Anda di halaman 1dari 108

MODUL

ORIENTASI BARU DALAM


PSIKOLOGI BELAJAR

Disusun Oleh :

Dr. Budi Rahardjo, M.S.

PROGRAM PASCASARJANA KEPENDIDIKAN


FKIP UNIVERSITAS MULAWARMAN
2013
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT atas berkah dan ridho-Nya akhirnya

penulis dapat menyelesaikan modul pertama “Orientasi Baru dalam Psikologi

Belajar”. Modul ini dibuat atas dasar pemikiran bahwa belajar dapat kita

kelompokan menjadi empat teori golongan atau aliran, yakni aliran behavioristik,

kognitif, humanistik, dan sibernetik. Aliran Behavioristik menekankan pada

“hasil” dan proses belajar. Aliran Kognigtif menekankan pada “proses” belajar.

Aliran Humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran

Sibernetik menekankan pada “ system informasi” yang dipelajari.

Didalam modul ini penulis mencoba mengetengahkan tentang belajar

konsep teori belajar, motivasi siswa dalam belajar. Belajar informasi verbal,

kerterampilan intelektual, keterampilan motorik, dan penerapan aturan dalam

pemecahan masalah serta hakekad Sikap.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan materi dan penyajian dari

modul ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mohon sumbangan saran

dan kritikan demi perbaikan modul ini. Penulis berharap semoga modul ini dapat

bermanfaat bagi kita semua. Education For All - Amin

Samarinda, Januari 2013

Penulis
DAFTAR ISI 2. Apa yang menyebabkan
orang ingat dan lupa ........... 17
Halaman 3. Bagaimanaa strategi
BAB I TEORI BELAJAR memori dapat diajarkan ...... 17
A. Pendahuluan ............................. 1 4. Apa yang membuat
Tujuan Instruksional ................. 1 informasi itu bermakna ....... 17
B. Aliran Tingkah Laku ................ 2 5. Bagaimana Keterampilan
1. Thorndike ........................... 2 Metakognitif membantu
2. Watson................................ 3 siswa belajar ....................... 18
3. Clark Hull ........................... 4 6. Strategi belajar apakah
4. Edwin Guthrie .................... 4 yang membantu siswa
5. Skinner ............................... 5 belajar ................................. 18
C. Aliran Kognitif ........................ 6 7. Bagaimanaa strategi
1. Piaget .................................. 6 pembelajaran kognitif
2. Ausubel............................... 8 membantu siswa belajar ..... 19
3. Bruner ................................. 9 STRATEGI KOGNITIF
D. Teori Humanistik .................... 9 8. Strategi kognitif .................. 19
1. Blom dan Krathwoh……… 10 9. Jenis strategi kognitif .......... 19
2. Kolb . ………...................... 11 10. Strategi khusus ................... 20
3. Honey dan Mumford......... 12 11. Strategi umum .................... 20
4. Habermas………………… 13 12. Strategi kognitif dalam
E. Aliran Subernetik berpikir ............................... 21
1. Landa…………………….. 14 13. Mentransfer strategi
2. Pask dan Sccott………...... 15 kognitif ............................... 21
14. Pemerolehan strategi
Lampiran 1
kognitif ............................... 22
Teori belajar kognitif :
15. Kondisi belajar strategi
Konsep dasar dan strateginya .... …. 16
kognitif ............................... 22
1. Bagaimanaa kerja dari
16. Implikasi pendidikan .......... 22
pemrosesan informasi ……. 17 17
Teori Kognitif : Konstruktivisme

ii
17. Sejarah konstruktivisme ..... 24 meningkatkan kepercayaan
18. Proses Top-Down ............... 26 diri ........................................... 39
19. Pembelajaran kooperatif..... 27 I. Kepuasan ................................. 40
20. Pembelajaran dengan J. Rangkuman.............................. 41
penemuan ........................... 27
Lampiran 3 ..................................... 45
21. Generative Learning .......... 28
Motivasi siswa dalam belajar ......... 42
22. Self Regulative Learning .... 28
A. Motivasi dan teori
23. Scaffolding ......................... 28
pembelajaran perilaku ............. 42
24. Ciri-ciri guru yang
B. Motivasi dan kebutuhan
berpandangan
manusia.................................... 42
oknstruktivisme .................. 29
C. Motivasi dan teori diskonan .... 44
25. Proses pembelajaran
D. Motivasi dan teori
konstruktivisme untuk
kepribadian .............................. 44
AUD ................................... 30
E. Motivasi dan teori atribusi....... 44
Latihan............................................ 33
F. Motivasi dan teori Harapan ..... 45
Daftar Pustaka ................................ 34
G. Cara Peningkatan Motivasi
Berprstasi ................................. 45
BAB II MOTIVASI
BELAJAR Lampiran 4
A. Pendahuluan ............................ 35 Peranan guru dalam
Tujuan Insruksional ................ 35 meningkatkan motivasi belajar
B. Pengertian motivasi ................ 35 siswa ............................................... 47
C. Perhatian ................................. 37 A. Apa itu motivasi ...................... 48
D. Strategi untuk merangsang B. Tujuan motivasi ....................... 48
minat dan prilaku siswa .......... 37 C. Bagaimanaa guru
E. Relevansi ................................. 37 meningkatkan motivasi
F. Strategi untuk menunjukan siswa dalam belajar ................. 49
relevansi pembelajaran ............ 38 D. Ciptakan suasana yang
G. Percaya diri ............................. 38 kondusif ................................... 49
H. Strategi yang dapat E. Pribadi guru ............................. 50
digunakan untuk F. Kepribadian Guru .................... 50

ii
G. Guru Sebagai Pendidik ........... 51 2. Belajar Keterampilan
H. Guru Sebagai Didaktikus ........ 52 Motorik ............................... 69
I. Guru Sebagai Seprofesi ........... 52 3. Pembuatan Motorik ............ 70
Kesimpulan .................................... 52 4. Prosedur .............................. 71
Latihan............................................ 53 5. Penguasaan
Daftar Pustaka ................................ 54 Keterampilan ...................... 72
6. Feed Back pada
BAB III Belajar Informasi Keterampilan Motorik ........ 72
Verbal, Keterampilan 7. Prosedur Penggabungan
Intelektual, dan Keterampilan Bagian-bagian
Motorik 8. Kondisi Belajar
Informasi Verbal ............................ 55 Keterampilan Motorik ........ 73
A. Jenis-jenis informasi Verbal.... 56 9. Implikasinya terhadap
1. Belajar nama atau label ..... 56 pendidikan .......................... 75
2. Belajar Fakta ..................... 57
3. Belajar pengetahuan PENERAPAN ATURAN
verbal terorganisasi DALAM PEMECAHAN
secara bermakna ................ 60 MASALAH
4. Organisasi dengan
skema ................................ 61 A. Beberapa contoh dalam
B. Kondisi Belajar Informasi pemecahan masalah ................. 76
Verbal ...................................... 61 B. Soal kalimat pada aritmatika ... 78
C. Implikasi Pendidikan .............. 62 C. Pengetahuan dan strategi
KETERAMPILAN dalam pemecahan masalah ...... 78
INELEKTUAL 1. Schemata ........................... 79
A. Aturan ..................................... 63 2. Strategi Kognitif ................ 79
B. Kondisi Belajar Aturan ........... 63 D. Tipe atau bentuk pemecahan
C. Belajar Diskriminasi ............... 65 masalah .................................... 80
D. Belajar Konsep ........................ 65 E. Kondisi untuk pemecahan
KETERAMPILA MOTORIK .... 67 masalah .................................... 81
1. Keterampilan Motorik ........ 68

iii
F. Pemecahan masalah dan
penemuan ................................ 82
G. Pemecahaan masalah dan
kreatifitas ................................. 83
10. Beberapa Implikasi
Pendidikan .......................... 83

BAB 4
SIKAP ........................................... 85
A. Hakekad Sikap ........................ 87
1. Tiga segi sikap .................. 87
2. Komponen Kognitif .......... 88
3. Komponen afektif ............. 89
4. Komponen tingkah laku .... 90
5. Lingkup sikap .................... 92
6. Kondisi eksternal .............. 93
7. Imlikasi dalam
pendidikan ......................... 94
8. Tindakan pribadi ............... 96
9. Sikap dan nilai................... 97
10. Penghayatan Nilai ............. 97
11. Pendidikan akhlak ............. 98
12. Perubahan Sikap ................ 98
13. Kondisi kelasik.................. 98
14. Penguatan .......................... 99
15. Manusia model .................. 99
16. Isi pesan dan perubahan
sikap……………….. ........ 100
17. Kondisi belajar .................. 101
Daftar pustaka ................................ 102

iv
BAB I
TEORI BELAJAR

A. Pendahuluan
Tujuan Instruksional

Bila Anda mempelajari isi bab ini dengan baik. Anda diharapkan memiliki
kemampuan berikut ini :
1. Menjelaskan perbedaan dan persamaan teori-teori belajar tingkah laku,
kognitif, humanistik, dan sibernetik, dalam hal :
a. Makna belajar
b. Proses belajar
c. Kekuatan dan kelemahannya
2. Memberikan contoh konkret penerapan setiap teori belajar di dalam kelas
(perkuliahan)
3. Penerapan strategi kognitif dan implikasinya dalam pendidikan.
4. Menerapkan konsep belajar konstruktivisme dan ciri-ciri guru yang
berpandangan konstruktivisme.

Teori belajar yang teori yang pragmatik dan ekletik. Teori dengan sifat
demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada
teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek siswa saja, misalnya. Atau
teori belajar yang hanya mementingkan aspek guru saja, kurikulum saja, dan
sebagainya.
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang
lebih mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan system
informasi yang diolah dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun, faktor-faktor
yang di luar titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh
persoalan belajar yang dibahas.

1
Konsekuensi lain, taksonomi (penggolongan) teori-teori tentang belajar
sering kali bervariasi antara penulis satu dengan lainnya. Ada yang
mengelompokkan teori belajar menurut berbagai aliran psikologi yang
mempengaruhi teori-teori tersebut. Ada yang mengelompokkannya menurut titik
fokus dan teori-teori tersebut. Bahkan ada juga yang menggolongkan-golongkan
teori belajar menurut nama-nama ahli yang mengembangkan teori-teori itu. Tak
jadi soal benar taksonomi mana yang kita ikuti, yang penting kita menyadari
bahwa sebuah taksonomi adalah tak lebih dari suatu usaha untuk
menyederhanakan permasalahan serta mempermudah pembahasannya.
Dalam hal ini, secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan
menjadi empat golongan atau aliran, aliran tingkah laku, kognitif, humanistik, dan
sibernetik. Aliran tingkah laku menekankan pada “hasil” dan proses 3elajar.
Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar. Aliran humanistik
menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Dan aliran sibernetik
menekankan pada ‘sistem informasi” yang dipelajari. Untuk melihat lebih rinci,
maka kita kaji keempat teori ini satu persatu.

B. Aliran Tingkah Laku


Menurut aliran tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku
sebagai akibat dan interaksi antara stimulus dan respon. Atau lebih tepat:
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Meskipun semua penganut aliran ini setuju dengan premis dasar ini, namun
mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal penting.
Berikut ini kita kaji hasil karya dan beberapa penganut aliran ini yang dianggap
paling penting, yaitu Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skiner.

1. Thorndike
Menurut Thorndike, salah satu pendiri aliran tingkah laku, bahwa belajar
adalah proses interaksi antara Stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan) dan Respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan, atau

2
gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku ini boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa
diamati).
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimanaa caranya mengukur
berbagai tingkah laku yang non-konkret itu (pengukuran adalah satu hal yang
menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike ini
telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya.
Teori ini juga disebut sebagai aliran Koneksionis (Connectionsm).

2. Watson
Sedangkan menurut Watson, pelopor lain yang datang sesudah Thorndike,
stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”
(observable). Dengan kata lain, mengabaikan berbagai perubahan mental yang
mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu
diketahui. Buka berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa
tidak penting. Semua itu penting, tetapi faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Hanya dengan asumsi demikianlah, kata Watson, kita bisa meramaikan perubahan
apa yang bakal terjadi pada siswa, Dan hanya dengan demikianlah psikologi dan
ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu seperti fisika atau
biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik.
Kita bisa lihat di sini, bahwa penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih
untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap
mengakui bahwa semua hal itu penting. Teori Watson ini juga disebut sebagai
aliran Tingkah Laku (Behaviorism).
Tiga pakar lain adalah Clark Hull, Edwin Guthrie, dan B.F. Skinner.
Seperti kedua pakar terdahulu, ketiga orang yang terakhir ini juga menggunakan
variabel Stimulus-Respon untuk menjelaskan teori-teori mereka. Namun,
meskipun ketiga pakar ini mendapat julukan yang sama, yaitu pendiri Aliran
Tingkah Laku Baru (Neo Behaviorist), mereka berbeda satu sama lain dalam
beberapa hal prinsipil.

3
3. Clark Hull
Clark Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti dalam teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena itu dalam teori Hull, kebutuhan
biolois dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun ‘respon
mungkin bermacam-macam bentuknya.
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.

4. Edwin Guthrie
Menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan
biologis Yang penting dalam teori Guthrie adalah, bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung bersifat sementara. Karena itu, diperlukan
pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain
itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon
tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Itulah sebabnya kenapa kebiasaan merokok, sekedar contoh, sulit
ditinggalkan. Sering kali terjadi, perbuatan merokok tidak hanya berhubungan
dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan
stimulus-stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin
tampak gagah, dan lain-lain. Maka, setiap kali salah satu (atau lebih) stimulus ini
muncul, maka segera pula keinginan merokok itu timbul.
Guthrie juga percaya bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam
proses belajar. Menurut Guthrie, suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat, akan mampu merubah kebiasaan seseorang. Kelak, factor hukuman ini tak
lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku, terutama setelah Skinner makin
mempopulerkan ide tentang “penguat” (reinforcement).

4
5. Skinner
Skinner, yang datang kemudian, mempunyai pendapat lain agi, yang
ternyat mampu mengalahkan pamor teori-teori Hull dan Guthrie. Hal ini
dimungkinkan karena kemampuan Skinner dalam “menyederhanakan” kerumitan
teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam teorinya itu.
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan perubahan tingkah aku (dalam hubungannya dengan lingkungan)
menurut versi Watson tersebut di atas adalah deskripsi yang tidak lengkap.
Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya
setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini
akhirnya mempengaruhi respon yang dihasilkan itu. Sedangkan respon yang
diberikan ini juga menghasilkan berbagal konsekuensi, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkah laku siswa. Karena itu, untuk memahami tingkah laku
siswa secara tuntas, kita harus memahami hubungan antara satu stimulus dengan
stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri, dan berbagal konsekuensi yang
diakibatkan oleh respon tersebut.
Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala
sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab “alat” itu akhirnya juga harus
dijelaskan lagi. Misalnya, bila kita mengatakan bahwa seorang siswa berprestasi
buruk sebab siswa ini mengalami frustasi’ akan menuntut kita untuk menjelaskan
apa itu frustasi’. Dan penjelasan tentang frustasi ini besar kemungkinan akan
memerlukan penjelasan lain. Begitu seterusnya.
Dan semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program
pembelajaran seperti “Teaching Mechine”, “Mathetics”, atau program-program
lain yang memakai konsep stimulus, respon, dan faktor penguat (reinforcement),
adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori Skinner ini.

5
C. Aliran Kognitif
Teori kognitif, sebaliknya lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dan itu, belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat berhubungan dengan teori
sibernetik.
Pada masa-masa awal mulai diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba
menjelaskan bagaimanaa siswa mengolah stimulus dan bagaimanaa siswa tersebut
bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di
sini). Namun lambat laun, perhatian ini mulai bergeser. Saat ini, perhatian mereka
terpusat pada proses bagaimanaa suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu
yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini
tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir,
bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik,
orang ini tidak “memahami” not- not balok yang terpampang di partitur sebagai
informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang
secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Seperti juga ketika Anda membaca
tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang Anda serap dan kunyah
pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragraf yang kesemuanya itu seolah jadi satu,
mengalir, menyerbu secara total bersamaan. Dalam praktek, terori ini antara lain
terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Piaget, “belajar
bermakna”-nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery
learning) oleh Jerome Bruner.

1. Piaget
Menurut Jean Piaget (salah satu penganut aliran kognitif yang kuat),
proses belajar sebenarnya terdiri dan tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan
equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan

6
(pengintegrasian) intormasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
Katakanlah seorang siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan.
Jika gurunya memperkenalkan prinsip perkatian, maka proses pengintegrasian
antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada di benak siswa) dengan prinsip
perkalian (sebagal informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi. Jika siswa
ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam
ha) ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang
baru dan spesifik.
Agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya,
tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses
penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi proses penyeimbangan
antara “dunia luar” dan “dunia dalam”. Tanpa proses ini, perkembangan kogntif
seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tak teratur (disorganized).
Dalam hal ini, dua orang yang mempunyai jumlah informasi yang sama di
otaknya mungkin mempunyai kemampuan equilibrasi yang berbeda. Seseorang
dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu ‘menata” berbagai
informasi ini dalam urutan yang baik, jernih, logis. Sedangkan rekannya yang
tidak memiliki kemampuan equilibrasi sebaik itu akan cenderung menyimpan
semua informasi yang ada secara kurang teratur, karena itu orang ini juga
cenderung mempunyai alur berpikir ruwet, tidak logis, berbelit-belit.
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya
menjadi empat tahap, yaitu tahap Sensorimotor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2
tahun), Tahap Praoperasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap Operasional Konkret
(7/8 sampai 12/14 tahun), dan tahap Operasional Formal (14 tahun atau lebih).
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu
lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap
kedua(praoperasional), dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke

7
tahap yang lebih tinggi (operasional konkret dan operasional formal). Secara
umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga
semakin abstrak) cara berpikirnya. Maka, guru seyogyanya memahami tahap-
tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi pelajaran dalam
jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan ini akan
cenderung menyulitkan para siswanya. Misalnya saja, mengajarkan konsep-
konsep abstrak tentang Pancasila kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa
adanya usaha untuk “mengkonkretkan” konsep-konsep tersebut, tidak hanya akan
percuma, tetapi justru akan lebih membingungkan para siswa itu.

2. Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
“pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi
pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “Advance Organizers” dapat memberikan tiga
macam manfaat, yakni:
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang
akan dipelajari oleh siswa;
2. Dapat berfungi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang
sedang dipelajari siswa”saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa;
sedemikian rupa sehingga;
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
Untuk itu, pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik.
Hanya dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang
menurut Ausubel sangat abstrak, umum, dan inklusif, yang mewadahi apa yang
akan diajarkan itu. Selain itu, logika berpikir yang baik, maka guru akan kesulitan
memilah-milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat

8
dan padat, serta mengurutkan materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan
mudah dipahami.

3. Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang disebut “free discovery learning”.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk
konsep, teori, definisi, dan sebagainnya) melalui contoh-contoh yang
menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.
Degan kata lain, siswa bimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum. Untuk memahami konsep “kejujuran”, misalnya, siswa tidak
pertama-tama menghafal definisi itu, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret
tentang kejujuran, dan dari contoh-contoh itulah siswa bimbing untuk
mendefinisikan “kejujuran”.
Lawan dari pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan
cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa disodori sebuah informasi umum dan
diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan
konkret. Dalam contoh di atas, maka siswa pertama-tama diberi definisi tentang
“kejujuran”, dan dari definisi itu siswa diminta untuk mencari contoh-contoh
konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini jelas
berjalan secara deduktif.

D. Teori Humanistik
Teori jenis ketiga adalah teori humanistik. Bagi penganut teori ini, proses
belajar harus behulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dari keempat teori
belajar, teori humanistic inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia
filsafat daripada dunia pendidikan.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam waktu bentuknya yang paling ideal. Dengan

9
kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling
ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang ekletik. Teori apapun
dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri, dsb-nya itu) dapat tercapai.
Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam pendekatan yang
diusulkan Ausubel yang disebut “belajar bermakna” atau Meaningfull
Learning.(sebagai catatan, teori Ausubel ini juga dimasukkan ke dalam aliran
kognitif). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk
Taksonomi Bloom yang terkenal itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke
dalam teori ini adalah Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.

1. Bloom dan Krathwohl


Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan (ranah), yaitu;
1. Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan:
a. Pengetahuan (mengingat, menghafal);
b. Pemahaman (menginterpretasikan);
c. Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah);
d. Analisis (menjabarkan suatu konsep);
e. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh);
f. Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2. Psikomotor, yang terdiri dari lima tingkatan:
a. Peniruan (menirukan gerak);
b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c. Ketetapan(melakukan gerak dengan benar);
d. Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar);
e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3. Efektif, yang terdiri dari lima tingkatan:
a. Penelan(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu);
b. Merespon (aktif berpartisipasi);

10
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);
d. Pengorganisasian(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai);
e. Pengalaman(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Taksonomi Bloom ini, seperti yang telah kita ketahui, berhasil memberi
inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan
pembelajaran. Pada tingkatan yang praktis, taksonomi ini telah banyak membantu
praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa
yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur dari beberapa taksonomi
belajar, mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling populer (setidaknya di
Indonesia).
Selain itu, teori Bloom ini juga banyak dijadikan pedoman untuk membuat
butir-butir soal ujian, bahkan oleh orang-orang yang sering mengkritik taksonomi
tersebut.

2. Kolb
Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan
belajar menjadi empat tahap, yaitu:
1. Pengalaman konkret
2. Pengamatan aktif dan reflektif
3. Konseptualisasi
4. Eksperimentasi aktif
Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu
sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimanaa dan mengapa
suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap pertama
proses belajar.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya. Inilah yang kurang lebih terjadi tahap pengamatan aktif dan
reflektif.

11
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
“teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa
diharapkan sudah mampu membuat aturan-aturan umum (Generalisasi) dari
berbagai contoh kejadian yang meskipun nampak berbeda-beda tetapi
mempunyai landasan aturan yang sama.
Pada tahap terakhir (eksprimen aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia
matematika , misalnya, siswa tidak banyak memahami “asal usul” sebuah rumus,
tetapi ia harus mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu
masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Menurut Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi secara
berkesinambungan, dan berlangsung diluar kesadaran si pelajar . Dengan kata
lain, maupun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegak antara tahap satu
ke tahap lainnya , namun dalam praktek peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya
itu sering kali terjadi begitu saja , sulit kita tentukan kapan beralihnya.

3. Honey dan Mumford


Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Mumford membuat penggolongan
siswa. Menurut mereka, ada empat macam atau tipe siswa,yakni aktivitas,
reflektor, teoritis, dan pragmatis.
Siswa tipe aktivitas adalah mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah
diajak berdialog. Namun siswa semacam ini biasanya kurang skeptis terhadap
sesuatu .Ini kadangkala identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar
,mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-
hal baru, seperti “brainstorming” , atau problem solving”, Tetapi mereka cepat
merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu yang lama dalam
implementasi.
Siswa tipe reflektor, sebaiknya cenderung sangat berhati-hati mengambil
langkah ., Dalam proses pengambilan keputusan , siswa tipe ini cenderung

12
“Konservatif” dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat
baik buruk suatu keputusan.
Siswa tipe teoritis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka, berpikir
secara rasonal adalah sesuatu yang sangat penting . Mereka biasanya juga sangat
skeptis, dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Siswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis
dari segala hal. Teori memang penting , kata mereka. Namun bila teori tidak bisa
dipraktekkan, untuk apa? Mereka tidak suka berteleh-tele membahas aspek
teoritis-filosofis dari sesuatu . Bagi mereka ,sesuatu dikatakan ada gunanya dan
baik hanya jika bisa diperaktekkan .

