Anda di halaman 1dari 40

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuh Kembang Anak

1. Pengertian

Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi

sampai dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Ini

berarti bahwa tumbuh kembang sudah terjadi sejak di dalam kandungan

dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh

kembang anak dapat dengan mudah diamati. Sejak lahir hingga usia

kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan

keadaan fisik dan kesehatannya. Perkembangan kemampuan, terutama

motorik, sangat pesat. Perbedaannya sangat terlihat walau hanya dalam

dua atau tiga bulan saja.

2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan

perkembangan, antara lain:

a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:

1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8

minggu.

2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini

terdiri dari dua periode:

7
8

a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester

kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan

pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna dan alat

tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.

b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan

berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi.

Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari

darah ibu melalui plasenta.

b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima

periode, antara lain:

1) Masa neonatal (0-28 hari)

Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh

lainnya.

2) Masa bayi, dibagi menjadi dua:

a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat dan

proses pematangan berlangsung secara kontiyu terutama

meningkatnya fungsi sistem saraf.

b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai

menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik

dan fungsi ekskresi.


9

3) Masa prasekolah (2-6 tahun)

Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi

perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.

4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki:

8-12 tahun).

Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,

keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain

berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.

5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki:

12-20 tahun).

Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi

dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode

anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan

berat badan dan tinggi badan yang sangat pesat yang disebut

Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan

dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-

tanda kelamin sekunder.


10

3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

a. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain:

1) Perubahan ukuran

Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik

yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan

berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-lain.

2) Perubahan proporsi

Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga

memperlihatkan perubahan proporsi. Tubuh anak memperlihatkan

perbedaan proporsi bila dibandingkan dengan tubuh orang

dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat terdapat kurang lebih

setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik pusat

tubuh terdapat kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan

proporsi tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa.

3) Hilangnya ciri-ciri lama

Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi

perlahan-lahan, seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya

gigi susu dan menghilangnya refleks primitif.

4) Timbulnya ciri-ciri baru

Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-

fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan

adalah munculnya gigi tetap dan munculnya tanda-tanda seks


11

sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis dan aksila, tumbuhnya

buah dada pada wanita dan lain-lain.

b. Ciri-ciri perkembangan, antara lain:

1) Perkembangan melibatkan perubahan

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem

reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ

kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran

tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-

ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan

suatu organ tubuh tertentu.

2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya

Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seorang

anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu

perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan

menentukan perkembangan selanjutnya.

3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua

hukum yang tetap, yaitu:

a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,

kemudian menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola

sefalokaudal.
12

b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal

(gerakan kasar) lalu berkembang di daerah distal seperti jari-

jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola

ini disebut proksimodistal.

4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur

dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran

sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum

berjalan, dan lain-lain.

5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-

beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja,

sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang pesat

pada masa lainnya.

6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan

pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar,

asosiasi dan lain-lain.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

Menurut Soetjiningsih (1995) dan Suryanah (1996) faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain:


13

a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir

proses tumbuh kembang anak. Anak dapat mewarisi sifat tertentu.

b. Faktor lingkungan

Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya

potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan.

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2:

1) Faktor pranatal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di

dalam kandungan. Misalnya: gizi ibu pada waktu hamil,

toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, dan stres.

2) Faktor post-natal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi:

a) Lingkungan biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, Jenis

kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap

penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.

b) Faktor fisik, antara lain: cuaca/musim, sanitasi, keadaan

rumah dan radiasi.

c) Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar,

kelompok sebaya, kasih sayang dan kualitas interaksi anak-

orang tua.
14

d) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaaan,

pendidikan, jumlah saudara, adat istiadat, norma dan agama.

B. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

Pada usia tiga sampai lima tahun (prasekolah) perkembangan lebih pada

pencapaian kemandirian dan sosialisasi. Tahap–tahap ini sangat penting untuk

kehidupan selanjutnya, pada usia ini anak mulai mampu menerima

ketrampilan dan pelajaran sebagai dasar pembentukan proses berfikir dan

pembentukan pengetahuan. Pada usia ini perkembangan motorik, bahasa,

kreativitas, sosial, moral, dan emosionalnya mulai terbentuk dan cenderung

menetap sampai usia dewasa.

Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai lima

tahun (Whaley’s & Wong, 2000). Anak prasekolah adalah pribadi yang

mempunyai potensi berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang

dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal.

Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

mengakibatkan timbulnya masalah. Usia prasekolah diantara usia 3 (tiga)

sampai 5 (lima) tahun bertujuan membantu meletakkan dasar ke arah

perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang

diperlukan untuk anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan

untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

Snowman dalam Patmonodewo (1995) menemukan ciri-ciri anak

prasekolah atau TK, diantaranya:


15

1. Ciri-ciri fisik

Anak prasekolah mempergunakan ketrampilan gerak dasar (berlari,

berjalan, memanjat, melompat, dan sebagainya) sebagai bagian dari

permainan mereka. Mereka masih sangat aktif, tetapi lebih bertujuan dan

tidak terlalu mementingkan untuk bisa beraktivitas sendiri.

2. Ciri sosial

Pada umumnya anak dalam tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya

cenderung kecil dan tidak terlalu teroganisir secara baik, tetapi mereka

mampu berkomunikasi lebih baik dengan anak lain. Anak lebih menikmati

permainan situasi kehidupan nyata, dan dapat bermain bersama dengan

saling memberi serta menerima arahan. Perasaan empati dan simpati

terhadap teman juga berkembang, mampu berbagi dan bergiliran dengan

inisiatif mereka sendiri, anak menjadi lebih sosialis.

3. Ciri emosional

Anak terdorong mengekspresikan emosinya dengan bebas dan

terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan dan iri hati pada anak

prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian

guru dan berebutan makanan atau mainannya.

4. Ciri kognitif

Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian besar

dari mereka senang berbicara dan sebagian lagi menjadi pendengar yang

baik. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat,


16

kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Anak mampu menangani

secara lebih efektif dengan ide-idenya melalui bahasa, dan mulai mampu

mendeskripsikan konsep-konsep yang lebih abstrak. Mereka

menyesuaikan dan mengubah konsep secara konstan. Contoh, konsep

mereka mengenai waktu menjadi semakin luas. Mereka bisa memahami

hari, minggu, bahkan bulan (Seri Ayahbunda, 2001).

Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi

berarti bukan atau belum merupakan pendidikan sekolah itu sendiri.

Berdasarkan ulasan para ahli tentang perkembangan anak yang sangat pesat

pada usia sebelum memasuki sekolah dasar dan pernyataan tentang pentingnya

lingkungan bagi perkembangan otak anak, maka kita harus mulai memikirkan

secara serius untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dengan

memberikan pelayanan pendidikan sebaik-baiknya bagi anak sebelum masuk

sekolah dasar.

Taman kanak-kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah

yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai

memasuki pendidikan dasar, hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah

nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah. Menurut Patmonodewo

(1995) Program prasekolah di Indonesia dibedakan menjadi beberapa

kelompok, diantaranya program tempat penitipan anak (3 tahun-5 tahun),

kelompok bermain (usia 3 tahun) dan pada usia 4 sampai 6 tahun biasanya

mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Bimbingan di Taman Kanak-

Kanak bukanlah memecahkan melainkan mendorong murid-murid agar dapat


17

melindungi dirinya sendiri dari masalah-masalah anak, menghadapi dan

memecahkan masalahnya sendiri atas bantuan guru (Kartono, 1985).

C. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah (TK)

1. Pengertian kemampuan sosialisasi anak prasekolah

Sosialisasi menurut Suean Robinson Ambron (Yusuf , 2004) adalah

proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian

sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung

jawab dan efektif. Sosialisasi adalah ”proses yang digunakan anak untuk

mempelajari standar, nilai, perilaku yang diharapkan untuk kultur atau

masyarakat mereka” (Mussen, dkk, 1994). Menurut Chaplin (2002)

”kemampuan merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan

hasil atau praktek”. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia

”kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau kekuatan”.

Usia anak prasekolah berlangsung antara usia 4 (empat) sampai 6

(enam) tahun, pada masa ini perkembangan sosial anak sudah tampak jelas

karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya.

Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh keluarga, teman bermain dan

sekolah. Lingkungan pertama dan utama dikenal sejak lahir yaitu keluarga.

Ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan sosial

yang secara langsung berhubungan dengan individu. Pengaruh sosialisasi

yang berasal dari keluarga besar perannya bagi perkembangan dan

pembentukan kepribadian individu. Kebiasaan yang ditanamkan keluarga


18

baik itu positif maupun negatif secara tidak langsung akan terbentuk

didalam kepribadian anak.

Kemampuan sosialisasi menjadi suatu aspek penting dalam

perkembangan anak. Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat

terbantu apabila anak dimasukkan ke Taman Kanak-Kanak, karena Taman

Kanak-Kanak (Prasekolah) sebagai ”jembatan bergaul” merupakan tempat

yang memberikan peluang kepada anak untuk memperluas pergaulan

sosialnya, dan mentaati peraturan (Yusuf, 2004). Masa Taman Kanak-

Kanak juga merupakan masa peralihan dari lingkungan keluarga kedalam

lingkungan sekolah. Dalam lingkungan sekolah, anak tidak hanya

memasuki dunia sosialisasi yang lebih luas melainkan anak juga akan

menemukan suasana kehidupan yang berbeda, teman, guru atau aturan-

aturan yang berbeda dengan lingkungan keluarga (Chaplin, 2002).

Berdasar dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

sosialisasi adalah proses dimana anak-anak belajar mengenai standar, nilai

dan sikap yang diharapkan kebudayaan atau lingkungan masyarakat

mereka. Sosialisasi merupakan perkembangan individu dalam

pembentukan kepribadian atau proses penyesuaian diri di dalam

lingkungan keluarga, seperti pengenalan nilai-nilai atau norma, kebiasaan

dan mempelajari keperluan-keperluan sosial kultural sehingga dapat

berperan dalam masyarakat dan teman sebayanya.


19

Jadi, kemampuan sosialisasi anak prasekolah dapat diartikan sebagai

proses kesanggupan anak yang berusia 3 (Tiga) sampai 5 (lima) tahun

yang terkait dengan kegiatan-kegiatan untuk mempelajari standar, nilai,

perilaku serta tertib sosial yang diharapkan masyarakat dan lingkungan

mereka dan menyelaraskan pola interaksi di dalam bermasyarakat untuk

memperoleh kepribadian dan membangun potensi-potensi yang ada pada

individu.

2. Ciri-ciri perkembangan sosial

Masa peka dalam perkembangan sosial anak usia prasekolah dapat

dicirikan melalui berbagai kegiatan yang ditunjukkan oleh seorang anak

kepada anak lainnya, sebagai berikut: (Bambang, 2005) adanya minat

untuk melihat anak yang lain dan berusaha mengadakan kontak sosial

dengan mereka, mulai bermain dengan mereka, mencoba untuk bergabung

dan bekerjasama dengan orang lain, dan lebih menyukai bekerja dengan 2

atau 3 anak yang dipilihnya sendiri. Secara lebih spesifik akan diberikan

contoh tentang ciri umum perkembangan sosial anak prasekolah: mulai

bermain dan berkomunikasi dengan anak-anak lain, berani dan mempunyai

rasa ingin tahu yang besar, dan menunjukkan perhatian untuk mengetahui

lebih jauh tentang perbedaan jenis kelamin.

3. Proses sosialisasi

Hurlock (1997) mengemukakan bahwa proses sosialisasi diperoleh

dari kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.

Sosialisasi ini memerlukan beberapa proses, yaitu:


20

a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial

Kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotannya untuk

dapat diterima, dan harus menyesuaikan perilaku dengan patokan

yang dapat diterima pula.

b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima

Kelompok mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan oleh

para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada

peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi

guru dan murid

c. Perkembangan sikap sosial

Bermasyarakat atau bergaul dengan baik anak-anak harus

menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka berhasil dalam

penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok,

maka mereka dapat menggabungkan diri.

Proses sosial pada hakekatnya adalah proses belajar sosial dimana

proses untuk mempelajari bermacam-macam peranan sosial. Proses sosial

merupakan fungsi atau tingkah laku yang diharapkan seseorang oleh

kelompoknya. Berkembangnya peranan sosial itu sejalan dengan

bertambahnya usia. Berfungsinya peranan sosial merupakan ungkapan

kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian sosial berarti orang

yang dapat memainkan peranan-peranan sosialnya dengan baik dan

berhasil.
21

4. Tahap-tahap anak bersosialisasi

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar

bersosialisasi. ”Melalui keluargalah anak belajar merespon terhadap

masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan masyarakatnya yang lebih

luas nantinya. Melalui proses bersosialisasi didalam keluarga, seorang

anak secara bertahap belajar mengembangkan kemampuan nalar serta

imajinasinya” (Satiadarma, 2001). Melalui pemahaman nilai-nilai

kehidupan yang ditanamkan oleh anggota keluarga, kemampuan persepsi

seorang anak akan diarahkan secara khusus ke dalam bidang-bidang

tertentu. Perhatian terhadap hal-hal di sekelilingnya banyak dipengaruhi

oleh nilai-nilai yang mereka anut, keluargalah yang menanamkan nilai-

nilai tersebut.

Setelah anak belajar bersosialisasi di dalam keluarga, kemudian anak

belajar sosialisasi di luar rumah yang diperoleh dari teman sebaya,

sekolah, guru dan lingkungan luar yang lebih luas (Mussen, dkk, 1994).

Tahap-tahap anak bersosialisasi berawal dari lingkungan di dalam

keluarga dan selanjutnya anak akan belajar bersosialisasi di luar

lingkungan keluarga.

5. Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi

Hurlock (1997) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang

mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak adalah:


22

a. Kerjasama

Anak mampu untuk bermain atau bekerja secara bersama-sama

dengan anak lain. Semakin sering melakukan sesuatu secara bersama-

sama, maka akan semakin cepat untuk belajar bekerjasama dengan

orang lain.

b. Persaingan

Adanya persaingan merupakan dorongan anak untuk berusaha

sebaik-baiknya memperoleh sosialisasi yang diinginkan mereka.

Kadang dari sosialisasi ini mengakibatkan hal buruk, seperti

pertengkaran dan kesombongan.

c. Kemurahan hati

Anak bersedia untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, tidak

mementingkan dirinya sendiri mulai berkurang maka ia merasa

diterima secara sosial oleh lingkungannya dengan kemurahan hati.

d. Hasrat akan penerimaan sosial

Penyesuaian diri anak terhadap tuntutan sosial akan semakin kuat,

sehingga hasrat untuk diterima oleh orang dewasa akan muncul lebih

awal dibandingkan dengan hasrat untuk diterima oleh orang teman

sebaya.

e. Simpati

Anak berusaha menghibur dan menolong seseorang yang sedang

bersedih meskipun kadang susah dilakukan, karena anak dapat

berperilaku simpati apabila pernah mengalami situasi yang sama.


23

f. Empati

Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti anak

dapat memahami ekspresi wajah dan maksud pembicaraan orang lain.

Ketergantungan

Anak selalu bergantung pada orang lain dalam hal apapun, misalnya

bantuan, perhatian, dan kasih sayang.

g. Sikap ramah

Anak mampu memberikan kasih sayang kepada siapapun melalui

kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain dengan

memperlihatkan sikap ramahnya.

h. Sikap tidak mementingkan diri sendiri

Anak belajar untuk memikirkan dan berbuat untuk orang lain

dengan meninggalkan kepentingan dan milik mereka sendiri. Mereka

mau membagi apa yang menjadi miliknya.

i. Meniru

Meniru seseorang yang dianggap dapat memberikan contoh

terhadap kelompok sosialnya, sehingga anak akan mengembangkan

sifat yang sama terhadap apa yang mereka contoh.

j. Perilaku kelekatan

Perilaku kelekatan ini biasanya diperoleh sejak bayi terutama

kepada ibu dan pengganti ibu. Bertambahnya usia mereka dan

mengenal lingkungan yang lebih luas, maka anak mengalihkannya

dengan belajar melakukan persahabatan dengan teman atau orang lain.


24

Diungkapkan pula oleh Setiawan (2000) bahwa kehidupan sosial anak

antara lain:

1) Berteman

Anak-anak senang bermain dengan teman-teman yang lain

terutama dengan teman sebayanya, karena segala perkembangan

dan kesenangannya sama. Hidup berkelompok dapat meningkatkan

daya sosialnya.

2) Kerja sama

Sifat anak-anak sangat egois, suka bertengkar, jarang mereka bisa

bermain bersama. Tetapi setelah berusia tiga sampai empat tahun,

permainan bersama dan aktivitas kelompok makin ditingkatkan.

Melalui latihan, anak-anak dapat belajar bekerja sama dengan

teman yang lain dan suasana permainan makin hari semakin

harmonis.

3) Bertengkar

Ketika bertengkar, anak biasanya mengambil barang yang sedang

dipegang temannya, atau merusak barang pekerjaan temannya.

Berteriak dengan keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya

dalam waktu yang singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan

tidak menaruh dendam, bahkan sudah berdamai lagi. Pertengkaran

anak memiliki nilai sosial karena anak dapat belajar mengenai hal-

hal apa yang tidak dapat diterima oleh orang lain.


25

4) Bersaing

Anak usia empat tahun selalu ingin menang. Ia akan berusaha

memperlihatkan barang yang dimilikinya untuk menjadi bahan

persaingannya. Hal yang mendapat perhatian dari orang lain,

segera ditonjolkan. Apabila orang tua pilih kasih, maka sikap iri

hati dan keinginan bersaing tidak dapat dihindarkan.

5) Melawan

Sikap melawan terhadap disiplin yang ditetapkan orang tua atau

terhadap suatu tekanan, umumnya dinyatakan dalam perilaku:

membantah, memberontak, dan membungkam, pura-pura tidak

mendengar permintaan orang lain, atau pura-pura tidak mengerti.

Sampai usia enam tahun, gerakan untuk melawan berkurang, tetapi

lebih banyak membantah.

6) Jenis kelamin

Sebelum usia empat tahun, baik anak laki-laki maupun anak

perempuan, dapat bermain sangat harmonis dan berteman baik

dengan jenis kelamin yang sama atau yang lain. Tetapi mulai usia

empat sampai lima tahun, anak-anak dapat membedakan jenis

kelamin mereka sehingga lambat laun mereka hanya senang

bermain dengan teman sejenis, bahkan menghina lawan jenisnya;

anak laki-laki kalau bermain dengan anak perempuan merasa

masih kekanak-kanakan atau masih menyusu sehingga tekanan ini

begitu kuat, banyak anak laki-laki berusaha ingin menjadi laki-laki


26

jantan dengan menyerang anak perempuan. Jadi aspek-aspek yang

dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak dapat berupa

perilaku sosial, diantaranya kerja sama antara kelompok,

persaingan dengan teman, kemurahan hati, hasrat penerimaan

sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap marah, sikap tidak

mementingkan diri sendiri, meniru dan perilaku kelekatan.

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sosialisasi

Menurut Hurlock (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi

sosialisasi, terutama anak yaitu adanya sikap anak-anak terhadap orang

lain dan pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan yang

merupakan masa pembentukan kepribadian. Tetapi kelompok sosial juga

berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, karena setidaknya

kelompok merupakan tujuan identifikasi diri. Namun pada akhirnya,

kemampuan anak untuk belajar bersosialisasi ini, bergantung pada empat

faktor:

a. Kesempatan yang penuh untuk belajar bermasyarakat

b. Dalam keadaan bersama-sama anak tidak hanya mampu

berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang

lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat

dipahami dan menarik bagi orang lain.

c. Anak akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka mempunyai

motivasi untuk melakukannya.

d. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting.


27

Adapun faktor-faktor yang dapat menghambat perkembangan

sosial pada anak antara lain: (Bambang, 2005).

a. Kurang kesempatan bersosialisasi

Penyebab:

1) Orang tua dan anggota keluarga tidak memiliki cukup waktu

untuk memberi stimulasi atau rangsangan untuk menjadi

bagian dari anggota kelompok keluarga dan teman sebaya.

2) Sikap orang tua yang terlalu protektif dan selalu melarang anak

untuk bergabung dengan teman seusianya karena kekhawatiran

mereka yang berlebihan, seperti khawatir anak menjadi kotor

dan dekil.

b. Motivasi diri rendah

Penyebab:

1) Anak adalah korban prasangka (selalu menjadi sasaran, ejekan,

gertakan, ancaman dan lain-lain), sehingga mereka

menganggap bahwa lingkugan sosial memusuhi dan tidak

menyukai mereka, sehingga merasa rendah diri.

2) Anak menarik diri dari lingkungan karena merasa tidak

mendapatkan kepuasan dan pengalaman baru ketika bergabung

dengan aktivitas kelompok dibandingkan jika mereka bermain

sendiri.
28

c. Ketergantungan yang berlebihan

Penyebab:

1) Anak terus bergantung kepada orang lain baik kepada orang

dewasa atau teman seusia, hal ini akan membahayakan bagi

penyesuaian pribadi dan sosial.

d. Penyesuaian yang berlebihan

Menyesuaikan diri secara berlebihan dengan harapan bahwa hal ini

akan menjamin penerimaan mereka, justru akan mengakibatkan:

1) Teman seusia menganggap mereka lemah karena kurang

mandiri

2) Anak akan dianggap remeh oleh kelompok teman sebaya

karena tampak tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkan

bagi kelompok.

3) Anak tidak dapat memiliki pandangan yang baik tentang diri

mereka sendiri jika mereka mengetahui bahwa kelompok

mempunyai pandangan yang tidak baik tentang mereka.

e. Adaptasi diri rendah

Penyebab:

1) Anak tidak memiliki motivasi untuk menyesuaikan diri.

2) Anak kurang memiliki pengetahuan tentang harapan kelompok

atau cara memenuhi harapan itu.


29

f. Prasangka

Prasangka yang membahayakan anak yang berprasangka maupun

korban prasangka, akibat yang timbul:

1) Bagi anak yang berprasangka: menjadi kejam, tidak toleran,

kaku, ingin membalas dendam.

2) Bagi anak korban prasangka: sering menjadi sasaran ejekan,

gertakan, agresi fisik, ditolak, diabaikan, dan menarik diri dari

lingkungan.

Sedangkan menurut (Yusuf, 2004) perkembangan sosial anak sangat

di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga,

orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial

tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan

anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan

sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang

kondusif, seperti perlakuan orang tua kasar, sering memarahi, acuh tak

acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan

terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun

tatakrama / budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment,

seperti: (1) bersifat minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3)

bersifat egois, (4) senang mengisolasi diri / menyendiri, (5) kurang

memiliki perasaan tenggang rasa, dan (6) kurang mempedulikan norma

dalam berperilaku.
30

D. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian pola asuh

Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah

satunya adalah mengasuh anak. Dalam mengasuh anak menurut (Tarsis,

2001) menyatakan bahwa ” Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang

tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak

untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat”.

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang

tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak

adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi

masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada

pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa

suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut

mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,

mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu

mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.

Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara

orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya

disebut sebagai pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak

cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi

anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh.

Disuatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat
31

dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai

orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak

menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang

tuanya (Jas & Rachmadiana, 2004).

Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului

oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi :

a. Perilaku yang patut dicontoh.

Artinya setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat

mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya

akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya.

b. Kesadaran diri.

Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendorong mereka

agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai–nilai moral. Oleh sebab

itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan

observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun

non verbal tentang perilaku.

c. Komunikasi

Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak–anaknya,

terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk

memecahkan permasalahnya.
32

Menurut Baumrind (1997) terdapat 3 macam pola asuh orang tua :

1) Pola asuh otoriter

Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus

dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman–ancaman. Misalnya

kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua

cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak

mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua

tidak segan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak

mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah

dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk

mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang

penakut, pendiam, tertutup, kurang berkembangnya rasa sosial,

tidak timbul kreatif dan keberaniannya untuk mengambil

keputusan atau berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar

norma, berkepribadian lemah dan menarik diri. Anak yang hidup

dalam suasana keluarga yang otoriter akan menghambat

kepribadian dan kedewasaannya.

2) Pola asuh demokratis

Pola asuh yang mementingkan kepentingan anak, akan tetapi

tidak ragu–ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola

asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio

atau pemikiran pemikiran dan orang tua bersikap realitis terhadap


33

kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk

memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada

anak bersifat hangat.

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karekteristik anak yang

mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan

temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.

3) Pola asuh permisif

Orang tua memberikan pengawasan yang sangat longgar,

memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu

tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak

menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam

bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang

tua. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga sering

disukai anak.

Pola asuh permisif akan menghasilkan karekteristik anak yang

impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh

Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :

(Edwards, 2006).

a. Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi kesiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada


34

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap

dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif

dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan

berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan

waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga

dan kepercayaan anak Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson

menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh

lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-

perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah

laku, pikiran, dan sikap. Orang tua yang telah mempunyai

pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap

menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu

mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang

normal (Supartini, 2004).

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka

tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola–

pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara–cara yang dilakukan oleh

masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan–kebiasaan

masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola–pola

tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah


35

kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat

diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan

atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh

terhadap anaknya (Anwar, 2000).

E. Tingkat Pendidikan

1. Pengertian

Pengertian pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah

proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan. Mengutip pendapat Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan

berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti

(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak (Tim

Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1991). Definisi lain menurut

Langevelt, bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan,

dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang tertuju kepada kedewasaan

(jasmani dan rohani) atau pendewasaan anak (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat diambil pokok pikiran

bahwa pendidikan haruslah mempunyai tujuan apa yang harus dicapai oleh

individu untuk mengembangkan kemampuannya dan dapat

mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat. Dengan demikian

tujuan yang dicapai haruslah terencana dan disengaja.


36

2. Fungsi pendidikan

a. Untuk meningkatkan mutu kehidupan, baik sebagai individu maupun

sebagai kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Sedang fungsi pendidikan secara umumadalah terjadinya perubahan

dalam perkembangan kehidupan bermasyarakat.

c. Secara formal, berfungsi untuk tercapainya kesejahteraan hidup

melalui sistem yang teratur dan berencana berdasarkan suatu pedoman

yang baku yang dilaksanakan oleh lembaga formal.

3. Jenjang pendidikan formal

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang pendidikan

No 20 Tahun 2003, jenjang pendidikan terdiri atas:

a. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Contohnya: SD, MI, SMP dan MTs atau bentuk

lain yan sederajat.

b. Pendidikan menengah yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari

pendidikan menengah kejuruan. Contohnya: SMA, MA, SMK dan

MAK atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,

magister, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah

tinggi, institut atau universitas.


37

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan

a. Umur

Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah

umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan

formal maupun non formal yang diinginkan adalah terjadi perubahan

kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan

perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan,

sikap, atau ketrampilannya (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan

dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat.

Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan

memilih tingkat pendidikan dan sarana kesahatan yang bagus dan

bermutu

( Effendy, 1998 ; Notoatmodjo, 2003).

c. Lingkungan

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pedidikan

seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan

keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka

akan lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga pengetahuan yang

mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang

keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolahan

(Effendy, 1998 ; Notoatmodjo, 2003).


38

Tingkat pendidikan sangat menentukan perilaku seseorang dalam

kehidupan sehari-hari meskipun pendidikan bukanlah unsur utama dalam

membentuk watak dan kepribadian manusia. Namun manusia dengan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pandangan yang

lebih luas dari pada orang yang tingkat pendidikannya lebih rendah ( Dwi

Nugroho, 1988). Hal ini disebabkan cara mengatasi dan daya penalaran

terhadap suatu masalah berbeda. Oleh karena itu pendidikan orang tua

sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anaknya, karena

pendidikan tersebut akan berpengaruh di dalam pola pengasuhan anak.

F. Hubungan Pola Asuh, Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan

Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah.

Menurut pendapat Sudardja (1988) dan Sigelman & Shaffer (1995)

berpendapat bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat

universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau

suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih

besar (Yusuf, 2004). Keluarga merupakan organisasi sosial yang paling

penting dalam kelompok sosial. Keluarga sebagai tempat yang paling pertama

dan utama dalam mengembangkan, mengasuh atau membimbing anak demi

kelangsungan hidupnya. Hal itu karena di dalam keluargalah anak pertama-

tama mengenal dunia dan lingkungan atau masyarakat yang lebih luas.

Salah satu fungsi keluarga yaitu keluarga sebagai fungsi sosialisasi,

keluarga merupakan faktor penentu (determinan factor) yang sangat


39

mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi

sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-

peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.

Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan

kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama

dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat orang lain, mau

bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen

(etnis, budaya, dan agama).

Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang

diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah

bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat

yang baik. Pengasuhan terhadap anak merupakan suatu proses interaksi antara

orang tua dengan anak yang mencakup perawatan seperti dari mencukupi

kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun

mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh

masyarakat (Jas & Rachmadiana, 2004). Pola asuh orang tua yang penuh kasih

sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun

sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk

mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat

(Yusuf, 2004).

Pendidikan merupakan suatu kegiatan dinamis yang mempengaruhi

seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu. Tingkat pendidikan juga

sangat menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari meskipun


40

pendidikan bukan merupakan unsur utama dalam membentuk watak dan

kepribadian manusia. Manusia dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

akan mempunyai pandangan yang lebih luas dari pada orang yang tingkat

pendidikannya lebih rendah (Dwi Nugroho, 1988). Hal ini disebabkan cara

mengatasi dan daya penalaran terhadap suatu masalah berbeda. Oleh karena

itu pendidikan orang tua sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan

anaknya, karena pendidikan tersebut akan berpengaruh di dalam pola

pengasuhan anaknya.

Kemampuan bersosialisasi pada anak berawal dari keluarga serta

dipengaruhi oleh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua. Di dalam

keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan

membantu mengarahkan anak untuk bersosialisasi. Masa anak-anak

merupakan masa yang paling penting dalam proses perkembangan sosial,

maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-

anaknya dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi amatlah krusial.

Meskipun dunia sekolah juga turut berperan dalam memberikan kesempatan

kepada anak untuk bersosialisasi, keluarga tetap merupakan pilar utama dan

pertama dalam pembentukan anak untuk bersosialisasi.

Beberapa sikap orang tua yang berkaitan dengan kemampuan sosilisasi

seorang anak : (Hurlock,1997).

a. Melindungi secara berlebihan

Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan

pengendalian anak yang yang berlebihan. Hal ini menumbuhkan


41

ketergantungan pada semua orang, bukan pada orang tua saja, kurangnya

rasa percaya diri dan frustasi.

b. Permisivitas

Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat

sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Hal ini menciptakan suatu rumah

tangga yang ”berpusat pada anak”. Jika sikap permisif ini tidak terlalu

berlebihan, mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dan

berpenyesuaian sosial yang baik.

c. Memanjakan

Permisivitas berlebihan, memanjakan membuat anak egois, menuntut,

dan sering tiranik. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang

lain, perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang burukdi rumah

dan di luar rumah.

d. Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak

dan dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan bersikap bermusuhan

yang terbuka. Hal ini menumbuhkan rasa dendam, perasaan tak berdaya,

frustasi, perilaku gugup, dan sikap permusuhan terhadap orang lain,

terutama terhadap mereka yang dan kecil.

e. Penerimaan

Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang

pada anak orang tua yang menerima, memperhatikan kemampuan

perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak. Anak


42

yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah,

loyal, secara emosional stabil, dan gembira.

f. Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat

jujur, sopan, dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh, dan mudah

dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif. Pada anak yang

didominasi sering berkembang rasa rendah diri dan perasaan menjadi

korban.

g. Tunduk pada anak

Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi

mereka dan rumah mereka. Anak memerintah orang tua dan menunjukkan

sedikit tenggang rasa, penghargaan atau loyalitas pada mereka. Anak

belajar untuk menentang semua yang berwewenang dan mencoba

mendominasi orang di luar lingkungan rumah.

h. Favoritisme

Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai anak dengan sama

rata, kebanyakan orang tua maempunyai favorit. Hal ini membuat mereka

lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam

keluarga. Anak yang disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik

mereka pada orang tua tetapi agresif dan dominan dalam hubungan dengan

kakak adik mereka.


43

i. Ambisi orang tua

Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, sering

kali sangat tinggi sehingga anak tidak relistis. Ambisi ini sering

dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua

supaya anak mereka naik ditangga status sosial. Bila anak tidak bisa

memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak

bertanggung jawab dan berprestasi di bawah kemampuan. Tambahan pula

mereka memiliki perasaan tidak mampu yang sering di warnai perasaan di

jadikan orang yang dikorbankan yang timbul akibat kritik orang tua

terhadap rendahnya prestasi mereka.


44

G. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Perkembangan Anak Usia Prasekolah


• Perkembangan motorik
• Perkembangan bahasa
• Perkembangan emosi
• Perkembangan sosialisasi
• Perkembangan moral

Pola Asuh Orang Tua Kemampuan


• Otoriter Sosialisasi Anak
• Permisif Prasekolah (TK)
• Demokratis

Faktor yang Faktor-faktor yang mempengaruhi


mempengaruhi pola kemampuan sosialisasi
asuh orang tua: anak(Hurlock,1997):
• Tingkat • Kesempatan untuk
pendidikan bermasyarakat.
• Lingkungan • Anak mampu berbicara
• Budaya tentang topik yang dapat
dipahami dan menarik bagi
orang lain.
• Anak mempunyai motivasi
untuk bersosialisasi.
• Metode belajar yang efektif.

Sumber : Hurlock (1997), Baumrind (1997), UU RI No. 20 (2003), Edward

(2006) .
45

H. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Tingkat Pendidikan
• Pendidikan dasar
(SD, MI, SMP dan
MTs)
• Pendidikan Menengah
(SMA, MA, SMK dan
MAK)
• Pendidikan tinggi

Kemampuan
sosialisasi Anak
Prasekolah (TK)
Pola Asuh Orangtua
• Otoriter
• Permisif
• Demokratis

Variabel independen Variabel dependen

I. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, dan

prediktor. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya varibel dependen (Sugiyono, 2005). Dalam penelitian ini

sebagai variabel independen adalah pola asuh dan tingkat pendidikan.


46

2. Variabel Dependen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, output, kriteria,

konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2005). Dalam

penelitian ini sebagai variabel dependen adalah kemampuan sosialisasi

anak.

J. Hipotesis

Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kemampuan sosialisasi

anak di TK Kartini Mijen Demak.

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua terhadap kemampuan

sosialisasi anak di TK Kartini Mijen Demak.

Anda mungkin juga menyukai