Anda di halaman 1dari 23

Pendidikan Karakter melalui Tontonan yang Mendidik

Laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling SD

Dosen : Zahra Khusnul Lathifah M.Pd.

Oleh :

Susanti H.1810155

Intan Fitriya H.1810116

Lina Amalia H.1810280

Santi H.1810931

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DJUANDA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
yang berjudul “Pendidikan Karakter melalui Tontonan yang Mendidik”. Atas bantuan dosen dan
pembimbing kami semua, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak menerima terimakasih kepada :

1. Zahra Khusnul Lathifah M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Bimbingan dan
Konseling SD yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami kami dapat
termotivasi dan menyelesaikan makalah ini.

2. Kedua orangtua yang turut membantu memberikan doa kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini.

3. Kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dengan memberikan saran dan
masukan kepada kami.

Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, panduan dan kritik
yang membangun dari pembaca benar-benar dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

. Bogor, Mei 2019

. Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………..……………….… i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………….…………….. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………..…………….… 2

C. Tujuan ……………………………………………………………...….. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Karakter……………………………………………3


B. Pengertian Tontonan yang Mendidik……………………………………... 4
C. Perspektif Islam Tentang Tontonan………………………………………...5
D. Pengaruh Tontonan terhadap Karakter Anak………………………………6
E. Pendidikan Karakter melalui Tontonan yang Mendidik…….………..……9
F. Daftar Pustaka………………………………………………………………10

BAB III HASIL PELAKSANAAN OBSERVASI

A. Persiapan……………………………………………………………………11
B. Pelaksanaan…………………………………………………………………12
C. Hasil Pelaksanaan Observasi dan Pembahasan……………………………..13

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………….….…..18
B. Saran………………………………………………………………..………19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehubungan dengan ketetapan UUD dan UU tentang Sisdiknas serta tujuan pendidikan
nasional yang telah di tetapkan oleh pemerintah bahwa pendidikan di masa yang akan datang ini
harus memiliki mutu dan berkualitas dibanding dengan pelaksanaan pendidikan yang telah
berlangsung saat sekarang ini. Maka dari pada itu perlu ditegaskan bahwa Keputusan Presiden RI
No 1 Tahun 2010 setiap jenjang pendidikan di Indonesia harus melaksanakan pendidikan
karakter.
Menurut Thomas Lickona (1992) dalam Masnur Muslich (2011:29) . Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Dewasa ini banyak tontonan yang kurang baik dan kurang mendidik anak-anak usia SD.
Sesuai dengan tontonan yang kurang mendidik di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Ketua
Lembaga Sensor Film (LSF), Titie Said, dunia pertelevisian kini terancam oleh unsur-unsur
vulgarisme, kekerasan, dan pornografi. Ketiga unsur tersebut hampirhampir menjadi sajian rutin
di sejumlah stasiun televisi serta dapat ditonton secara bebas bahkan oleh kalangan anak-anak.
Padahal ketiga unsur itu mestinya dicegah agar tidak ditonton oleh anak-anak mengingat kondisi
psikologi mereka yang belum mampu membedakan mana hal-hal yang positif dan mana hal-hal
yang negatif dari sebuah tayangan televisi. Tontonan yang kurang baik dan kurang mendidik
seperti tontonan yang tidak memberi keteladanan kepada anak-anak.

Oleh karenanya kami melakukan penelitian dengan judul Pendidikan Karakter Anak
Melalui Tontonan yang Mendidik, guna mengetahui dan memahami tontonan seperti apa yang
mampu mempengaruhi dan meningkatkan kualitas pendidikan karakter anak.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2. Apa yang dimaksud dengan tontonan yang mendidik dan bagaimana kriterianya?
3. Bagaimana pengaruh tontonan terhadap karakter siswa?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami makna pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui dan memahami makna tontonan yang mendidik.
3. Untuk mengetahui pengaruh tontonan terhadap karakter siswa.

D. Manfaat
1. Agar bisa memahami makna pendidikan karakter
2. Agar bisa memahami arti dari tontonan yang mendidik
3. Agar bisa mengetahui pengaruh tontonan terhadap karakter anak untuk dijadikan
pembelajaran dalam mendidik siswa.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 pasal 1 butir 1,
pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”

Sedangkan pengertian karakter secara khusus adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdamak baik terhadap lingkungan)
yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku.

Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai


pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan anak untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara
kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai
moral universal (bersifat absolut) sebagai pengejawantahan nilai-nilai agama yang biasa disebut
the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-
nilai karakter dasar tersebut.

Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada
Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan
kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan.

Adapun tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika dihubungkan dengan
falsafah Negara Republik Indonesia adalah mengembangkan karakter peserta didik agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur pancasila. Fungsi pendidikan karakter adalah sebagai
pengembangan potensi dasar, agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. Perbaikan
perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik. Penyaringan budaya yang
kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila. Kemudian, ruang lingkup atau sasaran dari
pendidikan karakter adalah Satuan pendidikan, Keluarga, dan Masyarakat.

3
B. Pengertian Tontonan yang Mendidik

Pengertian Tontonan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pertunjukan


(gambar hidup, wayang orang, dsb); yang ditonton. Dari pengertian tersebut dapat dikembangkan
bahwa tontonan yang mendidik adalah sesuatu yang dapat dilihat secara visual dengan tujuan
dan maksud tertentu yang membawa dampak positif bagi yang melihatnya. Beberapa contoh
tontonan menurut medianya yang akan dilampirkan dalam laporan ini adalah Tontonan dari
Televisi, dan tontonan yang ada di Youtube.

Dalam faktanya dilapangan, banyak terdapat tontonan yang kurang mendidik bagi anak-
anak, seperti film sinetron yang menampilkan banyak sekali adegan-adegan perkelahian, drama
percintaan, sikap-sikap yang tidak patut ditiru bahkan dilihat oleh anak-anak.

Menurut Dr Frieda Mangunsong, M.Ed, Associate Profesor dari Fakultas Psikologi


Universitas Indonesia, film adalah salah satu media yang mampu mempengaruhi anak-anak
bahkan sejak mereka masih bayi sekalipun. Dari film, anak-anak bisa mendapatkan berbagai hal
mulai dari meniru kata-kata, mengenal warna, benda, gerakan, musikalitas, ritme dan banyak hal
lain.

Oleh karena anak belum bisa memilah dan memilih tontonan yang baik, peranan orangtua
dibutuhkan untuk selektif memilih tontonan yang sesuai dengan umur anak, ikut mendampingi
anak saat menonton, dan membatasi jam anak untuk menonton untuk dialihkan kepada kegiatan
yang lebih bermanfaat, contohnya adalah membaca.

4
C. Perspektif Islam Tentang Tontonan

Sesungguhnya seorang mu’min mengetahui bahwa dirinya akan berdiri di hadapan Allah dan
akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan-amalan yang diperbuat oleh pendengaran,
penglihatan dan hatinya.

Allah berfirman,

‫ص َر َو ْالفُ َؤادَ ُك ُّل أُو َلئِكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُوال‬


َ َ‫إِ َّن الس َّْم َع َو ْالب‬

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)

Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam bahwasanya, beliau bersabda,

‫الَ ت َُزو ُل قَدَ َما اب ِْن آدَ َم َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ِم ْن ِع ْن ِد َر ِب ِه َحتَّى يُ ْسأ َ َل َع ْن َخ ْم ٍس َع ْن ع ُْم ِر ِه ِفي َما أَ ْفنَاهُ َو َع ْن َش َبا ِب ِه ِفي َما أَ ْبالَهُ َو َما ِل ِه ِم ْن‬
‫يم أَ ْنفَقَهُ َو َماذَا َع ِم َل فِي َما َع ِل َم‬ َ ِ‫سبَهُ َوف‬َ َ‫أَيْنَ ا ْكت‬

“Tidaklah bergeser kaki anak adam di hari kiamat di hadapan Rabb-nya sampai ditanya
tentang lima perkara (yaitu): umurnya bagaimana dia lalui, masa mudanya bagaimana ia
habiskan, hartanya darimana ia dapatkan dan bagaimanan ia belanjakan, serta tentang apa
yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.”[1]

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk instropeksi diri, mempersiapkan
dirinya untuk menghadapi pengadilan Allah Yang Maha Adil, menjaga diri dan keluarga-Nya
dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman,

