Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS

HIPERBILIRUBIN
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSI Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Muhammad Rizal Fauzi
30101307010

Pembimbing:
dr.Azizah Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

1
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : By Ny Z
Umur : 3 hari
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Sedompyong semarang
Agama : Islam
Bangsal : Peristi
Tanggal Periksa : 07 Juli 2018

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. P Nama Ibu : Ny. Z
Umur : 39 tahun Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Swasta

DATA DASAR
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan Keluarga penderita tanggal 7 Juli 2018 di peristi
Keluhan Utama : kulit berwarna kuning
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
3 hari yang lalu telah lahir bayi dengan G3P2A0 hamil 37 minggu,

ANC (+), ANB (+), Penyakit Kehamilan (-), KK (+), warna keruh

kehijauan (-), mekonium (-). Lahir bayi Laki-laki dengan S.C. atas

indikasi bekas S.C. AS = 9 – 10 – 10, BBL = 2560gr. Plasenta lahir

spontan, Infark (-), Hematom (-).

2
Hari pertama, bayi kuning dimulai dari bagian badan, kepala, hingga

ekstremitas. saat ini bayi semakin kuning dan menyebar hingga seluruh

bagian tubuh. Demam (-), muntah (-), BAB cair (-), ASI ekslusif (+),

frekuensi meminum ASI >>, ASI keluar banyak, BAB (+), BAK (+) >

7x/hari, BAB warna putih (-)

b. Riwayat Penyakit Dahulu


 Bayi lahir dari ibu 37 th G3P2A0, usia gestasi 37 mgg. BBL 2560 gr.
Lahir menangis warna kulit kemerahan & aktif, AS : 9 – 10 – 10

 Riwayat Ibu PEB : disangkal

 Riwayat demam : disangkal

 Riwayat BAB cair : disangkal

 Riwayat ibu DM : disangkal

c. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit sekarang

d. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah penderita bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan ibu
penderita adalah Ibu Rumah Tangga. Pasien tinggal bersama ayah dan ibu.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS-non PBI.
Kesan sosial ekonomi : cukup
e. Riwayat pemeliharaan prenatal
1. Pemeriksaan kehamilan : teratur, 1x/bulan selama kehamilan di
bidan sampai bulan 6. bulan 7-8-9 melakukan pemeriksaan 2x
sebulan dibidan.

2. Pendarahan dan penyakit kehamilan : disangkal.

3
3. Obat diminum selama kehamilan:vitamin dan tablet besi

4. Riwayat suntik tetanus kehamilan

Kesan: pemeliharaan prenatal baik

f. Riwayat kelahiran
Persalinan : Lahir secara SC
Usia dalam kandungan : 37 minggu
Berat badan lahir : 2560 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Dada : 33 cm
Lingkar Lengan : 10 cm

4
Kesan : Kehamilan Cukup Bulan (37 Minggu) dan BBL (2560) Sesuai
Dengan Masa Kehamilan

5
Kesan : Kehamilan Cukup Bulan (37 Minggu) dan PB (49 cm) Sesuai

Dengan Masa Kehamilan

6
Kesan : Kehamilan Cukup Bulan (37 Minggu) dan Lika (34 cm) Sesuai

Dengan Masa Kehamilan

Kesan : Bayi lahir normal cukup bulan


g. Riwayat Imunisasi
BCG :0
DPT :0
Polio : 1x
Hepatitis B : 1x
Campak :0

7
Kesan : Imunisasi dasar lengkap tepat bulan
h. Riwayat Gizi
ASI : Diberikan sejak lahir sampai sekarang
Susu formula :-
MP-ASI :-
i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
 Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2560 gram, panjang badan lahir 49 cm, berat badan
sekarang 2600 gr

2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 7 Juli 2018 di Peristi
Status Present
Status Present
KU : Gerak Aktif, posisi Semiflexi, Menangis
Berat badan : 2600 gr  BBL : 2560 gr
Tinggi badan : 49 cm
Tanda vital : HR = 148 x/menit
RR = 46 x/menit
T = 36,7o C
Refleks Primitif
Rooting (+)/N
Sucking (+)/N
Moro (+)/N
Palmar Grasp (+)/N
Plantar Grasp (+)/N
Kepala : Normocephal, Ubun – Ubun tidak menonjol dan tidak tegang,
CS (-), SH (-), diameter UUB (1,8 cm)

