Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dengan hasil konsepsi masih dalam uterus dan

viable, serta serviks tertutup (Ross and Jennings, 2010).

Abortus imminens adalah wanita yang mengandung bayi hidup dengan

usia kehamilan kurang dari 24 minggu yang mengalami perdarahan vaginal

dengan atau tanpa nyeri abdomen ketika kondisi serviks masih tertutup

(Deevaselan, 2012)

Abortus imminens merupakan komplikasi kehamilan tersering dan

menyebabkan beban emosional serius, terjadi satu dari lima kasus dan

meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah

(BBLR), kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini

(KPD), namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Diagnosis abortus

imminens ditentukan karena terjadi perdarahan pada awal kehamilan melalui

ostium uteri eksternum, disertai nyaeri perut sedikit atau tida sama sekali, serviks

tertutup dan janin masih hidup (Winkjosastro, 2007). Penatalaksanaan abortus

imminens pada umumnya adalah secara empiris. Tirah baring rutin

direkomendasikan, satu dari tiga kasus abortus imminens mendapatkan resep obat

meskipun dua dari tiga dokter umum yang merekomendasikan hal tersebut tida

yakin dengan hasil yang akan dicapai (Sucipto, 2013).

B. Tujuan Pembelajaran

1
1. Mendefinisikan dan menjelaskan mengenai abortus imminens.

2. Mendiskusikan penatalaksanaan yang tepat pada abortus imminens.

2
BAB II

STATUS PASIEN

A. Anamnesis

Anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Juni 2016 pukul 09.05 WIB terhadap

pasien.

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. DKS

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : RT 05 RW 02 Kepatihan Wetan, Jebres, Surakarta

Status Perkawinan : Menikah 1 kali selama 9 tahun

Paritas : G3P2A0

HPMT : 6 April 2016

HPL : 13 Januari 2017

UK : 8+5 minggu

Tanggal Masuk : 6 Juni 2016

No.CM : 01-32-xx-xx

Berat badan : 60 Kg

Tinggi Badan : 159 cm

3
2. Keluhan Utama

Keluar flek dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien G3P2A0, 34 tahun, UK 8+5 minggu datang ke RSDM

dengan keluhan keluar flek dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Pasien

merasa hamil 2 bulan lebih. Riwayat demam (-), binatang peliharaan (-),

keputihan (-). Riwayat hamil yang ke 2 minum obat penguat. Riwayat

rawat: 1) ICU karena perdarahan post partus desember 2015. 2) Mondok

karena flek jalan lahir pada hamil ini Mei 2016.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat hipertensi : disangkal

b. Riwayat penyakit jantung : disangkal

c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat hipertensi : disangkal

b. Riwayat penyakit Jantung : disangkal

c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal

d. Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

6. Riwayat Fertilitas

Baik

4
7. Riwayat Obstetri

I : laki-laki, 7 th, 3500 g, VE (KPD)

II : Perempuan, 2100, spontan (Ϯ, 126 hari)

III : Hamil sekarang

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Pasien tidak rutin melakukan ANC.

9. Riwayat Menstruasi

a. Menarche : 12 tahun

b. Lama menstruasi : 5-7 hari

c. Siklus menstruasi : 28 hari

10. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, selama 9 tahun

11.Riwayat Keluarga Berencana (KB)

Pasien tidak KB.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

a. Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan cukup


b. Tanda Vital :

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 360 C

c. Kepala : Mesocephal

5
d. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT : Discharge (-/-)
f. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae

hiperpigmentasi (+)

1) Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)

h. Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dinding dada,

striae gravidarum (+)

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba, massa (-)
- Perkusi : timpani
i. Genital eksterna:
- Inspeksi : v/u tenang, dinding vagina dalam

batas normal,
portio livide, OUE tertutup darah (-), discharge (-)

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium Darah tanggal 5 Juni 2016 pukul 09:21 WIB