‫َّللاَ َما أَ َم َر ُه ْم‬


َّ َ‫صون‬ ٌ ‫ارة ُ َع َل ْي َها َمال ِئكَةٌ ِغال‬
ُ ‫ظ ِشدَادٌ ال َي ْع‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬ ً ‫يَا أَيُّ َها ا َّلذِينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
ُ ‫َارا َوقُودُهَا ال َّن‬
َ‫َو َي ْف َعلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Akan tetapi, sudah menjadi sunnatullah bahwa Iblis beserta bala tentaranya selalu berusaha
untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Iblis berkata, sebagaimana dikisahkan oleh
Allah di dalam Al-Qur’an,

َ‫قَا َل َف ِب ِع َّزتِكَ أل ْغ ِو َي َّن ُه ْم أَجْ َمعِين‬

“Iblis berkata: “Demi kemulian-Mu, akan aku sesatkan mereka semuanya” (QS. Shood: 82)

Iblis juga berkata,

َ‫ض َوأل ْغ ِو َينَّ ُه ْم أَجْ َمعِين‬ ْ ‫ب ِب َما أ َ ْغ َو ْيتَنِي ألزَ ِين ََّن َل ُه ْم فِي‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫قَا َل َر‬

5
“Ya Rabbku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan
menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al-Hijr: 39)

Oleh karena itu, Iblis serta bala tentaranya mengerahkan seluruh tenaga, potensi yang
dimilikinya dan mengatur strategi-strategi dalam rangka menyesatkan manusia dari jalan yang
lurus dengan segala cara dan sarana yang dimilikinya. Iblis berkata,

ُ‫ ث ُ َّم آل ِت َي َّن ُه ْم ِم ْن َبي ِْن أ َ ْيدِي ِه ْم َو ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم َو َع ْن أ َ ْي َما ِن ِه ْم َو َع ْن َش َمائِ ِل ِه ْم َوال ت َِجد‬,‫يم‬


َ ‫طكَ ْال ُم ْستَ ِق‬ ِ ‫قَا َل َف ِب َما أ َ ْغ َو ْيتَنِي أل ْقعُدَ َّن َل ُه ْم‬
َ ‫ص َرا‬
َ‫أ َ ْكث َ َر ُه ْم شَا ِك ِرين‬

“Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-
halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya akan mendatangi mereka dari
arah depan mereka, dari arah belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau
tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raaf: 16-17)

Di antara sarana Iblis untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus adalah melalui
tontonan.

D. Pengaruh Tontonan Terhadap Karakter Anak

Salah satu perangkat teknologi yang paling dekat dengan anak-anak, saat ini adalah
televisi (TV). Semula dinilai bahwa televisi kurang bermanfaat dalam dunia pendidikan, hal ini
mengingat biaya operasionalnya yang cukup mahal, tetapi kemudian muncul pendapat-pendapat
yang berlawanan yang menyatakan bahwa televisi sebagai media massa sangat bermanfaat dalam
memajukan pendidikan suatu bangsa (Darwanto, 2007: 117). Dari pendapat tersebut dalam
perkembangannya membuktikan bahwa dengan sifat audio visual yang dimiliki televisi,
menjadikan televisi sangat pragmatis, sehingga mudah mempengaruhi penonton dalam hal sikap,
tingkah laku, dan pola pikirnya.
Dalam hal efektivitasnya dalam menjalankan fungsinya, di depan rapat staf Menteri
Penerangan Republik Indonesia, DR. Jack Lyle (Darwanto, 2007: 118) , Director of
Communication Institute The West Center, menyatakan yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, bahwa televisi untuk kita sebagai “jendela dunia”, apa yang kita lihat melalui jendela
ini, sangat membantu dalam mengembangkan daya kreasi kita, hal ini seperti diungkapkan oleh
Walter Lippman beberapa tahun yang lalu, bahwa dalam pikiran kita ada semacam ilustrasi
gambar dan gambar-gambar ini merupakan suatu yang penting dalam hubungannya dengan