8
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor 
2 mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Normotia, Low Set ears (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Simetris, nafas cuping (-), sekret (-/-)
Mulut : Sianosis ( - ), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV, linea midclavicula sinistra, tidak
melebar, tidak kuat angkat
Perkusi :
Batas kiri : ICS IV, linea midclavicula sinistra
Batas atas : ICS II, linea parasternal sinistra
Batas kanan : ICS IV, linea sternalisdextra
Batas pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Auskultasi : BJ I-II normal, suara tambahan (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler. Suara tambahan : wheezing -/-,
ronkhi -/-
Abdomen
Inspeksi : datar (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-)
Perkusi : hipertimpani (+)
Auskultasi : peristaltik (+) N
Anogenital : tidak ada kelainan

9
Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2″ < 2″
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus Normotoni Normotoni
Klonus -/-
Rangsang Meningeal (-)
Kulit
Lanugo (-), Sianotik (-) Pucat (-), Ikterik (+)  Scala Kramer Gr.IV

10
3. Pemeriksaan Penunjang (7 Juli Mei 2018)
Pemeriksaasn Hasil Nilai Rujukan

Kimia

Bilirubin Total 11.63 <1.0 mg/dl

Bilirubin Direct –

Indirect

Bilirubin Direct 0.38 0 – 0.2 mg/dl

Bilirubin Indirect 11.28 0 – 0.75 mg/dl

DIAGNOSA BANDING
Assessment : Hiperbilirubin
DD : Breast Milk Jaundice
Hemolitik
Obstruksi
Status Gizi
Gizi Baik

INITIAL PLAN
 Hiperbilirubin

DD : Breast Milk Jaundice

Hemolitik

Obstruksi

11
IP. Dx : Gol. Darah (ABO, Rh), Coombs Test, Albumin, Apusan Darah

Tepi (Hitung Jenis & Morfologi), Jumlah Retikulosit

IP. Tx :

Konsumsi ASI  (10 – 12x/hari)

Fototerapi 3 x 24 jam

Bile Acid Squestrans

Squest S 2 dd 1/6 sachet

IP. Mx :
KU, TTV, Refleks primitif, Tonus Otot, Observasi Ikterik
IP. Ex :
 Setelah Pulang, setiap pagi bayi dijemur secara rutin ± 2 jam

 Imunisasi sesuai jadwal

 Pemantauan tumbuh kembang

 ASI Eksklusif

PROGNOSA
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Hiperbilirubinemia
I. DEFINISI
Sebagai kadar bilirubin serum total >= 5mg/dL akibat penumpukan bilirubin
tak terkonjugasi pada jaringan..Hiperbilirubin dalah keadaan transien yang sering
ditemukan baik pada bayi cukup bulan (50-70%) maupun bayi premature (80-90%).

Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya
ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di
atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar
bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara
fisologis, patologis maupun keduanya.

II. KLASIFIKASI
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin.

13
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon,
1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a) Timbul pada hari kedua - ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
g) Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg%
pada neonatus cukup bulan.
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis).
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.

14
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)
III. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;
lahir prematur, asidosis.
(Sumber: IDAI, 2011)

15
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh
yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

V. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk
sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein}
digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin
unkonjugata dan berikatan dengan albumin.

16
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis
neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek
ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus
atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin
pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga
dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu

17
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya
kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)

18
19
VI. KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl
dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital

20
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi
untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011)
IX. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
a. Mungkin pucat, menandakan anemia
b. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
b. Pasase mekonium mungkin lambat
c. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
d. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu
botol
b. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
5. Neurosensori

21
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)
7. Keamanan
a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranial
c. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti
bayi dengan ibudiabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.

B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi
berkenaan phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

22
Daftar Pustaka

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.


Jakarta.

Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian
Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai