menyerap makanan
rongga perut naik
rongga

D IAR E

Distensi abdomen
Frekuensi BAB
meningkat
Mual, muntah
Integritas
kulit perianal
Kehilangan cairan & Nafsu makan
elektrolit berlebihan menurun
Asidosis
Metablolik
Gangguan BB menurun
keseimbangan
cairan & elektrolit
Sesak
Gangguan Tumbuh
kembang
Resiko shock
hipovolemik Gangguan Oksigensi
E. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air
yang isotonik.
Karena kehilangan asam bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis
tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu


makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai
wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam. (Kusmaul).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

G. KOMPLIKASI

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).


2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.

H. DERAJAT DEHIDRASI

Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:

a. Kehilangan berat badan

1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.

2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.

3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%


b. Skor Mavrice King

Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan


0 1 2
Yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40

Keterangan

a) Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan

b) Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang

c) Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat

c. Gejala klinis

Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

I. PENATALAKSANAAN

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.


a. Jenis cairan
Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan RL, bila tak tersedia
dapat diberikan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml.

b. Jumlah cairan
Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.
Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :

Metoda Pierce :

Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan ( X kg BB)


Ringan 5%
Sedang 8%
Berat 10 %

c. Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Dapat dipilih oral atau IV.

d. Jadwal pemberian cairan


Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama.
Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan
kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.
e. Terapi simtomatik
Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang
rasional.
a) Sifat antimotilitas dan sekresi usus.
b) Sifat antiemetik.

f. Vitamin meneral, tergantung kebutuhannya.


a) Vitamin B12, asam folat, vit. K, vit. A.
b) Preparat besi , zinc, dll.

g. Terapi definitif
Pemberian edukatif sebagailangkah pencegahan. Hiegene perseorangan, sanitasi
lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.

8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
a. Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
b. Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
c. Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
d. Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
1. Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

2. Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.


Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian,
BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

3. Gerakan kasar dan halus, bicara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive
respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
a. Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
b. Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
c. AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
d. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan sekunder terhadap diare.
2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
3. Gangguan oksigenasi berhubungan dengan peningkatan asam dalam tubuh.
4. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :

a. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
40 x/mnt )
b. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
c. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.

Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
2) Pantau intake dan output
3) Timbang berat badan setiap hari
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
5) Kolaborasi :
a. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
b. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur.
c. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

2. Diagnosa 2 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan


dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di


rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
a.Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
b. Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan
baik dan benar

Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

3. Diagnosa 3 : Gangguan oksigenasi berhubungan dengan peningkatan


asam dalam tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien


tidak mengalami sesak nafas
Kriteria hasil :
a. Tidak menggunakan bantuan oksigen
b. Bernafas secara spontan

Intervensi :
a. Memberikan oksigen
b. Mengajarkan nafas dalam
c. Kolaborasi obat oral atau inhaler

4. Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan pasien mampu beradaptasi.
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan
tidak rewel.

Intervensi :

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan


2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta


Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC

Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.

Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC,
Jakarta

Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F. Jakarta,
EGC

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai