Anda di halaman 1dari 6

http://midwifery.blog.uns.ac.

id/persalinan-dengan-pre-eklampsia-berat-peb/

Sumber: Cunningham (2013)

Preeklamsia Berat (PEB)

Pengertian

Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ³160 mmHg dan tekanan darah
diastolic ³ 110 mmHg disertai proteinuria yang diukur secara kualitatif sebesar +2 persisten atau lebih
( gr/liter ). (Cuningham, 2013)

Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya preeklamsia, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Menurut Prawirohardjo (2009). Teori tentang etiologi preeklamsia yang sekarang banyak dianut adalah :

Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Tidak terjadinya invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks di sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga relatif mengalami vasokonstriksi dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis.

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel

Terjadinya kegagalan remodeling arteri spiralis mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan dan radikal bebas.

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Teori adaptasi kardiovaskular genetik

Hilangnya daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadinya peningkatan kepekaan terhadap
bahan vasopresor.

Teori defisiensi gizi


Konsumsi cukup gizi, misalnya minyak ikan atau asam lemak tak jenuh dan kalsium dapat menurunkan
resiko terjadinya preeklamsi.

Teori inflamasi

Terjadinya disfungsi endotel karena produksi debris trofoblas berlebihan mengakibatkan aktivitas
leukosit yang sangat tinggi.

Faktor Predisposisi

Usia : primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia di atas 35 tahun dianggap
lebih rentan.

Paritas : primigravida memiliki insiden hipertensi hampir dua kali lipat.

Komplikasi obstetrik : kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops fetalis.

Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya : hipertensi kronis, penyakit ginjal, diabetes mellitus, sindrom
antifosfolipid antibodi.

(Edwin, 2013)

Faktor risiko

Faktor risiko terjadinya preeklamsia menurut Prawirohardjo (2009):

Primigravida, primiparitas

Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes mellitus, hidropsfetalis, bayi
besar

Riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia

Penyakit-penyakit ginjal atau hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Obesitas

Keluhan Subjektif
Keluhkan subjektif pada preeklamsia berat menurut Sofian (2011), yaitu sakit kepala di daerah frontal,
nyeri epigastrum, penglihatan kabur, mual dan muntah, peningkatan berat badan karena bengkak pada
muka, tangan, dan kaki.

Tanda dan Gejala

Menurut Cuningham (2013) beberapa tanda dan gejala preeklamsia berat yaitu:

Gejala:

Gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat (sakit kepala berat, penglihatan kabur)

Gejala-gejala peregangan kapsul hati (nyeri kuadran kanan atas dan/atau epigastrik)

Tanda Klinis :

Peningkatan tekanan darah yang berat (didefinisikan sebagai TD³160/110)

Edema paru

Cedera serebrovaskular

Temuan laboratorium, berupa :

Proteinuria secara kualitatif +2 persisten atau lebih ( gr/liter )

Oliguria (<500ml/24 jam) atau (<30ml/1 jam)

Cedera hepatoselular (kadar serum transaminase ³2x normal)

Trombositopenia (<100.000 trombosit/)

Patofisiologis

Pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat terjadi beberapa gejala klinik seperti tekanan darah tinggi,
oedema pada ekstremitas dan muka, serta protein urine positif. Pada kasus preeklamsia berat terjadi
spasme hebat arteriola glomerulus pada biopsi ginjal. Lumen arteriola menjadi sempit sehingga hanya
dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik. (Sofian, 2012)

Protein urine disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi kerusakan pada glomerulus yang akan
meningkatkan permeabilitas membran basalis dan menyebabkan terjadinya kebocoran pada filtrasi
glomerulus. (Sofian, 2012)
Pada kasus persalinan dengan preeklamsia, dapat menyebabkan iskhemia plasenta yaitu terjadi
vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat
menurunya aliran darah ke plasenta. Dengan demikian terjadi gangguan nutrisi maupun oksigenasi bagi
janin. (Sofian, 2012)

Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan karena preeklamsia berat menurut Manuaba (2004) yaitu solusio plasenta,
payah pada ginjal, jantung, paru-paru yang disebabkan edema, lever karena nekrosis, perdarahan otak,
HELLP Sindrom (hemolisis, enzim hati meningkat, trombosit rendah).

Prognosis

Prognosis preeklamsia berat selalu dapat menghilang setelah bayi lahir (dengan perkecualian cedera
serebrovaskular). Diuresis (>4 L/hari) merupakan indikator klinis paling akurat dari menyembuhnya
kondisi ini. (Norwitz, 2007).

Menegakkan kemungkinan preeklamsia secara dini dengan jalan meningkatkan antenatal care serta
menghindari terjadinya eklamsia melalui pengobatan preeklamsia dengan intensif merupakan upaya
preventif dari kasus preeklamsia berat. (Manuaba, 2004)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan preeklamsia berat ditujukan untuk melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya
pada ibu dan bayi, lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang, memulihkan secara sempurna
kesehatan ibu (Cunningham, 2013).

Penatalaksanaan umum pada pasien rawat inap

Penatalaksanaan preeklamsia berat ditujukan untuk melahirkan bayi dengan trauma sekecil – kecilnya
pada ibu dan bayi, lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang, dan memulihkan secara sempurna
kesehatan ibu. (Cuningham, 2013)
Penatalaksanaan preeklamsia berat yaitu :

Rawat di ruang yang tenang tidak terlalu terang di kamar isolasi (tidak dicampur dengan pasien lainnya).
Minimalkan rasa tidak nyaman pada

Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

Pasang dower catheter bertujuan untuk menghitung balance cairan (keseimbangan cairan masuk dan
cairan keluar).

( Edwin, 2013)

Pengelolaan Medisional

a) Berikan obat anti hipertensi

Obat – obatan anti hipertensi menjaga agar perdarahan intrakranial pada ibu tidak terjadi.

Obat yang paling umum digunakan antara lain :

Nifedipine

Dosis 10-20 mg setiap 6 sampai 8 jam, terutama efektif untuk periode pasca persalinan.

Labetalol atau Atenolol

Dosis 10-20 mg intravena yang dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300 mg. Alternatif
lain, infuse labelatol tanpa berhenti pada kecepatan 1-2 mg/jam dapat digunakan. ( Edwin, 2013)

b) Diberikan obat anti kejang MgSO4

Magnesium sulfat (MgSO4) intravena harus diberikan selama persalinan dan selama evaluasi awal pasien
penderita preeklamsia berat.

MgSO4 digunakan untuk menghentikan dan atau mencegah konvulsi tanpa menyebabkan depresi
pernafasan untuk ibu maupun janin.

Dosis awal : 4 gm MgSO4 diencerkan dalam 10 ml larutan cairan IV (Ringer Laktat) selama 10 menit
dengan tetesan IV lambat.
Dosis jaga : 1-2 gm/jam dengan tetesan IV lambat yang dimulai segera setelah dosis awal dan dilanjutkan
selama 24 jam setelah persalinan atau setelah konvulsi terakhir. MgSO4 harus diberikan dengan metode
infuse terkendali dan memastikan sebelum pemberian setiap dosis, pasien memiliki output urin tidak
kurang dari 30ml/jam, reflek patella positif, kecepatan pernafasan di atas 12/menit.

( Edwin, 2013)

Anda mungkin juga menyukai