Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Asthma Bronkial
2. Etiologi dan Patofisilogi Asthma Bronkial
3. Klasifikasi Asthma Bronkial
4. Menegakkan diagnosis Asthma Bronkial
5. Mengetahui penatalaksanaan Asthma Bronkial
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang Asthma Bronkial
7. Komplikasi Asthma Bronkial
8. Prognosis Asthma Bronkial
2. Obyektif :
Pemeriksaan Fisis
Stasus Generalis : Sakit sedang/ gizi cukup/ kompos mentis
Status Vitalis
Suhu : 36.8 oC
Status lokalis:
Bibir Sianosis :-
2
Portofolio I – Kasus Medik
Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
Paru-Paru
Abdomen :
Pemeriksaan Penunjang: -
3. Assesment
Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi kronik saluran napas yang
3
Portofolio I – Kasus Medik
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Berbagai penyebab dapat
mengubah suatu keadaan Asma kronik menjadi akut bahkan memburuk.
Etiologi
Etiologi asma masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli, namun secara umum
terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
diantaranya riwayat atopi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, obesitas.
Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti tungau, debu rumah, spora jamur,
kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor lingkungan yang dapat
mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan serbuk sari dan spora jamur yang terdapat
di luar rumah.
Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi 4 yaitu :12
Asma intermitten, ditandai dengan : 1) gejala kurang dari 1 kali seminggu; 2) eksaserbasi
singkat; 3) gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan; 4) bronkodilator diperlukan bila
ada serangan; 5) jika serangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid; 6) APE
atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 7) variabiliti APE atau VEP1 < 20%
Asma persisten ringan, ditandai dengan : 1) gejala asma malam >2x/bulan; 2) eksaserbasi
>1x/minggu, tetapi <1x/hari; 3) eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4)
membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid; 5) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 6)
variabiliti APE atau VEP1 20-30%
Asma persisten sedang, ditandai dengan : 1) gejala hampir tiap hari; 2) gejala asma
malam >1x/minggu; 3) eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4) membutuhkan
steroid inhalasi dan bronkhodilator setiap hari; 5) APE atau VEP1 60-80%; 6) variabiliti
APE atau VEP1 >30%
Asma persisten berat, ditandai dengan : 1) APE atau VEP1 <60% prediksi; 2) variabiliti
APE atau VEP1 >30%
Patogenesis
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan
pada proses hipereaktivitas saluran napas.
Untuk mencapai keadaan tersebut dikenal dengan 2 jalur yaitu :
1. Jalur imunologis (factor ekstrinsik) yang didominasi oleh peran IgE
2. Jalur system saraf otonom (factor instrinsik) /non-alergik
4
Portofolio I – Kasus Medik
Diagnosis
1. Anamnesis:
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis. Secara klinis ditemukan gejala
berupa sesak episodik, mengi (wheezing), batuk kronik berulang dan dada terasa
sakit/sesak.
2. Pemeriksaan fisis: melalui pemeriksaan fisik pasien asma, tampak adanya perubahan
bentuk anatomi thoraks dan ditemukan perubahan cara bernapas. Pada pemeriksaan
inpeksi dapat ditemukan pasien menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan
dada, napas cepat hingga sianosis, juga kesulitan bernapas. Ekspirasi memanjang dan
mengi dapat ditemukan saat dilakukan auskultasi pada pasien asma.
3. Pemeriksaan penunjang: bisa dilakukan dengan pemeriksaan spirometri, volume
ekspirasipaksa, uji provokasi bronkus,x-ray thoraks.
Terapi
Tujuan dari pengobatan Asthma Bronkial adalah:3
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala Asma, agar kualitas hidup meningkat,
b. Mencegah eksaserbasi akut,
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
d. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya,
e. Menghindari efek samping obat,
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel, dan
g. Meminimalkan kunjungan kegawat daruratan.
5
Portofolio I – Kasus Medik
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan
optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10
mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau
dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan
beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut Doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
>20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru
atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-
lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan Asma
berat.
6
Portofolio I – Kasus Medik
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai Adanya miselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik
Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama
dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik
atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang
sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah
Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
7. Fraktur iga
4. Plan :
7
Portofolio I – Kasus Medik
Diagnosis : Pasien masuk dengan Asthma Bronkial. Dari anamnesa didapatkan pasien
masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang dialami 2 hari terakhir diserta
dengan batuk berdahak. Didapatkan hasil pemeriksaan fisis bunyi pernafasan tambahan
wheezing bilateral +/+.
Terapi Asthma Bronkial yang dilakukan pada pasien ini:
- O2 3-4 l/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Dexamethason 1 ampul/8 jam/iv
- Combivent 2,5 mg/8 jam/ pro nebulizer
- Ambroksol 3 x 30 mg
- Salbutamol 3 x 2 mg
Pendidikan
Kita menjelaskan terapi, prognosis dan komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
penyakit ini
Konsultasi
Dijelaskan adanya indikasi rawat inap dan konsultasi dengan dokter spesialis interna
untuk penanganan lebih lanjut
Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasaran yang lebih memadai
Peserta, Pendamping,