4. Habermas
Habermas percaya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik
dengan lingkungan maupun dengan sesama mausia. Dengan asumsi ini , dia
membagi belajar menjadi tiga macam, yaitu :
1. belajar tehnis (technical learning)
2. belajar praktis (practical learning)
3. belajar emansipatoruis (emancipatory learning)
Dalam “belajar tehnis”, siswa belajar bagaimanaa berinteraksi dengan
sekelilingnya.Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara
mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam “belajar praktis”, siswa juga belajar berinteraksi , tetapi pada
tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang
disekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti
sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitanya dengan manusia.
Tetapi pemahaman terhadap alam justru relevan jika dan hanya jika berkaitan
dengan kepentingan manusia.
Sedangkan dalam “belajar emansipatoris”, siswa berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan
(transformasi) cultural dari suatu lingkungan . Bagi Habermas, pemahaman dan

13
kesadaran terhadap transformasi cultural ini dianggap tahap belajar yang paling
tinggi, sebab transformasi cultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan
yang paling tinggi.

E. Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis keempat, mungkin yang paling baru dari semua teori
belajar yang kita kenal, adalah teori sibernetik. Teori ini berkembang sejalan
dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah
pengolahan informasi.
Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun,
yang penting lagi adalah “sistem informasi” yang diproses itu. Informasi inilah
yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Maka,
sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam
proses be,ajar yang berbeda.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pembagian siswa tipe “menyeluruh” atau
“wholist”, dan tipe “serial”, atau “serialist”). Atau pendekatan-pendekatan lain
yang berorientasi pada pengolahan informasi.

1. Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Yang pertama disebut
berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu
target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristic. Yakni cara berpikir
divergen, menuju ke beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari
itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau dalam istilah lebih teknis: sistem
informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat
disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuend, satu hal lain lebih tepat bila

14
disajikan dalam bentuk “terbuka” dan member keleluasaan siswa untuk
berimajinasi dan berpikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus mataematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus ini disajikan
secara algoritmik. Alasannya adalah, sebuah rumus matematika biasanya
mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu
target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan
banyak memiliki interprestasi (misalnya konsep “kemerdekaan”), maka akan lebih
baik jika proses berpikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” (heuristik),
dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton,
dogmatis, linier.

2. Pask dan Sccott


Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott itu sama dengan
pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir “menyeluruh” tidak sama dengan
heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat
kedepan, langsung ke “gambaran lengkap” sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detil-detil yang diamati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan
itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan
beberapa hal seperti “ingatan jangka pendek” (“short term memory”), “ingatan
jangka panjang” (“long term memory”), dan sebagainya, yang berhubungan
dengan apa yang akan terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi.
Kita lihat pengaruh aliran Neurobiologis sangat terasa disini. Namun, menurut
teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya
cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga Lingkungan yang
mempengaruhi mekanisme itu pun perlu diketahui.

15
Lampiran 1:
Teori Belajar Kognitif: Konsep Dasar dan Strateginya
(Disadur dari buku Robert E. Slavin: Educational Psychology, Theory
and Practice, 1994: 184-260)
Bagaimanaa Kerja dari Pemrosesan Informasi?
Terdapat tiga komponen utama memori yaitu: Register pengindraan,
memori jangka pendek, dan memori jangka panjang.
1. Register Penginderaan adalah memori dengan jangka yang sangat pendek
yang berhubungan dengan indera, informasi yang diterima oleh indra tetapi
tidak mendapat perhatian akan cepat dilupakan. Sekali informasi diterima,
informasi ini diproses oleh otak dan sesuai dengan status mental serta
pengalaman kita, hal ini disebut persepsi.
2. Memori jangka pendek, adalah merupakan suatu sistem penyimpanan
yang dapat menyimpan 5-9 bit informasi pada suatu waktu tertentu.
Informasi masuk ke memori jangka pendek dari 2 arah, yaitu register
penginderaan dan memori jangka panjang. Latihan adalah proses
pengulangan informasi dengan maksud untuk menyimpan informasi itu di
dalam memori jangka pendek (30 menit = 5-9 huruf).
3. Memori jangka Panjang, adalah merupakan sistem memori yang dapat
menyimpan informasi dalam jumlah besar yang terdistribusi untuk periode
waktu yang tidak terbatas. Teori kognitif tentang Pembelajaran menekankan
pentingnya membantu siswa menghubungkan informasi yang dapat
dipelajari terhadap informasi yang ada di dalam memori jangka panjang.
Ada tiga bagian dari memori jangka panjang, yaitu (a) memori eposodik,
yang menyimpan fakta-fakta dan pengetahuan yang tergeneralisasi dalam
bentuk skema, dan (c) memori procedural yang menyimpan pengetahuan
bagaimanaa melakukan sesuatu.
Skema merupakan jaringan ide-ide yang berkaitan dengan memandu
pemahaman dan tindakan kita. Informasi yang cocok masuk ke dalam skema yang
telah berkembang dengan baik lebih mudah dipelajari daripada informasi yang
tidak dapat diakomodasi.

16
Apa yang menyebabkan Orang ingat dan Lupa?
Teori interferensi membantu menjelaskan mengapa orangteori ini
menyatakan bahwa siswa dapat menjadi bingung dan lupa serta kepentingan-
kepentingan informasi yang serupa. Teori I bahwa ada 2 situasi yang
menyebabkan lupa: (1) Hambatan Proaktif, apabila mempelajari suatu tugas
berinteferensi dengan retensi tugas-tugas yang dipelajari kemudian, dan (2)
Hambatan Retroaktif, apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang
lpa apa yang telah dipelajari sebelumnya.
Efek pertama dan efek terakhir menyatakan bahwa orang mengingat
informasi terbaik bila disajikan pada bagian awal dan bagian akhir salam suatu
penyajian. Latihan memperkuat asosiasi informasi yang baru dipelajari di dalam
memeori. latihan distribusi, yang melibatkan latihan bagian-bagian dari suatu
tugas sepanjang suatu periode waktu, biasanya lebih efektif daripada latihan
sistem blok.

Bagaimanaa Strategi Memori dapat Diajarkan ?


Guru dapat membantu siswa mengingat fakta-fakta dengan menyajikan
pelajaran dengan suatu cara yang terorganisasikan dan dengan mengajarkan siswa
menggunakan strategi mengingat yang disebut nimanik. Ada tiga jenis belajar
verbal yaitu, (1) belajar pasangan berkait, yaitu siswa dapat memperbaiki belajar
pasang berkait mereka dengan menggunakan teknik-teknik pelukisan seperti
metode kata pacing, (2) belajar deret urut, yaitu meliputi penghafalan suatu daftar
butir-butir dalam suatu urutan tertentu, dan (3) belajar ingatan bebas, yaitu
meliputi penghafalan suatu daftar dalam urutan sebaran. Strategi-strategi lain yang
membantu belajar adalah metode kata pancang, metode lokasi dan strategi urut
awal.
Apa yang Membuat informasi itu bermanfat?
Informasi yang masuk akal dan memiliki arti bagi siswa lebih bermakna
dripada pengetahuan yang masuk (inert) dan informasi yang dipelajari dengan
menghafal. Menurut teori skema, pengetahuan bermakna individutersusun dari
jaringan-jaringan dan hirarki schemata. Teori pemrosesan menyatakan behwa

17
siswa akan mengingat segala sesuatu yang mereka proses. Siswa memproses
informasi bila mereka memanipulasinya, melihat informasi itu dari bebbagai
perspektif, dan menganalisanya. Teori kode ganda lebih jauh mengatakan
pentingnya pengunaan kedua-duanya, ode visual dan verbal untuk mempelajari bit
informasi.

karakteristik Belajar Penyimpanan Penyimpanan


penginderaan jangka-oendek jangka-panjang
Masuknya Perhatian awal Memerlukan Latihan/pengulangan
informasi perhatian
Memelihara Tidak mungkin Perhatian terus- Pengulangan
informasi menerus Organisasi
Latihan/pengulangan
Format Mengkopi Bunyi visual yang Sebagian besar
informasi masukan secara mungkin semantic semantic sebagian
apa adanya yang mungkin bunyi & suara
Kapasitas Besar Kecil Tak diketahui
biasanya
Hilangnya Meluruh Pergeseran Kemungkinan tak
informasi kemungkinan hilang kehilangan
meluruh kemampuan
Mengasas karena
Interferensi
Selang bekas ¼ sampai 2 Sampai 30 detik Beberapa menit
detik sampai Beberapa
tahun
Mamnggil Membaca Kemungkinan Isyart perbaikan
kembali dengan nyaring otomatis Butir-2 Kemungkinan
dalam kesadaran proses mencari
isyarat sesaat/bunyi

Bagaimana Keterampilan Metakognitif Membantu Siswa Belajar?


Metakognitif membantu siswa belajar dengan berpikir tentang materi yang
dipelajari, pengontrolan, dan secara efektif menggunakan proses berpikir mereka
sendiri.

Strategi Belajar Apakah yang Membantu Siswa Belajar?


Pembuatan catatan, penggarisbawahan, pembulatan ringkasan, pembuatan
kerangka, dan pemetaan secara efektif dapat meningkatakan belajar. Metode

18
PQ4R merupakan sebuah contoh strategi yang memfokuskan pada
pengorganisasian informasi bermakna.

Bagaimana Strategi Pembelajaran Kognitif Membantu Siswa Belajar?


1. Membantu Pembelajaran relevan dan mengaktifkan pelajaran sebelumnya:
a. Advance organizer membantu siswa memproses informasi baru
dengan mengaktifkan pengetahuan latar belakang.
b. Analogi, membantu siswa memperjelas suatu konsep yang sedang
diajarkan
2. Pengorganisasian informasi, bahan pelajaran yang diorganisasikan dengan
baik akan lebih mudah dipelajari oleh siswa.
Elaborasi informasi, skema-skema pengorganisasi, teknik-teknik bertanya, dan
model-model konseptual merupakan contoh-contoh lain dari strategi pengajaran
yang didasarkan atas teori pembelajaran kognitif.

STRATEGI KOGNITIF

Strategi kognitif
Strategi kognitif adalah keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang
fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan.
Dengan strategi kognitif, individu belajar bagaimana belajar, belajar bagaimana
mengingat, dan belajar melaksanakan berpikir analitik dan reflektif yang
mengarah pada pemecahan masalah.
Sementara individu terus belajar, ia menjadi bertambah banyak
membelajarkan diri sendiri dan menjadi pembelajar mandiri.

Beberapa jenis strategi kognitif


1. Strategi memperhatikan dan melakukan pengalaman secara selektif.
2. Strategi meng-encode materi yang dihadapi untuk menyimpan jangka panjang
(image forming, focusing, scanning, dan sebagainya)

19
3. Strategi mengingat kembali (retrieval)
(mnemonic system, visual images, rhyming)
4. Strategi pemecahan masalah
Metacognition : “The learner’s knowledge concerning their own cognitive
processes and products”

P =400

Diketahui: a//b
m//n
Kalau p = 40
Berapa besarnya q ?

Pemecahan masalah dalam plang geometri (lihat gambar di depan)

Strategi Tugas (Strategi Khusus)


Beberapa prinsip:
1. Disamping mengingat dalil-dalil yang relevan, gunakan beberapa strategi
jangan satu strategi.
2. Strategi yang harus dipakai adalah strategi yang bersifat khusus yang
berkaitan dengan garis dan sudut, yang dinamakan strategi tugas (Task
Strategies)
3. Pemecahan yang berhasil dapat di capai kalau sisa mampu memilih dan
menggunakan tugas ini dalam urutan yang tepat dan dipakai pada saat
diperlukan.

Strategi Umum
Strategi umum adalah strategi yang barangkali dapat dipergunakan untuk
memecahkan berbagai macam masalah.
1. Pertama dan yang paling penting adalah strategi untuk mencari makna
yang dalam (deep meaning). Pencarian makna yang superfisial (pemukaan,

20
semu) acapkali misleading, tidak produktif dan mengarah kepada
kegagalan. Siswa yang menggunakan prinsip lebih baik dari pada yang
memakai fakta.
2. Toleransi pada hubungan bagian-tujuan strategi langkah demi langkah
lebih besar peluang keberhasilannya dari pada penggunaan satu langkah
besar. Mendaki gunung.
3. Pendekatan yang fleksibel/luwes. Pemecahan masalah yang
berpengalaman acapkali mengubah rumusan masalahnya dari kata-kata
menjadi diagram atau analogi kalau menghadapi kebuntuan.
4. Menyintesis bagian-bagian. Pemecah masalah harus mampu membangun
bagian-bagian menjadi keseluruhan (put things together).

Strategi kognitif dalam berfikir


Strategi yang diketahui dan dipraktekkan dalam berpikir adalah :
1. Mengeluarkan ide baru yang tidak biasa.
2. Menghindari pertimbangan yang prematur (kurang matang).
3. Memecahkan kebutuhan pikiran (mental sets) untuk dapat melihat
persoalan dari sisi lain.
Buat 4 bidang dengan menggunakan 6 batang korek api!
4. Menjelaskan hakiki dari suatu persolan.
5. Memperhatikan fakta-fakta dan kondisi-kondisi yang relevan dengan
persoalan.

Mentransfer Strategi Kognitif


Dapatkah strategi kognitif dipelajari yang dapat membuat seseorang
menjadi pemikir yang lebih baik mengenai setiap jenis persoalan: persoalan
pribadi, sosial, lingkungan, politik, begitu juga persoalan matematika dan logika
verbal? Hasil penelitian wittrock (1967) memperlihatkan bahwa strategi kognitif
yang dipelajari dapat digeneralisasikan.

21
Pemerolehan Strategi Kognitif
Keterampilan pengendalian eksekutif yang dinamakan strategi kognitif
kerap kali segera di peroleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui
latihan dan praktek.

Kondisi Belajar Untuk Strategi Kognitif


 Kondisi dalam dari pelajaran
Memahami konsepnya : misalnya katakan berkali-kali dalam hal menghafal
 Kondisi dalam situasi belajar
Banyak strategi kognitif yang berorientasi pada tugas ditemukan sediri oleh
pembelajar.

Implikasi Pendidikan
1. Bukti-buti semakin banyak memperlihatkan bahwa strategi kognitif agar
dipelajari. Dan setelah dipelajari dapat ditransfer pada situasi persoalan
yang baru.
2. Juga dengan mukah dapat diperlihatkan bahwa upaya mengajarkan strategi
kognitif secara sengaja dan sungguh-sungguh menghasilkan belajar yang
substansial dan transfer belajar.
3. Strategi kognitif yang efektif yang benar-benar umum mungkin melekukan
waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya.
Kemampuan mengenal/mengidentifikasikan masalah baru dan
mentransformasikan ke dalam bentuk yang segera dapat dipergunakan
untuk memecahkan masalah memperlihatkan adanya kemampuan yang
dinamakan strategi kognitif. Kemampuan ini merupakan/memperlihatkan
diri dalam bentuk : cara individu menggunakan dan memformulasikan
pengetahuan dan keterampilannya pada situasi permasalahan yang tidak
pernah di hadapi sebelumnya

22
Secara singkat :
Strategi kognitif adalah cara menegunkan otak (ways of using one’s head)
sebaik-baiknya.
1. Strategi kognitif dalam memperhatikan beberapa hasil penelitian telah
memperlihatkan bahwa penyisipan pertanyaan dalam buku taks dapat
meningkatkan ingatan baik terhadap kuantitatif bilangan maupun nama-
nama (Rothkopf, 1970, frese 1970). Hal ini terjadi karna pernyataan dapat
mengaktifkan strategi kognitif untuk memperhatikan.
2. Strategi kognitif dalam “enconding”. Kalau anak disuruh meningkatkan
dua data, seperti : sapi-bola, batu-botol, ingatannya terhadap kata terse4but
akan lebih baik kalau ia menegunkan strategi membuat gambar metal.
Strategi membuat gambar metal : membayangkan hubungan sepi-bola
dilakukan dengan membayangkan seekor sapi bermain dengan bola kaki
seperti dilakukan oleh gajah. Hubungan batu-botol, bisa dibayangkan dengan
membuat gambar botol bekas ditaruh di pojok
Dalam strategi konsep ada dua strategi ancoding yang dipergunakan siswa :
(1) focusing dan (2) scanning.
Focusing adalah memusatkan perhatian pada suatu strategi yang telah
berhasil dipergunakan sebelumnya.
Scanning adalah strategi yang berlaku pada satu kriteria atau kategori tetapi
mengupayakan mengubahnya kalau strategi terdahulu gagal.
Menurut Gagne, dalam keadaan mendesak strategi fucising lebih banyak
berhasil dari pada strategi scanning.
3. Strategi kognitif dalam “retrieval” (meningkat kembali). Strategi yang
dipergunakan orang untuk mengingat kembali nama, tanggal dan kejadian-
kejadian yang tidak berhubungan dinamakan mnemonik” (jembatan
keledai). Qait? =
Bali = Bersih, Aman, Lestari, Indah
Gado-gado Darminah amat enak banyak vitamin C.
Pak Kabul beli arang tiga keranjang.

23
4. Strategi kognitif dalam pemecahan masalah. Bilamana seorang anak
mempraktekkan pemecahan masalah ia menerapkan:
a. Aturan yang berlaku untuk memecahkan masalah tersebut.
b. Menerapkan kontrol terhadap proses pemikirannya sendiri, seperti:
- Mencari ciri-ciri yang relevan dari masalah tersebut.
- Mengingat apa yang telah dicoba sebelumnya.
- Menimbang kemungkinan keberhasilan hipotesis.
- Dan sebagainya
Kemampuan untuk melakukan pengendalian sendiri ini dinamakan strategi
kognitif.

Lampira 2:
Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme
(Disadur dan buku Robert E. Slavin: Educational Psychology,
Theory and Practice, 1994:184-260)

Suatu revolusi sedang terjadi di dalam psikologi pendidikan, yaitu dengan


munculnya teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi dari teori konstruktivisme
adalah adanya ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan
mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan
informasi miliknya sendiri (Brooks, 1990; Leinhardt, 1992; Brown et.al.. 1999).
Teori ini sangat berlawanan dengan teori behaviorisme.
Teori konstruktivisme memandang siswa harus aktif dalam proses
pembelajaran mereka sendiri dibandingkan dengan apa yang saat itu dilaksanakan
pada mayoritas kelas. Karena teori konstruktivisme penekanannya pada siswa
sebagai siswa aktif, maka strategi pengajaran yang terpusat pada siswa maka
disebut student-centered instruction. Di dalam kelas yang terpusat pada siswa
maka peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, prinsip bagi
diri mereka sendiri.

1. Sejarah Konstruktivisme
Konstruktivisme lahir dan gagasan Piaget dan Vygotsky, di mana
keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep yang

24
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam
upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga
menekankan hakekat sosial dari belajar, dan keduanya menekankan belajar secara
kelompok, dengan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan
perubahan konseptual.
Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan pada teori
Vygotsky. Yang menekankan pada metode pengajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis proyek, dan penemuan. Empat teori kunci dan teori konstruktivisme
adalah; (1) Penekanan pada hakekat sosial dari belajar, (2) Bahwa siswa belajar
konsep paling baik apabila konsep tersebut berada dalam zona perkembangan
terdekat mereka; (3) Pemagangan kognitif, dan (4) Scaffolding atau Mediated
Learning.
Teori konstruktivisme menekankan pada hakekat sosial dari belajar, ia
mengemukakan bahwa siswa dapat belajar melalui interaksi dengan teman sebaya
dan orang dewasa. Misalnya dalam metode belajar kooperatif, siswa diharapkan
pada proses berpikir dengan teman sebaya mereka, hal ini membuat hasil belajar
terbuka untuk seluruh siswa dan proses berpikir siswa terbuka untuk seluruh
siswa. Vygotsky juga memerhatikan, bahwa setiap siswa harus mampu
memecahkan masalahnya sendiri dengan langkah-langkah mereka sendiri.
Konsep kedua, bahwa dalam belajar, siswa yang paling baik adalah
apabila konsep yang dipelajari dalam zona perkembangan terdekat mereka.
Misalnya, bila anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri, maka
akan dibantu oleh teman sebaya atau orang dewasa. Misalnya bila siswa tidak
dapat menemukan median dari suatu bilangan tertentu, kemudian atas bantuan
guru dapat menemukan median tersebut, maka boleh jadi penemuan itu masih
berada dalam zona perkembangan siswa tersebut.
Pemagangan kognitif atau cognitive opprenticeship, istilah ini mengacu
bahwa proses dimana seseorang belajar secara tahap demi tahap untuk
memperoleh keahliannya dengan interaksi pada seorang pakar. Pakar disini boleh
jadi orang yang lebih tua atau teman sebaya yang telah menguasai terlebih dahulu
permasalahannya. Dalam banyak hal, pekerja didampingi oleh seorang pekerja

25
lain yang sudah ahli, berpengalaman yang bertindak sebagai model, dengan
memberi balikan kepada pekerja yang belum berpengalaman tahap demi tahap
dalam menyosialisasikan keahlian, norma dan profesi tersebut. Mengajar siswa di
dalam kelas menurut teori konstruktivismen adalah suatu pemagangan, dimana
pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif ini kreativitas
siswa di dalam kelas, dengan cara melibatkan siswa dalam tugas-tugas kompleks
maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut. Artinya siswa yang
kurang pandai dibantu temannya dalam menyelesaikan tugasnya.
Scaffolding atau Mediated Learning, teori konstruktivisme ini menekankan
bahwa siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistik dan
kemudian siswa diberi bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas ini.
Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas yang kompleks di dalam
kelas, seperti simulasi, eksplorasi di masyarakat, menulis untuk dipresentasikan ke
pendengar, dan tugas-tugas autentik sehingga pembelajaran tersebut dapat
dideskripsikan dalam kehidupan nyata dan autentik.

2. Proses Top-Down
Top-Down artinya bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya berusaha memecahkan atau
menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan. Sebagai contoh siswa diminta untuk menuliskan suatu susunan
kalimat, dan baru kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa, dan tanda baca.
Pendekatan ini berlawanan dengan bottom-up tradisional, artinya keterampilan
dasar secara bertahap dilatihkan untuk mewujudkan keterampilan yang lebih
kompleks.
Sebagai contoh dalam pembelajaran matematika, secara tradisional dengan
pendekatan bottom-up untuk mengajarkan perkalian bilangan dua digit dengan
bilangan satu digit (contoh 4 x 12 = 48) adalah mengajarkan siswa mengerjakan
langkah demi langkah untuk mendapatkan jawaban benar. Hanya setelah mereka
menguasai keterampilan dasar ini, mereka baru diberi masalah terapan dasar
sederhana. Misalnya “Tono melihat permen yang masing-masing harganya 50

26
rupiah. Berapa ia membayar jika ia mengambil 4 buah permen?”. Pendekatan
konstruktivisme bekerja secara sebaliknya, dimulai dengan masalah yang muncul
dari siswa dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan bagaimana
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah tersebut.

3. Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan teori ini bahwa siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah
tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (4 orang
dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahkan masalah yang
kompleks. Disini sangat terlihat bahwa Piaget dan Vygotsky menekankan pada
hakekat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk
memodelkan cara berpikir yang sesuai dan saling mengemukakan dan menantang
miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri.

