Sari
Bencana alam merupakan suatu kejadian yang mengancam dan mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti
banjir dan longsor yang merupakan kejadian yang umum terjadi di Indonesia. Karangsambung merupakan
kawasan cagar alam geologi yang mempunyai aneka ragam batuan yang proses terbentuknya dimulai dari
dasar samudra hingga ke tepian benua. Bencana alam yang sering terjadi pada kawasan ini yaitu berupa
gerakan massa dan banjir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui wilayah rawan bencana di kawasan
cagar alam geologi karangsambung dengan menggunakan pendekatan survei dan sistem informasi geografis
(SIG). Pada wilayah penelitian, daerah yang teridentifikasi mempunyai kerawanan tinggi terhadap gerakan
massa umumnya tersusun oleh litologi batuan vulkanik (breksi dan batupasir Formasi Waturanda) dan batuan
di Kompleks Melange. Banjir sering terjadi pada bentuk lahan fluviatil, yaitu pada dataran aluvium dan
dataran fluviatil yang lokasinya berada di Desa Karangsambung dan Desa Banioro.
Kata Kunci : bencana alam, gerakan massa, banjir, SIG, Karangsambung.
Abstract
Natural disaster is an event that threatens and causes environmental damage like floods and landslides which
are common to occur in Indonesia. Karangsambung is geological nature preserve contained a wide range of
rock where the formation process starts from the bottom of the ocean to the continental margin. Natural
disasters are frequent in this region in the form of landslides (mass movement) and flood. The purpose of this
study is to investigate the disaster-prone areas in Karangsambung geological nature preserve using a field
survey approach and the analyses by geographical information systems (GIS). In the researched area, places
which were identified to have the high mass movement susceptibility is generally composed of lithology of
volcanic rocks (breccias and sandstones Waturanda Formation) and complex Melange Formation. Flood is
often happend in fluvial landform, that are on alluvial and fluvial plains which are located in
Karangsambung Village and Banioro Village.
Key Words : natural disaster, landslide, flood, GIS, Karangsambung.
23
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Identifikasi Kerentanan Bencana Alam
Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (Puguh Dwi Raharjo, drr)
umum terjadi dalam kaitannya dengan intensitas pasang, perubahan kondisi DAS) dan diakibatkan
hujan, frekuensi gempa bumi, kecuraman lereng, oleh tindakan manusia, seperti kawasan kumuh,
serta formasi geologi yang lemah. sampah, drainase lahan, bangunan air, kerusakan
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan bangunan pengendali banjir, serta perencanaan
Sumber daya Mineral Nomor : 2817 sistem pengendali banjir yang tidak tepat
K/40/MEM/2006 wilayah Karangsambung (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).
ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Kawasan yang secara administratif meliputi mengetahui wilayah rawan bencana di Kawasan
sebagian Kabupaten Kebumen, sebagian Cagar Alam Geologi Karangsambung dengan
Kabupaten Banjarnegara, dan sebagian Kabupaten menggunakan pendekatan survei lokasi kejadian
Wonosobo mempunyai arti sangat penting bagi longsor dan lokasi banjir serta dengan analisis data
ilmu kebumian. Pada Kawasan Cagar Alam sekunder menggunakan Sistem Informasi
Geologi Karangsambung ini berhimpun beraneka Geografis (SIG). Hasil penelitian mengenai lokasi
ragam batuan, baik batuan beku, batuan sedimen, yang diidentifikasi rawan bencana dapat
maupun batuan metamorf yang proses digunakan sebagai acuan dalam memitigasi
terbentuknya mulai dari dasar samudra hingga ke bencana alam serta untuk rekomendasi dalam
tepian benua. Kawasan Cagar Alam Geologi perencanaan tata ruang wilayah.
Karangsambung merupakan bukti evolusi lempeng
bumi yang terjadi sekitar 60 juta tahun yang lalu
(Asikin drr, 1992). Hal yang berkaitan dengan METODE PENELITIAN
cagar alam tersebut meliputi sumber daya alam Penelitian ini dilakukan di Cagar Alam
hayati dan ekosistemnya, penataan ruang, serta Geologi Karangsambung yang meliputi sebagian
pengelolaan lingkungan (Puguh dan Ansori, 2009). Kabupaten Kebumen, sebagian Kabupaten
Karangsambung ditinjau dari sejarah Banjarnegara, dan sebagian Kabupaten Wonosobo,
geologi memperlihatkan adanya bukti-bukti Jawa Tengah. Penggunaan lahan yang ada di
batuan berumur tua yang berasal dari dua Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung
lempeng; lempeng samudra dan lempeng benua. berjumlah sebelas jenis, yaitu air tawar (sungai),
Batu-batuan tersebut merupakan hasil tumbukan lahan terbangun (permukiman, gedung), sawah
Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng irigasi, sawah tadah hujan, semak/belukar,
Benua Asia Tenggara sejak Kapur Akhir atau perkebunan, tegalan, rumput, pasir darat, dan
Tersier Awal (Asikin, 1974). Selain batuan yang hutan. Kondisi pertanian yang terdapat di daerah
tua, pada daerah ini juga terdapat struktur geologi berupa kebun, tegalan, sawah irigasi, sawah tadah
berupa sesar, lipatan, dan kekar. Struktur ini hujan, dan hutan produksi. Mata pencaharian
sangat intensif dan berkembang sangat luas di penduduk sebagian besar sebagai petani dan
daerah ini. Bukti-bukti struktur ini terekam dalam penambang bahan galian.
hampir semua batuan yang ada di Karangsambung.
Batu-batuan tersebut menampakkan suatu tubuh Bahan dan alat yang digunakan dalam
batuan yang sudah terkena deformasi yang sangat penelitian meliputi citra SRTM, peta dasar, peta
kuat dan berulang karena posisinya yang berada di geologi, GPS, kamera, seperangkat alat komputer,
dalam zona subduksi pada jaman Kapur. dan alat tulis. Batasan bencana alam yang terjadi
Deformasi yang kuat menghasilkan rekahan- di lokasi penelitian pada penelitian ini hanya
rekahan (gash fracture) ataupun kekar gerus mencakup bencana longsor dan bencana banjir,
(shear joint), dan di sebagian tempat (lihat Gambar 1).
memperlihatkan lipatan yang sangat kuat. Sebagian besar wilayah Karang-sambung
Bencana alam yang sering terjadi pada merupakan daerah dengan topografi berbukit
kawasan ini yaitu berupa tanah longsor (gerakan dengan kondisi permukaan yang masih
massa/tanah) dan banjir. Gerakan massa secara mempunyai banyak singkapan batuan. Daerah
umum merupakan semua proses massa dari Aliran Sungai (DAS) yang masuk pada Kawasan
material bumi yang digerakan oleh gravitasi, baik Cagar Geologi Karang-sambung adalah DAS
lambat atau cepat dari suatu tempat ke tempat lain. Lukulo Hulu. DAS merupakan satuan unit
Proses gerakan tanah dipengaruhi oleh faktor hidrologi sebagai tempat berkumpulnya aliran air
penggunaan lahan, kemiringan lereng, ketebalan dalam suatu wilayah sehingga studi mengenai
lapisan tanah, dan stratigrafi/geologi (Van hidrologi khususnya banjir lebih ditekankan pada
Zuidam, 1983). Banjir disebabkan oleh banyak tinjauan mengenai DAS. Banjir sangat
faktor, namun secara umum disebabkan oleh sebab dipengaruhi oleh adanya limpasan. Air hujan
alamiah (curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi sebagai input utama melintas pada permukaan dan
dan sedimentasi, kapasitas sungai, pengaruh air menuju saluran sungai.
24
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 23 – 33
25
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Identifikasi Kerentanan Bencana Alam
Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (Puguh Dwi Raharjo, drr)
Menurut Karnawati (2002), faktor banyak terdapat di daerah formasi melange dan
penyebab gerakan tanah dibedakan menjadi dua, Formasi Waturanda yang merupakan bentuk lahan
yaitu faktor pengontrol dan faktor pemicu. Faktor asal struktural dan sedikit ditemukan di daerah
pengontrol gerakan tanah merupakan fenomena bentuk lahan asal denudasional. Kelas yang ketiga,
yang mengkondisikan suatu lereng menjadi yaitu berkisar antara 34 – 51. Kelas kemiringan
berpotensi untuk longsor, meskipun pada saat ini ini masih banyak ditemukan di daerah Formasi
lereng tersebut masih stabil. Faktor pemicu Melange dan Formasi Waturanda, akan tetapi
gerakan tanah merupakan proses alamiah ataupun hanya daerah atas/ puncak perbukitannya. Kelas
nonalamiah yang mengubah kondisi lereng dari yang keempat yaitu berkisar antara 51 – 68
berbakat/berpotensi bergerak menjadi benar-benar dengan jumlah yang sangat sedikit seperti halnya
bergerak/longsor. Ada pun faktor-faktor pemicu kelas kemiringan yang kelima (68 – 85).
bencana tanah longsor ini meliputi hujan, erosi Penampakan morfologi daerah penelitian
sungai, getaran (gempa maupun sebab lain), dan dapat dikategorikan menjadi tiga satuan bentukan
aktivitas manusia. lahan, yang pertama yaitu bentukan lahan asal
Setiap parameter dalam faktor (ketebalan proses struktural (endogen) yang meliputi daerah
tanah, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan patahan dan daerah lipatan. Bentukan lahan asal
tipologi lereng/ stratigrafi) diberikan nilai denudasional meliputi daerah-daerah perbukitan
berdasarkan tingkat kemudahannya untuk menjadi sisa, daerah-daerah longsor adalah bentuk lahan
longsor, sedangkan setiap faktor juga diberikan asal fluviatil yang meliputi daerah dataran aluvium.
nilai bobot kepentingan. Analisis terpadu Bentukan lahan asal struktural (endogen) pada
menggunakan sistem overlay dan persamaan kawasan ini meliputi dua macam, yaitu berupa
matematik. Ada pun persamaan matematik daerah lipatan dan daerah patahan. Daerah lipatan
dimaksud adalah (Anonim, 2003): berupa suatu antiklinal yang telah mengalami erosi
n dan berubah menjadi lembah antiklin yang
Tingkat Kerentanan = Bi I1 memiliki material berupa batuan sedimen, yaitu
I 1 batu pasir dan breksi. Sementara daerah patahan
terdapat di sebelah utara yang merupakan daerah
Disini B : bobot kepentingan melange (campur aduk).
I : intensitas bobot Struktur yang berkembang pada batuan
Wilayah Cagar Alam Geologi tentunya akan mengurangi kekuatan (resisntensi)
Karangsambung sebagian besar merupakan batuan tersebut, sehingga beberapa batuan menjadi
wilayah dengan topografi yang berbukit serta mudah lapuk dan hancur. Selain itu, penyebaran
sering terjadi longor/gerakan massa. Bencana batuan ini hampir di semua kawasan
longsor yang pernah terjadi pada kawasan ini telah Karangsambung dan membentuk perbukitan yang
merusakkan jalan, rumah serta menyebabkan curam. Tentunya keadaan geologi seperti ini akan
kerusakan lahan pertanian. Berdasarkan informasi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
tersebut maka dilakukan analisis mengenai gerakan massa. Selain itu batuan yang mempunyai
bencana banjir dan bencana longsor pada Kawasan rekahan-rekahan yang intensif sangat mudah
Cagar Alam Geologi Karangsambung. dilewati oleh air, sehingga simpanan air dalam
tanah yang jenuh mengakibatkan terjadinya
gerakan massa.
ANALISIS DAN DISKUSI Bentukan lahan asal proses denudasional
pada kawasan Karangsambung meliputi bukit sisa
Menurut Pramudjiono drr (2008) lereng
serta suatu lembah dari perbukitan antiklin. Hal ini
sebagai salah satu penampakan penting di dalam
menandakan bahwa pelapukan yang terjadi
bentang alam, di dalam waktu yang panjang akan
mengakibatkan suatu zonasi degradasi permukaan.
berevolusi dan material permukaan pada lereng
Sedangkan bentukan lahan asal proses fluviatil di
akan bergerak turun karena gaya gravitasi. Pada
kawasan ini meliputi daerah dataran aluvium yang
pengolahan griding dihasilkan lima kelas
secara material merupakan daerah yang subur,
kemiringan lereng berdasarkan metode Horn.