6
proses belajar, terutama sekali yang berkenaan dengan orang, tempat, dan situasi yang tidak
setiap anak pernah ketemu, mengunjungi atau telah mempunyai pengalaman.
Dari penjelasan Lyle di atas jelas sekali bahwa televisi mampu memberikan apresiasi
kepada khalayak penonton. Saat anak melihat susunan gambar di layar televisi, maka
anaktersebut akan merasakan sesuatu yang baru disebabkan penonton tadi hampir tidak dapat
membedakan mana yang pernah dilihat, atau dengan kata lain penonton tadi hampir tidak dapat
membedakan pengalaman yang telah dimiliki.
Hal ini berarti bahwa audio visual dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang baru
sesuai dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, atau dapat memberikan “pengalaman
semu” atau “stimulated experience” (Darwanto, 2007: 118-119). Data penelitian Undip-YPMA-
UNICEF menemukan bahwa televisi menjadi kegiatan paling favorit bagi anak sepulang sekolah.
Penelitian YPMA 2006 menemukan bahwa anak menghabiskan 7 jam sehari untuk
mengkonsumsi media, mulai dari televisi, komputer, videogame, dan sebagainya. Angka ini
hampir serupa dengan penelitian di Amerika Serikat bahwa anak di negara tersebut
menghabiskan waktu 6.5 jam/hari menggunakan media. Data dari berbagai sumber
memperlihatkan hasil yang konsisten: durasi menonton televisi yang tinggi pada anak.
Pada tahun 2002 anak-anak di Jakarta menonton televisi selama 30-35 jam. Dalam
penelitian YPMA tahun 2006, angka itu meningkat menjadi sekitar 35-40 jam seminggu. Anak
menonton televisi rata-rata selama 3,5 jam per hari pada hari biasa dan 5 jam per hari pada saat
libur. Bila dibandingkan dengan lamanya anak bersekolah selama setahun, maka didapatkan
angka sekitar 1.600 jam untuk menonton televisi dan sekitar 800 jam untuk belajar di sekolah
dasar negeri di Jakarta. Penelitian bersama Undip-YPMA-UNICEF tahun 2008 menemukan
bahwa mayoritas anak-anak yang diteliti mengaku menghabiskan 3-5 jam pada hari kerja, dan 4-
6 jam pada hari libur untuk menonton televisi, bahkan beberapa secara ekstrim mengakui bahwa
mereka menonton 16 jam pada hari libur.
Dari data di atas terlihat bahwa anak menonton di atas batas waktu yang ditoleransi para
ahli (maksimal 2 jam per hari). Bahkan, ada anak yang dapat dikatakan cukup ekstrem
menghabiskan waktunya di depan televisi, yakni sekitar 8 jam (dalam kategori 7-8 jam dan lebih
dari 8 jam). Artinya, dalam aktivitas sehari-hari, sepertiga waktu anak tersebut tersita oleh
televisi (YPMA, 2009).

7
Data Nielsen Media Januari-Maret 2008 menemukan bahwa anak menonton televisi rata-
rata 3 jam per hari.Dari total penonton televisi, 21% adalah anak usia 5-14 tahun.Jumlah anak
yang menonton pada pagi hari (06.00-10.00) dan siang-malam hari (12.00-21.00) lebih banyak
dari kelompok umur lainnya. Pada pagi hari sebagian besar anak menonton sendirian sementara
pada siang hingga malam hari mereka akan menonton dengan ibu mereka berbagai tayangan
yang tidak ditujukan untuk anak, misalnya : Stardut, Cinta Bunga, Azizah, Supermama, dan
Cahaya. Sunarto (2007) menemukan bahwa sinetron di televisi banyak memperlihatkan adegan
anak dipukul, ditendang, atau dicaci-maki oleh ibu tiri atau temannya. Membunuh, menembak,
melukai musuhnya merupakan aksi yang harus dilakukan oleh jagoan dalam program televisi.
Sayangnya, kekerasan fisik dan psikologis juga dapat ditemukan dalam sebagian besar
program kartun, program yang sangat identik dengan anak. Temuan tersebut sejalan dengan
temuan The National Television Violence Survey bahwa 100% film kartun di AS periode 1937-
1999 berisi kekerasan.
Hendriyani dkk [2011] menemukan bahwa dalam satu hari tersedia lebih dari 7 jam acara
anak, mulai dari pukul 4.30 pagi sampai 8.30 malam hari. Porsi program import sebanyak
71,4%; mayoritas adalah program kartun/animasi.
Salah satu program yang paling populer di tahun 2008 adalah Naruto. Bukan hanya
perlengkapan dan marchendise ala Naruto yang diincar, namun juga sering tampak anak-anak
yang melakukan imitasi terhadap apa yang dilihatnya di layar kaca. Dorongan mengimitasi
tayangan ini semakin tinggi seiring dengan tingginya frekuensi penayangan Naruto (satu
kali/minggu di Indosiar dan setiap hari di Global televisi). Terkait dengan imitasi Naruto
tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban di Semarang pertengahan Januari 2008. Revino (10
tahun), seorang anak-anak pendiam kelas 4 SD, ditemukan tewas tergantung di kamar tidurnya
(Jawa Pos Dotcom 17 Januari 2008).
Kisah korban acara televisi juga terjadi pada tahun 2006 saat acara Smackdown
mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka. Data yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai
berikut: Reza Ikhsan Fadillah (9), Bandung (meninggal 16 November 2006). I Made Adi S. Putra
(8), Bali, meninggal. Angga Rakasiwi (11), luka-luka. Fayza Raviansyah (4), Bandung, luka dan
muntah darah. Ahmad Firdaus (9), Bandung, pingsan. Nabila Amal (6), Bandung, patah tulang.
Mar Yunani (9), Yogyakarta, gegar otak. Yudhit Bedha Ganang (10), Jakarta Selatan, luka pada
kepala dan kemaluan. Angga Riawan (12), Sukabumi,luka-luka. Fuad Ayadi (9), Madura, luka-