4. Pembelajaran dengan Penemuan


Dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar
sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip
untuk diri mereka sendiri. Sebagai contoh siswa diberi sederet silinder dengan
ukuran dan berat yang berbeda-beda. Siswa disuruh menggelindingkan di bidang
miring. Bila percobaan tersebut dilakukan dengan benar, maka siswa akan dapat
menemukan prinsip-prinsip utama yang menentukan kecepatan silinder tersebut.
Penerapan teori pembelajaran dengan penemuan di dalam kelas, guru
harus mampu mendorong siswa mandiri sedini mungkin sejak awas masuk
sekolah. Guru harus mendorong siswa untuk memecahkan masalahnya sendiri,
bukan mengajarkan mereka jawaban dan masalah yang dihadapi siswa tersebut.
Siswa akan mendapatkan keuntungan jika mereka melakukan dan melihat sesuatu
daripada hanya mendengarkan ceramah.

27
5. Pembelajaran Generative atau Generative Learning
Teori belajar ini berasumsi bahwa belajar itu ditemukan. Artinya apabila
kita menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka harus melakukan operasi
mental dengan informasi baru itu untuk masuk ke dalam pemahamannya. Sebagai
contoh, siswa diminta membuat pertanyaan-pertanyaan untuk diri mereka sendiri,
ikhtisar, dan analogi tentang materi yang telah mereka baca. Kegiatan generative
ini telah memberikan sumbangan kepada hasil belajar dan ingatan siswa. Strategi
membuat soal misalnya, ini sangat efektif bila dikombinasikan dengan
pembelajaran kooperatif

6. Pembelajaran dengan Pengaturan Diri Sendiri atau Self Regulated


Learning
Salah satu konsep teori konstruktivisme adalah menganut visi siswa ideal
sebagal seorang pelajar yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya
sendiri atau self regulated learner. Self regulated learner adalah seseorang yang
memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana atau kapan
menggunakan pengetahuan itu. Sebagai contoh, siswa mampu memecahkan
masalah kompleks menjadi langkah-langkah yang lebih sederhana atau menguji
cobakan solusi alternatif; siswa tahu bagaimana dan kapan membaca buku
sepintas dan kapan membaca buku untuk memperdalam pengetahuan, serta
mereka tahu bagaimana menulis untuk meyakinkan dan bagaimana menulis untuk
memberi informasi. Tidak hanya itu, siswa mempunyai motivasi internal bukan
karena nilai atau motivasi eksternal yang lain, dan siswa mampu tetap menekuni
tugas berjangka panjang sampai tugas itu terselesaikan.

7. Scaffolding
Scaffolding didasarkan pada konsep Vygotsky tentang konsep belajar
bantuan untuk berpikir dengan simbol-simbol di dalam memori dan atensi
dibutuhkan sebuah media. Fungsi guru disini adalah agen budaya yang memandu
pengajaran sehingga siswa akan menguasai secara tuntas keterampilan-
keterampilan yang memungkinkan fungsi kognitif bekerja lebih tinggi.

28
Kemampuan untuk belajar secara tuntas sangat berkaitan dengan usia dan
perkembangan kognitif siswa.
Di dalam penggunaan sehari-hari Scaffolding, yaitu pemberian bantuan
kepada siswa bantuan yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara
bertahap mengaktifkan tanggung jawab kepada siswa untuk bekerja atas arahan
diri mereka sendiri.

8. Ciri-ciri Guru yang Berpandangan Konstruktivisme


1. Menerima dan mendorong kemandirian dari inisiatif siswa
2. Menggunakan data mentah dan sumber-sumber primer bersama-sama dengan
bahan-bahan yang bersifat manipulatif, interaktif dan fisik.
3. Bila merumuskan tugas-tugas menggunakan istilah-istilah kognitif, seperti:
klasifikasikan, analisa, ramalkan (predisikan) dan ciptakan.
4. Memperkenankan siswa menarik kesimpulan dari pelajaran, mengubah
strategi pembelajaran, dan mengubah bahan pembelajaran (content).
5. Meneliti pemahaman siswa tentang konsep-konsep sebelum mengemukakan
pemahamannya sendiri tentang konsep-konsep tersebut.
6. Memberanikan siswa terlibat dalam dialog, baik dengan guru maupun dengan
kawan lain.
7. Memberanikan siswa mempertanyakan dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang berisi pemikiran, pertanyaan-pertanyaan terbuka dan
memberanikan siswa saling bertanya.
8. Menemukan elaborasi dari respons-respons awal siswa.
9. Melibatkan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang mungkin
menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis-hipotesis awal mereka dan
kemudian mendorong diskusi.
10. Memberikan waktu tunggu sesudah mengajukan pertanyaan.
11. Memberikan waktu kepada siswa membangun hubungan-hubungan dan
menciptakan metafor-metafor.
12. Memupuk hasart ingin tahu alamiah siswa melalui penggunaan secara sering
“model siklus belajar”

29
Catatan:
Model siklus belajar adalah suatu model belajar yang sering dipakai dalam
pengajaran IPA yang menekankan pentingnya pengaturan sendiri dalam
proses belajar. Model ini memiliki tiga langkah: (1) memberikan kesempatan
terbuka kepada siswa berinteraksi dengan materi yang dipilih secara bertujuan,
(2) memberikan pengajaran pengenalan konsep, dan (3) menerapkan konsep

9. Proses Pembelajaran Konstruktivisme untuk Anak Usia Dini


Beberapa tokoh psikologi pendidikan dan perkembangan anak muncul,
misalnya; Piaget, Vygotsky, Montessori, Clark, Trefinger. Morrison, dan
sebagainya. Konsekuensi dan perkembangan dan atau perubahan konsepsi, maka
paradigma pendidikan anak usia dini pun terjadi perubahan (paradigsm in shift)
dan perubahan ini akan terus berlanjut (constant in flux). Perubahan ini dapat
dilacak dari: (1) family centered program, bermakna bagi keluarga; (2) two
generation program, bekerja dengan anak dan keluarga; (3) collaborative efforts
with other agencies, membangun kerja sama dengan yang lain: (4)
ecological/holistic approach, pendekatan kebutuhan psikologis, sosial. emosi,
kognisi: (5) child and families centered program, terfokus pada kebutuhan anak
(SEN, Specific Education Needs) dan kebutuhan keluarga (SAL, Specific
Accelerated Learning), (6) psychodelicate, DAP, Developmentally Appropriate
Practice (pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak baik fisik,
kognitif, motorik, emosi, dan sosial).
Anak itu unik, memiliki potensi yang misteri dan luar biasa. Ada anak
yang gifted den talented, ada yang normal, ada pula yang under. Namun anak
merupakan makhluk yang memiliki kapasitas yang terbuka (unlocking human
capacity) atau istilah Conny (2002), hidden exellence in personhood, secara
pribadi memiliki keunggulan yang tersembunyi. Oleh karenanya, pendidikan
multikultural untuk anak sangat perlu diperhatikan.
Selama ini guru sering menginterpretasikan konsep belajar yang salah,
karena pengajaran berorientasi pada guru, bukan kepada siswa. Siswa itu ingin
bergerak bebas, banyak mencoba. Sebaliknya ia akan sulit jika terdiam, pasif

30
hanya mendengar omongan guru. Seharusnya kebutuhan anak dipahami, guru
harus berpedoman pada developmentally appropriate practice. Perkembangan
ilmu-ilmu perlu dipahami guru dan guru perlu memahami perkembangan
teknologi informasi, Internet, komputer, dan sebagainya
Pembelajaran, bagi Vygotsky, tekanannya adalah konstruksi sosial Proses
pembelajaran pada anak harus disesuaikan dengan perilaku yang relevan dengan
kulturalnya. Piaget menekankan pembelajaran pada teori konstruktivitas pribadi.
Vygotsky memandang, perkembangan kognitif merupakan transformasi dasar
biologis yang merupakan fungsi psikologis tingkat tinggi. Anak lahir memiliki
rentang kemampuan persepsi, perhatian dan memori yang ditransformasikan
dalam konteks sosial dan pendidikan. Transformasi dalam bentuk hukum, sosial,
dan bahasa sebagai sarana memenuhi kebutuhan tertentu yang menjadi fungsi
psikologis kognisi tinggi. Manusia memiliki sifat binatang, tetapi mampu
berperilaku berdasarkan kapabilitas persepsi, perhatian, dan psikologisnya.
Vygostky juga mengembangkan teori yang disebut “Zone of Proximal
Development” (ZPD). ZPD merupakan posisi jarak antara tingkat perkembangan
aktual dan potensial. Perkembangan aktual ditandai, dalam pemecahan problem
anak dapat mandiri. Tingkat perkembangan potensial, diperlukan bimbingan
orang dewasa atau kerja sama teman sebaya. Jarak perkembangan aktual menuju
potensial dinamakan oleh Vygotsky Scaffolded Instruction atau pembelajaran
bertangga. Ada tiga prinsip yang dikembangkan; (1) holistik meaningful; (2)
konteks sosial, melalui belajar; dan (3) peluang berubah dan berhubungan tidak
tetap dan saling berkaitan.
Oleh karena itu guru perlu mempertimbangkan pendekatan pembelajaran
hubungan timba balik (Reciprocal Teaching Approach). Anak dihadapkan pada
tantangan dan keterlibatan dalam aktivitas di atas tingkat perkembangannya.
Pemahaman sosial kultural anak itu penting. Dinamika, perangkat dan konteks
sosial anak harus dipahami oleh guru. Guru dikatakan terampil apabila praktek
pembelajaran dalam konteks sosial anak ZPD anak dibentuk oleh kebudayaan dan
lingkungan sosialnya.

31
Prinsip pembelajaran untuk menumbuhkan fungsi dalam proses
kematangan ZPD melalui empat tahap: (1) kinerja dibantu oleh more capable
others; (2) less dependence external assistance: kinerjanya itu diinternalisasikan
dan berani mengambil tanggung jawab atas keluasannya asumsi berdasar
kemampuan sendiri (multiassume responsibility for self guidance); (3) tahap
kinerja automatisasi: dan (4) tahap recursion, deautomatisation: sesuatu
dilakukan beruang dengan penghayatan dan ZPD dimulai lagi dari permulaan dan
dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Dengan demikian implikasinya bagi pendidikan adalah perlu ada mindshift
(kesadaran intelektual) Semua anak diberi kesempatan memperoleh pendidikan,
dilayani, sedemikian sesuai dengan kebutuhan Di dalam suatu masyarakat atau
bangsa target kelompok itu beragam oleh karena itu diperlukan pendidikan
multikultural.
Selama ini guru sering menginterpretasikan konsep belajar yang salah.
Pengajaran berorientasi pada guru, bukan kepada anak. Siswa itu ingin bergerak
bebas, banyak mencoba. Sebaliknya a susah jika terdiam, pasif hanya mendengar
omongan guru. Seharusnya kebutuhan anak dipahami Guru harus berpedoman
pada developmentally appropriate practice. Perkembangan ilmu perlu dipahami
guru., Guru perlu memahami perkembangan teknologi informasi, internet,
komputer, dsb.
Ilmu Pendidikan merupakan common ground dari beberapa kajian ilmu
pendidikan ainnya, misal: Teknologi Pendidikan, Psikologi Pendidikan, dan
Pendidikan Usia Dini. Suatu ilmu dapat berdiri sendiri, apabila memenuhi tiga
persyaratan mutlak ilmu baru, yaitu: (1) Ada justifikasi temuan dari para ahli; (2)
Ilmu itu bersifat holistik. sistematis dan sistemik; (3) Intersubjectivity (berkaitan
dengan ilmu-ilmu lainnya).

32
Latihan
A. Diskusikan dengan rekan Anda perbedaan dan persamaan yang ada antara
teori belajar tingkah laku, kognitif, humanistik, dan sibernetik. dan kemudian
isilah matrik berikut ini dengan deskripsi (penjelasan) yang sesingkat
mungkin.

Teori
Tingkah
Kognitif Humanistis Sibernetik
Aspek yang Laku
dibandingkan
Makna
Belajar

Proses
Belajar

Kekuatan

Kelemahan

B. Pikirkanlah suatu situasi PBM (Proses Belajar Mengajar) di dalam kelas


(batasilah PBM tersebut sampai kira-kira 10 menit kegiatan saja). Tuliskanlah
situasi tersebut dalam bentuk suatu kasus Kemudian analisislah kasus tersebut
dan identifikasilah pada bagian apa pada kasus tersebut teori-teori belajar yang
dibahas dalam bab ini mempunyai pengaruh. Tulislah hasil kerja Anda dalam
matrik berikut ini.

Kegiatan PBM Teori Belajar yang


Dosen Mahasiswa Diaplikasikan

33
C. Terapkan konsep belajar konstruktivisme ke dalam proses pembelajaran untuk
anak usia sekolah, dan bagaimana ciri-ciri guru yang berpandangan
konstruktivisme?
Daftar Pustaka

Bell-Gredler, ME. Learning and Instruction: Theory Into Practice, Macmillan


Publishing Company, New York, 1986.

Irawan, Prasetya, Teori Belajar. Program Pengembangan Keterampilan Dasar


Teknik Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen Muda. Pusat Antar
Universitas-Dikti, Depdikbud. 1997.

Rahardjo, Budi, Djaelani dan Hrtono, Aplikasi Teori Belajar dalam Praktek
Pendidikan Anak Usia Dini. Resume ke-5 Perkuliahan Kapita Selekta,
Teori, dan Isu Pendidikan Anak Usia Dini, Conny R. Semiawan dan
Yufiarti (tidak dipublikasikan), 2003.

Slavin, Robert E. Educational Psychology: Theory and Practice, Fouth Edition,


Allyn and Bacon Paramount Publishing, Massachusetts, 1994.

34
BAB II
MOTIVASI
A. Pendahuluan
Tujuan Instruksional

Bila Anda mempelajari si bab ini dengan baik, Anda diharap memiliki
kemampuan berikut ini:
1. Merumuskan definisi motivasi dari beberapa pandangan para ahli.
2. Menjelaskan strategi motivasional dalam proses belajar mengajar, dengan
menerapkan empat prinsip motivasi, yaitu:
a. Perhatian
b. Relevansi
c. Percaya diri
d. Kepuasan
3. Merumuskan bagaimana peranan guru dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa.

Proses belajar mengajar dapat dipahami atau dijelaskan dengan


menggunakan berbagal teori belajar sebagaimana dibahas dalam bagian terdahulu.
Di samping itu proses tersebut dapat pula dijelaskan dengan memperhatikan satu
aspek yang penting, yaitu motivasi siswa.

B. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dan bahasa Latin “movere” yang berarti


“menggerakkan”. Artinya motivasi dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk
menggerakkan sesuatu obyek (manusia) yang pada akhirnya akan menimbulkan
suatu perilaku, mengarahkan perilaku dan mempertahankan intensitas perlaku.
Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski
(1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan pada
tingkah laku tersebut. Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai suatu tujuan yang

35
ingin dicapai melalui perilaku tertentu Pengertian ini lebih condon ke arah
behaviorism.
Ames dan Ames (1954) menjelaskan motivasi dan pandangan kognitif
Menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya Sebagai contoh, seorang
siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas. akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep
diri yang positif ini menjadi motor pengerang bagi Kemauannya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu” (Cropley, 1985). Dalam pengertian ini siswa akan berusaha
mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang
akan diperoleh.
Dalam proses belajar, motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang
tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan.
Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu
tugas.
Dari pemahaman di atas maka motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu
proses internal yang mengaktifkan, medan mempertahankan perilaku dalam
rentang waktu tertentu. Sebagai suatu usaha untuk mengaktifkan, membimbing
dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian motivasi juga diartikan sebagai
bentuk karakteristik pribadi dan setiap individu.
Dari berbagal teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah
menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam
proses belajar mengajar, yang disebut sebagai model ARCS (Attention, Relevance,
Confidance, dan Satifaction).
Guru sering berasumsi bahwa motivasi belajar siswa merupakan maslah
siswa itu sendiri, siswalah yang bertanggung jawab untuk mengusahakan agar
mempunyai motivasi yang tinggi. Namun sebenarnya, guru dapat berusaha untuk
menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam proses dan cara mengajar, untuk
merangsang, meningkatkan dan memelihara motivasi siswa dalam belajar. ARCS
model dapat membantu guru untuk melakukan hal tersebut.

36
Di dalam model yang dikemukakan ada empat kategori kondisi
motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan proses
pembelajaran yang menarik, bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa.
Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut:

C. Perhatian
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab rasa main
tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga siswa akan memberikan perhatian,
dan perhatian tersebut terpelihara selama proses pembelajaran, bahkan lebih lama
lagi Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen
yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks.
Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam rancangan
pembelajaran, hal ini dapat menstimulir rasa ingin tahu siswa. Namun perlu
diperhatikan agar stimulus tersebut digunakan tidak berlebihan, sebab akan
menjadikan stimulus hai biasa dan kelebihan keefektifannya.

D. Strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa:

1. Gunakan metode penyampaian pembelajaran yang bervariasi (ceramah,


diskusi kelompok kecil, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi,
studi kasus,dll.)
2. Gunakan media (transparansi. film, videotape, dsb.) untuk melengkapi
penyampaian pembelajaran.
3. BIla dirasa tepat, gunakan humor dalam pembelajaran, meskipun dalam
menyajikan pembelajaran serius, misalnya matematika Gunakan peristiwa
nyata, anekdot dan contoh-contoh untuk memperjelas konsep yang diutarakan.
4. Gunakan teknik bertanya untuk melibatkan siswa.

E. Relevansi
Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila mereka
menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau

37
bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi (basic
needs) dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu (1) motif pribadi, (2) motif
instrumental, dan (3) motif kultural.
Nilai motif pribadi (personal motive value); McClelland membagi 3
hal, yaitu : (a) kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (b)
kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power), dan (c) kebutuhan untuk
berafilisasi (needs for affiliation). Nilai yang bersifat instrumental adalah
keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas dianggap sebagai langkah untuk
mencapai keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan nilai kultural adalah apabila
tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang
oleh kelompok yang dianut siswa, seperti orang tua, teman dan sebagainya.

F. Strategi untuk menunjukkan relevansi pembelajaran :


1. Sampaikan kepada siswa apa yang akan dapat mereka lakukan setelah
mempelajari materi pelajaran. Ini berarti guru harus menjelaskan tujuan-
tujuan instruksional.
2. Jelaskan manfaat pengetahuan atau keterampilan yang akan dipelajari, dan
bagaimana hal tersebut dapat diterapkan dalam pekerjaan nanti, atau
bertanyalah kepada siswa bagaimana materi pelajaran akan membantu
mereka untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik dikemudian hari.
3. Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan
kondisi siswa atau profesi tertentu.

G. Percaya Diri
Merasa diri kompeten atau mampu. merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan Bandura (1977)
mengembangkan lebih lanjut konsep tersebut dengan mengajukan konsep
“self-efficacy”. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang
menjadi syarat keberhasilan.

38
Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini
sering kali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa lampau . Dengan
demikian ada hubungan spiral antara pengalaman sukses motivasi. Motivasi
dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan
selanjutnya pengalaman sukses tersebut memotivasi siswa untuk mengerjakan
tugas berikutnya.

H. Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri


:
1. Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak
pengalaman. Misalnya: dengan pelajaran agar mudah dipahami, diurutkan
dari materi mudah ke yang sukar. Dengan demikian siswa merasa
mengalami keberhasilan sejak awal pelajaran.
2. Susunlah pelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga
siswa tidak dituntut untuk mempelajari terlalu banyak konsep baru
sekaligus.
3. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan pernyataan
persyaratan untuk berhasil. Hal ini dapat dilakukan dengan menyampaikan
tujuan pelajaran dan kriteria tes atau ujian pada awal pelajaran. Hal
tersebut akan membantu siswa mempunyai gambaran yang jelas mengenai
apa yang diharapkan.
4. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan strategi yang
memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan siswa sendiri. Contoh yang
belum banyak dilakukan di Indonesia adalah kontrak pelajaran (learning
contract) yang dengan jelas mencantumkan strategi pelajaran dan kriteria
untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa.
5. Tumbuhkan kepercayaan diri siswa dengan mengatakan “Nampaknya
kalian telah memahami konsep ini dengan baik”, serta menyebut
kelemahan siswa sebagai “hal-hal yang masih perlu dikembangkan”.

39
6. Berikan umpan balik yang konstruktif selama pelajaran, agar siswa
mengetahui pemahaman dan prestasi belajar mereka sejauh ini.

I. Kepuasan
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan
kepuasan, dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan
yang serupa. Kepuasan karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi
yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar siswa. Sebagai
contoh, dalam kelas bahasa Inggris, siswa diuji kemampuannya berpidato.
Setelah selesai berpidato, siswa merasa puas dan lega karena ternyata dia tidak
pingsan seperti yang dikuatirkannya. Tetapi beberapa saat kemudian,
konsekuensi dari luar (dari guru bahasa Inggris) membuatnya mereka malu
dan kecewa. Guru mengatakan dia nampak tegang, suaranya hampir tidak
terdengar, dan dia kelihatan jelas tidak berlatih sebelumnya. Dalam hal ini
terjadi konflik dalam diri siswa tersebut, dan membuat kepuasannya menukik
kembali.
Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru harus dapat
menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian
kesempatan, dan sebagainya.

Strategi untuk meningkatkan kepuasan :


1. Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif, bukan
ancaman atau sejenisnya.
2. Berikan kesempatan kepada siswa untuk segera menggunakan atau
mempraktekkan pengetahuan yang baru dipelajari.
3. Minta kepada siswa yang telah menguasai suatu pengetahuan atau
keterampilan untuk membantu teman-temannya yang belum berhasil.
4. Bandingkan prestasi siswa dengan prestasinya sendiri di masa lalu atau
dengan suatu standar tertentu, bukan dengan siswa lain.

40
Rangkuman
1. Motivasi siswa merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemauan,
proses, dan hasil belajar siswa.
2. Motivasi dirumuskan sebagai kondisi yang membuat siswa mempunyai
kemauan untuk mencapai tujuan tertentu melalui pelaksanaan suatu tugas.
Siswa yang termotivasi cenderung bertahan dan tidak mudah putus asa
dalam melakukan tugas.
3. Salah satu strategi motivasional dalam proses belajar mengajar adalah
dengan menerapkan empat prinsip motivasi, yaitu :
a. Perhatian : menarik dan mempertahankan perhatian siswa.
b. Relevansi : mengusahakan relevansi pelajaran dengan kebutuhan
siswa.
c. Percaya diri : menumbuhkan dan menguatkan rasa percaya diri siswa.
d. Kepuasan: menghasilkan kepuasan dalam diri siswa.

41
Lampiran 3 :

MOTIVASI SISWA DALAM BELAJAR


(Pemahaman Terhadap Pandangan Robert E. Savin
Pada Motivating Students to Learn, 1994 : 344-384)

Ada beberapa pandangan tentang hubungan motivasi dan perilaku belajar,


di antaranya adalah :
1. Motivasi dan teori pembelajaran perilaku (motivation and behavioral learning
theory).
2. Motivasi dan kebutuhan manusia (motivation and human needs).
3. Motivasi dan teori disonan (motivation and dissonace theory).
4. Motivasi dan teori kepribadian (motivation and personality theory).
5. Motivasi dan teori atribusi (motivation and attribution theory).
6. Motivasi dan teori penghargaan (motivation and expectancy theory).

