Disusun Oleh :
Segala puji hanya milik Allah SWT atas berkah dan ridho-Nya akhirnya
Belajar”. Modul ini dibuat atas dasar pemikiran bahwa belajar dapat kita
kelompokan menjadi empat teori golongan atau aliran, yakni aliran behavioristik,
“hasil” dan proses belajar. Aliran Kognigtif menekankan pada “proses” belajar.
Aliran Humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran
konsep teori belajar, motivasi siswa dalam belajar. Belajar informasi verbal,
modul ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mohon sumbangan saran
dan kritikan demi perbaikan modul ini. Penulis berharap semoga modul ini dapat
Penulis
DAFTAR ISI 2. Apa yang menyebabkan
orang ingat dan lupa ........... 17
Halaman 3. Bagaimanaa strategi
BAB I TEORI BELAJAR memori dapat diajarkan ...... 17
A. Pendahuluan ............................. 1 4. Apa yang membuat
Tujuan Instruksional ................. 1 informasi itu bermakna ....... 17
B. Aliran Tingkah Laku ................ 2 5. Bagaimana Keterampilan
1. Thorndike ........................... 2 Metakognitif membantu
2. Watson................................ 3 siswa belajar ....................... 18
3. Clark Hull ........................... 4 6. Strategi belajar apakah
4. Edwin Guthrie .................... 4 yang membantu siswa
5. Skinner ............................... 5 belajar ................................. 18
C. Aliran Kognitif ........................ 6 7. Bagaimanaa strategi
1. Piaget .................................. 6 pembelajaran kognitif
2. Ausubel............................... 8 membantu siswa belajar ..... 19
3. Bruner ................................. 9 STRATEGI KOGNITIF
D. Teori Humanistik .................... 9 8. Strategi kognitif .................. 19
1. Blom dan Krathwoh……… 10 9. Jenis strategi kognitif .......... 19
2. Kolb . ………...................... 11 10. Strategi khusus ................... 20
3. Honey dan Mumford......... 12 11. Strategi umum .................... 20
4. Habermas………………… 13 12. Strategi kognitif dalam
E. Aliran Subernetik berpikir ............................... 21
1. Landa…………………….. 14 13. Mentransfer strategi
2. Pask dan Sccott………...... 15 kognitif ............................... 21
14. Pemerolehan strategi
Lampiran 1
kognitif ............................... 22
Teori belajar kognitif :
15. Kondisi belajar strategi
Konsep dasar dan strateginya .... …. 16
kognitif ............................... 22
1. Bagaimanaa kerja dari
16. Implikasi pendidikan .......... 22
pemrosesan informasi ……. 17 17
Teori Kognitif : Konstruktivisme
ii
17. Sejarah konstruktivisme ..... 24 meningkatkan kepercayaan
18. Proses Top-Down ............... 26 diri ........................................... 39
19. Pembelajaran kooperatif..... 27 I. Kepuasan ................................. 40
20. Pembelajaran dengan J. Rangkuman.............................. 41
penemuan ........................... 27
Lampiran 3 ..................................... 45
21. Generative Learning .......... 28
Motivasi siswa dalam belajar ......... 42
22. Self Regulative Learning .... 28
A. Motivasi dan teori
23. Scaffolding ......................... 28
pembelajaran perilaku ............. 42
24. Ciri-ciri guru yang
B. Motivasi dan kebutuhan
berpandangan
manusia.................................... 42
oknstruktivisme .................. 29
C. Motivasi dan teori diskonan .... 44
25. Proses pembelajaran
D. Motivasi dan teori
konstruktivisme untuk
kepribadian .............................. 44
AUD ................................... 30
E. Motivasi dan teori atribusi....... 44
Latihan............................................ 33
F. Motivasi dan teori Harapan ..... 45
Daftar Pustaka ................................ 34
G. Cara Peningkatan Motivasi
Berprstasi ................................. 45
BAB II MOTIVASI
BELAJAR Lampiran 4
A. Pendahuluan ............................ 35 Peranan guru dalam
Tujuan Insruksional ................ 35 meningkatkan motivasi belajar
B. Pengertian motivasi ................ 35 siswa ............................................... 47
C. Perhatian ................................. 37 A. Apa itu motivasi ...................... 48
D. Strategi untuk merangsang B. Tujuan motivasi ....................... 48
minat dan prilaku siswa .......... 37 C. Bagaimanaa guru
E. Relevansi ................................. 37 meningkatkan motivasi
F. Strategi untuk menunjukan siswa dalam belajar ................. 49
relevansi pembelajaran ............ 38 D. Ciptakan suasana yang
G. Percaya diri ............................. 38 kondusif ................................... 49
H. Strategi yang dapat E. Pribadi guru ............................. 50
digunakan untuk F. Kepribadian Guru .................... 50
ii
G. Guru Sebagai Pendidik ........... 51 2. Belajar Keterampilan
H. Guru Sebagai Didaktikus ........ 52 Motorik ............................... 69
I. Guru Sebagai Seprofesi ........... 52 3. Pembuatan Motorik ............ 70
Kesimpulan .................................... 52 4. Prosedur .............................. 71
Latihan............................................ 53 5. Penguasaan
Daftar Pustaka ................................ 54 Keterampilan ...................... 72
6. Feed Back pada
BAB III Belajar Informasi Keterampilan Motorik ........ 72
Verbal, Keterampilan 7. Prosedur Penggabungan
Intelektual, dan Keterampilan Bagian-bagian
Motorik 8. Kondisi Belajar
Informasi Verbal ............................ 55 Keterampilan Motorik ........ 73
A. Jenis-jenis informasi Verbal.... 56 9. Implikasinya terhadap
1. Belajar nama atau label ..... 56 pendidikan .......................... 75
2. Belajar Fakta ..................... 57
3. Belajar pengetahuan PENERAPAN ATURAN
verbal terorganisasi DALAM PEMECAHAN
secara bermakna ................ 60 MASALAH
4. Organisasi dengan
skema ................................ 61 A. Beberapa contoh dalam
B. Kondisi Belajar Informasi pemecahan masalah ................. 76
Verbal ...................................... 61 B. Soal kalimat pada aritmatika ... 78
C. Implikasi Pendidikan .............. 62 C. Pengetahuan dan strategi
KETERAMPILAN dalam pemecahan masalah ...... 78
INELEKTUAL 1. Schemata ........................... 79
A. Aturan ..................................... 63 2. Strategi Kognitif ................ 79
B. Kondisi Belajar Aturan ........... 63 D. Tipe atau bentuk pemecahan
C. Belajar Diskriminasi ............... 65 masalah .................................... 80
D. Belajar Konsep ........................ 65 E. Kondisi untuk pemecahan
KETERAMPILA MOTORIK .... 67 masalah .................................... 81
1. Keterampilan Motorik ........ 68
iii
F. Pemecahan masalah dan
penemuan ................................ 82
G. Pemecahaan masalah dan
kreatifitas ................................. 83
10. Beberapa Implikasi
Pendidikan .......................... 83
BAB 4
SIKAP ........................................... 85
A. Hakekad Sikap ........................ 87
1. Tiga segi sikap .................. 87
2. Komponen Kognitif .......... 88
3. Komponen afektif ............. 89
4. Komponen tingkah laku .... 90
5. Lingkup sikap .................... 92
6. Kondisi eksternal .............. 93
7. Imlikasi dalam
pendidikan ......................... 94
8. Tindakan pribadi ............... 96
9. Sikap dan nilai................... 97
10. Penghayatan Nilai ............. 97
11. Pendidikan akhlak ............. 98
12. Perubahan Sikap ................ 98
13. Kondisi kelasik.................. 98
14. Penguatan .......................... 99
15. Manusia model .................. 99
16. Isi pesan dan perubahan
sikap……………….. ........ 100
17. Kondisi belajar .................. 101
Daftar pustaka ................................ 102
iv
BAB I
TEORI BELAJAR
A. Pendahuluan
Tujuan Instruksional
Bila Anda mempelajari isi bab ini dengan baik. Anda diharapkan memiliki
kemampuan berikut ini :
1. Menjelaskan perbedaan dan persamaan teori-teori belajar tingkah laku,
kognitif, humanistik, dan sibernetik, dalam hal :
a. Makna belajar
b. Proses belajar
c. Kekuatan dan kelemahannya
2. Memberikan contoh konkret penerapan setiap teori belajar di dalam kelas
(perkuliahan)
3. Penerapan strategi kognitif dan implikasinya dalam pendidikan.
4. Menerapkan konsep belajar konstruktivisme dan ciri-ciri guru yang
berpandangan konstruktivisme.
Teori belajar yang teori yang pragmatik dan ekletik. Teori dengan sifat
demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada
teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek siswa saja, misalnya. Atau
teori belajar yang hanya mementingkan aspek guru saja, kurikulum saja, dan
sebagainya.
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang
lebih mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan system
informasi yang diolah dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun, faktor-faktor
yang di luar titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh
persoalan belajar yang dibahas.
1
Konsekuensi lain, taksonomi (penggolongan) teori-teori tentang belajar
sering kali bervariasi antara penulis satu dengan lainnya. Ada yang
mengelompokkan teori belajar menurut berbagai aliran psikologi yang
mempengaruhi teori-teori tersebut. Ada yang mengelompokkannya menurut titik
fokus dan teori-teori tersebut. Bahkan ada juga yang menggolongkan-golongkan
teori belajar menurut nama-nama ahli yang mengembangkan teori-teori itu. Tak
jadi soal benar taksonomi mana yang kita ikuti, yang penting kita menyadari
bahwa sebuah taksonomi adalah tak lebih dari suatu usaha untuk
menyederhanakan permasalahan serta mempermudah pembahasannya.
Dalam hal ini, secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan
menjadi empat golongan atau aliran, aliran tingkah laku, kognitif, humanistik, dan
sibernetik. Aliran tingkah laku menekankan pada “hasil” dan proses 3elajar.
Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar. Aliran humanistik
menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Dan aliran sibernetik
menekankan pada ‘sistem informasi” yang dipelajari. Untuk melihat lebih rinci,
maka kita kaji keempat teori ini satu persatu.
1. Thorndike
Menurut Thorndike, salah satu pendiri aliran tingkah laku, bahwa belajar
adalah proses interaksi antara Stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan) dan Respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan, atau
2
gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku ini boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa
diamati).
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimanaa caranya mengukur
berbagai tingkah laku yang non-konkret itu (pengukuran adalah satu hal yang
menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike ini
telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya.
Teori ini juga disebut sebagai aliran Koneksionis (Connectionsm).
2. Watson
Sedangkan menurut Watson, pelopor lain yang datang sesudah Thorndike,
stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”
(observable). Dengan kata lain, mengabaikan berbagai perubahan mental yang
mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu
diketahui. Buka berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa
tidak penting. Semua itu penting, tetapi faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Hanya dengan asumsi demikianlah, kata Watson, kita bisa meramaikan perubahan
apa yang bakal terjadi pada siswa, Dan hanya dengan demikianlah psikologi dan
ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu seperti fisika atau
biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik.
Kita bisa lihat di sini, bahwa penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih
untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap
mengakui bahwa semua hal itu penting. Teori Watson ini juga disebut sebagai
aliran Tingkah Laku (Behaviorism).
Tiga pakar lain adalah Clark Hull, Edwin Guthrie, dan B.F. Skinner.
Seperti kedua pakar terdahulu, ketiga orang yang terakhir ini juga menggunakan
variabel Stimulus-Respon untuk menjelaskan teori-teori mereka. Namun,
meskipun ketiga pakar ini mendapat julukan yang sama, yaitu pendiri Aliran
Tingkah Laku Baru (Neo Behaviorist), mereka berbeda satu sama lain dalam
beberapa hal prinsipil.
3
3. Clark Hull
Clark Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti dalam teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena itu dalam teori Hull, kebutuhan
biolois dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun ‘respon
mungkin bermacam-macam bentuknya.
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.
4. Edwin Guthrie
Menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan
biologis Yang penting dalam teori Guthrie adalah, bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung bersifat sementara. Karena itu, diperlukan
pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain
itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon
tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Itulah sebabnya kenapa kebiasaan merokok, sekedar contoh, sulit
ditinggalkan. Sering kali terjadi, perbuatan merokok tidak hanya berhubungan
dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan
stimulus-stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin
tampak gagah, dan lain-lain. Maka, setiap kali salah satu (atau lebih) stimulus ini
muncul, maka segera pula keinginan merokok itu timbul.
Guthrie juga percaya bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam
proses belajar. Menurut Guthrie, suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat, akan mampu merubah kebiasaan seseorang. Kelak, factor hukuman ini tak
lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku, terutama setelah Skinner makin
mempopulerkan ide tentang “penguat” (reinforcement).
4
5. Skinner
Skinner, yang datang kemudian, mempunyai pendapat lain agi, yang
ternyat mampu mengalahkan pamor teori-teori Hull dan Guthrie. Hal ini
dimungkinkan karena kemampuan Skinner dalam “menyederhanakan” kerumitan
teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam teorinya itu.
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan perubahan tingkah aku (dalam hubungannya dengan lingkungan)
menurut versi Watson tersebut di atas adalah deskripsi yang tidak lengkap.
Respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya
setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini
akhirnya mempengaruhi respon yang dihasilkan itu. Sedangkan respon yang
diberikan ini juga menghasilkan berbagal konsekuensi, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkah laku siswa. Karena itu, untuk memahami tingkah laku
siswa secara tuntas, kita harus memahami hubungan antara satu stimulus dengan
stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri, dan berbagal konsekuensi yang
diakibatkan oleh respon tersebut.
Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala
sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab “alat” itu akhirnya juga harus
dijelaskan lagi. Misalnya, bila kita mengatakan bahwa seorang siswa berprestasi
buruk sebab siswa ini mengalami frustasi’ akan menuntut kita untuk menjelaskan
apa itu frustasi’. Dan penjelasan tentang frustasi ini besar kemungkinan akan
memerlukan penjelasan lain. Begitu seterusnya.
Dan semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program
pembelajaran seperti “Teaching Mechine”, “Mathetics”, atau program-program
lain yang memakai konsep stimulus, respon, dan faktor penguat (reinforcement),
adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori Skinner ini.
5
C. Aliran Kognitif
Teori kognitif, sebaliknya lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dan itu, belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat berhubungan dengan teori
sibernetik.
Pada masa-masa awal mulai diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba
menjelaskan bagaimanaa siswa mengolah stimulus dan bagaimanaa siswa tersebut
bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di
sini). Namun lambat laun, perhatian ini mulai bergeser. Saat ini, perhatian mereka
terpusat pada proses bagaimanaa suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu
yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini
tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir,
bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik,
orang ini tidak “memahami” not- not balok yang terpampang di partitur sebagai
informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang
secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Seperti juga ketika Anda membaca
tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang Anda serap dan kunyah
pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragraf yang kesemuanya itu seolah jadi satu,
mengalir, menyerbu secara total bersamaan. Dalam praktek, terori ini antara lain
terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Piaget, “belajar
bermakna”-nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery
learning) oleh Jerome Bruner.
1. Piaget
Menurut Jean Piaget (salah satu penganut aliran kognitif yang kuat),
proses belajar sebenarnya terdiri dan tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan
equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
6
(pengintegrasian) intormasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
Katakanlah seorang siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan.
Jika gurunya memperkenalkan prinsip perkatian, maka proses pengintegrasian
antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada di benak siswa) dengan prinsip
perkalian (sebagal informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi. Jika siswa
ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam
ha) ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang
baru dan spesifik.
Agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya,
tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses
penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi proses penyeimbangan
antara “dunia luar” dan “dunia dalam”. Tanpa proses ini, perkembangan kogntif
seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tak teratur (disorganized).
Dalam hal ini, dua orang yang mempunyai jumlah informasi yang sama di
otaknya mungkin mempunyai kemampuan equilibrasi yang berbeda. Seseorang
dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu ‘menata” berbagai
informasi ini dalam urutan yang baik, jernih, logis. Sedangkan rekannya yang
tidak memiliki kemampuan equilibrasi sebaik itu akan cenderung menyimpan
semua informasi yang ada secara kurang teratur, karena itu orang ini juga
cenderung mempunyai alur berpikir ruwet, tidak logis, berbelit-belit.
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya
menjadi empat tahap, yaitu tahap Sensorimotor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2
tahun), Tahap Praoperasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap Operasional Konkret
(7/8 sampai 12/14 tahun), dan tahap Operasional Formal (14 tahun atau lebih).
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu
lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap
kedua(praoperasional), dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke
7
tahap yang lebih tinggi (operasional konkret dan operasional formal). Secara
umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga
semakin abstrak) cara berpikirnya. Maka, guru seyogyanya memahami tahap-
tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi pelajaran dalam
jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan ini akan
cenderung menyulitkan para siswanya. Misalnya saja, mengajarkan konsep-
konsep abstrak tentang Pancasila kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa
adanya usaha untuk “mengkonkretkan” konsep-konsep tersebut, tidak hanya akan
percuma, tetapi justru akan lebih membingungkan para siswa itu.
2. Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
“pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi
pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “Advance Organizers” dapat memberikan tiga
macam manfaat, yakni:
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang
akan dipelajari oleh siswa;
2. Dapat berfungi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang
sedang dipelajari siswa”saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa;
sedemikian rupa sehingga;
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
Untuk itu, pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik.
Hanya dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang
menurut Ausubel sangat abstrak, umum, dan inklusif, yang mewadahi apa yang
akan diajarkan itu. Selain itu, logika berpikir yang baik, maka guru akan kesulitan
memilah-milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat
8
dan padat, serta mengurutkan materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan
mudah dipahami.
3. Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang disebut “free discovery learning”.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk
konsep, teori, definisi, dan sebagainnya) melalui contoh-contoh yang
menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.
Degan kata lain, siswa bimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum. Untuk memahami konsep “kejujuran”, misalnya, siswa tidak
pertama-tama menghafal definisi itu, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret
tentang kejujuran, dan dari contoh-contoh itulah siswa bimbing untuk
mendefinisikan “kejujuran”.
Lawan dari pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan
cara menjelaskan). Dalam hal ini, siswa disodori sebuah informasi umum dan
diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan
konkret. Dalam contoh di atas, maka siswa pertama-tama diberi definisi tentang
“kejujuran”, dan dari definisi itu siswa diminta untuk mencari contoh-contoh
konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini jelas
berjalan secara deduktif.
D. Teori Humanistik
Teori jenis ketiga adalah teori humanistik. Bagi penganut teori ini, proses
belajar harus behulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dari keempat teori
belajar, teori humanistic inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia
filsafat daripada dunia pendidikan.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam waktu bentuknya yang paling ideal. Dengan
9
kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling
ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang ekletik. Teori apapun
dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri, dsb-nya itu) dapat tercapai.
Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam pendekatan yang
diusulkan Ausubel yang disebut “belajar bermakna” atau Meaningfull
Learning.(sebagai catatan, teori Ausubel ini juga dimasukkan ke dalam aliran
kognitif). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk
Taksonomi Bloom yang terkenal itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke
dalam teori ini adalah Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.
10
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);
d. Pengorganisasian(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai);
e. Pengalaman(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Taksonomi Bloom ini, seperti yang telah kita ketahui, berhasil memberi
inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan
pembelajaran. Pada tingkatan yang praktis, taksonomi ini telah banyak membantu
praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa
yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur dari beberapa taksonomi
belajar, mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling populer (setidaknya di
Indonesia).
Selain itu, teori Bloom ini juga banyak dijadikan pedoman untuk membuat
butir-butir soal ujian, bahkan oleh orang-orang yang sering mengkritik taksonomi
tersebut.
2. Kolb
Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan
belajar menjadi empat tahap, yaitu:
1. Pengalaman konkret
2. Pengamatan aktif dan reflektif
3. Konseptualisasi
4. Eksperimentasi aktif
Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu
sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimanaa dan mengapa
suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap pertama
proses belajar.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya. Inilah yang kurang lebih terjadi tahap pengamatan aktif dan
reflektif.
11
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
“teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa
diharapkan sudah mampu membuat aturan-aturan umum (Generalisasi) dari
berbagai contoh kejadian yang meskipun nampak berbeda-beda tetapi
mempunyai landasan aturan yang sama.
Pada tahap terakhir (eksprimen aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia
matematika , misalnya, siswa tidak banyak memahami “asal usul” sebuah rumus,
tetapi ia harus mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu
masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Menurut Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi secara
berkesinambungan, dan berlangsung diluar kesadaran si pelajar . Dengan kata
lain, maupun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegak antara tahap satu
ke tahap lainnya , namun dalam praktek peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya
itu sering kali terjadi begitu saja , sulit kita tentukan kapan beralihnya.
12
“Konservatif” dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat
baik buruk suatu keputusan.
Siswa tipe teoritis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka, berpikir
secara rasonal adalah sesuatu yang sangat penting . Mereka biasanya juga sangat
skeptis, dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Siswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis
dari segala hal. Teori memang penting , kata mereka. Namun bila teori tidak bisa
dipraktekkan, untuk apa? Mereka tidak suka berteleh-tele membahas aspek
teoritis-filosofis dari sesuatu . Bagi mereka ,sesuatu dikatakan ada gunanya dan
baik hanya jika bisa diperaktekkan .
4. Habermas
Habermas percaya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik
dengan lingkungan maupun dengan sesama mausia. Dengan asumsi ini , dia
membagi belajar menjadi tiga macam, yaitu :
1. belajar tehnis (technical learning)
2. belajar praktis (practical learning)
3. belajar emansipatoruis (emancipatory learning)
Dalam “belajar tehnis”, siswa belajar bagaimanaa berinteraksi dengan
sekelilingnya.Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara
mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam “belajar praktis”, siswa juga belajar berinteraksi , tetapi pada
tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang
disekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti
sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitanya dengan manusia.
Tetapi pemahaman terhadap alam justru relevan jika dan hanya jika berkaitan
dengan kepentingan manusia.
Sedangkan dalam “belajar emansipatoris”, siswa berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan
(transformasi) cultural dari suatu lingkungan . Bagi Habermas, pemahaman dan
13
kesadaran terhadap transformasi cultural ini dianggap tahap belajar yang paling
tinggi, sebab transformasi cultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan
yang paling tinggi.
E. Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis keempat, mungkin yang paling baru dari semua teori
belajar yang kita kenal, adalah teori sibernetik. Teori ini berkembang sejalan
dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah
pengolahan informasi.
Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun,
yang penting lagi adalah “sistem informasi” yang diproses itu. Informasi inilah
yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Maka,
sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam
proses be,ajar yang berbeda.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pembagian siswa tipe “menyeluruh” atau
“wholist”, dan tipe “serial”, atau “serialist”). Atau pendekatan-pendekatan lain
yang berorientasi pada pengolahan informasi.
1. Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Yang pertama disebut
berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu
target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristic. Yakni cara berpikir
divergen, menuju ke beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari
itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau dalam istilah lebih teknis: sistem
informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat
disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuend, satu hal lain lebih tepat bila
14
disajikan dalam bentuk “terbuka” dan member keleluasaan siswa untuk
berimajinasi dan berpikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus mataematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus ini disajikan
secara algoritmik. Alasannya adalah, sebuah rumus matematika biasanya
mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu
target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan
banyak memiliki interprestasi (misalnya konsep “kemerdekaan”), maka akan lebih
baik jika proses berpikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” (heuristik),
dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton,
dogmatis, linier.
15
Lampiran 1:
Teori Belajar Kognitif: Konsep Dasar dan Strateginya
(Disadur dari buku Robert E. Slavin: Educational Psychology, Theory
and Practice, 1994: 184-260)
Bagaimanaa Kerja dari Pemrosesan Informasi?
Terdapat tiga komponen utama memori yaitu: Register pengindraan,
memori jangka pendek, dan memori jangka panjang.
1. Register Penginderaan adalah memori dengan jangka yang sangat pendek
yang berhubungan dengan indera, informasi yang diterima oleh indra tetapi
tidak mendapat perhatian akan cepat dilupakan. Sekali informasi diterima,
informasi ini diproses oleh otak dan sesuai dengan status mental serta
pengalaman kita, hal ini disebut persepsi.
2. Memori jangka pendek, adalah merupakan suatu sistem penyimpanan
yang dapat menyimpan 5-9 bit informasi pada suatu waktu tertentu.
Informasi masuk ke memori jangka pendek dari 2 arah, yaitu register
penginderaan dan memori jangka panjang. Latihan adalah proses
pengulangan informasi dengan maksud untuk menyimpan informasi itu di
dalam memori jangka pendek (30 menit = 5-9 huruf).
3. Memori jangka Panjang, adalah merupakan sistem memori yang dapat
menyimpan informasi dalam jumlah besar yang terdistribusi untuk periode
waktu yang tidak terbatas. Teori kognitif tentang Pembelajaran menekankan
pentingnya membantu siswa menghubungkan informasi yang dapat
dipelajari terhadap informasi yang ada di dalam memori jangka panjang.
Ada tiga bagian dari memori jangka panjang, yaitu (a) memori eposodik,
yang menyimpan fakta-fakta dan pengetahuan yang tergeneralisasi dalam
bentuk skema, dan (c) memori procedural yang menyimpan pengetahuan
bagaimanaa melakukan sesuatu.
Skema merupakan jaringan ide-ide yang berkaitan dengan memandu
pemahaman dan tindakan kita. Informasi yang cocok masuk ke dalam skema yang
telah berkembang dengan baik lebih mudah dipelajari daripada informasi yang
tidak dapat diakomodasi.
16
Apa yang menyebabkan Orang ingat dan Lupa?
Teori interferensi membantu menjelaskan mengapa orangteori ini
menyatakan bahwa siswa dapat menjadi bingung dan lupa serta kepentingan-
kepentingan informasi yang serupa. Teori I bahwa ada 2 situasi yang
menyebabkan lupa: (1) Hambatan Proaktif, apabila mempelajari suatu tugas
berinteferensi dengan retensi tugas-tugas yang dipelajari kemudian, dan (2)
Hambatan Retroaktif, apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang
lpa apa yang telah dipelajari sebelumnya.
Efek pertama dan efek terakhir menyatakan bahwa orang mengingat
informasi terbaik bila disajikan pada bagian awal dan bagian akhir salam suatu
penyajian. Latihan memperkuat asosiasi informasi yang baru dipelajari di dalam
memeori. latihan distribusi, yang melibatkan latihan bagian-bagian dari suatu
tugas sepanjang suatu periode waktu, biasanya lebih efektif daripada latihan
sistem blok.
17
siswa akan mengingat segala sesuatu yang mereka proses. Siswa memproses
informasi bila mereka memanipulasinya, melihat informasi itu dari bebbagai
perspektif, dan menganalisanya. Teori kode ganda lebih jauh mengatakan
pentingnya pengunaan kedua-duanya, ode visual dan verbal untuk mempelajari bit
informasi.
18
PQ4R merupakan sebuah contoh strategi yang memfokuskan pada
pengorganisasian informasi bermakna.
STRATEGI KOGNITIF
Strategi kognitif
Strategi kognitif adalah keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang
fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan.
Dengan strategi kognitif, individu belajar bagaimana belajar, belajar bagaimana
mengingat, dan belajar melaksanakan berpikir analitik dan reflektif yang
mengarah pada pemecahan masalah.
Sementara individu terus belajar, ia menjadi bertambah banyak
membelajarkan diri sendiri dan menjadi pembelajar mandiri.
19
3. Strategi mengingat kembali (retrieval)
(mnemonic system, visual images, rhyming)
4. Strategi pemecahan masalah
Metacognition : “The learner’s knowledge concerning their own cognitive
processes and products”
P =400
Diketahui: a//b
m//n
Kalau p = 40
Berapa besarnya q ?
Strategi Umum
Strategi umum adalah strategi yang barangkali dapat dipergunakan untuk
memecahkan berbagai macam masalah.
1. Pertama dan yang paling penting adalah strategi untuk mencari makna
yang dalam (deep meaning). Pencarian makna yang superfisial (pemukaan,
20
semu) acapkali misleading, tidak produktif dan mengarah kepada
kegagalan. Siswa yang menggunakan prinsip lebih baik dari pada yang
memakai fakta.
2. Toleransi pada hubungan bagian-tujuan strategi langkah demi langkah
lebih besar peluang keberhasilannya dari pada penggunaan satu langkah
besar. Mendaki gunung.
3. Pendekatan yang fleksibel/luwes. Pemecahan masalah yang
berpengalaman acapkali mengubah rumusan masalahnya dari kata-kata
menjadi diagram atau analogi kalau menghadapi kebuntuan.
4. Menyintesis bagian-bagian. Pemecah masalah harus mampu membangun
bagian-bagian menjadi keseluruhan (put things together).
21
Pemerolehan Strategi Kognitif
Keterampilan pengendalian eksekutif yang dinamakan strategi kognitif
kerap kali segera di peroleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui
latihan dan praktek.
Implikasi Pendidikan
1. Bukti-buti semakin banyak memperlihatkan bahwa strategi kognitif agar
dipelajari. Dan setelah dipelajari dapat ditransfer pada situasi persoalan
yang baru.
2. Juga dengan mukah dapat diperlihatkan bahwa upaya mengajarkan strategi
kognitif secara sengaja dan sungguh-sungguh menghasilkan belajar yang
substansial dan transfer belajar.
3. Strategi kognitif yang efektif yang benar-benar umum mungkin melekukan
waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya.
Kemampuan mengenal/mengidentifikasikan masalah baru dan
mentransformasikan ke dalam bentuk yang segera dapat dipergunakan
untuk memecahkan masalah memperlihatkan adanya kemampuan yang
dinamakan strategi kognitif. Kemampuan ini merupakan/memperlihatkan
diri dalam bentuk : cara individu menggunakan dan memformulasikan
pengetahuan dan keterampilannya pada situasi permasalahan yang tidak
pernah di hadapi sebelumnya
22
Secara singkat :
Strategi kognitif adalah cara menegunkan otak (ways of using one’s head)
sebaik-baiknya.
1. Strategi kognitif dalam memperhatikan beberapa hasil penelitian telah
memperlihatkan bahwa penyisipan pertanyaan dalam buku taks dapat
meningkatkan ingatan baik terhadap kuantitatif bilangan maupun nama-
nama (Rothkopf, 1970, frese 1970). Hal ini terjadi karna pernyataan dapat
mengaktifkan strategi kognitif untuk memperhatikan.
2. Strategi kognitif dalam “enconding”. Kalau anak disuruh meningkatkan
dua data, seperti : sapi-bola, batu-botol, ingatannya terhadap kata terse4but
akan lebih baik kalau ia menegunkan strategi membuat gambar metal.
Strategi membuat gambar metal : membayangkan hubungan sepi-bola
dilakukan dengan membayangkan seekor sapi bermain dengan bola kaki
seperti dilakukan oleh gajah. Hubungan batu-botol, bisa dibayangkan dengan
membuat gambar botol bekas ditaruh di pojok
Dalam strategi konsep ada dua strategi ancoding yang dipergunakan siswa :
(1) focusing dan (2) scanning.
Focusing adalah memusatkan perhatian pada suatu strategi yang telah
berhasil dipergunakan sebelumnya.
Scanning adalah strategi yang berlaku pada satu kriteria atau kategori tetapi
mengupayakan mengubahnya kalau strategi terdahulu gagal.
Menurut Gagne, dalam keadaan mendesak strategi fucising lebih banyak
berhasil dari pada strategi scanning.
3. Strategi kognitif dalam “retrieval” (meningkat kembali). Strategi yang
dipergunakan orang untuk mengingat kembali nama, tanggal dan kejadian-
kejadian yang tidak berhubungan dinamakan mnemonik” (jembatan
keledai). Qait? =
Bali = Bersih, Aman, Lestari, Indah
Gado-gado Darminah amat enak banyak vitamin C.
Pak Kabul beli arang tiga keranjang.
23
4. Strategi kognitif dalam pemecahan masalah. Bilamana seorang anak
mempraktekkan pemecahan masalah ia menerapkan:
a. Aturan yang berlaku untuk memecahkan masalah tersebut.
b. Menerapkan kontrol terhadap proses pemikirannya sendiri, seperti:
- Mencari ciri-ciri yang relevan dari masalah tersebut.
- Mengingat apa yang telah dicoba sebelumnya.
- Menimbang kemungkinan keberhasilan hipotesis.
- Dan sebagainya
Kemampuan untuk melakukan pengendalian sendiri ini dinamakan strategi
kognitif.
Lampira 2:
Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme
(Disadur dan buku Robert E. Slavin: Educational Psychology,
Theory and Practice, 1994:184-260)
1. Sejarah Konstruktivisme
Konstruktivisme lahir dan gagasan Piaget dan Vygotsky, di mana
keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep yang
24
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam
upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga
menekankan hakekat sosial dari belajar, dan keduanya menekankan belajar secara
kelompok, dengan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan
perubahan konseptual.
Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan pada teori
Vygotsky. Yang menekankan pada metode pengajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis proyek, dan penemuan. Empat teori kunci dan teori konstruktivisme
adalah; (1) Penekanan pada hakekat sosial dari belajar, (2) Bahwa siswa belajar
konsep paling baik apabila konsep tersebut berada dalam zona perkembangan
terdekat mereka; (3) Pemagangan kognitif, dan (4) Scaffolding atau Mediated
Learning.
Teori konstruktivisme menekankan pada hakekat sosial dari belajar, ia
mengemukakan bahwa siswa dapat belajar melalui interaksi dengan teman sebaya
dan orang dewasa. Misalnya dalam metode belajar kooperatif, siswa diharapkan
pada proses berpikir dengan teman sebaya mereka, hal ini membuat hasil belajar
terbuka untuk seluruh siswa dan proses berpikir siswa terbuka untuk seluruh
siswa. Vygotsky juga memerhatikan, bahwa setiap siswa harus mampu
memecahkan masalahnya sendiri dengan langkah-langkah mereka sendiri.
Konsep kedua, bahwa dalam belajar, siswa yang paling baik adalah
apabila konsep yang dipelajari dalam zona perkembangan terdekat mereka.
Misalnya, bila anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri, maka
akan dibantu oleh teman sebaya atau orang dewasa. Misalnya bila siswa tidak
dapat menemukan median dari suatu bilangan tertentu, kemudian atas bantuan
guru dapat menemukan median tersebut, maka boleh jadi penemuan itu masih
berada dalam zona perkembangan siswa tersebut.
Pemagangan kognitif atau cognitive opprenticeship, istilah ini mengacu
bahwa proses dimana seseorang belajar secara tahap demi tahap untuk
memperoleh keahliannya dengan interaksi pada seorang pakar. Pakar disini boleh
jadi orang yang lebih tua atau teman sebaya yang telah menguasai terlebih dahulu
permasalahannya. Dalam banyak hal, pekerja didampingi oleh seorang pekerja
25
lain yang sudah ahli, berpengalaman yang bertindak sebagai model, dengan
memberi balikan kepada pekerja yang belum berpengalaman tahap demi tahap
dalam menyosialisasikan keahlian, norma dan profesi tersebut. Mengajar siswa di
dalam kelas menurut teori konstruktivismen adalah suatu pemagangan, dimana
pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif ini kreativitas
siswa di dalam kelas, dengan cara melibatkan siswa dalam tugas-tugas kompleks
maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut. Artinya siswa yang
kurang pandai dibantu temannya dalam menyelesaikan tugasnya.
Scaffolding atau Mediated Learning, teori konstruktivisme ini menekankan
bahwa siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistik dan
kemudian siswa diberi bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas ini.
Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas yang kompleks di dalam
kelas, seperti simulasi, eksplorasi di masyarakat, menulis untuk dipresentasikan ke
pendengar, dan tugas-tugas autentik sehingga pembelajaran tersebut dapat
dideskripsikan dalam kehidupan nyata dan autentik.
2. Proses Top-Down
Top-Down artinya bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya berusaha memecahkan atau
menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukan. Sebagai contoh siswa diminta untuk menuliskan suatu susunan
kalimat, dan baru kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa, dan tanda baca.
Pendekatan ini berlawanan dengan bottom-up tradisional, artinya keterampilan
dasar secara bertahap dilatihkan untuk mewujudkan keterampilan yang lebih
kompleks.
Sebagai contoh dalam pembelajaran matematika, secara tradisional dengan
pendekatan bottom-up untuk mengajarkan perkalian bilangan dua digit dengan
bilangan satu digit (contoh 4 x 12 = 48) adalah mengajarkan siswa mengerjakan
langkah demi langkah untuk mendapatkan jawaban benar. Hanya setelah mereka
menguasai keterampilan dasar ini, mereka baru diberi masalah terapan dasar
sederhana. Misalnya “Tono melihat permen yang masing-masing harganya 50
26
rupiah. Berapa ia membayar jika ia mengambil 4 buah permen?”. Pendekatan
konstruktivisme bekerja secara sebaliknya, dimulai dengan masalah yang muncul
dari siswa dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan bagaimana
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah tersebut.
3. Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan teori ini bahwa siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah
tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (4 orang
dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahkan masalah yang
kompleks. Disini sangat terlihat bahwa Piaget dan Vygotsky menekankan pada
hakekat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk
memodelkan cara berpikir yang sesuai dan saling mengemukakan dan menantang
miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka sendiri.
27
5. Pembelajaran Generative atau Generative Learning
Teori belajar ini berasumsi bahwa belajar itu ditemukan. Artinya apabila
kita menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka harus melakukan operasi
mental dengan informasi baru itu untuk masuk ke dalam pemahamannya. Sebagai
contoh, siswa diminta membuat pertanyaan-pertanyaan untuk diri mereka sendiri,
ikhtisar, dan analogi tentang materi yang telah mereka baca. Kegiatan generative
ini telah memberikan sumbangan kepada hasil belajar dan ingatan siswa. Strategi
membuat soal misalnya, ini sangat efektif bila dikombinasikan dengan
pembelajaran kooperatif
7. Scaffolding
Scaffolding didasarkan pada konsep Vygotsky tentang konsep belajar
bantuan untuk berpikir dengan simbol-simbol di dalam memori dan atensi
dibutuhkan sebuah media. Fungsi guru disini adalah agen budaya yang memandu
pengajaran sehingga siswa akan menguasai secara tuntas keterampilan-
keterampilan yang memungkinkan fungsi kognitif bekerja lebih tinggi.
28
Kemampuan untuk belajar secara tuntas sangat berkaitan dengan usia dan
perkembangan kognitif siswa.
Di dalam penggunaan sehari-hari Scaffolding, yaitu pemberian bantuan
kepada siswa bantuan yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara
bertahap mengaktifkan tanggung jawab kepada siswa untuk bekerja atas arahan
diri mereka sendiri.
29
Catatan:
Model siklus belajar adalah suatu model belajar yang sering dipakai dalam
pengajaran IPA yang menekankan pentingnya pengaturan sendiri dalam
proses belajar. Model ini memiliki tiga langkah: (1) memberikan kesempatan
terbuka kepada siswa berinteraksi dengan materi yang dipilih secara bertujuan,
(2) memberikan pengajaran pengenalan konsep, dan (3) menerapkan konsep
30
hanya mendengar omongan guru. Seharusnya kebutuhan anak dipahami, guru
harus berpedoman pada developmentally appropriate practice. Perkembangan
ilmu-ilmu perlu dipahami guru dan guru perlu memahami perkembangan
teknologi informasi, Internet, komputer, dan sebagainya
Pembelajaran, bagi Vygotsky, tekanannya adalah konstruksi sosial Proses
pembelajaran pada anak harus disesuaikan dengan perilaku yang relevan dengan
kulturalnya. Piaget menekankan pembelajaran pada teori konstruktivitas pribadi.
Vygotsky memandang, perkembangan kognitif merupakan transformasi dasar
biologis yang merupakan fungsi psikologis tingkat tinggi. Anak lahir memiliki
rentang kemampuan persepsi, perhatian dan memori yang ditransformasikan
dalam konteks sosial dan pendidikan. Transformasi dalam bentuk hukum, sosial,
dan bahasa sebagai sarana memenuhi kebutuhan tertentu yang menjadi fungsi
psikologis kognisi tinggi. Manusia memiliki sifat binatang, tetapi mampu
berperilaku berdasarkan kapabilitas persepsi, perhatian, dan psikologisnya.
Vygostky juga mengembangkan teori yang disebut “Zone of Proximal
Development” (ZPD). ZPD merupakan posisi jarak antara tingkat perkembangan
aktual dan potensial. Perkembangan aktual ditandai, dalam pemecahan problem
anak dapat mandiri. Tingkat perkembangan potensial, diperlukan bimbingan
orang dewasa atau kerja sama teman sebaya. Jarak perkembangan aktual menuju
potensial dinamakan oleh Vygotsky Scaffolded Instruction atau pembelajaran
bertangga. Ada tiga prinsip yang dikembangkan; (1) holistik meaningful; (2)
konteks sosial, melalui belajar; dan (3) peluang berubah dan berhubungan tidak
tetap dan saling berkaitan.
Oleh karena itu guru perlu mempertimbangkan pendekatan pembelajaran
hubungan timba balik (Reciprocal Teaching Approach). Anak dihadapkan pada
tantangan dan keterlibatan dalam aktivitas di atas tingkat perkembangannya.
Pemahaman sosial kultural anak itu penting. Dinamika, perangkat dan konteks
sosial anak harus dipahami oleh guru. Guru dikatakan terampil apabila praktek
pembelajaran dalam konteks sosial anak ZPD anak dibentuk oleh kebudayaan dan
lingkungan sosialnya.
31
Prinsip pembelajaran untuk menumbuhkan fungsi dalam proses
kematangan ZPD melalui empat tahap: (1) kinerja dibantu oleh more capable
others; (2) less dependence external assistance: kinerjanya itu diinternalisasikan
dan berani mengambil tanggung jawab atas keluasannya asumsi berdasar
kemampuan sendiri (multiassume responsibility for self guidance); (3) tahap
kinerja automatisasi: dan (4) tahap recursion, deautomatisation: sesuatu
dilakukan beruang dengan penghayatan dan ZPD dimulai lagi dari permulaan dan
dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Dengan demikian implikasinya bagi pendidikan adalah perlu ada mindshift
(kesadaran intelektual) Semua anak diberi kesempatan memperoleh pendidikan,
dilayani, sedemikian sesuai dengan kebutuhan Di dalam suatu masyarakat atau
bangsa target kelompok itu beragam oleh karena itu diperlukan pendidikan
multikultural.
Selama ini guru sering menginterpretasikan konsep belajar yang salah.
Pengajaran berorientasi pada guru, bukan kepada anak. Siswa itu ingin bergerak
bebas, banyak mencoba. Sebaliknya a susah jika terdiam, pasif hanya mendengar
omongan guru. Seharusnya kebutuhan anak dipahami Guru harus berpedoman
pada developmentally appropriate practice. Perkembangan ilmu perlu dipahami
guru., Guru perlu memahami perkembangan teknologi informasi, internet,
komputer, dsb.
Ilmu Pendidikan merupakan common ground dari beberapa kajian ilmu
pendidikan ainnya, misal: Teknologi Pendidikan, Psikologi Pendidikan, dan
Pendidikan Usia Dini. Suatu ilmu dapat berdiri sendiri, apabila memenuhi tiga
persyaratan mutlak ilmu baru, yaitu: (1) Ada justifikasi temuan dari para ahli; (2)
Ilmu itu bersifat holistik. sistematis dan sistemik; (3) Intersubjectivity (berkaitan
dengan ilmu-ilmu lainnya).
32
Latihan
A. Diskusikan dengan rekan Anda perbedaan dan persamaan yang ada antara
teori belajar tingkah laku, kognitif, humanistik, dan sibernetik. dan kemudian
isilah matrik berikut ini dengan deskripsi (penjelasan) yang sesingkat
mungkin.
Teori
Tingkah
Kognitif Humanistis Sibernetik
Aspek yang Laku
dibandingkan
Makna
Belajar
Proses
Belajar
Kekuatan
Kelemahan
33
C. Terapkan konsep belajar konstruktivisme ke dalam proses pembelajaran untuk
anak usia sekolah, dan bagaimana ciri-ciri guru yang berpandangan
konstruktivisme?
Daftar Pustaka
Rahardjo, Budi, Djaelani dan Hrtono, Aplikasi Teori Belajar dalam Praktek
Pendidikan Anak Usia Dini. Resume ke-5 Perkuliahan Kapita Selekta,
Teori, dan Isu Pendidikan Anak Usia Dini, Conny R. Semiawan dan
Yufiarti (tidak dipublikasikan), 2003.
34
BAB II
MOTIVASI
A. Pendahuluan
Tujuan Instruksional
Bila Anda mempelajari si bab ini dengan baik, Anda diharap memiliki
kemampuan berikut ini:
1. Merumuskan definisi motivasi dari beberapa pandangan para ahli.
2. Menjelaskan strategi motivasional dalam proses belajar mengajar, dengan
menerapkan empat prinsip motivasi, yaitu:
a. Perhatian
b. Relevansi
c. Percaya diri
d. Kepuasan
3. Merumuskan bagaimana peranan guru dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa.
B. Pengertian Motivasi
35
ingin dicapai melalui perilaku tertentu Pengertian ini lebih condon ke arah
behaviorism.