8
luka. M. Arif (11), Jambi, luka-luka. M.Hardianto (11), Kendari, luka-luka. Fikro Haq (7),
Balikpapan, luka-luka (dari berbagai sumber). Bukan hanya itu,anak-anak menjadi korban
meninggal dunia karena menirukan adegan gantung diri yang dilihatnya di televisi. Agung
Wibowo (kelas 3 SD di Pontianak) meninggal dunia setelah bermain "mati-matian" bersama
dengan kedua adiknya.
Pada tahun 2009, sebuah acara bermuatan magic menjadi populer. Acara yang bernama
The Master itu merupakan sebuah kompetisi magic antara beberapa orang. Bentuknya mirip
seperti acara kompetisi menyanyi-ada juri dan peserta yang menunjukan bakatnya. Namun, yang
ditonjolkan di sini adalah ‘kesaktian' dari masing-masing peserta.
Akhir tahun 2009 lalu, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun telah kehilangan
nyawanya. Ia ditemukan sang ayah di dalam rumah dengan tubuh tergantung dan terikat.
Menurut sang ayah, anak laki-laki bernama Heri Setyawan itu adalah penggemar berat Limbad.
Ia gemar sekali menirukan aksi-aksi panggung Limbad. Pernah ia menusukan sejumlah jaru ke
tangannya, kemudian mempertonton-kannya kepada semua orang. Begitu menggemari Limbad,
anak yang dikenal sebagai pribadi sosial ini akhirnya meregang nyawa. Kisah tragis lain
ditemukan di Surabaya. Bermaksud mengikuti aksi Limbad, idolanya, anak laki-laki bernama
Asad Hidayat (9th) nekat menelan sebuah cincin logam. Ketika diwawancarai oleh berbagai
media, bocah yang masih duduk di kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah ini mengatakan bahwa dirinya
sengaja menelan cincin karena sangat menggemari aksi panggung Limbad.
Dari penjelasan, dan data contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tontonan selain bisa
berdampak baik juga bisa berdampak buruk bagi anak, oleh karenanya perlu pengawasan dari
orangtua agar anak tidak mengambil langkah yang salah akibat penafsirannya sendiri terhadap
tontonan yang dilihatnya.

E. Pendidikan Karakter melalui Tontonan yang Mendidik

Tayangan yang layak ditonton bagi anak memang selalu menjadi perhatian banyak pihak,
baik pakar maupun orang tua. Dalam sebuah studi serupa yang dilakukan di Belanda oleh Peter
Nikken pada tahun 1995, 375 orang tua yang ditanyai via telepon menyatakan tayangan televisi
meski mudah dipahami anak, terutama yang berkaitan dengan acara pendidikan dan berita.

9
Selain itu, tayangan untuk anak-anak juga perlu memperhatikan segi estetika, terutama
pada serial animasi. Dalam studi uji coba yang dilakukan Goetz bersama rekan-rekan seperti
Dipl. –Oec. Ole Hofmann dan Dipl.-Paed. Susanne Reichenberger ini, para responden
menyatakan tayangan televisi yang cocok untuk anak-anak adalah yang isinya mendidik dan
sesuai dengan usia anak (bermain dan bercerita), sehingga mudah dipahami dan dipraktekkan
anak (Imam Musbikin. 2010. hal. 13), karena pada kenyataanya tontonan menjadi tuntunan atau
contoh perilaku anak/remaja dalam keseharian. Bahkan melihat tontonan telah menjadi realitas
sosial yang sangat terlihat justru pengaruhnya terhadap perilaku sosial tidak begitu terlihat.
Meski demikian, pengaruh tontonan tetap nyata dalam wacana spesifik, yang menyediakan
kasus-kasus langka di mana bidang rekognisi yang dibuat oleh medium broadcast mengembun
jadi satu isi dari medium (David Holmes. 2012. hal. 76).