akan tetapi sering terkena dampak banjir pada saat
Kelas kemiringan pertama yaitu 0 – 17,
sungai meluap. Sungai yang melewati kawasan
mempunyai luasan yang paling tinggi. Kelas ini
Karangsambung ini merupakan sungai meander,
hampir tersebar merata dalam kawasan, baik di
sehingga banyak ditemukan pengendapan yang
bentuk lahan asal struktural, bentuk lahan asal
merupakan material yang terendapkan oleh
denudasional, maupun bentuk lahan asal fluviatil.
transportasi air.
Kemiringan kelas kedua yaitu antara 17 – 34,
26
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 23 – 33
1 Dukuh Pesodongan, dekat sungai Debris ± 45° ±4m ± 25 ± 175 ± 50 Arah selatan ± 3
Kedunggong, balai desa kearah
2 barat Amblesan ± 70° ±4m ± 100 ± 100 ± 75 arah barat
3 Dukuh Kedunggong bawah Luncuran ± 70° 5m ± 25 ± 75 ± 70 ± 70°
4 Dukuh Kewarasan Luncuran ± 50° ± 30 cm ± 50 ± 250 ± 50 Arah selatan
5 Dukuh Kalipetir Luncuran ± 30° ± 2,5 m ±75 ± 100 ± 150 Arah timur
6 Desa Kaligesing Luncuran ± 50° - ± 350 ± 200 ± 250 -
7 Desa Wonosari, Kedinglegok Luncuran ± 45° ±2m ± 50 ± 25 ± 100 240°
8 Desa Wonosari II Rayapan ± 30° - - - -
9 Desa Wonosari Longsor ± 75° ± 25 m ± 40 ± 250 ± 50 220°
10 Desa Jombret, Seboro Luncuran ± 70° ±3m ± 15 ± 200 ± 50 250°
11 Desa Jombret Luncuran ± 60° ±2m ± 10 ± 300 ± 25 220°
12 Desa Jombret Luncuran ± 60° ±3m ± 10 ± 400 ± 50 160°
13 Desa Melem Rayapan - - - - Arah barat daya
14 Desa Srengseng Luncuran ± 60° ±2m ± 50 ± 100 ± 25 100°
15 Desa Gerdu, Pesangkalan Luncuran ± 50° ±3m ± 20 ± 20 ± 50 160°
16 Desa Banjaran, Pesangkalan Luncuran - ±2m ± 200 ± 500 ± 100 250°
17 Desa Pete , Pesangkalan Luncuran - ±3m ± 130 ± 500 ± 50 175°
18 Jebuk Longsor ± 45° ± 1,5 m ± 1,5 ± 15 ± 200 339°
19 Jebuk Rockfall ±90° ±3-4 m - ±20 ±18 170°
20 Jebuk Rayapan ±39° - - - - 181°
21 Sebelah selatan Gunung Parang Nendatan ±22° ±1,2 m - ±40 ±30 224°
22 Gunung Parang Nendatan ±60° ±3 m - ±20 ±10 -
Dekat Sungai, sebelah timur Batuan
23 Fiit Longsor ±41° ±3,5 m - ±25 ±20 333°
24 Dekat sungai, view ke jembatan Longsor ±48° ±2 m - ±16 ±15 310°
25 Marmer Longsoran ±30° ±1,5 - ±6 ±10 9°
26 Waturanda dengan marmer Longsoran ±48° ±1 - ±10 ±10 200°
27 View di depan serpentinit (N128E) Luncuran ±75° ±0,5 - ±15 ±3 380°
28 Wonosari Longsoran ±64° ±1 - ±15 ±6 302°
29 Dekat Sungai Cangkring Longsoran ±90° ±2 ±10 ±5 -
30 Cangkring (sebelah timur) Longsor ±19° ±2 - ±25 ±10 35°
31 Sebelah selatan-timur gunung Paras Debris ±85° ±5 - ±15 ±30 236°
32 Kalisono Amblesan ±28° ±0,4 323°
33 Kalisono Lonsoran ±85° ±0,5 - ±7 ±4 290°
34 Igir/Kalimangu Nendatan ±36° ±5 - ±5 ±7 114°
35 Igir Kaliwinong Longsoran ±46° ±1 - ±10 ±5 244°
36 Pujegan Longsoran ±50° ±1,5 - ±6 ±4 ±278°
37 Tebing batu sekitar Curug Longsoran ±35° ±,5 - ±7 ±5 ±260°
38 Tebing dekat Curug Maling Longsoran ±86° ±0,5 - ±1,5 ±3 ±62°