Hematologi rutin

a. Hemoglobin : 12,1 g /dL


b. Hematokrit : 36 %
c. Eritrosit : 4.29 x 106/μL
d. Leukosit : 9.2 x 103/μL
e. Trombosit : 263 x 103/μL

6
Kimia Klinik

a. GDS : 89 mg/dL

2. Ultrasonografi (USG) tanggal 5 Juni 2016


- Tampak VU terisi cukup
- Tampak uterus membesar
- Tampak GS, tampak fetal pole dengan CRL sesuai dengan 8 minggu,

kesan menyokong, gambaran kehamilan intrauterine, UK 8 minggu.

D. Diagnosis Awal

Abortus imminens

E. Prognosis

Dubia

F. Terapi dan Planning

1. Mondok bangsal
2. Konservatif pertahankan kehamilan
3. Bedrest total
4. Asam folat 1 x 400 mg
5. SF 1 x 1
6. Didrogesteron 3 x 10 mg

G. FOLLOW UP
1. Evaluasi tanggal 6 Juni 2016 pukul 06.00 WIB

G3P2A0, 34 tahun, UK 8+6 minggu

Keluhan : flek (-)

Keadaan umum : baik, compos mentis

Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg; RR : 20x/mnt

Nadi : 84x/mnt; Suhu : 36,50C

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

7
Thorax : Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba
Genital : darah (-), discharge (-)
Diagnosis : Abortus Imminens (bebas flek hari I)
Terapi :
- Konservatif (pertahankan kehamilan)
- Bed rest total
- Didrogesteron 3 x 10 mg
- Asam folat 1 x 400 mg
- SF 1 x 1

2. Evaluasi tanggal 7 Juni 2016 pukul 06.00 WIB

G3P2A0, 34 tahun, UK 9 minggu

Keluhan : flek (-) 2 hari

Keadaan umum : baik, compos mentis

Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg; RR : 20x/mnt

Nadi : 84x/mnt; Suhu : 36,50C

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


Thorax : Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba
Genital : darah (-), discharge (-)
Diagnosis : Abortus Imminens (bebas flek hari I)
Terapi :
- Konservatif (pertahankan kehamilan)
- Bed rest total
- Didrogesteron 3 x 10 mg
- Asam folat 1 x 400 mg
- SF 1 x 1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Abortus imminens disebut juga abortus membakat, dimana terjadi

perdarahan pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan atau tanpa

8
kontraksi uterus tanpa disertai dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil

konsepsi. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit,

namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu. Dapat atau

tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau

nyeri pinggang bawah (Wiknjosastro, 2007).


Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak

adanya pembukaan serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time

ultrasound pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal,

jantung janin berdenyut, dan kantong amnion kosong, servik tertutup, dan

masih terdapat janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan

tirah baring dan memberikan obat-obatan (Wiknjosastro, 2007).

B. Faktor Resiko
Angka kejadian abortus imminens dipengaruhi oleh berbagai

faktor:
1. Usia Ibu
2. Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
a. Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
b. Kejadian abortus sebelumnya
c. Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan

kongenital atau defek genetik


3. Pengaruh orang tua
a. Kelainan genetik orang tua
b. Komplikasi medis (Safuddin, 2004)

C. Epidemiologi
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya

seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan

kelahiran dengan anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus

9
diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan. Namun, frekuensi

angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian

yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena

abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan

pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang

terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia

kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan

pada kromosom (Mansjoer, 2001).


Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan

blighted ovum dan 50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom.

Disamping kelainan kromosom, abortus spontan juga disebabkan oleh

penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi kafein selama

kehamilan (Mansjoer, 2001).

D. Etiologi Abortus

Abortus spontan memiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya

saling terkait. Abnormalitas dari kromosom adalah etiologi yang paling

sering menyebabkan abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester

pertama, lalu insiden menurun pada trimester kedua sekitar 20-30 %, dan

5-10 % pada trimester ketiga. Penyebab yang lain dari aborsi dengan

persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi, factor endokrin,

factor immunologi, dan penyakit sistemik pada ibu. Dan ada banyak pula

penyebab yang belum diketahui hingga sampai saat ini (Cunningham,

2007)

10
Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh

kematian janin, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus adalah

sebagai berikut :

1. Hasil konsepsi.
Kelainan perkembangan dapat dipengaruhi oleh faktor endogen

seperti kelainan kromosom ( trisomi dan polipoidi)


2. Fakor ibu antara lain :
a. Infeksi : Mycoplasma,Ureaplasma,dll
b. Penyakit kronis : Celiac sprue (sindrom malabsorbsi)
c. Gangguan endokrin : diabetes melitus
d. Kelainan alat reproduksi
e. Kelainan darah
f. Pengaruh obat-obatan : tembakau,alcohol, kafein
g. Faktor lingkungan : radiasi
h. Faktor imunologis
i. Trauma fisik (Safuddin, 2004).

E. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau

seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.

Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua

tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses

abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat

yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis

cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil

konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.

Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.


Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau

diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan

pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam

11
cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau

masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan

perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22,

janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta

beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam

uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi

perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu

banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas

bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan

intensitas beragam (Prawihardjo, 2007).

F. Klasifikasi Abortus
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak

didahului faktor-faktor mekanis ataupun medialis, semata-mata

disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Biasanya disebabkan karena

kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.


a. Abortus imminens (threaned abortion)
Pengertian abortus imminens adalah perdarahan

yang berasal dari intrauterin sebelum usia kehamilan

kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi, tanpa

dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus

imminens sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada

kemungkinan untuk mempertahankan hasil konsepsi.


Abortus imminens ditegakan pada wanita yang

hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul

12
dalam waktu kehamilan trimester pertama. Perdarahan pada

abortus imminens lebih ringan, namun dapat menetap

dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. Hal

ini akan mengakibatkan gangguan terhadap hasil konsepsi

berupa persalinan preterm, berat badan lahir rendah serta

kematian prenatal
b. Abortus insipiens (inivitable)
Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung,

ditandai dengan perdarahan pervaginam <20 minggu

dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa

pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan

juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang

hebat. Pemeriksaan vagina pada kelainan ini

memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian

kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG

mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut,

kantong gestasi kosong (5-6 minggu), uterus kosong (3-5

minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian

bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi

dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan

kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan

kerokan.

c. Abortus inkomplit

13
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang

dari 500 gram dan masih terdapat hasil konsepsi yang

tertinggal di dalam uterus.


d. Abortus komplit
Adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi sebelum

usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan

kurang dari 500 gram. Pada penderita ditemukan

perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus

sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala

kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada

pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong

(Sastrawinata, 2008).
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum

20 minggu akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obat-

obatan. Jenis abortus provokatus dibagi berdasarkan alasan

melakukan abortus adalah :


a. Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang

dilakukan atas indikasi medis


b. Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang

dilakukan bukan karena indikasi medis tetapi perbuatan

yang tidak legal atau melanggar hukum (Cunningham,

2007).

14
Abortus complete dan abortus incomplete 5

Abortus imminens, abortus insipiens, dan miss abortion 5

G. Gejala

Adapun gejala-gejala dari abortus imminens adalah sebagai berikut:

1. Amenorea
2. Perdarahan pervaginam sedikit
3. Sakit perut dan mulas sedikit atau tidak sama sekali
4. Pada pemeriksaan dalam tampak ostium uteri tertutup, ukuran uterus

sesuai dengan usia kehamilan, dan tes kehamilan masih menunjukkan

hasil positif (Prawihardjo, 2007).

15
H. Diagnosis
Diagnosis abortus imminens ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam sedikit
c. Rasa sakit atau mulas sedikit daerah atas simpisis
d. Perlu juga ditanyakan: riwayat menstruasi, riwayat pemakaian obat-

obatan dan zat, riwayat penyakit dahulu, riwayat operasi uterus

dan/atau adneksa, riwayat obstetri dan ginekologi dahulu


2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital biasanya dalam rentang normal kecuali bila terjadi

hipovolemik
b. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan, bila ditemukan

nyeri perlu dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut berlangsung.


c. Pemeriksaan inspekulo tampak ostium uteri tertutup, perdarahan

pervaginam dapat hanya berupa flek (bercak darah) hingga

perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk menilai apakah

perdarahan semakin berkurang atau bahkan semakin memburuk.

Adanya gumpalan darah atau jaringan merupakan tanda bahwa

abortus berjalan dengan progresif. Sumber perdarahan juga perlu

diidentifikasi, apakah dari dinding vagina, permukaan serviks, atau

keluar dari ostium uteri eksternum. Pada abortus perdarahan keluar

dari ostium uteri


d. Pada pemeriksaan dalam pemeriksaan nyeri goyang porsio dilakukan

untuk menyingkirkan diagnosis banding kehamilan ektopik, dengan

hasil nyeri goyang porsio (-). Selain itu didapatkan ostium uteri

tertutup, hasil konsepsi masih ada di dalam uterus. Identifikasi

ukuran, konsistensi, dan ada tidaknya massa pada uterus dan adneksa.

16
e. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak,

identifikasi ada tidaknya massa pada uterus dan adneksa.


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin,

leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.

Pemeriksaan seri hCG kuantitatif dan serum progesteron dapat

membantu memastikan apakah janin masih hidup dan dalam rahim

b. Pemeriksaan USG (dengan transvaginal USG) ditemukan kantung

gestasi utuh, hasil konsepsi masih dalam keadaan baik.


(Schorge, 2008)

I. Diagnosis Banding

1. Kehamilan ektopik terganggu ( KET )

Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya

sedikit sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri

bagian bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada

KET biasanya lebih hebat. Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG

dapat dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum

timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik

yang belum terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala-gejala

hamil muda atau abortus imminens (Prawihardjo, 2007).

2. Mola Hidatidosa

Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat

dibandingkan dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan

adanya hiperemis gravidarum. Ini disebabkan oleh adanya kadar β-HCG

17
yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan

gambaran seperti badai salju (snowform like appearance).

3. Kelainan serviks

Karsinoma serviks uteri, polip serviks dan sebagainya. Perdarahan

yang disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens.

Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat

membantu dalam menegakan diagnosis (Speroff, 2005).

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus imminens adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Abortus imminens yang memburuk dapat menyebabkan perdarahan

bertambah. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-

sisa hasil konsepsi. Jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya.
2. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok septik).


3. Infeksi
Genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan

flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,

streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema

(selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan

pada vagina ada lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif

enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.

18
Perubahan keadaan sekitar genitalia dan migrasi flora pada abortus dapat

menyebabkan terjadinya infeksi (Prawirohardjo, 2007).

4. Perforasi

Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Hal ini juga berhubungan dengan adanya cedera pelvis

dan vesica urinaria. Jika ditemukan tanda – tanda abdomen akut perlu

segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk perforasi,

penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.

K. Prognosis

Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan

kehamilan. Prognosis abortus adalah dubia ad malam. Hal ini menjadi kurang

baik bila perdarahan berlangsung lama, mulas-mulas disertai dengan

perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut, maka

sering diikuti dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR.

Prognosis ditentukan lamanya perdarahan, jika perdarahan berlangsung lama,

mules- mules yang disertai pendataran serviks menandakan prognosis yang

buruk Prognosis buruk bila dijumpai pada pemeriksaan USG adanya kantong

kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak adanya kutub

janin, perdarahan retrochorionic yang luas ( >25 % ukuran kantung

kehamilan ), DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).

L. Penanganan

19
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis

syok, tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum.Tindakan

selanjutnya adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.


1. Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh

ke tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan

menuju keadaan yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik

(stabil), tindakan tahap kedua umumnya akan berjalan dengan baik pula.
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut

nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu badan).


b. Pengawasan pernafasan (jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan

seperti adanya takipneu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari

hambatan dan diberi oksigen melalui kateter nasal).


c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi

Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5%

dengan NaCl 0,9%, Ringer Laktat).


e. Pengawasan jantung (fungsi jantung dapat dipantau dengan

elektrokardiografi dan dengan pengukuran tekanan vena sentral).


f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan

darah, jenis Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah

donor, pemeriksaan pH darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari

pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang sampai berat,

infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan

dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit,

jika sudah timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah

20
segar. Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi

(Schorge, 2008).

2. Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap kedua

dilakukan.Penanganan tahap kedua meliputi menegakkan diagnosis dan

tindakan menghentikan perdarahan yang mengancam jiwa ibu.Tindakan

menghentikan perdarahan ini dilakukan berdasarkan etiologinya.

Tujuan penatalaksanaan pada abortus imminens adalah

mempertahankan kehamilan. Bedrest total biasa diresepkan sampai

perdarahan berhenti. Asetaminofen diberikan untuk mengurangi rasa nyeri

(Schorge, 2008). Pemberian spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi

(Haas, 2008). Progesteron berperan penting dalam proses implantasi hasil

konsepsi, dan pada beberapa pasien dengan aborsi tidak ditemukan kadar

progesteron yang cukup, sehingga dimungkinkan pemberian progesteron

dapat mencegah keguguran. Selain itu, menurunkan tonus otot polos

sehingga uterus relaksasi, meningkatkan kepekaan otot uterus terhadap

relaksin, bersama estrogen mempersiapkan payudara untuk laktasi dan

berfungsi menjaga keseimbangan imunologis melalui protein yang dinamakan

Progesterone-induced blocking factor (PIBF) yang menghambat menghambat

aktivitas sel Natural Killer (NK). Pada abortus spontan yang terjadi pada

manusia telah dibuktikan adanya hubungan peningkatan produksi sitokin yang

bersifat sitotoksik yang dihasilkan oleh sel T helper (Th)1 yaitu interleukin

(IL)-2 dan Interferon (IFN) dan Tumour necrosis factor (TNF)-ß yang

berpengaruh buruk terhadap kehamilan, sedangkan sitokin yang dihasilkan

21
oleh Th2 yaitu IL-4, IL-6, IL-5 dan IL-10 yang bermanfaat dalam menjaga

kelangsungan kehamilan kadarnya terjadi penurunan. Progesteron dapat

diberikan secara oral, supositoria, atau injeksi intramuskular (Sucipto,

2013). Progesteron yang biasa diberikan adalah didrogesteron, 2 – 3 x 10

mg/hari, maksimal pemberian 40 mg per hari (Sucipto, 2013; MIMS, 2016).

Namun, menurut WHO, penggunaan progesteron masih kontroversial dan

tidak bermakna secara statistik (Haas, 2008). Untuk pertumbuhan dan

perkembangan otak janin diberikan asam folat sebanyak 400 mcq sehari.

Sulfas ferous diberikan 1 tablet sehari dengan tujuan mencegah anemia

karena perdarahan. Asam tranexamat dapat diberikan untuk membantu

menghentikan perdarahan dengan dosis 500 mg tiap 8 jam. Pasien dapat

dipulangkan apabila sudah tidak mengalami perdarahan serta diedukasi

untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 2 minggu.

22
BAB IV

ANALISIS KASUS

A. Analisa Kasus

Diagnosa : Abortus imminens

Abortus imminens dapat terjadi akibat berbagai etiologi. Pada

kasus ini, kemungkinan bisa disebabkan oleh adanya riwayat antenatal

yang buruk, serta riwayat obstetri dimana anak kedua lahir meninggal

pada usia 126 hari.