Oleh karena itu, semakin canggih teknologi dan informasi maka dibutuhkan kemampuan
manusia yang cepat untuk mengikutinya, dibutuhkan komunikasi dua arah (pendampingan)
dalam menerima pesan yang ditayangankan media elektronik. Agar tercapai tujuan revolusi
teknologi, yaitu untuk membantu dan memudahkan manusia dalam memanfaatkan media
komunikasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility, (New York: Bantam Books, 1991), hlm. 4.

Darwanto. 2007. Televisi sebagai Media Pendidikan. Pustaka Pelajar.

David Holmes. 2012. Teori Komunikasi Media, Teknologi, dan Masyarakat. Pustaka Belajar.
Yogyakarta.

Imam Musbikin, 2013. Menjadi Kepala Sekolah Yang Hebat, hal 69-75. Riau: Zanafa
Publishing.

11
BAB III

HASIL PELAKSANAAN OBSERVASI

A. Persiapan

Persiapan dan perencanaan observasi merupakan hal-hal yang perlu dipersiapkan

sebelum observasi kelas, adapun bentuk rancangan adalah sebagai berikut:

Tahap I – Tahap II – Tahap III – Tahap IV

Keterangan:

1. Tahap I : Menentukan Objek dan Subyek Observasi

2. Tahap II : Menyiapkan Format Observasi

3. Tahap III : Mengumpulkan Data Observasi

4. Tahap IV : Menganalisa Data Observasi

Berikut uraian dari rancangan Observasi di atas diantaranya:

1. Menentukan Objek dan Subyek Observasi

Dalam menentukan objek dan subyek sebelumnya observer menghubungi guru dan anak

yang akan diobservasi, sehingga dalam pelaksanaan observasi diharapkan tidak

mengganggu proses belajar mengajar yang berlangsung. Adapun objek yang diteliti

disesuaikan dengan subjek yang bersangkutan.

12
2. Menyiapkan Format Observasi

3. Pengumpulan Data Observasi

Dalam pengumpulan data observasi terdapat beberapa teknik, antara lain :

a. Angket

Yakni dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara tertulis mengenai pengalaman

anak dalam menonton televisi ataupun Youtube beserta tingkahlakunya.

b. Interview

Yakni dengan mewawancara beberapa anak yang secara keseluruhan mewakili suara

dari anak yang lainnya.

4. Menganalisa Data Observasi

B. Pelaksanaan

Topik Observasi : Pendidikan Karakter Melalui Tontonan yang Mendidik

Tanggal Observasi : Kamis, 9 Mei 2019

Tempat Observasi : SD Negeri 01 Muarasari

13
C. Hasil Observasi dan Pembahasan Hasil Angket

Angket Pendidikan Karakter Melalui Tontonan yang Mendidik


N Pertanyaan Jawaban
o
1.
Apakah kamu
sering menonton
Jarang
televisi? 12%

Sering
88%

2.
Sebutkan 5 Film 25 anak menyebutkan film bergenre kartun, dan ada juga tambahan 15 anak menyebutka
yang sering film bergenre drama, 6 anak sering menonton film religi, 3 menonton film tentang ilmu
kamu tonton pengetahuan, dan 1 tentang komedi.
3.
Ceritakan 16 anak menceritakan kisah film kartun yang mereka tonton, 5 anak menceritakan bahw
mengenai salah film itu memotivasi dan mendukung minat mereka, 4 anakmenceritakan alasan umum
satu film yang (lucu, menarik, menyenangkan)
kamu tonton
4.
Apakah kamu 9 anak mengidolakan aktor/aktris, 7 anak mengidolakan tokoh agama, 5 ana
memiliki idola mengidolakan tokoh kartun, 2 anak tokoh olahraga, 1 anak mengidolakan tokoh kartun
di televisi? dan tokoh asli, 1 anak menjawab tidak mempunyai idola
Sebutkan siapa
namanya!

14
5.
Apakah kamu
13.5
sering
menirukan 13
idolamu 12.5

12

11.5
Sering Meniru Tidak Suka Meniru

6.
Perilaku apa 20
yang sering
15
kamu tiru dan
kamu lakukan 10
sampai
sekarang? 5

0
M. Perbuatan M. Kata M. perb& kata Tidak Meniru
7.
Adakah anak 16 anak menjawab ditemani oleh keluarga ( orangtua dan saudara), 5 anak menjawab
yang menemani tidak ditemani siapapun, 3 anak menjawab ditemani oleh teman sebaya, 1 anak menjawa
kamu menonton kadang ditemani kadang tidak.
televisi? Kalau
ada siapa
anakitu?
8.
Apakah kalian
sering menonton
video di Tidak
Youtube?
Jarang

Sering

0 5 10 15 20

15
9.
Video apa yang 9 anak menjawab sering menonton video vlogger, 4 anak sering menonton video yan
sering kalian berkaitan dengan hobi (olahraga&kerajinan), 3 anak sering menonton komedi, 3 ana
tonton/cari di sering menonton video komedi, 3 anak sering menonton film kartun, 2 anak serin
youtube? menonton video dancer dan music, 1 anak sering menonton video komedi dan hobi.
10.
Hal apa yang 12 anak menjawab mengingat perbuatan, 6 anak menjawab mengingat isi (pesan) dar
paling kalian video, 3 anak mengingat alur ceritanya, 2 anak menjawab mengingat perbuatan dan pesa
ingat dari video video, 2 anak mengingat kata-katanya.
yang kalian
tonton?

Pembahasan

1) Dari hasil jawaban atas pertanyaan pertama, menunjukkan bahwa 88% anak di kelas V B
tersebut menjawab sering menonton Televisi, dan sisanya 12% menjawab jarang . Yang
artinya hampir semua anak tersebut dalam kesehariannya sering menonton Televisi.

2) Dari hasil jawaban atas pertanyaan kedua, menunjukkan bahwa 100% anak tersebut sering
menonton film kartun. Namun ada juga tambahan film lain yakni 60% drama, 24% religi,
12% ilmu pengetahuan, 4% komedi. Ini menunjukkan bahwa semua anak SD kelas V
tersebut menyukai film bergenre kartu diusianya yang rata-rata berkisar antara 11-12
tahun.
Tapi ada fakta yang menunjukkan bahwa lebih dari setengah anak tersebut sering dan
menyukai film bergenre drama, dan film yang paling sering disebut adalah film Dilan
(yakni sebanyak 7 kali, hampir setengah dari film bergenre drama yang disebutkan), yang
menjelaskan bahwa film yang ramai digandrungi oleh kalangan remaja tahun ini ternyata
juga digemari oleh anak SD. Kita mengetahui bahwa isi dari film Dilan sendiri adalah
kisah cinta remaja yang didalamnya juga terdapat adegan-adegan yang tidak pantas untuk
dilihat oleh anak SD karna memiliki kecenderungan untuk ditiru oleh mereka.

16
3) Dari hasil jawaban atas pertanyaan ketiga, 64% anak menceritakan kisah dari film yang
mereka tonton, 20% menceritakan bahwa film itu memotivasi minat mereka, dan 16%
menceritakan alasan subjektif (suka karna lucu, menarik,dll).
Artinya dari data diatas menunjukkan bahwa dalam usia 11-12 tahun kebanyakan dari
mereka sudah bisa mengingat dan mengerti akan alur cerita yang mereka tonton, dan
mereka juga menjadikan tontonan itu sebagai motivasi bagi mereka kedepannya.

4) Dari hasil jawaban atas pertanyaan keempat, 36% anak mengidolakan aktor/aktris,28%
mengidolakan tokoh agama , 20% mengidolakan tokoh kartun, 8% tokoh olahraga, 4%
mengidolakan tokoh kartun dan tokoh asli, 4% menjawab tidak mempunyai idola.
Jawaban mengindikasikan bahwa kebanyakan diantara mereka menjadikan actor/aktris
yang sering muncul di televisi sebagai idola mereka, lebih dari seperempat anak
mengidolakan tokoh agama, hampir dari seperempatnya mengidolakan tokoh kartun, dan
sisanya tidak mempunyai idola.