39 Plumbon I Longsoran ±54° ±2 - ±6 ±10 ±298°
40 Plumbon II Rockfall ±42° ±1 - ±7 ±3 ±314°
41 Plumbon III Rockfall ±84° ±3 - ±30 ±15 ±346
42 Waturanda Rockfall ±63° ±0,5 - - - ±312°
43 G. Sipako, Filit Nendatan > 40° ± 5m ±20 ±50 ±3 100°
44 G. Sipako, Filit Debris > 40° ± 5m ±20 ±50 ±3 100°
±200m ke selatan dari jembatan
45 Sipako Nendatan 10°-20° ±3m ±5 ±10 ±3 145°
27
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Identifikasi Kerentanan Bencana Alam
Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (Puguh Dwi Raharjo, drr)
Kedalaman DIMENSI
No. LOKASI Jenis Gerakan Slope ARAH GERAK
Tinggi Panjang Lebar
46 ±100m ke selatan dari lokasi 3 Nendatan 20°-40° ±8m ±8m ±25 ±5 150°
47 Lereng Selatan Watu sentul Rockfall >20° ±4 ±10 ±2 160°
48 Tikungan sugai ±500m Nendatan 20°-40° ±5 ±60 ±3 200°
49 - Nendatan 20°-40° ±8 ±20 ±4 45°
Jembatan perempatan pasar
50 Gunungsari Erosi sungai 0°-5° - - - - -
±300m ke timur pertigaan Pasar
51 Gunungsari Nendatan 20°-40° - ±6 ±25 ±4 325°
52 Jalan kea rah Binangun Nendatan 20°-40° - ±8 ±10 ±8 35°
Tikungan Sungai, jembatan SD N 1
53 Glontor Nendatan - - - - - -
54 Data lama pada tulisan Nendatan 20°-40° - - - - -
Desa Binangun, tepi sungai setelah
55 turunan Debris 20° - 10 10 2 3°
56 Sebelah barat Pagebangan Amblesan 20° - - - - -
57 ±200m ke selatan dari lokasi 16 Nendatan 0°-10° - ±2 ±10 ±5 190°
58 Jalan Kebakalan-Clapar Nendatan 10°-20° ±5 ±5 ±12 ±3 355°
59 ±10m ke timur dari lokasi 18 Erosi sungai - - - - - -
60 ±50m ke selatan dari tikugan sungai Nendatan 10°-20° - ±5 ±10 ±3 320°
61 ±200m ke timur dari lokasi 18 Rayapan 10°-20° - ±8 ±50 ±15 355°
±100m ke timur dari Balai Desa
62 Clapar Rayapan 5°-10° - ±3 ±10 ±5 345°
±150m ke timur dari lokasi 20
63 (Logandu) Rayapan 5°-10° - ±3 ±10 ±5 340°
±20m dari lokasi 21 timur tikungan
64 sungai Rayapan 5°-10° - ±5 ±10 ±5 340°
65 Sebelah timur SD 1 Kebakalan Rayapan 0°-5° - ±2 ±5 ±3 260°
66 sebelah utara jalan G. Brujul Rayapan 0°-5° - ±2 ±10 ±10 90°
Sebelah barat Waturanda
67 Karangrejo Nendatan 20°-40° - ±10 ±15 ±5 65°
68 Sebelah barat Rockfall 20°-40° - ±10 ±5 ±8 65°
69 Sebelah barat bendung Kaligending Debris 5°-10° - ±5 ±10 ±2 120°
70 Sebelah barat Kaligending Debris 5°-10° ±4 ±20 ±2 160°
71 ±200m gunung Sipako Debris >40° - ±8 ±50 ±5 220°
73 Jembatan menuju arah Lokidang Debris 20°-40° - ±5 ±20 ±3 50°
74 Kuburan Dusun Trenggulun, Amblesan 10°-20° - - - - -
75 ±100m ke arah utara dari lokasi 33 Amblesan 0°-10° - ±3 ±15 ±6 70°
76 Batas desa Giritirto Nendatan 10°-20° - ±8 ±25 ±5 95°
77 Jalan arah Plipitan Nendatan 10°-20° - ±5 ±15 ±5 310°
±200m dari penyeberangan di
78 Lokidang Nendatan 20°-40° - ±6 ±50 ±5 180°
79 - Nendatan >40° - ±10 ±100 ±5 155°
80 ±200m dari lokasi 51 Nendatan >40° - ±10 ±6 ±6 80°
Tikungan jalan ±300m dari lokasi
81 52 Nendatan >40° - ±8 ±100 ±5 130°
Perbatasan Kebumen ?
82 Banjarnegara Rayapan 20°-40° - ±6 ±25 ±5 170°
83 Utara SD Kebutuh Duwur Rockfall - - ±5 ±1 ±2 85°
Tikungan jalan 200m dari lokasi
84 sebelumnya Rockfall - - ±5 ±10 ±2 90°
85 Ds Kebutuh Jur Rockfall - - ±5 ±50 ±3 40°
28
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 23 – 33
Sumber : Citra Landsat TM, Citra SRTM, Peta Geologi, Pengolahan Digital, 2010
Gambar 3. Kondisi Fisik Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (A. Peta Citra Landsat RGB
543 ; B. Peta Geologi ; C. Peta Citra SRTM/DEM).
Proses hidrolik yang berupa tumbukan, mengalami kekeringan pada waktu musim
gerusan, dan pengendapan sangat intensif terjadi. kemarau. Kondisi fisik lahan dengan bentuk DAS
Selain banyak terdapat endapan tersebut, semakin yang cenderung membulat, topografi berbukit dan
lama sungai semakin tidak terkontrol, meandering berupa cekungan, serta banyaknya singkapan
yang terjadi semakin besar dan akan memotong batuan mempermudah terjadinya banjir
sungai mencari jalur yang lebih pendek. permukaan. Hal ini terbukti pada waktu terjadinya
Daerah penelitian sebagian besar hujan dengan durasi sekitar 2 – 3 jam dengan
mempunyai topografi berbukit, sehingga daerah curah hujan yang merata pada DAS. Wilayah Desa
atas banyak terdapat alur-alur sungai yang Karangsambung yang berada pada bentuk lahan
mengidentifikasikan bahwa aliran air pada daerah dataran banjir selalu mengalami penggenangan.
tersebut cukup besar. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Wilayah sekitar outlet DAS Lukulo Hulu
yang berada pada Kawasan Cagar Alam Geologi
mempunyai sebuah bentukan cekungan yang
Karangsambung adalah DAS Lukulo Hulu dengan
merupakan suatu lembah antiklin, sehingga aliran
memiliki bentuk DAS yang cenderung membulat.
air akan banyak terkumpul pada area ini. Flow
Bentuk ini mempunyai kecepatan konsentrasi
directions tersebut akan menjadi suatu akumulasi
aliran yang tinggi, sehingga aliran air permukaan
aliran (Gambar 4,A.) dan menuju pada suatu
akan cepat terkumpul dan terakumulasi pada
pertemuan aliran di Desa Karangsambung. Pada
sistem sungai. Wilayah dengan kondisi permukaan
peta flow directions (Gambar 4,B.) terlihat bahwa
dengan banyak singkapan batuan menyebabkan air
aliran permukaan yang tinggi di sebelah barat
hujan yang jatuh sebagian besar menjadi aliran
berasal dari Desa Logandu, Kebakalan, sedangkan
permukaan dan aliran antara. Hal ini terlihat dari
untuk aliran permukaan yang tinggi di sebelah
tipe sungai efluent serta kondisi sumur yang sering
29
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Identifikasi Kerentanan Bencana Alam
Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (Puguh Dwi Raharjo, drr)
utara dan timur berasal dari Desa Pucangan, bentang alam pegunungan dan perbukitan yang
Kalidadap, dan Wonosari. Gambar 5. merupakan berpotensi terjadi gerakan massa. Gerakan tanah
foto kejadian banjir yang pernah terjadi di yang terjadi adalah akibat faktor alamiah, faktor
Kawasan Karangsambung. non alamiah ataupun keduanya. Faktor alamiah
Kawasan Cagar Alam Geologi meliputi kemiringan lereng, geologi (batuan
Karangsambung termasuk dalam jalur penyusun dan struktur geologi), dan iklim (curah
Pegunungan Serayu Selatan yang mempunyai hujan yang tinggi).
30
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 23 – 33
Tabel I. Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Gerakan Massa Daerah Karangsambung dan Sekitarnya
Kabupaten Kebumen.
Bencana gerakan massa pada wilayah Zona kerentanan gerakan massa menengah
penelitian terbagi menjadi empat tingkatan meliputi daerah lembah ”tapal kuda”
kerentanan gerakan massa, yaitu (lihat Gambar 6): Karangsambung, sekitar Kebakalan ke barat
zona kerentanan gerakan massa sangat rendah; hingga Kalirejo, sekitar Glontor, daerah sekitar
zona kerentanan gerakan massa rendah; zona Duren, sekitar sungai Mondo dan Lokidang,
kerentanan gerakan massa menengah, dan zona lembah Sungai Luk Ulo dari Totogal ke timur
kerentanan massa tanah tinggi. hingga Cangkring, serta daerah sekitar
Zona gerakan massa sangat rendah meliputi Kaligending hingga Krakal. Zona ini masih layak
daerah Karangsambung, Banioro, Langse, sebagai daerah pemukiman, namun cukup berisiko
Kaligending, Kedungwaru, dan Peniron. Secara terhadap bahaya gerakan tanah. Apabila
umum, daerah ini tersusun oleh batuan berupa dikembangkan menjadi daerah pemukiman, maka
aluvium yang terdiri atas pasir hingga lempung perlu konstruksi teknik yang disesuaikan untuk
hasil sedimentasi sungai. Kelerengannya sangat antisipasi gerakan tanah.
kecil dan mempunyai tipologi lereng yang relatif Zona kerentanan massa tanah tinggi
stabil, maka pengaruh terhadap kejadian gerakan umumnya tersusun oleh litologi batuan vulkanik
tanah menjadi sangat kecil. (breksi dan batupasir Formasi Waturanda), batuan
Zona kerentanan gerakan massa rendah kompleks bancuh Karangsambung yang telah
masih terdapat di sekitar dataran sungai, dan mengalami pelapukan yang intensif dan lanjut.
sering di sekitar zona kerentanan sangat rendah. Struktur geologi yang intensif dan rumit yang
Zona ini berada di beberapa tempat datar di berkembang di kompleks melange juga sangat
Sungai Mondo dan Lokidang, sebagian daerah berpengaruh pada ketidakstabilan lereng. Zona
Pucangan hingga Seboro, beberapa tempat di kerentanan gerakan tanah tinggi meliputi daerah
Sadangkulon dan Sadang Wetan. Zona ini layak Gunung Batok sekitar Gunungsari, daerah
sebagai daerah pemukiman, lahan pertanian Kalibening – Wonotirto, daerah Gunung
maupun perkebunan. Apabila daerah ini termasuk Watutumpang – Gunung Padureksa – Gunung
daerah pengembangan maka aspek alamiah dan Brujul – Gunung Bulukuning – Gunung Paras –
lingkungan yang lain seperti ketersediaan air Gunung Prahu – Gunung Dliwang – Gunung
untuk pengairan, kesesuaian tanaman, dan lahan Gandul, daerah Lancar dan sekitarnya, serta
harus diperhatikan. bagian utara Kawasan CAG Karangsambung dari
Kebutuhjurang ke timur hingga Kedunggong
31
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Identifikasi Kerentanan Bencana Alam
Pada Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (Puguh Dwi Raharjo, drr)
Gambar 6. Peta Sebaran Gerakan Massa di Kawasan CAG Karangsambung serta lokasi kejadian pada tahun
2009.
32
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 23 – 33
33