A. Motivasi dan teori pembelajaran perilaku (motivation and behavioral


learning theory)
Konsep motivasi dalam teori ini berhubungan dengan prinsip-prinsip
perilaku dalam memperoleh penguatan. Akan tetapi penguatan yang pernah
diterima oleh setiap individu tidak mungkin memadai. Hal ini lebih disebabkan
pada kenyataannya motivasi, manusia sangatlah kompleks dan tidak bebas dari
setiap konteks yang dihadapi.

B. Motivasi dan kebutuhan manusia (motivation and human needs).


Konsep tentang motivasi juga diasumsikan sebagai sesuatu untuk
mencapai segala kebutuhan hidup manusia. Teori tentang kebutuhan manusia
dikembangkan oleh Maslow. Dalam teori ini kebutuhan manusia disusun secara
hirarkis. Dalam teori kebutuhan ini dapat diidentifikasikan menjadi dua yaitu
kebutuhan tumbuh dan kebutuhan dasar (lihat gambar).

42
Khirarki Kebutuhan Maslow

Aktualisasi
Diri

Keindahan

Kebutuhan Tumbuh Mengetahui dan


Mengerti

Kebutuhan untuk Dihargai

Kebutuhan Dasar Kebutuhan untuk Dicintai

Kebutuhan akan rasa aman

Kebutuhan Fisiologis

Teori Maslow diidentikkan sebagai konsep aktualisasi diri, yang


didefinisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau
keinginan untuk menjadi apapun yang seorang mampu untuk mencapainya. Pada
setiap individu aktualisasi diri ini ditandai dengan penerimaan diri dari orang lain
secara spontanitas, keterbukaan, demokratis kreatif, humor dan mandiri yang pada
darasnya individu ini memiliki kesehatan mental yang bagus atau sehat secara
psikologi. Implikasi teori Maslow dalam Pendidikan secara psikologi proses
pendidikan terkait dengan kebutuhan akan pengembangan pengetahuan dalam diri
manusia. Teori Moslow dalam pendidikan terletak pada hubungan antara
kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Sebagai contoh, siswa yang sangat lapar
dan dicekam bahaya akan memiliki energi psikologis yang sangat kecil yang
dikerahkan untuk belajar. Sekolah dan lembaga pemerintahan apabila menyadari
tentang persoalan tersebut, maka sebagai lembaga yang bertanggung jawab akan
menyediakan kebutuhan dasar yang dialami siswa, seperti misalnya memberi
sarapan pagi, atau guru selalu tersenyum dalam memberikan pelajarannya pada
siswa.

43
C. Motivasi dan Teori Disonan Kognitif (Ketidaksesuaian)
Disonan kognitif diidentifikasi sebagai suatu penjelasan dari orang yang
merasa tidak nyaman pada saat dihadapkan pada presepsi atau prilaku baru yang
tidak cocok dengan keyakinan yang telah lama dipegang. Dengan demikian
disonan kognitif, digambarkan sebagai suatu kebutuhan untuk mempertahankan
image positif pada individu.
Teori ini juga menyatakan bahwa orang akan mengalami suatu ketegangan
atau ketidaknyamanan apabila nilai atau keyakinan yang dipegang secara kuat
tidak cocok dengan keyakinan atau prilaku yang tidak konsisten secara psikologis.
Untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut, mereka dapat mengubah prilaku atau
keyakinan mereka, mereka juga dapat mengembangkan pembenaran atau alasan
untuk mengatasi ketidakkonsistenan.

D. Motivasi dan Teori Kepribadian


Motivasi digunakan untuk mendeskripsikan suatu dorongan, kebutuhan,
atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Konsep motivasi dalam teori ini
digunakan untuk mendeskripsikan suatu kecenderungan umum yang mendorong
ke arah pencapaian jenis tujuan tertentu. Motivasi dalam teori ini juga dipandang
sebagai suatu karakteristik kepribadian yang relatif stabil, cenderung tetap untuk
berbagai macam dan sulit diubah dalam waktu yang singkat.

E. Motivasi dan Teori Atribusi


Teori atribusi merupakan suatu penjelasan motivasi yang memusatkan
pada bagaimana orang menjelaskan sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan
mereka sendiri. Weiner menyatakan bahwa berhasil dan gagal memiliki tiga
karakteristik. Pertama, apakah penyebab itu dipandang sebagai internal atau
eksternal. Kedua, apakah penyebab itu dipandang sebagai stabil atau tidak.
Ketiga, apakah penyebab itu di persepsi sebagai dapat dikontrol atau tidak.
Asumsi dari teori atribusi adalah bahwa orang akan berupaya mempertahankan
gambaran diri positif. Oleh karena itu pada saat mereka berhasil dalam suatu
kegiatan mereka cenderung menghubungkan keberhasilan itu dengan upaya atau

44
kemampuan mereka; tetapi pada saat mereka gagal mereka akan percaya bahwa
kegagalan mereka itu dikarenakan faktor yang tidak dapat dikontrol.

F. Motivasi dan Teori Harapan


Edwards (1954) dan Atkinson (1964) mengembangkan teori motivasi
berdasarkan pada rumus :
Motivasi (M) = Peluang untuk berhasil yang dipersepsi (Ps) X Nilai
Insentif keberhasilan (Is).
Rumus itu disebut model harapan atau model valensi harapan, karena
model ini sebagian besar bergantung pada harapan seseorang terhadap ganjaran.
Teori ini memiliki implikasi bahwa motivasi orang untuk mencapai sesuatu
tergantung kepada hasil kali estimasi peluang berhasil mereka (peluang untuk
berhasil yang di persepsi (Ps). Dan nilai penghargaan yang akan mereka terima
atas keberhasilan nilai intensif keberhasilan (Is). Wigfield (1995) menemukan
bahwa sumbangan bersama dua faktor, yaitu keyakinan siswa bahwa mereka
mampu dan nilai yang mereka berikan terhadap sukses akademik lebih besar
daripada kemampuan mereka sebenarnya dalam meramalkan hasil belajar mereka.

G. Cara Peningkatan Motivasi Berprestasi


Satu jenis motivasi paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi ada kecenderungan berusaha untuk
menghasilkan dan memilih kegiatan yang berorientasi pada tujuan dan pada
keberhasilan atau kegagalan. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi memiliki
keinginan dan mengharapkan berhasil, apabila mereka gagal, maka mereka akan
melipatgandakan upaya mereka sampai benar-benar berhasil.
1. Motivasi dan orientasi tujuan
Sejumlah siswa motivasinya terorientasi pada tujuan pembelajaran atau
penuntasan tujuan, siswa yang lain berorientasi pada tujuan-tujuan
penampilan. Siswa dengan orientasi tujuan pembelajaran memandang tujuan
sekolah sebagai mencapai kompetensi dalam keterampilan yang diajarkan.
Sedangkan siswa dengan orientasi tujuan penampilan, terutama

45
mengupayakan penilaian positif terhadap kompetensi mereka (dan
menghindari penilaian negatif). Siswa yang berusaha keras untuk tujuan
pembelajaran cenderung mengambil mata pelajaran sukar dan mencari
tantangan, sedangkan siswa dengan orientasi pada tujuan penampilan
memfokuskan pada upaya mendapatkan nilai bagus untuk mengambil mata
pelajaran mudah dan menghindari situasi yang menantang.
2. Ketidakberdayaan belajar dan pelatihan atribusi
Suatu bentuk ekstrem dari motivasi untuk menghindari kegagalan
disebut ketidakberdayaan belajar. Hal ini merupakan persepsi bahwa apapun
yang dilakukan oleh seseorang, dan apabila orang tersebut telah ditakdirkan
untuk gagal atau tidak berhasil, maka ini disebut ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan belajar bisa timbul dari asuhan atau didikan anak, tetapi
juga dapat terjadi dari penggunaan penghargaan dan hukuman yang tidak
konsisten yang dilakukan oleh guru. Ketidakberdayaan belajar dapat dikurangi
atau dihindari dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berhasil melalui langkah-langkah kecil, umpan balik sesegera mungkin, dan
yang terpenting adalah harapan untuk melanjutkan cita-citanya.

46
Lampiran 4 :
Peranan Guru Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa

Dunia pendidikan dewasa ini banyak mengalami perubahan, karena untuk


era reformasi sekarang ini adalah reformasi semua bidang yang ada di Indonesia,
termasuk di bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan, yang kita harapkan
adalah keberhasilan-keberhasilan pendidikan tentunya tidak lepas dari guru dan
siswa (peserta didik).
Guru dalam melaksanakan pendidikan dan sekaligus sebagai pendidik,
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat, dan mempunyai
peranan yang penting terhadap keberhasilan pendidikan anak-anak dan kaum
remaja yang sedang menuntut ilmu di bangku sekolah. Pada tingkat Sekolah
Dasar anak-anak lebih penurut terhadap apa yang diucapkan guru. Keberhasilan
siswa itu tentunya bisa berasal dari berbagai sisi, yaitu sisi dari diri sendiri dan
lingkungannya, termasuk orang tua, guru dan teman sejawatnya. Dengan adanya
motivasi belajar siswa, akan dapat berhasil dengan baik dan motivasi belajar itu
bisa berasal dari mana saja, di antaranya dari diri sendiri, orang lain termasuk
guru, orang tua, dan teman sejawatnya tersebut.
Dengan adanya motivasi belajar, akan dapat memacu peserta didik (siswa)
dalam berprestasi, termotivasi untuk maju (tidak mau ketinggalan dengan
temannya), berusaha ingin lebih baik dari hari kemarin. Guru hendaknya
mengetahui persis keberadaan siswa, bahwa untuk dapat berprestasi, siswa harus
lebih banyak diberi motivasi, bukan sebaliknya. Karena posisi keseharian guru
lebih dekat dengan siswa, maka guru harus dapat menciptakan suasana belajar di
kelas lebih kondusif, menarik, tidak membosankan, dan siswa lebih menikmati
suasana yang aman dan nyaman, tidak ada keterpaksaan dalam belajar. Dengan
demikian peran guru diperlukan, salah satu tujuannya adalah dapat menciptakan
gairah belajar dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

47
A. Apa itu Motivasi
Motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Ngalim
Purwanto, 1996). Sedangkan menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu
proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk
kegiatan. John P. Compbell, dkk.,menambahkan rincian dalam definisi tersebut,
bahwa motivasi mencakup arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons dan
kegigihan tingkah laku. Hoy dan Miskel dalam buku Educational Administration
(1982: 137) mengemukakan bahwa motivasi sebagai kekuatan yang kompleks
dorongan-dorongan kebutuhan-kebutuhan pertanyaan, ketegangan, atau
mekanisme-mekanisme lainnya yang menilai dan menjaga kegiatan yang
diinginkan ke arah pencapaian tujuan personal.
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli tersebut, bahwa
motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu: (1) menggerakkan, berarti
menumbuhkan kekuatan para individu, memimpin seseorang untuk bertindak
dengan cara tertentu, misalnya: kekuatan dalam hal mengatur respon-respon
efektif dan kecenderungan mendapat kesenangan, (2) mengarahkan atau
mengalurkan tingkah laku dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi
tujuan, (3) untuk menjaga dan menopang tingkah laku lingkungan sekitar harus
menguatkan (reinforcement) intensitas dan arah dorongan dan kekuatan individu.

B. Tujuan Motivasi
Secara Umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan Kemauan
untuk melakukan sesuat u sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau
memacu para siswanya agar timbul keinginan dan Kemauan untuk meningkatkan
prestasi belajar sehingga tercapainya tujuan pendidikan sesuai yang diharapkan
dan ditetakkan di dalam kurikulum.

48
C. Bagaimana Guru dapat Meningkatkan Motivasi Siswa dalam Belajar
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa, yaitu: (1) motivasi intrinsik, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri
anak (siswa) itu sendiri. Artinya, guru harus mampu merangsang siswa agar
tumbuh keinginan belajar. Salah satunya dengan menggunakan contoh-contoh
yang positif yang ditujukan oleh guru, sehingga lambat laun siswa dapat
mengimitasi perilaku yang ditujukan oleh guru dalam keseharian itu. (2) motivasi
ekstrinsik, yakni motivasi yang berasal dari luar diri anak (bisa berasal dari
lingkungan setempat; keluarga/orang tua, guru, dan teman-teman sebaya, dan lain-
lain). Peran guru di sini adalah memberikan rangsangan dari luar dan bisa
dilakukan dengan cara menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik
siswa, menarik, tidak membosankan, dan sifatnya aktual pada saat proses belajar
mengajar. Termasuk gaya mengajar guru yang tidak membosankan, pilihan materi
yang aktual, tidak satu arah sehingga terlihat sikap guru kepada siswa pun harus
demokratis.

D. Ciptakan Suasana Yang Kondusif


Dalam proses belajar mengajar, guru dituntut dapat menciptakan suasana
kelas kondusif, yaitu yang dapat membuat siswa menyukai pelajaran itu dan tidak
ada rasa keterpaksaan dalam belajar di kelas. Sehingga terciptalah suasana yang
menyenangkan, dan siswa dapat menyerap pelajaran dari guru dengan penuh
antusias dan penuh semangat. Terdapat lima proses efek dugaan guru
mempengaruhi perilaku siswa dan ini patut dihindari, di antaranya; (1) perkiraan
perilaku guru dan prestasi dari beberapa siswa, (2) guru bersikap pilih kasih
terhadap siswa, (3) menumbuhkan konsep yang berbeda-beda, prestasi, motivasi,
dan tingkat aspirasi, (4) jika ini berlangsung terus menerus orang tidak berubah,
akan membentuk prestasi dan sikap dugaan yang tinggi akan meningkat tetapi
prestasi siswa akan menurun, dan (5) seiring berjalannya waktu, prestasi dan sikap
siswa akan tertutup dari apa yang diharapkan sebelumnya. Dugaan guru yang
positif bagi siswa antara lain; (a) tunggu prestasi dari siswa, (b) hindari

49
perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara siswa, (c) kemampuan semua siswa
terbatas.

E. Pribadi Guru
Semua siswa mengetahui dari pengalaman sendiri bahwa guru berperan
sekali dalam keseluruhan proses belajar mengajar di dalam kelas. Siswa
mengharapkan banyak sekali dari guru. Bila harapan itu dipenuhi, siswa akan
merasa puas. Bila tidak terpenuhi, mereka akan kecewa, dan guru sangat
menyadari peranan yang dipegangnya. Berperan sebagai guru mengandung
banyak tantangan, karena di satu pihak guru harus ramah, sabar, memberi
pengertian, kepercayaan, dan menciptakan suasana aman, di pihak lain guru harus
memberikan tugas mendorong siswa untuk mencapai tujuan mengadakan koreksi,
menegur dan menilai sebelum proses belajar mengajar dimulai, dan oleh karena
itu guru harus sudah memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi dalam
pikiran dan perasaan siswa.
Lebih jelasnya diusulkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
1. Kepribadian guru yang meliputi; nilai kehidupan (values), motivasi kerja,
sifat dan kerja.
2. Guru sebagai pendidik yang meliputi; inspirator dan korektor, penjaga
disiplin, umur dan jenis kelamin.
3. Guru sebagai dikdaktikus yang meliputi; keahlian dalam penguasaan
materi, gaya memimpin kelas, berkomunikasi dengan siswa, dan
kemampuan berbahasa.
4. Guru sebagai rekan seprofesi.

F. Kepribadian Guru
Ciri khas kepribadian seorang guru, nampak dalam cara guru melakukan
pekerjaannya. Pekerjaan seorang guru yang mendidik generasi muda di
sekolah dengan kehadirannya di kelas. Guru memberikan pengaruh terhadap
pengembangan siswa dalam hal:

50
a. Penghayatan nilai-nilai kehidupan (values) sebagai manusia, guru
berpegang pada nilai-nilai tertentu, menampilkan diri pada
pembicaraan dan perilaku di dalam kelas. Misalnya tanggung jawab
dalam bertindak, kebanggaan atas jerih payah sendiri, kerelaan
membantu sesama dan pengorbanan diri.
b. Motivasi Kerja
Guru yang pertama-tama bercita-cita menyumbangkan keahliannya,
demi perkembangan siswa akan memandang pekerjaan sebagai
kepuasan pribadi.
c. Sifat dan sikap.
Telah banyak diadakan penelitian tentang guru yang ideal, yang
mempunyai ciri-ciri ; keluwesan dalam pergaulan, suka humor,
kemampuan untuk menyelami alam pikiran dan perasaan anak,
kreativitas dan rela membantu.

G. Guru sebagai Pendidik


a. Sebagai inspirator.
Guru memberikan semangat kepada setiap siswa, tanpa terpaku pada
intelektual atau tingkat motivasi belajar. Setiap siswa harus dibuat
senang bergaul dengan guru baik di dalam maupun di luar kelas.
b. Guru penjaga disiplin di dalam kelas dengan tujuan menciptakan
suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar, bukan berarti siswa
harus selalu diam dan tidak boleh berbicara sedikit pun. Yang pokok
ialah suasana kelas yang sedemikian rupa sehingga guru mengajar
dengan penuh konsentrasi dan siswa dapat belajar dengan tekun.
c. Guru sudah berumur lebih dari 40 tahun yang telah berpengalaman,
cenderung untuk mempertahankan idenya sendiri mengenai tujuan
pendidikan di sekolah.

51
H. Guru Sebagai Didaktikus
Berdasarkan keyakinan bahwa proses belajar yang dilalui seorang siswa
sangat kompleks. Karena kaitannya antara banyak unsur antara lain; tenaga
pengajar (guru) diambil lebih dahulu perilaku dari tenaga pengajar,
efektivitas guru.

I. Guru Sebagai Rekan Seprofesi


Supaya usaha pendidikan dan pengajaran di suatu sekolah dapat
berlangsung sebagaimana mestinya, kerja sama profesional antara tenaga-
tenaga pengajar dan pimpinan sekolah harus terus dijalin.

Kesimpulan
Guru sebagai pendidik tentunya tidak hanya mengajar dan berdiri di depan
kelas, tetapi juga membimbing, mengarahkan dan sekaligus memberi
dorongan, menggerakkan, memberi motivasi untuk belajar, agar siswa
(peserta didik) dapat berhasil dengan baik, karena guru adalah orang yang
pertama yang berhubungan dengan siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung, serta memahami keadaan siswa di dalam kelas.
Bagaimana siswa bisa merespons pelajaran yang diberikan oleh guru,
tentunya sebagai tenaga pengajar yang bisa melihat keberhasilan siswa, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga guru dalam hal ini bisa
memberi dorongan, memberikan penilaian untuk memacu prestasi yang lebih
baik yang dimiliki siswa, lebih-lebih terhadap siswa yang memiliki
kemampuan pas-pasan atau kurang. Dalam hal ini guru harus dapat memberi
motivasi belajar terhadap siswa atau peserta didik.
Karena peranan guru dalam pendidikan di antaranya di dalam ‘domain
motivasi, tugas utama guru adalah membangkitkan keinginan anak dalam
menghadapi perubahan dan hal-hal baru, agar supaya dapat menguasai dan
memperoleh keuntungan sehingga bisa tercapai tujuan pengajaran sesuai
yang diharapkan.

52
Latihan
A. Diskusikan dengan rekan anda mengenai strategi motivasional dalam
proses pembelajaran yang mendasarkan diri dengan empat prinsip
motivasi; perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan. Kemudian
buatlah ringkasan untuk dilaporkan dalam presentasi kelas secara
kelompok (masing-masing kelompok 3 orang).
B. Buatlah ringkasan bagaimana peranan guru dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa (dibuat secara perorangan dan dipresentasikan
secara kelompok, masing-masing kelompok 3 orang).
C. Pilih satu topik mata kuliah/mata pelajaran, dan susunlah “sembilan
peristiwa instruksional” menurut Gagne untuk topik tersebut, dengan
mempertimbangkan penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam strategi
instruksional tersebut. Gunakan format yang disesuaikan (tugas
kelompok). Lihat lampiran: Sembilan peristiwa instruksional !

53
Topik : ........................................................................
Mata Kuliah/mata pelajaran : ………………………………………………

Strategi Instruksional dalam Prinsip-prinsip Motivasional


Ket.
Peristiwa Instruksional Penerapan Prinsip Motivasi

Daftar Pustaka

Purwanto, M Ngalim. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosda Karya,


(Cetakan kesebelas) Bandung, 1996.

Slavin, Robert E. Educational Psychology: Theory and Practice


(Motivating Students To Learn). Allyn and Bacon Paramount
Publishing, Massachusetts, 1994.

Suciati. Teori Motivasi dan Penerapannya dalam Proses Belajar


Mengajar (ARCS Model). Program Pengembangan Keterampilan
Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen Muda.
Pusat Antar Universitas-Dikti, Depdikbud, 1997.

Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. Grasindo PT. Gramedia, Jakarta


1996.

54
BAB III
BELAJAR INFORMASI VERBAL, KETERAMPILAN
INTELEKTUAL,DAN KETERAMPILAN MOTORIK

Pendahuluan

Tujuan Intruksional

Bila Anda mempelajari isi bab ini dengan baik, anda diharapkan memiliki
kemampuan berikut ini :
1. Merumuskan definisi informasi verbal, keterampilan intelektual, dan
keterampilan motorik dengan seksama
2. Membedakan rumusan konsep tentang jenis – jenis informasi verbal dan
contoh – contohnya, jenis – jenis keterampilan intelektual dan contohnya,
jenis – jenis keterampilan intelektual dan contohnya, dan struktur
keterampilan motorik beserta contohnya.
3. Merumuskan implikasi apa yang diperlukan dalam belajar informasi
verbal, keterampilan intelektual, dan keterampilan motorik bagi
pendidikan.

INFORMASI VERBAL
(DECLARATIVE KNOWLEDGE)

Informasi verbal adalah informasi yang dinyatakan secara verbal (dengan


menggunakan kata – kata). Sebagai unjuk kerja kemanusiaan, informasi verbal
adalah kemampuan menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau ide dalam
bentuk proposisi.
Informasi verbal merupakan informasi yang dapat di verbalisasi. Sebagai
suatu bentuk unjuk perbuatan dan kapabilitas, maka informasi verbal adalah suatu
kemampuan untuk menyatakan fakta atau pokok pikiran (gagasan) dalam bentuk
proposisi. Dalam penelitian, seseorang menguasai informasi verbal kalau ia dapat
menyatakan atau mengomunikasikan sesuatu dalam bentuk su-byek dan predikat.
Namun demikian informasi tidak selamanya disimpan dalam bentuk proposisi,
bisa juga

55
Dalam bentuk produksi dan citra (ba-yangan). Misalnya: proposisi = ide : orang
itu memasang ban
Disini proposisi memiliki dua unsur:
1. Suatu relasi: memasang ban (kata kerja)
2. Argumen: orang itu (kata benda)
A. Jenis – Jenis Informasi Verbal
Jenis – jenis informasi verbal dapat dibedakan menjadi 3 jenis: (1) nama atau
label, (2) proposisi tunggal atau fakta, dan (3) kumpulan proposisi yang
terorganisasi secara bermakna (Bodies of Knowledge).

1. Belajar Nama atau Label


label yang merupakan nama objek atau kelas objek sering kali dipelajari
menjadi satu peristiwa pada waktu terjadi belajar konsep. Label adalah nama
benda atau suatu himpunan. Pada waktu kita belajar satu label untuk satu
objek yang baru kita lihat di situ biasanya berlaku kejelasan kontekstual,
contextual distinctive-ness. Tetapi kadang – kadang anak atau orang dewasa
benar – benar diharapkan belajar sepuluh atau dua belas label bersama – sama.
a. Belajar asosiasi yang berpasangan, bila orang membaca dalam suatu
bahasa asing bukan hal yang banyak sekali mendapat “respons
terjemahan”, misalnya donner “memberi” atau acheter “membeli”.
Prototipe untuk belajar semacam itu adalah asosiasi pasangan. Dalam hal
kondisi bagi memperoleh asiasi verbal, berikut ini adalah temuan – temuan
yang paling penting :
1) Suku – suku kata tanpa makna tidak memenuhi fungsi seperti yang
dimaksud Ebbinghaus, artinya fungsi tanpa makna dan tidak di kenal
yang setara. Belajar asosiasi antara dua unsur verbal, apakah suku kata
atau kata, sangat di pengaruhi oleh belajar diskriminasi sebelumnya
baik anggota pasangan yang pertama maupun anggota yang kedua
(Goss, 1963).
2) Kebanyakan peneliti sependapat bahwa belajar yang efisien dua unsur
asosiasi verbal menghendaki penggunaan rantai pene-ngahan yang

56
mempunyai fungsi mediasi atau mengode. Makin mudahnya orang
belajar sebagai hasil penggunaan secara seksama rantai mediasi yang
dipilih dengan baik sangat mencolok (Jerkins, 1963).
3) Adalah sukar memisahkan gejalah belajar asosiasi tunggal dari asosiasi
ganda. Pada akhirnya studi belajar asosiasi berpasangan yang tipikal
menggunakan sepuluh atau dua belas pasangan seperti RIV, GEX, dan
tidak hanya satu. Bertam-bahnya jumlah pasangan membuat masing –
masing jauh lebih sukar dipelajari.
b. Penyimpangan label dalam memori. Terjadi interferensi di antara label
– label yang dipelajari dalam waktu yang saling berdekatan merupakan
faktor yang bertentangan dengan belajar cepat – suatu faktor yang
harus diatasi.
2. Belajar Fakta
Suatu bentuk informasi verbal yang di peroleh, dan disimpan oleh orang
adalah fakta suatu fakta lebih dari untaian kata – kata. Urutan kata – kata yang
membentuk kalimat yang dipelajari secara lebih cepat dari dan jauh lebih
mudah diingat kembali dari pada senarai kata – kata yang panjangnya sama
tapi tidak berhubungan secara bermakna. (Briggs dan Peed, 1943). Belajar
fakta yang ada yang: konkret (spesifikasi). Misalnya: 1 minggu = 7 hari dan
patung liberty di New York memegang obor, dan abstrak : keharusan adalah
ibunya penemuan.
a. Penyimpangan proposisi dalam memori
Teori – teori belajar dari pengolahan informasi memandang fakta yang
disimpan sebagai proposisi. Biasanya di dalam suatu jaringan yang
mengaitkan satu proposisi dengan lainnya melalui konsep – konsep
bersama. Segi – segi teori yang paling nyata tentang fakta adalah sebagai
berikut: (1) fakta disimpan sebagai proposisi yang mempunyai struktur
sintaksis Inheren , (2) fakta tidak disimpan sebagai kata-kata yang tidak
bersambung atau konsep-konsep yang tidak bersambung; dan (3) fakta
yang tersimpan dirangkai dengan fakta-fakta yang lain melalui konsep
yang dipunyai bersama. Fakta menurut teori pemrosesan informasi

57
dipelajari dalam bentuk proposisi, biasanya dalam bentuk jaringan
proposisi.

Sepeda
Motor
O

A
1
S Memperbaiki
R
Untung
A
S 2
R

Cepat-
cepat
S = Subyek
O = Obyek
R = Relasi

b. Mempelajari Pengetahuan Terorganisasi


Mempelajari dan mengingat-ingat informasi faktual sering kali dipermudah
oleh pengorganisasian yang berbeda dari faktanya sendiri. Ada tiga jenis
pengorganisasian yang dijelaskan Bower (1972), yaitu (1) kaidah generatif,
suatu kaidah yang bisa digunakan untuk mencapai fakta, (2) sistem kata
sangkutan (perword system), (3) kerangka hirarhis.
Seorang mahasiswa yang diminta mempelajari satu bab (misalnya tentang
informasi verbal) biasanya tidak sekedar diharapkan mempelajari dan
mengingat fakta-fakta melainkan mengingat tema atau ide utama dan sejumlah
fakta untuk memberi contoh dan mengelaborasikan ide utama. Bagaimana
suatu topik yang terdiri dari wacana-wacana yang berhubungan dapat
terorganisasi dalam ingatan jangka panjang?

58
Segitiga adalah gambar dua dimensi tertutup dengan tiga sisi (lihat gambar).

Proporsisi Dua Dimensi


S R

R S

Gambar
S S

R R
Proporsisi
Tertutup Tiga Sisi
Ciri utama proposisi tiga sisi dapat mendefinisikan produksi.

SEGITIGA
Bila gambar dua-dimensi dan gambar tersebut tiga sisi dan gambar tersebut
tertutup. Maka golongan gambar tersebut sebagai segitiga dan katakana
segitiga.
Buku itu ada di atas meja = Proposisi

Ada Diatas

R R

S S

Buku Meja

59
Bayangan (Image)
Berupa bayangan gambar buku di atas meja, atau buku besar berada di atas
meja kecil (ukuran ruang). Schema adalah sekumpulan ide dan hubungan
antara ide-ide tersebut membentuk suatu kategori yang dipahami pembelajar.
c. Organisasi Buku ajar
Fakta-fakta baru biasanya disajikan di sebuah buku ajar atau wacana lisan
dengan cara yang menunjukkan organisasi tertentu. Suatu contoh adalah
penggunaan kalimat topik untuk mengorganisasi suatu paragraph buku ajar
yang mengandung sajian sejumlah fakta yang berlain-lainan.
d. Organisasi berupa pertanyaan yang diselipkan.
Mengorganisasi informasi fakta dengan jalan menyelipkan pertanyaan-
pertanyaan ke dalam naskah buku ajar. Pengaruh cara ini telah diteliti secara
luas, antara lain oleh Rothhkopf (1970), dan oleh Frase (1970). Ternyata untuk
kerja siswa pada butir-butir soal yang mereka sudah “berlatih mengerjakan”
melalui pertanyaan yang diselipkan jauh lebih baik ketimbang untuk kerja
pada butir-butir soal yang mereka jumpai. Demikianlah, penyelipan
pertanyaan memberikan pengaruh mengorganisasi yang pasti pada fakta yang
dipelajari dan diingat.

3. Belajar Pengetahuan Verbal Terorganisasi Secara Bermakna


Ingatan kembali akan isi prosa yang berhubungan dalam suatu naskah bisa
dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di tiga tahap dalam waktu belajar dan
retensi.(Gagne, 1978). Faktor-faktor yang berpengaruh baik pada retensi
pengetahuan yang terorganisasi bisa terjadi; (1) Sebelum membaca naskah, (2)
selama membaca, atau (3) selama waktu selang antara membaca dan
mengingat kembali.
Ciri-ciri isi bahan belajar dari membaca naskah yang mempunyai pengaruh
pada retensi adalah sebagai berikut : (1) Pentingnya secara relatif informasi
sehubungan dengan keseluruhan bahan bacaan; (2) seberapa jauh bahan bacaan
itu dapat mendorong si belajar untuk dapat menggunakan perumpamaan; (3)

60
adanya pertanyaan yang diselipkan dalam bacaan; (4) banyaknya pengulangan
yang diberikan untuk gagasan-gagasan tertentu.
Faktor-faktor yang berpengaruh setelah waktu belajar mula utama ada
hubungannya dengan review. Biasanya pertanyaan digunakan untuk meminta
si belajar menyebutkan arti gagasan pokok dan subordinat dari apa yang telah
dibacanya, dalam bentuk nonverbatim (dengan “kata-kata si belajar sendiri”)
Mereview berjarak mengandung keuntungan dalam retensi dari pada mereview
yang dilakukan secara berturut-turut berdekatan.

4. Organisasi dengan Skema


Skema ialah kumpulan gagasan (pokok pikiran) dan hubungan di antara
gagasan-gagasan yang membentuk satu kategori yang dapat dimengerti si
belajar. Mengerti berarti si belajar mampu mengetahui contoh-contoh spesifik
dari skema itu. Begitulah si belajar telah mempunyai pengalaman yang cukup
akan memilih schemata (bentuk jamak dari skema) yang berkenaan dengan “
makan di restoran”, “pertandingan bisbol”, membeli mobil” dan dengan
banyak sekali orang lainnya. Schemata menggambarkan cara bagaimana
pengetahuan orang diorganisasi di dalam memori jangka panjang.
Secara umum, schemata merupakan gagasan generic yang mendasari objek,
peristiwa tindakan. Schemata adalah “struktur” pengetahuan yang dibawa si
belajar ke naskah atau ke Komunikasi lisan yang isinya harus dipelajari.
Schemata bersifat abstrak dalam arti mempunyai “lubang atau pemegang
tempat” untuk setiap gagasan terkait yang dikandungnya. Apabila di belajar
disajikan informasi baru di dalam satu naskah atau pesan tertentu, ia mampu
mengisi lubang-lubang itu dengan gagasan yang disampaikan.

B. Kondisi Belajar Informasi Verbal


1. Kondisi Internal: adanya pengetahuan yang telah terorganisasi (schema,
struktur kognitif) dan strategi encoding (aturan-aturan) memori yang
dijelaskan oleh Bartlett (1932). Meningkatkan kemencolokan tengara.
Sementara retensi informasi verbal kadang-kadang menjadi lebih baik oleh

61
belajar informasi lain yang baru berikutnya (seperti kalau fakta baru
ditambahkan kekumpulan yang sudah ada), hal itu juga dapat
menimbulkan intejrferensi.

C. Implikasi Pendidikan
Kegunaan Informasi adalah bahwa informasi verbal mempunyai kegunaan
yang menjangkau sepanjang hidup seseorang. Kita semua perlu mengetahui
nama objek sehari-hari, nama bilangan, nama hari, nama bulan dan banyak
fakta yang lain lagi yang penting untuk kehidupan dan komunikasi sehari-hari
di dalam masyarakat. Penggunaan lain informasi verbal adalah sebagai
komponen dalam belajar jenis kapabilitas lainnya. Informasi seperti itu
membentuk “isi” dari contoh kejadian tertentu diterapkannya keterampilan
intelek (konsep kaidah) dan sehubungan dengan itu keterampilan dipelajari.
Siswa yang belajar asas pemerintahan seperti “pemisahan masjid dan negara”
harus menggunakan banyak informasi verbal yang berlain-lainan tentang
contoh khusus itu. Banyak informasi yang dibawa “di kepala” merupakan
prasyarat bagi belajar yang lain.
Penggunaan yang ke tiga dan sangat penting pada informasi verbal adalah
sebagai wahana untuk berpikir. Orang hendaknya tidak lupa akan kenyataan
bahwa pemikir-pemikir besar yang kita kagumi kemungkinannya adalah orang
yang pengetahuannya banyak sekali.
Pembelajaran untuk belajar informasi verbal, dengan adanya kondisi
eksternal adalah untuk informasi verbal secara efektif dapat diwujudkan dalam
bentuk material dan prosedur pembelajaran. Hal ini dapat memperoleh fakta
baru atau seperangkat fakta baru, akan lebih mudah dilakukan oleh pelajar
yang memiliki struktur pengetahuan yang sudah ada dan lebih besar jumlahnya
di dalam memori daripada oleh pelajar yang hanya mempunyai sedikit
pengetahuan pemula.

62
KETERAMPILAN INTELEKTUAL

Keterampilan intelektual adalah kemampuan (capabilitas) yang


memungkinkan digunakannya lambang (symbols). Misalnya sebelum memotong
selembar papan dengan gergaji, seorang tukang kayu lebih dahulu mengukur jarak
papan yang akan diukur sepanjang 2 cm dari ujung.
Bilangan adalah lambang. Kemampuan membayangkan di luar kepala
jarak 2 m adalah keterampilan intelektual. Di samping bilangan lambang-lambang
lainnya adalah : bahasa, metafora. Kemampuan menggunakan lambang
merupakan kemampuan yang paling penting yang dipelajari manusia-manusia
disebut terdidik kalau dia mampu menggunakan lambang-lambang yang abstrak
tersebut.

A. Aturan (Rute)
Temukan aturan yang melandasi himpunan bilangan-bilangan ini
2,3,5,7,11,13….bilangan prima
2+3,3+4,7+5, = 3+2,4+3,5+7tidak terikat pada urutan.
Aturan adalah : kemampuan yang disimpulkan yang memungkinkan
individu merespons terhadap setiap contoh dari segolongan (class) situasi stimulus
dengan contoh suatu kelas penampilan.

Contoh lain :
Mate Mat
Dame  Ram
Same Fan

B. Kondisi Belajar Aturan


Internal
 Memahami semua konsep yang membangun definisi Sepupu
Kemenakan adalah anak laku atau perempuan bibi atau paman.

63
Aturan ini dipahami maknanya kalau semua konsep yang mendefinisikannya
dipahami artinya.

Eksternal :
ATURAN TINGKAT TINGGI
Memerlukan Sebagai
Prasyarat

ATURAN
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat

KONSEP
(konkrit + Terdefinisi)
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat

DISKRIMINASI
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat

Bentuk Dasar Belajar


Asosiasi Dan Rantai

64
C. Belajar Diskriminasi
Membuat diskriminasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Anak-
anak kecil harus belajar sejak awal kemampuan membedakan: warna, bentuk,
ukuran, tekstur, jarak, kekerasan suara dan nada. Sedangkan orang dewasa juga
belajar membedakan diskriminasi.
Kondisi internal : kemampuan mengingat
Kondisi eksternal:
 Tingkat kesulitan (multiple discr)
 Latihan

D. Belajar Konsep
Belajar Konsep adalah belajar merespons terhadap sekumpulan benda
dengan cara membedakannya. Misalnya : Alat dapur – alat kamar tidur.

1. Konsep Konkret:
Konsep yang diperoleh melalui pengamatan

2. Konsep Terdefinisi:
Konsep yang diperoleh melalui definisi
berat
BD  Simpang Baku 
JK
masa DB

Contoh lain : massa momentum bilangan prima, dan sebaginya


Kondisi Dalam Belajar Konsep
Kondisi Internal:
 Kemampuan membuat diskriminasi
 Kemampuan mengingat perbedaan
Kondisi eksternal:
 Dimensi stimulus : apa ini ?
Tunjukkan mana ujungnya!
 Instance dan noninstace ditunjukkan bersama-sama
 Reinforcement jawaban yang benar perlu dikuatkan

65
Konsep Terdefinisi dan Aturan (Rule)
Beberapa konsep dapat dipelajari melalui interaksi langsung dengan
lingkungan pembelajaran (konsep konkret). Konsep lainnya harus dipelajari
dengan menggunakan bahasa (konsep terdefenisi).
Contoh konsep terdefinisikan: Diagonal : garis yang menghubungkan sudut-sudut
segi banyak (quadilateral). Pivot : titik dalam lengan timbangan pada titik mana
suatu benda bergerak. Kemenakan: anak laki/perempuan dari paman atau bibi.
Paman : adalah .... Bibi : adalah.......
Konsep berdefinisikan adalah suatu aturan (rule) yang mengklasifikasikan benda
atau kejadian. Sedangkan definisi adalah penyataan yang menyatakan aturan
untuk mengklasifikasikan.

Kondisi Pembelajaran Konsep Terdefinisi


Internal
 Pelajaran harus memiliki akses dalam memori kerjanya komponen-komponen
konsep yang akan dipelajari.
 Pelajaran dapat membedakan antara subyek (aktor) dan kata kerja (relasi) dan
keduanya dari objek hal ini mempersyaratkan keterampilan bahasa.

Eksternal:
 Penyajian definisi secara lisan atau tulisan
 Atap = penutup luar dari suatu bangunan

Dalam pembangunan konsep dan proposisi).


a. Himpunan pengetahuan terorganisasi yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa informasi yang dipelajari sebelumnya, yang saling berhubungan
dengan sebagai cara harus ada di dalam memori si belajar. Pengetahuan
yang sudah ada di dalam memori si belajar. Pengetahuan yang sudah ada
inilah apa yang disebut Ausubel “Struktur kognitif” tempat masuknya
informasi yang belajar baru saja dipelajari.

66
Ada butir-butir informasi verbal khusus yang disimpan di dalam jaring-
jaring proposisi yang bersambungan satu dengan yang lainnya melalui
mata rantai konsep-konsep bersama. Makin banyak mata rental
persambungan satu butir tertentu, makin baik ia direntengi. Cara
penyimpanan yang utama himpunan tertentu pengetahuan verbal adalah
skema, yaitu suatu himpunan konsep yang saling berhubungan dan saling
berkaitan yang merupakan bagian dari kategori subosinat objek, peristiwa
atau tindakan. Sebagai contoh, skema makan di rumah makan.
b. Siasat Pengkodean.
Fungsi yang paling penting adalah agar info masih yang sudah dipelajari
bisa diingat terus dan juga dilangsungkan ke situasi-situasi yang akan
dihadapi dibelajar di waktu kemudian.
2. Kondisi Eksternal: (a) konteks yang bermakna, (b) meningkatkan kejelasan
perbedaan antar isyarat, dan (c) pengaruh repetisi (pengulangan).. kondisi
eksternal belajar adalah peristiwa-peristiwa di lingkungan yang mendukung
terjadinya proses belajar di dalam diri si belajar. Karena itu peristiwa kritis
untuk belajar si dalam dari si belajar. Karena itu peristiwa kritis untuk belajar
informasi verbal jelasnya adalah hal-hal yang dapat mengaktifkan dan
mempertahankan proses pengodean, penyimpanan dan .... Memberikan
konteks yang bermakna. Situasi di luar “menggunakan kontak” dengan
pengetahuan tersebut yang sudah ada si dalam memori si belajar tersebut.
Diduga, kondisi eksternal mengaktifkan siasat pemrosesan internal yang
mendukung segi konstruktif dari

KETERAMPILAN MOTORIK
Aktivitas manusia banyak memerlukan gerakan otot. Misalnya
menggapai, menggenggam dan gerakan mata. Gerakan-gerakan ini ada yang
sudah ada sejak lahir dan menetap dan sebagian lagi adalah hasil belajar,
misalnya menggunakan peralatan makanan, mengikat tali sepatu dan
mengucapkan bunyi bahasa, pada dasarnya perbuatan motorik mi berguna

67
sebagai upaya mempertahankan hidup dan untuk selfmanagement (mengelola
diri).
Perbuatan motorik berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa,
sekolah pengembangan keterampilan mi dipelajari misalnya menulis,
bernyanyi, mi disebut dengan keterampilan yang berhubungan dengan
intelektual. Keterampilan motorik dipelajari dan bertambah lebih kompleks.
Keterampilan motorik yang lain, bagaimanapun harus dipelajari sebagai hasil
suatu pendidikan.

1. Keterampilan Motorik
Tindakan motorik berkembang dan hasil berpikir, misalnya
menyelam, menggunakan mesin tik dan mencocokkan jam. Perbuatan motorik
memiliki ketergantungan secara umum atas ketepatan, dan gerakan otot.
Kemampuan dan vitalitas tindakan, ketepatan dan waktu ml merupakan arti
utama dan “belajar keterampilan motorik”. Ada beberapa dimensi pokok yang
membedakan perbuatan motorik, yaitu:
Dimensi perbuatan motorik
Para peneliti dalam bidang keterampilan motorik membedakan 3
dimensi penting dan perbuatan motorik yang merupakan hasil dan
belajar keterampilan motorik, yaitu
1) halus lawan kasar
2) kontinu lawan diskrit
3) terbuka dan tertutup
Untuk point: 1). Perbedaan antara halus dan kasar menunjuk pada
sejumlah jaringan otot tubuh yang dilibatkan dalam perbuatan. Tindakan
motorik kasar adalah seseorang menggunakan otot-otot besar dan sering
melibatkan seluruh tubuh. Misalnya berenang dan bermain tenis. Sebaliknya
keterampilan motorik yang ditunjukkan dalam gerakan pergalangan tangan
dan jari-jari di pertimbangkan sebagai tindakan yang halus, karena
memerlukan presisi yang ekstrem, misalnya mencetak huruf dan menjalankan
mesin tulis.

68
Untuk point: 2). Tugas motorik diskrit adalah khas di mana gerakan-gerakan
khusus dibuat dalam merespons stimulus eksternal. Tugas diskrit adalah
gerakan tangan dan lengan dalam satu arah seperti dalam putaran jam.
Sebaliknya dalam tugas “kontinu” seseorang memerlukan secara individu
membuat penyesuaian dan koreksi yang terus menerus untuk
mengkombinasikan stimuli, beberapa daninya adalah “feed back stimulus
internet” dan otot-otot. Contohnya adalah tes untuk “crew” pesawat yang
disebut “Rotary Pursnit Test’.
Untuk point: 3). Keterampilan putaran tertutup adalah seseorang tergantung
seluruhnya terhadap internal feedback dan otot sebagai pedoman stimuli,
misalnya perbuatan dan gerakan “ratang pursuit test” itu. Beberapa
karakteristik “lingkaran terbuka, yaitu respon yang dipengaruhi terhadap
tingkat stimuli eksternal yang lebih besar atau Iebih kecil. Beberapa jenis
keterampilan “putaran terbuka” diawasi dalam bagian stimuli yang terbentuk
dan rencana intelektual dad feed back jaringan otot. Misalnya keterampilan
main piano, mengetik. Alih-alih kelihatannya masuk akal untuk mengira-ngira
bahwa individu harus memerlukan “pelaksana rutin” atau program motorik.

2. Belajar Keterampilan Motorik


Ada banyak jenis perbuatan manusia, yaitu tidak hanya melibatkan
perbedaan posisi gerakan otot tubuh, tetapi juga membawa ke dalam proses
internal yang beragam. Oleh karenanya adalah penting untuk mengajukan
pertanyaan kapan dan dalam keadaan bagaimana perbuatan motorik itu
menjadi pertimbangan sebagai contoh dan belajar keterampilan motorik.
Hubungannya dengan yang lain yaitu keterampilan perbuatan motorik, sering
terjadi sebagai bagian yang besar dan tindakan manusia yang mungkin
diberikan nama umum dan prosedur. Ada beberapa komponen tindakan yang
sungguh-sungguh memerlukan keterampilan perbuatan motorik dan satu atau
lebih memerlukan belajar keterampilan perbuatan motorik mi.
Berbicara tentang keterampilan motorik tunggal, kebanyakan peneliti
menyadari bahwa kemajuan khusus belajar melalui tahapan-tahapan yang

69
pasti. Perbuatan yang ditujukan oleh seseorang yang baru dan kebanyakan ahli
membedakan corak dalam tindakan presisi, kehalusan, dan waktu yang dapat
diamati. Sebagai tambahan terhadap perubahan yang jelas mi dalam perbuatan
motonik, bagaimanapun ada bukti-bukti lain dan perubahan kualitas
keterampilan secara progressive dikuasai.
3. Perbuatan Motorik
Perbuatan manusia itu jelas, sering digunakan sebagai bukti belajar,
dalam berbagai bentuk. Belajar keterampilan motorik tak dapat diidentifikasi
semata-mata dengan mengamati perbuatan belajar torik yang nyata. mi berarti
bahwa ada kritik yang penting untuk mengomentari, kemampuan apa pelajar
dapat melakukan sebelum belajar. Untuk menduga bahwa keterampilan
motorik telah dipelajari, kita pertama-tama harus melihat apakah pelajar
“menyertai tingkah laku” mengidentifikasi keterampilan motorik yang baru
harus dilakukan dengan pertimbangan aspek-aspek perbuatan motorik yang
baru dan bukan yang sebelum belajar dimulai.
Bila tugas-tugas dengan sengaja didesain untuk memerlukan tindakan
motorik, keterampilan motorik harus dipelajari seminimal mungkin. Pelajar
memerlukan diskriminasi ganda. Pelajar yang diberikan praktek pada belajar
tugas diskriminasi sebelum mereka mencoba belajar tugas dengan alat yang
nyata. Respon motorik untuk belajar diskriminasi mi tugas berisi hanya
menandai posisi dengan pensil atau kertas. Oleh karena itu, bahwa
kemampuan belajar yang besar terhadap alat bukan keterampilan motorik
tetapi keterampilan intelektual yang sederhana yang disebut dengan
diskriminasi ganda.
Kesimpulan yang sama sering diambil dengan menganalisa perbuatan
manusia lebih kompleks. Suatu hal yang penting untuk dibuat, bagaimana
bahwa dalam mengenal keterampilan motorik untuk dipelajari, pertama-tama
harus jelas idenya tentang “tingkah laku yang menyertai”, dan apa yang sudah
dipelajari. Alangkah baiknya untuk tidak berpikir dan dasar berlari sebagai
suatu ‘keterampilan motorik” tetapi sebagai keseluruhan pembuatan yang
melibatkan pelajar dan beberapa komponen keterampilan motorik.

70
4. Prosedur
Apa yang dipelajari bila kapabilitas dan perbuatan suatu prosedur
dipelajari? Suatu prosedur ada dalam keterampilan intelektual, sering suatu
aturan menentukan urutan (urutan aturan) dengan mana aturan yang
dibawahinya juga digabungkan.
Prosedur itu sendiri dilihat pada isi dan suatu uraian peraturan, misalnya
memarkirkan mobil. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
pengemudi untuk memarkirkan mobilnya. Hal yang penting, pelaksanaan
prosedur memerlukan penelitian dan keterampilan motorik yang pasti, yang
ditunjuk pada baris akhir.
Figure 10.3 The procedure of parallel parking, analyzed to show
the major component rules, concepts, and the motor skills on
which it depends
Jelaslah bahwa prosedur memarkir mobil mengandung beberapa
komponen keterampilan, beberapa di antaranya adalah keterampilan
intelektual, sedang yang lain adalah keterampilan motorik.
Keterampilan intelektual contohnya, adalah mengestimasi belakang
mobil, sedang keterampilan motorik adalah keterampilan yang dipelajari, dan
penggunaan yang masuk akal, contoh membelokkan mobil. Kejadian yang
sering terjadi dan keterampilan motorik di dalam kerangka yang lebih besar
dan aktivitas dinamakan prosedur yang mengajukan pada pertanyaan yang
berkenaan dengan belajar. Bila kemampuan-kemampuan prosedur
keterampilan telah dipelajari dengan balik, urutan langkah-langkah dalam
prosedur mungkin dipraktekkan secara terpisah, dengan hasil yang baik, untuk
suatu Iangkah belajar bila segala sesuatu yang cocok secara bersama-sama”
Sebaliknya bila komponen keterampuan motorik dan suatu prosedur
belum secara penuh dipelajari, praktek prosedur tanpa praktek yang simpulkan
dan komponen keterampilan motorik tidak dapat diharapkan untuk
mengombinasikan sangat banyak kepada aktivitas total dari belajar.
Banyak perbuatan praktek motorik melibatkan langkah-langkah tindakan yang
terpisah yang tidak dapat dikenal. Kadang-kadang tindakan langkah-langkah

71
ini disusun secara berurutan (seperti memarkir mobil). Kadang-kadang
langkah individu dipilih sebagai pilihan-pilihan(seperti memilih tombol-
tombol untuk ciri tekan). Setiap tindakan mungkin merupakan perbuatan
motorik dengan nyata dipelajari dengan baik
atau mungkin perbuatan untuk sebuah keterampilan motorik baru yang mesti
dipelajari. Perbuatan total sering disebut sebagai total keterampilan.
Keterampilan total memiliki karakteristik prosedur dan setiap komponen bisa
disebut “bagian-bagian keterampilan’, aspek-aspek prosedur hasil perbuatan
sebut rencana perbuatan atau “executive subroutine’. Bagian-bagian
keterampilan dapat dipelajari dan secara terpisah di praktekkan sebagai
keterampilan motorik yang berfungsi mengintegrasi bagian-bagian itu ke
dalam praktek untuk keterampilan
total adalah penting.
5. Penguasaan Keterampilan
Jalan untuk mempelajari keterampilan motorik tergantung antara satu
dengan yang lain tugas-tugas untuk dipelajari. Dasar dan lamanya prosedur,
tipe dan jenis bagian-bagian keterampilan yang tersusun dan keseluruhan
keterampilan Dalam hal kemudian tambahan periode dan keseluruhan belajar
pada bagian-bagian keterampilan total, atau keduanya akan dibutuhkan.
a. Praktek (latihan)
Sangat jelas bahwa ciri-ciri keterampilan motorik dimantapkan melalu
praktek Hal itu dimaksudkan sebagai prosedur ulangan yaitu.
1.Untuk memantapkan perbuatan.
2. Sebagai feed back.
Ada banyak bukti bahwa untuk memantapkan keterampilan motorik dapat
meningkat dengan latihan-latihan yang kontinu untuk waktu panjang.
6. Feed Back Pada Keterampilan Motorik
Ada dua tipe feed back yang terjadi sebagai hasil dan belajar
motorik, yaitu
1. Digunakan untuk menyempurnakan perbuatan.
2. Efektif dalam berubah gerakan-gerakan otot.

72
3. Memperbesar feed back (augmented feed back) atau memperbaiki
perbuatan selama waktu yang disediakan.
7. Prosedur Menggabungkan Bagian-bagian Keterampilan Menjadi
Keterampilan Utuh
Belajar keterampilan motorik, pada umumnya sering berarti
menggabungkan bagian-bagian keterampilan menjadi unit yang lebih besar
dan menjadi rangkaian tingkah laku.
Ada beragam urutan prosedurnya; kadang-kadang dikaitkan dengan
komponen keterampilan intelektual, kadang-kadang seluruhnya adalah
komponen keterampilan motorik, tetapi kebanyakan menggabungkan
keduanya, Gilbert (1967) menguraikan analisis tentang beberapa prosedur
rangkaian tingkah aku yang beragam dengan menekankan pada
1) Keinginan belajar rangkaian dengan link” akhir dan bekerja terbalik agar
memperhatikan hal-hal baru yang dapat dipelajari.
2) Adalah penting membuat setiap Iink tersendiri agar menguasai tendensi
“Kompetisi” yang terjadi
.
8. Kondisi Belajar Keterampilan Motorik
Tiffs dan Rosner (1967) membedakan 3 fase pokok dalam
belajar keterampilan motorik.
a) Fas awal atau kognitif
Pelajar mencoba memahami tugas dan kebutuhan. Konsekuensi pokok dan
fase n adalah adanya suatu pelaksana yang rutin atau dengan kata lain
‘prosedur”.
b) Menengah atau fase assosiasi
Pada masa ini ada dua jenis perubahan khusus yang terjadi, yaitu
1) Bagian keterampilan yang belum jelas membawa tingkat kehalusan yang
tinggi dan waktu pencapaian kualitas
2) Bagian-bagian keterampilan menjadi tereintegrasi dalam bentuk.
keterampilan penuh dalam persaingan respon (campur tangan)

73
dihapuskan. Jadi bagian-bagian keterampilan dapat dipraktekkan secara
terpisah sebelah keterampilan penuh.
c) Akhir atau fase otonomi
Pada masa ini keterampilan motorik menjadi berkurang, subyek kepada
campur tangan dari aktivitas yang lain secara terus menerus.
6.1. Kondisi Internal
a. Recall of part skills
Keterampilan motorik ditentukan dari bagian-bagian keterampilan, jika
keterampilan motorik yang telah dilaksanakan, bagan kecil tidak dipelajari
lagi.
b. Recall of excusie Routine
Pemisah-pemisah dan keterampilan motorik melibatkan poIa-pola dan
gerakan-gerakan yang berurutan Prosedur akan dihilangkan apabila
keterampilan motorik telah bertambah menjadi habis tepat sesuat dengan apa
yang diharapkan.
8.2.Kondisi eksternal
a) Instruksi verbal
Instruksi verbal digunakan pada awal belajar yang dapat djadkan pemandu
dalam melakukan suatu tindakan.
b) Gambar-gambar
Gambar lebih efektif dan kata-kata Dengan gambar dapat dilukiskan langkah-
langkah untuk prosedur.
c) Demonstrasi
Contoh-contoh juga dapat membantu keberhasilan belajar motorik.
d) Praktek
Praktek sangat diperlukan dalam keterampilan motorik Dengan praktek hasil
akan dapat lebih baik dicapai.
a) Feed back
Feed back perlu untuk meningkatkan perbuatan, feed back dapat juga sebagai
reinforcement untuk perbuatan.

74
9. Implikasinya Terhadap Pendidikan
Untuk tingkat TK dan SD keterampilan motorik lebih menonjol dalam
pendidikan jasmani dan kegiatan olahraga. Dalam menyusun rencana
pengajaran yang perlu diperhatikan adalah menyangkut keterampilan
intelektual dan prosedur dan komponen motorik tersebut Untuk itu diperlukan
rencana motorik atau pelaksanaan secara rutin.
Instruksi verbal dapat diberikan gambar-gambar dan mendemonstrasikan. Hal
itu dimaksudkan untuk bimbingan. Ada 2 fungsi
a) Pelaksanaan secara rutin bisa dipelajari. Juga menginternalisasikan,
sebagai suatu bayangan atau sebagai urutan verbal.
b) Gambar-gambar sebagai isyarat eksternal Stimuli eksternal memainkan
peranan penting dalam belajar keterampilan motorik. Stimuli yang penting
adalah melalui feed back internal. Internal feed back mungkin untuk
mencapai hasil ketepatan, keharusan, dan waktu karakteristik level tinggi
dan perbuatan keterampilan motorik.
Untuk keberhasilan pelajar keterampilan motorik, guru harus memikirkan
penyusunan periode praktek yang sesuai apabila keterampilan motorik akan
dipelajari.
Dengan situasi, maka mereka tidak hanya ‘memcahkan masalah’ tetapi
juga dan ‘mempelajari sesuatu yang baru’.
Sesuatu yang baru yang ia pelajari akan memudahkan seseorang untuk
menyelesaikan suatu masalah yang serupa. Aspek lain dari pembelajaran yang
baru mungkin merupakan cara untuk menyelesaikan masalah secara umum,
dengan kata lain strategi kognitif yang dapat membimbing kebiasaan berpikir
pelajar. Peristiwa yang paling penting adalah kehadiran suatu masalah yang
mungkin dilakukan oleh pernyataan verbal atau metode-metode lain. Pelajar
mungkin akan mendevinisikan masalah, atau membedakan hal-hal yang penting
dari suatu situasi. Langkah ketiga mungkin pelajar akan membentuk suatu
hipotesa yang mungkin dapat di aplikasikan sebagai solusi. Akhirnya rangkaian
hipotesis terus di coba sampai pelajar menemukan satu yang dapat meraih solusi.

75
Pemecahan masalah mengacu pada penemuan solusi pada suatu problem
atau masalah. Pemecahan masalah bergantung pada aturan-aturan yang telah di
pelajari sebelumnya. Dia juga bergantung pada jenis kemampuan intelektual yang
terbentuk proses berpikir seseorang: strategi kognitif

PENERAPAN ATURAN DALAM PEMECAHAN MASALAH


Seseorang mungkin akan mencoba untuk menyimpulkan, sehingga
pemecahan masalah merupakan serangkaian peristiwa dimana manusia
menggunakan aturan-aturan untuk mencapai suatu tujuan. Hasil dari
menggunakan aturan-aturan dalam pemecahan masalah tidaklah selain untuk
mencapai tujuan, dapat juga sebagai kepuasan bagi pemikir. Ketika
pemecahan masalah tercapai, sesuatu juga di pelajari, dalam hal bahwa
kemampuan seseorang kurang lebih secara permanent berubah. Yang
diperoleh dari pemecahan masalah adalah bentuk aturan yang lebih tinggi.

A. BEBERAPA CONTOH DALAM PEMECAHAN MASALAH


Sebagai contoh masalah tentang belajar era modern. Siswa diminta
untuk menyelesaikan soal dengan cara mendemontrasikannya dalam
pernyataan rumus. Maka siswa akan mengikuti langkah-langkah tertentu
dalam penyelesaian soal tersebut. Soal tersebut adalah salah satu seleksi dan
penggunaan beberapa aturantertentu yang telah mereka pelajari agar dapat
membuatnya kedalam solusi yang logis dan benar, mereka tahu bahwa angka-
angka dapat di manipulasi dengan beberapa aturan tertentu. Bagi pelajar
pemula situasi ini merupakan hal yang benar-benar baru, dan mereka harus
mencari langkah-langkah dalam berpikir sehingga dapat menemukan solusi.
Bagi anak-anak ada dua poin tentang solusi masalah. Pertama pertama
perintah membentuk atau memberi tahu pelajar akan apa yang ingin mereka
capai, di sebut penyataan, yang mana dari dua angka adalah sama pada julah
dua hasil. Kedua anak-anak secara jelas dapat mempelajari dari pembelajaran
sebelumnya tentang aturan tertentu

76
Pada pembelajaran ini di bentuk dengan masalah tertentu (Katona,
1949) Dan hasilnya di peroleh:
1. Metode yang efektif dalam menimbulkan hasrat kemampuan yang di
tunjukan pelajar bagaimana memecahkan beberapa masalah yaitu dengan
cara menggerakkan pasangan tersebut sampai pelajar dapat menemukan
gerakan yang tepat.
2. Dengan mempeertimbangakan efektifitasyang lebih besar adalah metode
dimana pelajar diminta dalam proposisi verbal. (Dua proposisi yang
berbeda yang digunakan adalah “aritmatik”, yang menyatakan pasangan
dengan fungsi ganda harus di ubah untuk menjadi fungsi tunggal; yang
lain disebut’Struktural”, Yang meminta pelajar untuk membentuk dengan
cara menciptakan lubang dan mengurangi bentuk. Kedua hal tersebut
sama-sama efektif
3. Cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah adalah membuat
langkah untuk menggambarkan perubahan yang akan di bawa dengan
aturan, tanpa menyatakan aturan secara verbal.
Intruksi verbal yang digunakan pada situasi ini memenuhi sejumlah
fungsi yang berbeda. Secara singkat adalah sebagai berikut ini :
1. Mereka menginformasikan pelajar tentang sifat-sifat pada tampilan yang
diharapkan. Dengan kata lain, mereka mendefinisikan tujuan pelajar dua
pendulum yang dapat member tanda pada lantai.
2. Mereka secara hati-hati terbiasa untuk membawa pengetahuan pada aturan
yang lebih khusus.
3. Mereka menggunakan dua channel atau petunjuk pada pemikiran pelajar.
Mereka melakukan ini dengan cara menekankkan apa yang bukan
merupakan arah yang bagus untuk pemikiran.
Semua ini datang dari dalam pelajar dalam bentuk ingatan aturan yang
dapat diterapkan pada masalah.- mereka juga berasal dari situasi eksternal
dalam bentuk langkah verbal yang digunakan untuk membimbing pemikiran
pada “arah” yang tepat.

77
B. SOAL KALIMAT PADA ARITMATIKA
Beberapa masalah yang terkenal pada generasi anak-anak dan dewasa
adalah soal kalimat dalam atirmatika. Dalam waktu yang sama, hal ini
merupakan jenis masalah yang secara jelas menggambarkan tentang
bagaimana mengaplikasikan dan beberapa kondisi yang membantu aplikasi
mereka secara benar.
Apalikasi pada tambahan dasar dan pengurangan fakta-fakta, Riley,
Greeno, dan Heller (1983) telah mengidentifikasikan tiga jenis soal kalimat
yaitu: “perubahan”, “penggabungan”, dan perbandingan”. (dan juga jenis-jenis
subordinate)
Kesulitan pada jenis-jenis soal ini berbeda-beda tergantung tingkat
sekolahnya. Jenis pengetahuan dan ketrampilan apakah yang harus dimiliki
siswa agar dapat memecahkan soal-soal kalimat? Penemuan menjelaskan
bahwa beberapa kemampuan kecerdasan sangat diperlukan dalam tugas-tugas.
Sebagai contoh seorang anak harus tahu mengenai ketrampilan seperti 1)
mengidentifikasi sejumlah obyek dalam jumlah tertentu, seperti sejumlah 8
obyek yang dimiliki
John. 2) menambah beberapa jumlah obyek yang telah ada, 3) mengubah jumlah
angka pada sebuah obyek 4) menghitung semua jumlah objek. Sebagai tambahan
ada beberapa keterampilan yang harus dikuasai seperti: 1) mencocokkan sejumlah
obyek dengan beberapa obyek yang berbeda. 2) memisahkan sejumlah obyek dari
selnya 3) mengidentifikasi dan menghitung sisa.
Masih ada jenis komponen lain dari pengetahuan, dan masih sangat
penting jika pemecahan masalah yang sukses dari soal kalimat telah dikerjakan.

C. PENGETAHUAN DAN STRATEGI DALAM PEMECAHAN


MASALAH
Pemecahan masalah membutuhkan kemampuan intelektual sebagai basic penting.
Selain ini (1) proses berpikir disebut strategi kognitif dan (2) satu set schemata,

78
atau elemen yang mempunyai arti hubungan dalam informasi verbal yang
berkaitan dengan masalah.
1) Schemata: informasi masalah yang terorganisir.
pentingnya informasi verbal yang memberikan pemahaman tentang
masalah telah diungkapkan berkali-kali. Jenis schamata yang dapat membantu
pelajar untuk menghubungkan komponen masalah dalam sikap yang berarti
menjadi konsep yang yang lebih umum muncul dalam bentuk pengetahuan yang
penting dalam solusi suatu masalah di berbagai jenis. (Greeno, 1978a). Tugas
lingkungan yang merupakan perwakilan dari masalah itu sendiri, harus
dimunculkan seperti yang Simon (1978) katakan sebagai “bagian masalah;
perwakilan diri pelajaran terhadap masalah. Penelitian tentang pemecahan
masalah fisika oleh para ahli dan pelajar (Larkin,dkk, 1980) menunjukkan secara
jelas bahwa para ahli dapat membawa sejumlah pengetahuan yang besar dan
komplek dalam pemecahan masalah. Sebaliknya, pelajar cenderung pada konsep
yang sempit dan solusi tidak tercapai secara jelas perbedaan antara ahli dan
pelajar tidaklah bergantung pada kualitas alasan mereka pada pameran; pelajaran
fisika berfikir dalam lingkup pengetahuannya terus menerus. Keuntungan ahli
fisika terletak pada schemata yang kaya yang berhubungan masalah dan
interpretasinya.

2) Strategi Kognitif.
Beberapa peneliti tentang pemecahan masalah manusia menemukan bukti-
bukti bahwa strategi kognitif mungkin lebih umum pada penerapannya dari pada
strategi tugas-tugas khusus yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Sejumlah saran tentang jenis umum mengenai strategi kognitif telah dibuat,
Contohnya (1) menganalisis pernyataan pada masalah dan membandingkan
dengan tujuan disebut “mansend analysis” (analisis metode akhir); (2)
pembentukan tugas ke dalam sub-tugas,disebut “sub-goal decomposition’ dan (3)
pemecahan dengan :workin backward” (bekerja ke depan) dari tujuan.

79
D. TIPE ATAU BENTUK PEMECAHAN MASALAH
Penelitian pendidikan mengenai pemecahan masalah tetap menundukkan
berbagai macam pentingnya tiga jenis kemampuan pelajar dalam menyelesaikan
masalah:
1. Kemampuan intelektual, aturan, prinsip, dan konsep yang harus diketahui agar
suatu masalah dapat dipecahkan.
2. Informasi verbal yang terorganisasi dalam bentuk schemata yang dapat
memberikan kemungkinan pemahaman akan masalah dan penyelesaiannya pada
solusi yang memadai.
3. Strategi kognitif yang dapat membantu pelajar untuk menyeleksi informasi
yang tepat dan kemampuan dan untuk memutuskan kapan dan bagaimana
menerapkannya untuk memecahkan masalah.
Diantara ide-ide mengenai bagaimana pemecahan masalah terjadi adalah
sebagai berikut:
1. Pergantian besar. Seseorang yang memecahkan masalah mempunyai
sejumlah prosedur khusus yang tinggi dan besar. Hal ini merupakan
kemampuan intelektual dan tugas spesifik strategi kognitif, dan jumlah
mereka sangat banyak. Pemecah masalah juga mempunyai
“netdiskriminasi” yang digunakan untuk mencapai akses pada prosedur
ini.
2. Memory besar. Seorang pemecah masalah memiliki data-data fakta yang
banyak, yaitu informasi verbal dalam bentuk schemata. Sel informasi ini
membantu pecah masalah mengakses dengan cepat tentang ide-ide yang
sebagian berhubungan dengan masalah yang sedang d hadapi.
3. Metode lemah. Hal ini merupakan salah satu jenis strategi kognitif yang
membawa kemampuan umum. Contoh-contoh strategi kognitif seperti
metode akhir analisa, hill climbing, sub goal decomposition, dan hipotesa
dan mencocokkan. Newell menyebutnya lemah, karena meskipun secara
umum diterapkan, mereka tidak memiliki kekuatan yang banyak.

80
4. Pemetaan. Pemecah masalah memetakan situasi masalah ke dalam sesuatu
yang dikenal. Situasi ini contohnya diubah ke dalam bentuk simbolik yang
mana analogi atau perbandingan digunakan.
5. Perencanaan. Pemecah masalah pertama kalinya membentuk rencana
dalam bentuk abstrak tetapi dalam konsep yang sederhana, kemudian
menggunakan rencana sebagai petunjuk dalam memecahkan suatu
masalah. Dengan menggunakan sesuatu yang sederhana situasi yang
serupa, pemecah masalah dapat menemukan solusi dengan metode yang
relatif simpel.
Dalam perhitungan proses pemecahan masalah, kita melihat kembali
penekanan yang berbeda yang diberikan pada kemampuan intelektual, strategi
kognitif, dan pada informasi verbal yang terorganisir. Mungkin masalah
terpecahkan karena pemecah masalah dapat “mengganti: antara sejumlah
besar kemampuan intelektual yang khusus.

E. KONDISI UNTUK PEMECAHAN MASALAH


1) Kondisi dari dalam diri pelajar
Agar dapat memecahkan masalah, pelajar harus dapat mencari kembali
aturan-aturan yang berhubung yang sebelumnya telah dipelajari. Untuk masalah
aritmatik, seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang aturan komputasi dan
dapat menggunakannya pada waktu yang tepat. Sehingga sejauh seseorang
perhatikan, suatu masalah tidak akan dapat dipecahkan dalam “keadaan vacum”.
Pemecahan masalah selalu tergantung pada pengelaman sebelumnya yang dimiliki
seseorang, khususnya dalam menggunakan aturan sebelumnya yang pernah
dipelajari.
Syarat lain yang penting dalam memecahkan masalah adalah informasi
verbal yang tersusun dalam cara yang tepat. Sejumlah pengetahuan yang
berhubungan dengan suatu masalah tertentu, seperti masalah perubahan uang
biasanya dilihat sebagai schamata. Ketika situasi masalah atau pernyataan
masalah yang ada memberikan isyarat yang menghubungkan pada beberapa

81
elemen yang ada pada skema, keseluruhan pengetahuan yang ada dalam skema
menjadi siap diakses oleh memory pelajar.
2) Kondisi dalam situasi pembelajaran
Kondisi eksternal yang mendukung proses dalam pemecahan masalah
sering terdiri dari instruksi verbal. Salah satu fungsi dari instruksi itu adalah
menimbulkan pernyataan yang dapat menstimulasi munculnya aturan yang
relevan. Aturan-aturan ini akan dapat dengan mudah diakses ketika pelajar
memasuki situasi masalah.
Instruksi verbal yang secara eksternal diproduksi mungkin digunakan
untuk membimbing pemikiran ke arah yang khusus,(salah satu contoh
membimbing mungkin dihasilkan oleh pelajar sendiri dalam instruksi pribadi).
Petunjuk-petunjuk itu mungkin berbeda dalam jumlah atau kelengkapan. Secara
umum petunjuk pemikiran memberitahu pelajar akan tujuan suatu aktivitas,
bentuk umum dari solusi; sejumlah petunjuk muncul untuk diperoleh jika
pembelajaran terjadi. Jumlah yang lebih besar mempunyai efek dalam membatasi
hipotesa yang diambil untuk memperoleh solusi.

F. PEMECAHAN MASALAH DAN PENEMUAN


Seperti yang sudah kita lihat, salah satu hasil dari pemecahan masalah bagi
pelajar adalah pencapaian aturan baru atau aturan yang lebih kompleks yang
mengombinasikan beberapa aturan yang sederhana. Kemampuan yang dipelajari
tidaklah membedakan antara bentuk formal dari aturan yang dipelajari di bawah
kondisi yang digambarkan diam bab sebelumnya. Yang membedakan adalah sifat
dan sejumlah petunjuk yang di sediakan oleh instruksi verbal, yang sangat minim
dalam situasi pemecah masalah. Dalam aturan pembelajaran, instruksi termasuk
kalimat atau pertanyaan yang secara verbal menunjukkan solusi, tetapi pemecahan
masalah mereka tidak muncul.
Pemecahan masalah sebagai metode pembelajaran mengharuskan bahwa
pelajar menemukan perintah aturan yang lebih tinggi tanpa bantuan yang spesifik.
Secara dugaan, mereka membentuk aturan baru pada sikap idiosentrik mereka
sendiri dan mungkin tidak dapat membuatnya menjadi verbal. Suatu penelitian

82
yang dilakukan oleh Worthen (1968) membandingkan metode instruksional yang
menekankan pada penemuan dengan penekanan pada presentasi ekspositorik pada
enam belas kelas pada tingkat lima dan enam yang sedang mempelajari konsep
matematika lebih dari enam Minggu periode. Penelitian ini menemukan metode
ekspositori menghasilkan penggunaan aturan yang superior ketika diukur secara
langsung mengikuti masa pembelajaran. Pemuculan aturan yang lebih besar yang
dipenuhi. Metode yang kedua merupakan hasil praktek yang lebih penting, hal ini
muncul semangat penemuan dibawahi kondisi dimana pemecahan masalah tepat
bagi tujuan instruksi dan menjadi nilai besar bagi teknik mengajar.

G. PEMECAHAN MASALAH DAN KREATIVITAS


Temuan ilmu yang besar atau kerja yang besar akan sebuah seni adalah
secara, pasti hasil dari aktivitas pemecahan masalah. Solusi pada sebuah masalah.
Sebagaimana sikap pemecahan masalah, tindakan kreatif yang berdasar pada
sejumlah pengetahuan besar yang terdahulu didapat, baik itu pada jenis “umum”
untuk pengetahuan atau pribadi seniman. Banyak pemikir kreatif memberikan
kesaksian bahwa mereka dulu menenggelamkan dirinya sendiri lebih dalam
masalah, sering melebihi waktu yang diperkirakan. Bahkan akan menjadi aneh
jika mereka tidak melakukan hal tersebut. Tak satupun kesaksian yang
mendukung pendapat bahwa tidak satupun hal yang sangat berbeda tentang
pemecahan masalah yang membawa temuan besar pada sosial. Tindakan temuan,
bahkan dalam perasaan yang relatif dapat ditebak yang terjadi dalam
pembelajaran keseharian, menyertakan “pandangan yang mendadak” yang
membentuk situasi problem ke dalam situasi solusi. Seperti yang pernah kita lihat,
temuan keseharian juga mewajibkan pelajar untuk mempunyai pengetahuan yang
terdahulu pada aturan-aturan yang menyertakan solusi.

H. BEBERAPA IMPLIKASI PENDIDIKAN


Program pendidikan mempunyai tujuan yang sangat penting dalam
mengajar siswa tentang pemecahan masalah, baik matematika atau soal fisika,
masalah sosial, dan masalah-masalah kepribadian lainnya. Kita telah melihat

83
dalam bab ini bahwa ada sumber utama pada kemampuan manusia yang dapat
berperan dalam pemecahan masalah. Pertama ada kemampuan intelektual, konsep
dan aturan, yang membentuk struktur dasar kemampuan intelektual manusia.
Aturan-aturan yang sebelumnya telah dipelajari dicari dalam memori, diolah dan
dibawah untuk digunakan dalam memecahkan masalah. Aktivitas pemecahan
masalah menghasilkan pembelajaran baru dan yang lebih kompleks “perintah
yang lebih tinggi akan disimpan dalam memori untuk penerapan di masa datang”.
Kebanyakan dari aktivitas dalam memecahkan masalah secara internal dibimbing
dan “dipelajari melalui penemuan” adalah bentuk sikap atau kebiasaan manusia.
Tugas guru adalah satu dari temuan dan perencanaan yang tepat tantang situasi
pemecahan masalah. Masalah atau soal bagi siswa sangat efektif bagi siswa jika
1) Pada situasi yang tidak serupa 2) dalam batas kemampuan siswa, yaitu
kemampuan belajar dan pengetahuan yang terdahulu.
Program pendidikan biasanya disusun untuk mengajar tiga jenis
kemampuan ini: kemampuan intelektual, informasi verbal, dan strategi kognitif.
Ketidakpastian yang melanjutkan tentang kepentingan relatif pada hasil-hasil
pembelajaran untuk pemecahan masalah akan muncul untuk menentang
kurikulum yang seimbang dan isi perintah yang bermacam-macam. Ini akan tidak
bijaksana bagi sekolah atau program pendidikan lainnya yang menekankan
pembelajaran pada salah satu dari ketiga jenis keterampilan ini. Praktek dalam
memecahkan masalah akan sangat membantu dalam membentuk manusia pemikir
yang hebat. Latihan yang paling baik adalah mengajak pelajar untuk membawa
ketiga kemampuan itu muncul bersamaan dalam menyelesaikan masalah.

84
BAB IV
SIKAP
Hasil dari belajar juga berupa terbentuknya keadaan internal yang
mempengaruhi pilihan individu akan tindakan pribadi. Hasil belajar ini disebut
sikap. Hubungan sikap dengan tingkah laku individu agak kurang langsung
daripada halnya pada kapabilitas-kapabilitas lain seperti keterampilan intelek atau
keterampilan motorik. Sikap tidak menentukan tingkah laku tertentu, sikap
menentukan lebih atau kurang kemungkinan terjadinya tindakan tertentu, karena
alasan itu sikap sering dilukiskan sebagai “kecenderungan merespons”.
Hubungan tidak langsung (atau kompleks) antara sikap dan tindakan
manusia itu berarti bahwa sulit menentukan bagaimana sikap itu diperoleh dan
dimodifikasi. Dengan kata lain, tidaklah mudah kita merasa pasti apakah yang
diukur itu perubahan sikap sebagai hasil belajar ataukah dipengaruhi oleh sebab
lain. Di samping itu, rupanya kondisi belajar memperoleh sikap itu lebih rumit
ketimbang kondisi untuk keadaan internal hasil belajar yang lain. Sekalipun
demikian, hanya ada sedikit keraguan, sebagaimana disarankan dalam definisi All
port, bahwa sikap itu terbentuk dan “tersusun”melalui belajar.
Kebanyakan sikap yang kita pelajari (peroleh) secara kebetulan daripada
sebagai hasil dari pengajaran yang terencana sebelumnya. Kondisi yang
membentuk dan mengubah sikap selalu ada di sekeliling individu, di dalam
hidupnya,sejak lahir. Sebagai contoh, seseorang memperoleh sikap terhadap oran
tua, saudara, anak-anak yang lain, dan orang-orang yang sudah dewasa.
Pengalaman anak dapat menimbulkan sikap terhadap binatang seperti kucing,
anjing, ular, laba-laba dan serangga. Beberapa dari sikap-sikap yang diperoleh
pada usia awal sangat kuat dan tidak gampang diubah. Biasanya sebagai hasil dari
kehidupan keluarga, anak kecil juga memperoleh sikap yang berkaitan dengan
pemilihan bersama, menempati janji, menolong orang dan berkata jujur.
Dari hasil pergaulannya dengan teman-teman, anak bisa juga memperoleh
sikap kerja sama, persaingan, kompromi, dan “berlaku adil”,maupun suka
berkelahi dan balas dendam.

85
Meskipun banyak sekali sikap itu diperoleh di rumah, di gereja/masjid,
dan lingkungan tetangga, ada penghargaan besar bahwa beberapa sikap akan
lingkungan di perkokoh di sekolah sebagai hasil dari perencanaan yang seksama
(Gagne, 1984), memang sekolah selalu dipandang sebagai tempat yang cocok
untuk membentuk sikap. Kalaupun diwaktu-waktu belakang ini ada perubahan
pandangan, perubahan itu mengenai jenis apa yang dianggap patut atau tidak patut
sebagai tujuan kurikulum. Dulu “pujaan terhadap Tuhan” dipandang merupakan
tujuan itu tidak lagi dianggap cocok oleh beberapa kalangan untuk kurikulum
sekolah umum. Dulu pendidikan “budi pekerti” (sikap sopan santun) dipandang
menjadi tanggung jawab utama keluarga; dewasa ini untuk pembentukan sikap
semacam itu jauh lebih banyak digantungkan pada pendidikan di sekolah.
Tujuan belajar sikap yang direncanakan, apapun sifat merupakan
komponen yang pasti dari program pendidikan untuk anak dan orang dewasa.
Kurikulum dikatakan mengandung ranah afektif (Krathwool, Bloom, dan Masia,
1964); istilah ini menekankan adanya “nada perasaan” keadaan internal hasil
belajar itu. Jenis sikap apa yang harus dibentuk kadangkala menjadi bahan
pertentangan pendapat antara sekolah dan masyarakat atau bahkan di dalam
masyarakat itu sendiri. Sementara itu, banyak sikap yang patut untuk belajar di
sekolah hampir tidak menimbulkan pertentangan pendapat. Berikut ini sebagai
contoh, sanarai sikap seperti itu, banyak di antarannya disarankan oleh
Klausmeier (1975 : 375)
Hormat akan individualitas orang lain,
Menerima tanggung jawab bagi perbuatan yang dilakukan sendiri
Menyukai secara positif terhadap teman sekelas
Sikap positif terhadap guru
Kegairahan kerja
Ketepatan waktu mengerjakan tugas pelajaran
Menjaga barang milik sendiri
Bekerja sama dengan orang lain
Sopan santun terhadap orang lain
Hati-hati mematuhi peraturan keselamatan

86
Meski ada perbedaan pendapat tentang sikap mana yang dapat dibenarkan
dan mana yang diprioritaskan utama untuk diambil sebagai tujuan kurikulum,
tampaknya para pendidik ada kesepakatatan kuat tentang pentingnya sikap dalam
berbagai jenis program pendidikan. Mereka umumnya mengakui bahwa sikap
yang bersifat sosial, seperti mengenai tindakan kekerasan atau penggunaan obat
terlarang, memainkan peranan penting dalam menjalankan masyarakat kita
modern dan mempengaruhi mutu kehidupan semua orang di dalam masyarakat
tersebut. Jika sikap-sikap yang dikehendaki dapat dikenali, disepakati oleh
masyarakat, dan diajarkan sebagai bagian dari program pendidikan, maka dapat
diduga akan dapat dicapai mutu kehidupan yang lebih baik. Rintangan besar di
dalam rencana seperti itu adalah tujuan yang sukar, yaitu “kesepakatan
masyarakat”.

A. Hakekat Sikap
Ada banyak perbedaan pendapat mengenai hakikat sikap. Kita tidak dapat
memecahkan perbedaan tersebut menurut berbagai pandangan yang ada dan hanya
dapat memberikannya secara umum. Suatu definisi yang sudah lama tapi berguna
adalah dari All Port (1935:810): “sikap ialah keadaan kesiapan mental dan syaraf,
tersusun melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh untuk mengarahkan
respons seseorang terhadap semua obyek dan situasi respons di mana ia
berhubungan”.
1. Tiga segi sikap
Sikap umumnya di sepakati mengandung tiga segi yang dapat diselidiki
secara terpisah atau bersama-sama (Triandis, 1971). Ciri-ciri itu adalah (I) segi
kognitif, mengenai gagasan atau profesi yang menyatakan hubungan antar situasi
dan objek sikap.(Seperti dalam “mobil menggunakan terlalu banyak bengsin”); (2)
segi aktefif, mengenai emosi atau perasaan yang menghargai gagasan, dan (3) segi
perilaku, mengenai pra-disposisi atau kesiapan untuk bertindak (seperti tindakan
memberi sebuah mobil yang mempunyai perbandingan kilo-per-liter yang tinggi).
Secara umum, segi-segi tersebut di pandang mencirikasn keadaan internal
yang adalah sikap sebagai hasil belajar. Dengan kata lain, keadaan tersebut

87
masing-masing mempunyai komponen efektif, atau emosional; dan komponen
kognitif; dan komponen “kecendeerungan bertindak”, atau perilaku (Rosenberg
dan Hovlan, 1960). Perbedaan yang ada di antara teori tentang sikap berkenaan
dengan persamaan tentang komponen mana dari antara komponen-komponen itu
yang primer atau mana yang merupakan penyebab lainnya. Banyak teoritikus
berpendapat bahwa ketimpangan dalam “kepercayaan” (komponen kognotif)
menghasilkan perubahan sikap (misalnya, Fistingeer, 1975). Pakar-pakar teori
yang lain menekankan belajar respon emosional (afektif) terhadap obyek stimulus
(Staats dan Staats, 1958). Paham ketiga berpendirian bahwa sikap itu timbul dari
persepsi seseorang sendiri atas tingkah lakunya (Bem, 1970). Sebenarnya ada
bukti yang mendukung pandangan-pandangan itu masing-masing, dan sulit kita
memilih satu diantaranya.
2. Komponen Kognitif
Penjelasan teoritis mengenai asas kognotif sikap menganut premis dasar
tentang “kebutuhan akan keajekan”, “need for consistency”. Diasumsikan bahwa
orang-orang sebagai individu selalu berusaha untuk ajek dalam pikiran,
kepercayaan dan perilakunya. Berbagai jenis toeri termasuk teori-teori yang
memberi tekanan pada “keseimbangan”. (Heider, 1958), “simetri” (Newcomb,
1961, dan Cilings, serta miller (1969). Gagasan pokoknya adalah apabila
menghadapi ketidak ajekan atau disonasi di antara kepercayaan-kepercayaan yang
ada, individu berusaha mencapai keadaan ajek dan dalam proses itu ia mengalami
perubahan di dalam sikapnya.
Dalam studi Kelman, (1953), yang hasilnya dapat ditafsirkan sejalan
dengan asas tersebut diatas, anak-anak diberi hadiah setelah menulis karangan
yang menyatakan setuju dengan satu jenis buku komik tertentu, yang sebenarnya
tidak mereka sukai. Setelah karangan selesai di tulis dan hadiah di terima,
ditemukan bahwa buku-buku yang telah diuji mereka adalah sesuatu yang
sebenarnya, karena anak-anak itu mengalami disonasi (ketidak ajekan) pada
waktu mereka menguji buku-buku komik yang semula tidak disukainya. Ada
beberapa cara mencapai keajekan yang dapat dipikirkan misalnya pengaturan
pemberian hadiah eksternal yang benar, atau persetujuan dari guru. Dalam studi

88
itu pembenaran untuk menulis karangan yang faforble itu tidak diperoleh anak-
anak itu. Sebagai akibatnya, keajekan itu di capai oleh adanya perubahan dalam
sikap yang menyetujui buku komik yang mereka puji di dalam karangan-
karangan mereka.
3. Komponen Afektif

Bukti bahwa sikap itu di bandingkan dengan “perasaan” positif dan


negative banyak berasal dari penjelasan introspektif. Tetapi ada sedikit studi yang
menunjukkan adanya perubahan dalam keadaan emosional yang menyertai
perubahan sikap, sebagaimana diungkapkan oleh penggunaan pengukuran
fisiologi. Sebagai contoh, Rankin dan Campbell (1955) mengukur perubahan
respon kulit gavanis para subyek ekserimen pada waktu pengeksperimen
memasuki ruang untuk mengatur peralatan. Pengeksperimen ras kulit hitam atau
ras kulit putih. Perubahan dalam ketahanan kulit (merupakan emosi yang khas)
trnyata ada kaitannya dengan pengukuran sikapn dengan ras yang di ukur dengan
angket.
Penelitian-penelitian lain yang telah menemukan adanya hubungan
adanya ukuran fisiologo dan sikap termasuk yang dilakukan oleh Wistie dan de
Fleur (1959), staats, staats, dan Craword (1962), dan Porier dan Lott (1967). Sikap
itu ada bergerak dari “positif ke “negative” atau sebaliknya. Menurut Triandis
(1971), kecenderungan positif dan negative itu menggambarkan adanya dua
dimensi tidak hanya satu dimensi saja. Sifat yang paling nyata adalah
kecenderungan berperilaku mencuri sebagai lawan dari menghindari kontak
(dengan orang atau objek sikap yang lain).
Dimensi kedua menyangkut “afek” yaitu menyukai dan tidak menyukai.
Demikianlah suatu sikap dapat mencerminkan pencairan kontak, bila individu
mau membayar uang untuk memperoleh kontak itu, sikap seperti itu
“positif”dalam kedua dimensi tersebut yaitu dimensi mencari dan dimensi afektif.
Tetapi, andaikan bahwa sikap itu positif dalam mencari kontak, tetapi mencari
dengan nafsu menghancurkan objeknya, maka hak terakhir ini menggambarkan
adanya nilai komponen afektif sikap.

89
4. Komponen Tingkah Laku
Sikap didefinisikan sebagai disposisi atau kesiapan untuk melakukan
tindakan tertentu. Apa hubungan antara sikap dan tingkah laku nyata dari individu
yang memiliki sikap itu? Studi klasik yang mengenai pertanyaan itu dilakukan
oleh Lapiere (1934). Ia bepergian dengan sepasang orang Tionghoa ke seluruh
Amerika, berhenti di 66 hotel dan motel, makan di 184 rumah makan. Selama
perjalanan itu hanya sekali mereka ditolak, tidak diberi layanan. Enam bulan
kemudian dikirimkan surat di hotel-hotel dan rumah-rumah makan yang pernah
dikunjungi dan surat yang sama dikirim ke kelompok “control” yang serupa tetapi
tidak pernah dikunjungi. Surat-surat jawaban yang diterima 92 % menyatakan
bahwa mereka tidak mau memberikan pelayanan kepada tamu orang Tionghoa.
Dengan demikian hasil itu menunjukkan adanya perbedaaan yang nyata antara
sikap yang dinyatakan dalam surat jawaban dan tingkah laku nyata yang
dipertunjukkan. Banyak penelitian yang telah dilakukan menggam-barkan
kecenderungan dasar sama : tiadanya hubungan yang kuat antara sikap
sebagaimana dilaporkan melalui jawaban atas pertanyaan dan tingkah laku yang
sebenarnya (Triandis, 1971) Ada beberapa kemungkinan alasan bagi temuan itu.
Pertama adalah dengan tingkah laku, hubungan semacam itu hendaknya memang
jangan diharapkan. Situasi membalas surat tadi dari teman orang Tionghoa
mengandung banyak unsur yang berbeda dengan situasi berhadapan langsung
dengan sepasang orang Tionghoa yang mencari penginapan. Dua situasi itu
mengandung ambang respon yang sangat berbeda, sebagaimana Cambell (1963)
menyebutnya. Cara Lain mengatakan hal itu adalah bahwa tingkah laku sosial
sebagian besar ditentukan berdasarkan situasi, dan sikap hanya memainkan
peranan terbatas saja dalam mengatur hasil tingkah laku. Alasan kedua bagi
adanya tingkah hubungan yang kecil saja antara sikap yang diukur dan perilaku
berasal dari cara yang digunakan untuk menilai sikap dan menyangkut validitas
ukuran semacam itu. Sangat sering, sikap diukur dengan meminta orang merespon
terhadap pernyataan verbal yang terdapat pada skala yang menunjukkan dimensi
suka tidak suka atau setuju tidak setuju. Namun pernyataan itu sendiri mungkin

90
mengacu ke tingkah laku orang lain dari pada ke tingkah laku individu yang
sikapnya sedang diukur. Sebagai contoh, bukan tidak bisa dijumpai pernyataan
seperti berikut ini pada kuesioner yang menilai sikap terhadap agama.
Orang yang pergi ke gereja kemungkinannya mempunyai akhlak yang baik.
Setuju-------------------------………..------------------- Tidak setuju
Aliran-aliran paham gereja yang saling bertentangan menjadikan agama
membingungkan bagi orang kebanyakan.
Setuju-------------------------………..------------------- Tidak setuju
Pernyataan seperti itu, lazim digunakan untuk menilai sikap “Skor” sikap
diperoleh dengan jalan menjumlahkan biji-biji respon yang menunjukkan tingkat
kesesuaian dengan setiap pernyataan. Jelas bahwa ukuran seperti itu memang
benar bersifat tidak langsung sejauh mengenai pilihan tindakan individu sendiri.
Skor yang didasarkan instrumen semacam itu dapat memberitahukan kita
pendapat seseorang tentang tingkah laku orang lain, tetapi tidak tentang tingkah
lakunya sendiri. Maka, sebagian alasan bagi kurangnya kesesuaian yang terdapat
antara ukuran sikap dan tingkah laku mungkin sekali adalah kurangnya validitas
ukuran sikap itu.
Sebagai langkah pertama untuk mencapai validitas dalam pengukuran
sikap, dilakukan usaha-usaha untuk memastikan bahwa pernyataan tertulis yang
digunakan untuk menilai menyebutkan pilihan tindakan pribadi. Butir-butir
semacam ini mula-mula digunakan oleh Bogardus (1925) untuk menilai sikap
terhadap orang-orang dari berbagai bangsa dan menghasilkan ukuran yang disebut
“jarak sosial”. Pernyataan-pernyataan yang digunakan menanyakan orang untuk
mengajukan, berkenaan dengan berbagai bangsa apakah ia sekiranya akan (1)
kawin dengan anggota kelompok itu, (2) mempunyai kelompok itu sebagai teman
akrabnya, (3) pekerja pada kantor sebagai anggota kelompok itu, (4) mempunyai
orang dalam anggota dalam anggota kelompok itu sebagai teman berbicara, (5)
mengeluarkan anggota itu dari bangsa.
Pengembangan skala jarak sosial lebih jauh dikerjakan oleh Triandis dan
Triandis (1960), dan menghasilkan pengembangan “the Behavioral Differentia
”(Triandis 1964) yang mengukur “niat perilaku” orang-orang terhadap atau

91
kategori orang. Cara ini menggunakan butir-butir yang pertama memberikan
deskripsi orang yang akan dipertimbangkan (objek orang). Kemudian ada
serangkaian skala yang memberikan pilihan tindakan pribadi, masing-masing
harus dicek kemungkinan pemilihannya.
Sebagai contoh :
Seorang pendeta berkulit hitam berusia 50 tahun
Akan ---------------------------- Tidak akan
Mematuhi orang lain
Tidak akan -------------------------- akan
Minta nasihat orang lain
Akan ---------------------------- Tidak akan
Mengundang makan orang lain
Dengan menggunakan cara tersebut, penelitian-penelitian mengenai sikap
terhadap orang Lain dari berbagai bangsa telah dilakukan hasil-hasilnya
menunjukkan adanya dimensi-dimensi sikap tertentu yang dinamakan
penghormatan, perkawinan, persahabatan, jarak sosial, dan superordinasi. Tetapi
barangkali hal yang paling penting dari penelitian ini adalah adanya kemungkinan
untuk melakukan pengukuran yang lebih kurang langsung atas niat perilaku.
Dengan kata lain, metode itu memberikan validitas isi bagi pengukuran pilihan
tindakan pribadi. Jenis pengukuran yang sama bisa tampak kesukaran diterapkan
pada “objek” selain orang dari berbagai bangsa misanya :
Sikap terhadap ilmu kimia sebagai mata kuliah di perguruan tinggi bisa
dinilai sejumlah butir soal, termasuk :
Akan ---------------------------- Tidak akan
Memilih mata kuliah mayor
Tidak akan ------------------- akan
Membatalkan kuliah jika boleh tanpa hukuman

5. Lingkup Sikap
Sebagaimana sudah kita lihat, objek sikap itu mungkin berupa kelas orang
(seperti orang Asia), atau peristiwa (seperti parade) ataupun objek fisik (misalnya

92
jejak mobil). Kelas objek semacam ini bisa luas dan inklusif atau cukup sempit
sehingga hanya berisi satu anggota saja. Apakah adanya keragaman di dalam
lingkup sikap ini memberikan kepada kita petunjuk bagaimana membatasinya ?
Dan jika tidak, adakah cara mengkonseptualisasikan seberapa luas atau sempit
identitas sikap itu.
Konsep dan sejumlah tertentu informal yang berkaitan. Konsep Pertama, adalah
jenis bahwa si belajar harus memiliki konsep tentang kelas objek, peristiwa, atau
orang terhadapnya sikap yang baru tentang kelas objek, peristiwa atau orang
terhadapnya sikap yang baru (atau yang baru diubah) akan ditujukan. Informasi
Informal yang lengkap juga merupakan prasyarat yang penting untuk
belajar sikap. Khususnya. Informasi semacam itu kemungkinannya berkenaan
dengan situasi di mana pilihan tindakan kemungkinan akan diambil.

6. Kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi yang ada di luar diri siswa yang menunjang bagi
pembentukan sikap bisa berbentuk macam-macam, bergantung pada model
pengubahan sikap yang disukai. Demikian, adalah mungkin menggunakan teknik
kondisioning klasik untuk maksud mengubah sikap, tetapi metode itu hampir
tidak bisa diterapkan pada sikap yang begitu luas yang menjadi perhatian sekolah
atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kontingensi penguatan untuk banyak
ragam sikap di pihak siswa. Tetapi kemungkinannya besar bahwa cara
menggunakan model orang adalah rancangan yang paling umum dapat diterapkan
dan yang paling ampuh bagi belajar sikap. Pengalaman terhadap pilihan yang
dilakukan model :
1. Terbentuk daya tarik dan kredibilitas model.
2. Ingatan kembali si belajar akan objek sikap dan situasi berlakunya
objek sikap itu diransang.
3. Model memperagakan atau mengkomunikasikan pilihan tindakan
pribadi yang inginkan.
4. Peragaan atau komunikasi yang menunjukkan diberikannya penguatan
kepada model.

93
7. Implikasi dalam pendidikan
Belajar dan pengubahan sikap, yang disebut beberapa kalangan sebagai
ranah afektif tujuan, memang sangat penting bagi hampir semua jenis program
pendidikan. Adalah hal yang umum bahwa para siswa dikehendaki agar
mempunyai sikap yang positif terhadap semua mata pelajaran yang dipelajarinya
dan lebih luas lagi terhadap semua mata pelajaran yang dipelajarinya dan lebih
luas lagi terhadap kegiatan belajar umumnya. Program-program pelatihan praktis
memasukkan ke dalamnya tujuan-tujuan yang mengandung sikap
Terhadap kerja, terhadap standar tampilan kerja, dan terhadap peraturan
keselamatan kerja. Program-program sekolah diharapkan menghasilkan sikap-
sikap yang berguna bagi kehidupan sosial pada para siswa, seperti memperdulikan
orang lain, gotong royong, dan tenggang rasa terhadapa adanya perbedaan budaya
dan suku bangsa. Disamping itu, banyak program sekolah mementingkan sikap
mengajar yang menunjang pelestarian lingkungan obat berbahaya, dan
melaksanakan tanggung jawab kewarganegaraan.
Meskipun berbagai jenis pendidikan sikap dilembagakan secara saksama,
orang-orang memperoleh sejumlah besar sikap hasil dari pengalamannya di dalam
lingkungan sosial dan alam yang lebih besar. Pengaruh keluarga teristimewa
penting dalam membentuk sikap yang berpengaruh pada kelakuan pribadi dan
tingkah laku antar pribadi maupun kecermatan bahasa dan pikiran. Geraja, serikat
buruh, perkumpulan sosial, kelompok teman sebaya, dan organisasi-organisasi
serta kelompok-kelompok sosial tempat individu menunjukkan kesetiaannya sama
kuat pengaruhnya menentukan sikap. Selanjutnya, berbagai media tempat individu
mencari informasi atau hiburan juga sering merupakan sumber kuat perubahan
sikap
Sikap mempunyai baik komponen kognitif maupun afektif. Maksudnya,
sikap itu ditengahi, sebagian, oleh proposisi yang menggabungkan kategori
“objek” (peristiwa, orang, atau barang) tertujunya sikap tersebut. Biasanya, sikap
juga ditangani, sebagian oleh perasaan yang memberinya sifat “afektif”. Ciri-ciri
tersebut, betapapun kemungkinannya penting untuk memahami hakekat sikap

94
yang esensial, memberikan petunjuk sedikit saja mengenai fungsi sikap. Sifat
sikap yang disebut terakhir inilah yang sangat penting bagi program pendidikan.
Jika sikap hendak ditanamkan atau diubah, ia harus dikenali sebagai hasil belajar
dan sebagai tujuan pembelajaran. Untuk itu, definisi sikap yang berguna ialah
keadaan internal hasil belajar yang mempengaruhi pilihan tindakan pribadi atas
kategori-kategori orang, objek, atau peristiwa. Tujuan umum pembelajaran di
dalam ranah ini membentuk atau memperkokoh keadaan internal tertentu yang
menjalankan fungsi itu.
Meskipun sikap itu hias dibentuk dan diubah dengan beberapa cara, asas
kontingensi penguatan biasanya diakui meyakinkan bagian penting dalam belajar
sikap. Bagaimanapun cara suatu sikap itu mula-mula diperkenalkan atau
dikomunikasikan, pembentukannya (sebagaimana halnya dengan jenis-jenis
tingkah laku lainnya) bergantung pada terjadinya penguatan untuk menyelesaikan
tindak belajar itu. Adalah benar juga bahwa orang itu menyukai apa yang mampu
dilakukannya dengan baik. Jenis tindakan pribadi yang membawa keberhasilan
kemungkinan besar adalah jenis tindakan yang terhadapnya seseorang
menampilkan sikap positif. Dalam banyak situasi pendidikan, suatu sikap positif
yang diinginkan kemungkinan besar tercapai dengan cara membuat siswa
berpeluang mencapai sukses.
Suatu metode yang paling handal bagi membentuk sikap adalah dengan
seperangkat kondisi belajar yang mengandung permodelan manusia. Secara
singkat, metode itu mencakup demonstrasi atau komunikasi pilihan tindakan
pribadi yang diinginkan (sikap) oleh orang yang dihormati atau dikagumi. Orang
semacam itu bisa orang tua, guru, tokoh yang menonjol atau popular, atau setiap
orang yang dapat membangkitkan kepercayaan dan sifat dapat dipercaya (Gagne,
1973). Model itu menyajikan “pesan” secara pribadi atau melalui suatu medium
seperti televise atau halaman tertulis; model itu tidak harus “riil” sebagaimana
dilukiskan dengan contoh seorang pahlawan fiktif. Kemudian si belajar melihat
bahwa model itu mendapat penguatan, atau memperoleh ganjaran, karena pilihan
tindakan yang dibuatnya, suatu peristiwa yang disebut “penguatan pengganti”, “
various reinforcement”.

95
Keampuhan penggunaan model orang untuk mengubah sikap berlawanan
secara nyata dengan ketidakmampuan pesan yang disampaikan tanpa nama yang
mewartakan informasi, atau perintah verbal. Himbauan “Hati-hati mengemudi”,
berdasarkan bukti-bukti, hampir-hampir sepenuhnya tidak ampuh untuk belajar
sikap. Himbauan itu sama juga tidak efektif kalau ditempatkan di dalam konteks
yang lebih besar, yaitu himbauan emosional dan alasan rasional. Sementara
informasi itu mungkin diperoleh isi belajar sebagai prasyarat untuk mengubah.
Sikap, belajar menguasainya sendiri dan dengan sendiri dan dengan
sendirinya tidak membuahkan perubahan yang diinginkan. Siswa perlu tahu apa
prothonotary itu sebelum mereka memperoleh sikap sikap terhadap kelas orang
seperti itu. Tetapi mengetahui semacam itu tidak membentuk atau mengubah
sikap, siswa secara nyata, pengetahuan hanya memungkinkan terjadinya
perubahan semacam itu. Sama juga halnya, pendidikan, obat terlarang jika
dimaksudkan untuk membentuk sikap menjauhi obat-obatan berbahaya, tidak
membawa hasil jika ia hanya menyampaikan saja kepada siswa pengetahuan
tambah tentang obat-obat berbahaya.

8. Tindakan Pribadi
Petunjuk bagi masalah lingkup sikap bisa diterima oleh hasil studi analisis
faktor Triandis (1964) berdasarkan penilaian atas pilihan pernyataan yang
menggambarkan tindakan pribadi terhadap bangsa tertentu. Dapat dicatat bahwa
butir-butir ukuran sikap ini yang cenderung berkorelasi tinggi adalah butir-butir
yang berkenaan dengan kelas-kelas tindakan pribadi tertentu, yang diberi nama
penghormatan, persahabatan, dan superodinasi. Persahabatan, misalnya,
dipertunjukkan oleh butir-butir yang menyatakan tentang (1) menjadi pasangan di
dalam suatu pertandingan atletik, (2) makan dengan orang itu, (3)
mempergunjingkan orang lain dengan orang itu, (4) menerima orang itu sebagai
teman akrab. Superordinasi, sebagai suatu kelas yang nyata berkenaan dengan (1)
memperlakukan orang itu sebagai bawahan, (2) memerintah orang itu, (3)
mematuhi orang itu, dan (4) mengecam pekerjaan orang itu.

96
Demikian rupanya, lepas dari ukuran besar kelas obyek acuan sikap itu,
jenis tindakan pribadi membatasi lingkup suatu sikap dalam arti mendefinisikan
adanya satu unit yang ajek. Satuan ialah sikap yang didefinisikan oleh suatu kelas
tindakan pribadi terhadap kategori obyek orang atau peristiwa.
Implikasinya adalah bahwa orang tidak dapat memikirkan kebenaran
adanya sikap yang tinggi seperti “sikap terhadap orang Meksiko” atau “sikap
terhadap sekolah” ataupun terhadap “Calvin Coolidge”. Besarnya kelas obyek
tidak menentukan kesatuan sikap, alih-alih, sifat tunggal suatu sikap itu ditentukan
oleh kelas tindakan pribadi yang dipengaruhinya.

9. Sikap dan Nilai


Nilai acap kali dibicarakan dengan nafas yang sama dengan sikap.
Setengah peneliti tidak membedakan kedua istilah tersebut, dan itu barangkali
pandangan paling sederhana yang dianut sekarang. Pakar-pakar Lain memandang
nilai adalah nama yang diberikan kepada sikap sosial yang diterima secara luas
oleh masyarakat. Contoh sikap seperti itu adalah “menghormati hukum”,
“pemujaan terhadap Tuhan”, dan Hukum Emas. Tentu sja, masyarakat yang
berdeda menampilkan dan mengajar pilihan yang berbeda pula atas tindakan
pribadi yang dicerminkan dalam nilai-nilai semacam itu (Ringness, 1975).

10. Penghayatan Nilai


Pandangan yang diterima secara luas mengenai hubungan sikap dengan
nilai adalah bahwa yang pertama itu bias diatur dalam suatu kontinum yang
menggambarkan makin meningkatkan penghayatan (atau internalisasi) yang
membentangkan dari yang paling lemah sampai yang dipandang mengandung
nilai paling kuat (dan karena itu sukar sekali diubah). Ini pandangan yang
diuraikan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia di dalam Taxonomy of Educational
Objectivbes, Handbook II : Affective Domain (1964).
Menurut konsep tersebut sikap yang lemah masuk di dalam kategori
umum tindakan pribadi yang dinamakan Menerima (Receiving). Contoh kemauan
untuk menerima perbedaan ras dan budaya, di antara orang-orang yang dikenal.

97
Makin besarnya tingkat internalisasi sikap ditunjukkan dengan macam perbuatan
yang valuing.

11. Pendidikan akhlak (moral)


Pendidikan bidang akhlak bertujuan mengembangkan watak berakhlak
daripada hanya mengubah sikap dalam arti sempit dan sementara waktu. Sejumlah
dimensi karakter telah dikenali oleh Hogan (1973). Bagian yang belakang adalah
sebagai berikut :
1. Sosialisasi, sebagaimana ditunjukkan dengan tingkah laku yang
menyelaraskan diri dengan aturan moral yang sudah ada.
2. Empati, yang ditunjukkan dengan memahami tingkah laku orang lain dan
penghargaan atas perasaan mereka.
3. Otonomi, yaitu kecenderungan orang untuk membuat pilihan moral yang ajek
dan cocok dengan integritasnya sebagai seorang pribadi.
4. Etika hati nurani pribadi, atau etika tanggung jawab pribadi.

12. Perubahan Sikap


Banyak dari sikap kita, kita pelajari sebagai hasil serangkaian interaksi
dengan orang-orang lain dengan orang tua, teman, dan rekan kerja. Sikap bisa
diperoleh atau diubah agak secara tiba-tiba sebagai hasil pengalaman. Atau ia
mengalami perubahan sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun, diduga sebagai
hasil pengalaman yang terus bertambah.
Ada tiga jenis utama situasi belajar yang menghasilkan belajar sikap dan
yang telah diteliti secara luas. Ketiganya akan kita bicarakan di sini, yaitu (1)
konditioning klasik, (2) persepsi atas keberhasilan dalam tingkah laku, dan (3)
manusia model.

13. Kondisi Klasik


Staats (1967) berpendapat bahwa sikap diperoleh dengan kondisioning
klasik dalam arti bahwa suatu obyek mempunyai makna emosional dengan cara

98
itu. Suatu penelitian laboratorium yang dilakukan Staats, Staats, dan Crawford
(1962) memperlihatkan bahwa kata-kata yang diperpasangkan dengan kejutan
atau bunyi yang keras (stimulus tak berkondisi) menimbulkan respons kulit
galvanis (indikator emosional) dan juga memperlihatkan perubahan penilaiannya.
Dalam studi lainnya (Staats dan Staats, 1958) kata-kata yang “bermakna baik”
seperti “kecantikan”, “manis”, dan “hadiah” disajikan bersama-sama dengan
sederetan nama depan anak laki-laki (“Tom”, “Bili”, “Jack”, dan sebagainya),
sedangkan kata-kata “tak bermakna baik seperti “pahit”, buruk”, dan “sedih”
disajikan bersama-sama dengan sederetan nama depan anak laki-laki kondisi
pertama menghasilkan penilai atas nama-nama yang lebih positif.

14. Penguatan
Kondisioning operan, yang meliputi manipulasi kontingesi penguatan,
juga telah di gunakan sebagai metode untuk belajar memperoleh sikap. Misalnya,
Insko (1965) memberikan penguatan kepada para siswa melalui telepon,
pergunakan kata “bagus” pada waktu mereka setuju atau tidak setuju dengan
pernyataan – pernyataan tentang pendapat. Sepakat kemudian siswa-siswa yang
sama diminta untuk menjawab pertanyaan pendapat tersebut yang di sajikan
dalam bentuk kuesioner. Penguatan itu ternyata mempengaruhi sikap mereka
dalam arah yang di ramaikan.
Bem (1970) menata bukti-bukti bahwa “sikap datang setelah tingkah
laku”. Kondisi ini demikian sebab individu menarik simpulan tentang keadaan di
dalam dirinya; ia mengalami persepsi diri sendiri. Bukanlah tidak wajar kalau
orang menduga bahwa persiapan orang-orang akan tingkah laku yang berhasil
memberikan kepada mereka satu petunjuk yang paling kuat mengenai persamaan
mereka sendiri terhadap objek eksternal.

15. Manusia Model


Salah satu peristiwa yang sangat handal yang terbukti mampu
menghasilkan perubahan sikap adalah gejala memodel manusia. Dalam keadaan
itu, belajar merupakan hasil dari meniru perilaku orang yang dijadikan model,

99
atau lebih tepat, meniru pilihan tindakannya. Apabila ada kondisi yang cocok
rancangannya, maka individu memperoleh sikap yang mencerminkan apa yang
dikemukakan atau dipertunjukkan model manusianya. Proses memodel manusia
telah diteliti secara luas oleh Bandura dan rekan-rekannya (Bandura, 1969).
Rancangan dasar bagi memodel manusia adalah sebagai berikut :
Seseorang yang dikagumi, dihormati, atau dipandang memiliki “kredibilitas”
diamati (oleh seorang pelajar atau lebih) untuk menampilkan tingkah laku tertentu
atau untuk melakukan pilihan tindakan pribadi tertentu. Untuk maksud penelitian,
model bisa memperlihatkan pilihan tingkah laku yang tidak dikehendaki (seperti
agresi) atau pilihan yang dikehendaki (misalnya memberikan pertimbangan moral
yang obyektif).
Memodel orang bisa terjadi di dalam banyak situasi belajar. Model itu bisa
disuguhkan kepada siswa dalam gambar hidup, atau TV dan tidak perlu tampil
secara pribadi. Sangat mungkin, orang tua adalah model orang yang utama untuk
meneruskan sikap pada anak-anak kecil. Sebagaimana dikatakan Thorburg (1975),
keluarga adalah tempat anak mula pertama mengalami belajar sosial.

16. Isi Pesan dan Perubahan Sikap


Penelitian tentang dampak pengubahan sikap dari berbagai jenis
komunikasi telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh para peneliti di
Universitas Yale. Studi-studi tentang “komunikasi dan persuasi” dimulai selama
Perang Dunia II, waktu pengaruh berbagai komunikasi dalam bentuk gambar
hidup yang diselidiki (Hovland, Lumsdanine, dan Sheffield, 1949). Hasil-hasil
program itu berturut-turut dilaporkan di dalam beberapa volume, dimulai dari
laporan Hovland, Janis, dan Kelly (1953).
Barangkali temuan yang paling penting yang diperoleh dalam program
penelitian itu berkenaan dengan pengaruh jenis komunikasi. Jenis pesan apakah
yang paling menarik adalah ini : banyak variasi dalam jenis pesan tidak
menyebabkan perbedaan yang nyata dalam mengubah sikap. Tidak diperoleh
keefektifan yang handal untuk komunikasi verbal yang (1) menyuguhkan alasan
yang rasional, (2) memberikan kedua sisi dari sebuah pertanyaan, (3)

100
membangkitkan emosi, (4) mengandung stimulus yang menimbulkan rasa takut,
atau (5) menarik simpulan yang khusus. Sementara seruan seperti “hati-hati
berkendaraan” telah lama diketahui tidak ampuh untuk mengubah sikap.

17. Kondisi Belajar: Sikap


Hakikat sikap dan beberapa bukti mengenai perubahan sikap, bisa
memberikan kondisi-kondisi yang penting untuk belajar sikap. Perlu diingat
bahwa kita memandang sikap sebagai suatu keadaan internal hasil belajar yang
fungsinya mempengaruhi pilihan atas tindakan pribadi. Kondisi-kondisi internal
dan eksternal yang hadir pada waktu terjadi belajar memudahkan untuk
memperoleh sikap. Kondisi semacam itu membantu sikap yang tidak ada
sebelumnya pada individu, atau mengubah sikap yang sudah ada dalam arah
apakah positif atau negatif.

Latihan

1. Buatlah rumusan tentang pemecahan masalah, bagaimana strategi


pemecahan masalah, dan tipe atau bentuk pemecahan masalah.
Lengkapi dengan contoh-contohnya, kemudian buatlah resumenya
maksimal 2 halaman secara individual
2. Diskusikan dengan teman Anda bagaimana membedakan rumusan
hakekat sikap, nilai, penguatan, dan perubahan sikap, serta beberapa
contoh tentang perubahan sikap. Kemudian buatlah resumenya
Daftar Pustaka
maksimal 2 halaman secara individual
3. Amati di ruang kelas Anda mengajar, bagaimana sikap siswa dalam
aktivitas belajar; aktif atau pasif dalam merespon pelajaran, adakah
ciri-ciri siswa kreatif, penuh inisiatif, dan mampu memecahkan
masalahnya sendiri, dan lain sebagainya.

101
Daftar Pustaka

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Pusat Perbukuan


Depdikbud dengan PT. Rineka Cipta, 1999.

Gagne, Robert M. dan Marcy Perkins Driscoll, Essential of Learning for


Instruction. New Jersey : Prentice Hall, 1989.

______
Sikap memerlukan kehadiran kapabilitas-kapabilitas prasyarat pada diri
siswa. Terutama, kapabilitas itu adalah keterampilan intelek dari jenis

The Conditions of Learning and Theory of Instruction Fourth Edition, (Buku


Petunjuk Kondisi Belajar dan Teori Pembelajaran, terjemahan oleh
Munandir dan Handi Kartawinata). Jakarta : Depdikbud, Proyek

Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas/ IUC (Bank Dunia


XVII), 1990.

Santrock, John W. , Lifer Span Development :Perkembangan Masa Hidup, Edisi


Kelima, Jilid 1, Alihbahasa Achmad Chusairi dan Juda Damanik. Jakarta :
Penerbit Erlangga, 1995.

102

Anda mungkin juga menyukai