Abortus imminens ditegakkan ketika ditemukan amenorea, tes

kehamilan positif, perdarahan pervaginam sedikit dengan OUE tertutup,

tidak terlihat jaringan keluar, ukuran uterus sesuai umur kehamilan, janin

dalam rahim masih dalam keadaan baik. .

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan dari:

a. Anamnesis : perdarahan pervaginam sedikit, tidak ada

mrongkol-mrongkol.

b. Pemeriksaan dalam : keluar darah dari ostium uteri, OUE

tertutup

c. Pemeriksaan USG : tampak fetal pole dengan CRL sesuai

dengan umur kehamilan 8 minggu, kantung

gestasi utuh, janin dalam keadaan baik

Kami berpendapat bahwa abortus imminens dapat disebabkan

karena kurangnya ANC yang dilakukan oleh ibu, juga faktor resiko ibu

23
yang memiliki riwayat bayi meninggal yang mungkin disebabkan adanya

kelainan kongenital. Abortus dapat juga disebabkan karena kurangnya

kadar progesteron ibu, namun tidak dilakukan pemeriksaan serum

progesteron sehingga belum bisa dipastikan. Terlalu singkatnya jarak

kehamilan sekarang dan sebelumnya pada pasien ini (pasien melahirkan

anak kedua pada Desember 2015) juga merupakan faktor resiko

terjadinya abortus, dimana endometrium belum siap untuk menerima

implantasi hasil konsepsi.

B. Analisis Terapi

Terapi yang diberikan adalah bedrest total, konservatif pertahankan

kehamilan. Hal ini dilakukan agar tidak timbul perdarahan yang lebih

banyak sehingga abortus tidak menjadi progresif. Selain itu, diberikan

terapi medikamentosa berupa didrogesteron yang merupakan derivat

progesteron. Kami setuju dengan pemberian obat ini karena progesteron

berfungsi untuk menguatkan uterus dalam proses implantasi, mengingat

pada usia kehamilan 8 minggu masih terjadi proses pembentukan plasenta,

sehingga diharapkan pemberian progesteron dapat membantu

penyempurnaan plasenta sebagai jalan asupan nutrisi janin kelak.

Pemberian asam folat berfungsi untuk perkembangan neural tube

dan spinal cord janin dan mengurangi resiko janin lahir cacat. Sulfo

ferosus diberikan untuk mencegah anemia pada pasien, mengingat pasien

mengalami perdarahan. Asam tranexamat sebagai anti-fibrinolitik

24
membantu mengurangi perdarahan pada pasien dengan mekanisme

inhibitor kompetitif aktivator plasminogen yang dapat menghancurkan

fibrinogen.

25
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG (2007). Williams Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange.


Stanford Connecticut. 856-877

Devaseelan P (2010). Human chorionic gonadotrophin for threatened miscarriage.


Cochrane Database of Systematic Reviews. Diakses Juni 2016.

Haas DM, Ramsey PS (2008). Progestogen for preventing miscarriage.


Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 2.

Mansjoer A (2001). Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam: Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 260-265.

MIMS (2016). Dydrogesterone.


http://www.mims.com/indonesia/drug/info/dydrogesterone/?type=brief. Diakses
Juni 2016

Prawihardjo S (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta.: 302-312

Ross PJ, Jennings JC (2010) Obstetics & Gynecology. 3rd ed. Ohio: McGraw-Hill

Safuddin (2004). Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 146-147

Sastrawinata (2008). Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung. 11-17

Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG (2008). Williams Gynecology. New York: The McGraw-
Hill Companies Inc.

26
Speroff (2005). Female Infertility. In: Clinical Gynaecologic Endocrinology and
Infertility. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Sucipto NI (2013). Abortus imminens: upaya pencegahan, pemeriksaan, dan


penatalaksanaan. CDK-206. 40 (7)

Wiknjosastro (2007). Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo. Jakarta. 302-312

27

Anda mungkin juga menyukai