BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asma
2.1.1. Definisi Asma
Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan
heterogenous. Penyakit ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yang
berhubungan dengan peningkatan kepekaan sehingga memicu episode mengi
berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan
batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (GINA, 2014). Kebanyakan
bangsa dan etnik di seluruh dunia diserang dengan penyakit ini pada semua
peringkat usia dengan prevalensi laki-laki lebih banyak berbanding perempuan
(Fanta, 2009). Penyakit asma timbul akibat inflamasi dari mukosa saluran
pernapasan. Akibat hiperesponsif jalan napas, jalan napas yang normal akan
mengalami obstruksi dan hambatan sehingga muncullah asma (PDPI, 2011).
Mediator lain yang kuat seperti leukotriene tromboksan, PAF dan protein
sitotoksis yang memperkuat reaksi asma juga dikeluarkan oleh sel sel inflamasi
ini. Kesemua proses ini menyebabkan inflamasi mukosa saluran napas yang
akhirnya mengakibatkan hipereaktivitas bronkus yang memicu terjadinya asma
(Nelson, 2007).
Selain itu, pathogenesis asma turut dikaitkan dengan terjadinya airway
remodelling. Hal ini kerana proses inflamasi yang kronik akan menimbulkan
kerusakan jaringan yang diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) pada mukosa saluran pernapasan. Penyakit asma
mempunyai ketergantungan antara inflamasi dan remodelling dimana perubahan
struktur seperti hiperplasia otot polos jalan nafas dan hipertropi kelenjar mukus
mudah terjadi (PDPI, 2011).
Di samping itu, yang turut terjadi adalah perubahan struktur parenkim
pada salur napas. Sebenarnya airway remodelling ini merupakan fenomena
sekunder dari inflamasi. Dipercayai lingkungan sangat berpengaruh pada
perburukan atau terjadinya asma kerana akibat oksidan yang terdapat pada udara
sekitar akan memicu terjadinya apoptosis (PDPI, 2011).
orang yang sudah rentan terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama
maka alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan sel
mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Akibat menurunnya kadar
cAMP degranulasi sel akan terjadi (PDPI, 2011).
Seterusnya, proses ini akan menyebabkan terlepasnya zat – zat kimia
seperti histamin, slow releasing substance of anaphylaxis (SRS-A), eosinophilic
chomotetik faktor of anaphylaxis (ECF-A) dan lain-lain. Kesemua mediator ini
akan menimbulkan kontraksi otot-otot polos baik pada saluran napas yang besar
ataupun yang kecil. Akibat kontraksi otot polos di sekitar saluran pernapasan
terjadilah suatu keadaan yang disebut sebagai bronkospame dimana penderita
sering mengeluhkan rasa sesak di dada. Selain itu, akibat dari peningkatan
permeabilitas kapiler, saluran pernapasan akan menyempit dengan lebih parah
lagi. Oleh sebab itu, gangguan ventilasi akan berlaku disamping distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru yang jelek. Akibatnya
terjadilah hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap seterusnya (Barbara,
1996).
Serangan asma yang mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpal. Pada stadium ini terjadi
turut dijumpai edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai
dengan adanya batuk yang diserta dengan mukus yang jernih dan berbusa. Selain
itu, pasien kelihatan sesak ketika bernapas dan akan berusaha untuk bernafas
dalam. Turut terjadi adalah proses ekspirasi yang memanjang dan diikuti dengan
bunyi mengi (wheezing ). Oleh demikian, pasien cendurung untuk duduk dengan
posisi tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur. Pada stadium kedua penderita
kelihatan pucat dan gelisah serta terdapat perubahan warna kulit menjadi biru.
Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengar suara nafas karena aliran
udara yang kecil, pernafasan yang dangkal dan tidak teratur serta irama
pernapasan yang tinggi karena asfiksia (Tjen Daniel, 1991 ).
7
2. Apakah gejala asma yang timbul memburuk terutama pada malam atau
dini hari?
pemeriksaan faal paru ini adalah dengan menilai derajat keparahan hambatan
aliran udara serta reversibilitasnya. Maka dengan ini para dokter bisa
mendiagnosa apakah seseorang itu menderita asma ataupun tidak. Banyak metode
yang digunakan untuk menilai faal paru tetapi yang telah dianggap sebagai
standard pemeriksaan adalah: (1) Pengunaan Arus Puncak Ekspirasi meter (APE)
dan (2) pemeriksaan spirometri. Sebenarnya pemeriksaan spirometri lebih
diutamakan kerana merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas dan yang
direkomendasi oleh (GINA, 2014). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) dilakukan dengan menggunakan
manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang
akurat diambil nilai tertinggi dari 3 proses ekspirasi. Namun itu banyak penyakit
yang boleh menurunkan nilai VEP1. Maka dari itu obstruksi jalan napas diketahui
dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%). Sementara
pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat namun dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih
dari 20%).
persisten (GINA, 2014). Berikut adalah contoh dari obat pengontrol yang lazim
digunakan:
a) kortikosteroid inhalasi dan sistemik
b) sodium kromoglikat
c) leukotrien modifiers
Manakala pelega (reliever) yang sering dianjurkan adalah antikolinergik
serta aminofilin. Tujuan daripada penggunaan pelega ini adalah sebenarnya untuk
menstimulasi reseptor β2 pada saluran napas. Maka dari ini semua otot polos pada
saluran pernapasan akan berdilatasi. Akibatnya, keluhan sesak napas penderita
akan berkurangan (GINA, 2014).
Terapi primer untuk eksaserbasi asma ini adalah pemberian obat inhalasi
kerja cepat bronkodilator secara berulang dan pemberian glukokortikoid secara
sistemik dalam waktu yang singkat serta membaiki suplemen oksigen setelah
menilai derajat keparahan eksaserbasinya. Adapun tujuan dari penanganan
terhadap asma eksaserbasi ini adalah untuk membebaskan obstruksi jalan napas
dan mencegah hipoksia dengan secepat mungkin dan merencana pencegahan
kekambuhan.