5) Dari hasil jawaban atas pertanyaan kelima, 52% anak menjawab ya, dan 48% anak
menjawab tidak. Yang artinya lebih dari setengah anak tersebut sering meniru tingkah
laku dari tokoh yang mereka idolakan.

6) Dari hasil jawaban atas pertanyaan keenam, 60% anak menjawab sering meniru perbuatan
idolanya, 20% anak sering meniru kata-katanya, 8% anak sering meniru perbuatan dan
kata-katanya, 12% anak tidak meniru. Menunjukkan bahwa yang paling banyak ditiru oleh
anak tersebut adalah perbuatan dari tokoh yang diidolakan mereka yang terlihat jelas dari
tontonan yang mereka lihat, selanjutnya mereka menirukan kata-kata yang biasa mereka
dengar dari ucapan tokoh idolanya, dan sisanya mengaku tidak meniru apapun dari idola
mereka.

7) Dari hasil jawaban atas pertanyaan ketujuh, 64% anak menjawab ditemani oleh keluarga (
orangtua dan saudara), 20% anak menjawab tidak ditemani siapapun, 12% anak menjawab
ditemani oleh teman sebaya, 4% anak menjawab kadang ditemani kadang tidak.

17
Jawaban ini memberikan data bahwa kebanyakan anak menonton televisi masih ditemani
oleh orangtuanya, tapi ada juga anak yang tidak ditemani oleh siapapun dengan alasan
bahwa kedua orangtuanya sering tidak ada dirumah karna berkerja, ada yang kadang
ditemani kadang tidak, dan sisanya ditemani oleh teman sebayanya.

8) Dari hasil jawaban atas pertanyaan kedelapan, 72% anak menjawab sering, 24% anak
menjawab jarang, 4% anak menjawab tidak.
Artinya lebih dari setengah anak tersebut sering menggunakan Youtube untuk menonton
video, sisanya mengakui jarang dan ada juga yang tidak pernah.

9) Dari hasil jawaban atas pertanyaan kesembilan, 36% anak menjawab sering menonton
video vlogger, 16% anak sering menonton video yang berkaitan dengan hobi
(olahraga&kerajinan), 12% anak sering menonton religi, 12% anak sering menonton video
komedi, 12% anak sering menonton film kartun, 8% anak sering menonton video dancer
dan music, 4% anak sering menonton video komedi dan hobi.
Lebih dari seperempat anak tersebut menjawab bahwa yang sering mereka tonton di
televisi adalah video-video vlogger youtuber, sisanya menonton video tentang kreatifitas,
hobi, keagamaan, dan komedi.

10) Dari hasil jawaban atas pertanyaan kesepuluh, 48% anak menjawab mengingat perbuatan,
24% anak menjawab mengingat isi (pesan) dari video, 12% anak mengingat alur
ceritanya, 8% anak menjawab mengingat perbuatan dan pesan video, 8% anak mengingat
kata-katanya.
Jawaban diatas mengindikasikan bahwa hampir setengah dari anak tersebut mengingat
perbuatan yang ditampilkan dalam sebuah video, seperempatnya mengingat isi/pesan dari
video, sisanya mengingat alur ceritanya, dan kata-kata yang diucapkan oleh tokoh dalam
video.

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan anak
untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan
menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
2) Tontonan yang mendidik adalah sesuatu yang dapat dilihat secara visual dengan tujuan
dan maksud tertentu yang membawa dampak positif bagi yang melihatnya.
3) Sifat audio visual yang dimiliki Televisi, menjadikan Televisi sangat pragmatis, sehingga
mudah mempengaruhi penonton dalam hal sikap, tingkah laku, dan pola pikirnya.
4) Dari data hasil observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebanyakan anak
sering menonton televisi dan Youtube dengan jenis film atau video yang berbeda-beda,
kebanyakan dari mereka menyukai film dan mengidolakan tokoh yang kurang mendukung
atau bahkan menyalahi nilai-nilai pendidikan karakter, dan sebagian dari mereka bahkan
ada yang mencontoh tindakan dari tontonan yang mereka tonton.

B. Saran

Oleh sebab itu diperlukan peran orangtua dan guru, baik sebagai pengawas, penasihat,
dan contoh bagi anak agar anak tidak salah memahami dan mencontoh perbuatan/tindakan yang
ada didalam film, agar tujuan dari pendidikan nasional yakni pendidikan karakter dapat
terlaksana dengan baik.

19
LAMPIRAN

20

Anda mungkin juga menyukai