Ames dan Ames (1954) menjelaskan motivasi dan pandangan kognitif
Menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya Sebagai contoh, seorang
siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan suatu tugas. akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep
diri yang positif ini menjadi motor pengerang bagi Kemauannya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu” (Cropley, 1985). Dalam pengertian ini siswa akan berusaha
mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang
akan diperoleh.
Dalam proses belajar, motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang
tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan.
Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu
tugas.
Dari pemahaman di atas maka motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu
proses internal yang mengaktifkan, medan mempertahankan perilaku dalam
rentang waktu tertentu. Sebagai suatu usaha untuk mengaktifkan, membimbing
dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian motivasi juga diartikan sebagai
bentuk karakteristik pribadi dan setiap individu.
Dari berbagal teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah
menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam
proses belajar mengajar, yang disebut sebagai model ARCS (Attention, Relevance,
Confidance, dan Satifaction).
Guru sering berasumsi bahwa motivasi belajar siswa merupakan maslah
siswa itu sendiri, siswalah yang bertanggung jawab untuk mengusahakan agar
mempunyai motivasi yang tinggi. Namun sebenarnya, guru dapat berusaha untuk
menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam proses dan cara mengajar, untuk
merangsang, meningkatkan dan memelihara motivasi siswa dalam belajar. ARCS
model dapat membantu guru untuk melakukan hal tersebut.
36
Di dalam model yang dikemukakan ada empat kategori kondisi
motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan proses
pembelajaran yang menarik, bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa.
Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut:
C. Perhatian
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab rasa main
tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga siswa akan memberikan perhatian,
dan perhatian tersebut terpelihara selama proses pembelajaran, bahkan lebih lama
lagi Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen
yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks.
Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam rancangan
pembelajaran, hal ini dapat menstimulir rasa ingin tahu siswa. Namun perlu
diperhatikan agar stimulus tersebut digunakan tidak berlebihan, sebab akan
menjadikan stimulus hai biasa dan kelebihan keefektifannya.
E. Relevansi
Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila mereka
menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau
37
bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi (basic
needs) dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu (1) motif pribadi, (2) motif
instrumental, dan (3) motif kultural.
Nilai motif pribadi (personal motive value); McClelland membagi 3
hal, yaitu : (a) kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (b)
kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power), dan (c) kebutuhan untuk
berafilisasi (needs for affiliation). Nilai yang bersifat instrumental adalah
keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas dianggap sebagai langkah untuk
mencapai keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan nilai kultural adalah apabila
tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang
oleh kelompok yang dianut siswa, seperti orang tua, teman dan sebagainya.
G. Percaya Diri
Merasa diri kompeten atau mampu. merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan Bandura (1977)
mengembangkan lebih lanjut konsep tersebut dengan mengajukan konsep
“self-efficacy”. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang
menjadi syarat keberhasilan.
38
Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini
sering kali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa lampau . Dengan
demikian ada hubungan spiral antara pengalaman sukses motivasi. Motivasi
dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan
selanjutnya pengalaman sukses tersebut memotivasi siswa untuk mengerjakan
tugas berikutnya.
39
6. Berikan umpan balik yang konstruktif selama pelajaran, agar siswa
mengetahui pemahaman dan prestasi belajar mereka sejauh ini.
I. Kepuasan
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan
kepuasan, dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan
yang serupa. Kepuasan karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi
yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar siswa. Sebagai
contoh, dalam kelas bahasa Inggris, siswa diuji kemampuannya berpidato.
Setelah selesai berpidato, siswa merasa puas dan lega karena ternyata dia tidak
pingsan seperti yang dikuatirkannya. Tetapi beberapa saat kemudian,
konsekuensi dari luar (dari guru bahasa Inggris) membuatnya mereka malu
dan kecewa. Guru mengatakan dia nampak tegang, suaranya hampir tidak
terdengar, dan dia kelihatan jelas tidak berlatih sebelumnya. Dalam hal ini
terjadi konflik dalam diri siswa tersebut, dan membuat kepuasannya menukik
kembali.
Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru harus dapat
menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian
kesempatan, dan sebagainya.
40
Rangkuman
1. Motivasi siswa merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemauan,
proses, dan hasil belajar siswa.
2. Motivasi dirumuskan sebagai kondisi yang membuat siswa mempunyai
kemauan untuk mencapai tujuan tertentu melalui pelaksanaan suatu tugas.
Siswa yang termotivasi cenderung bertahan dan tidak mudah putus asa
dalam melakukan tugas.
3. Salah satu strategi motivasional dalam proses belajar mengajar adalah
dengan menerapkan empat prinsip motivasi, yaitu :
a. Perhatian : menarik dan mempertahankan perhatian siswa.
b. Relevansi : mengusahakan relevansi pelajaran dengan kebutuhan
siswa.
c. Percaya diri : menumbuhkan dan menguatkan rasa percaya diri siswa.
d. Kepuasan: menghasilkan kepuasan dalam diri siswa.
41
Lampiran 3 :
42
Khirarki Kebutuhan Maslow
Aktualisasi
Diri
Keindahan
Kebutuhan Fisiologis
43
C. Motivasi dan Teori Disonan Kognitif (Ketidaksesuaian)
Disonan kognitif diidentifikasi sebagai suatu penjelasan dari orang yang
merasa tidak nyaman pada saat dihadapkan pada presepsi atau prilaku baru yang
tidak cocok dengan keyakinan yang telah lama dipegang. Dengan demikian
disonan kognitif, digambarkan sebagai suatu kebutuhan untuk mempertahankan
image positif pada individu.
Teori ini juga menyatakan bahwa orang akan mengalami suatu ketegangan
atau ketidaknyamanan apabila nilai atau keyakinan yang dipegang secara kuat
tidak cocok dengan keyakinan atau prilaku yang tidak konsisten secara psikologis.
Untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut, mereka dapat mengubah prilaku atau
keyakinan mereka, mereka juga dapat mengembangkan pembenaran atau alasan
untuk mengatasi ketidakkonsistenan.
44
kemampuan mereka; tetapi pada saat mereka gagal mereka akan percaya bahwa
kegagalan mereka itu dikarenakan faktor yang tidak dapat dikontrol.
45
mengupayakan penilaian positif terhadap kompetensi mereka (dan
menghindari penilaian negatif). Siswa yang berusaha keras untuk tujuan
pembelajaran cenderung mengambil mata pelajaran sukar dan mencari
tantangan, sedangkan siswa dengan orientasi pada tujuan penampilan
memfokuskan pada upaya mendapatkan nilai bagus untuk mengambil mata
pelajaran mudah dan menghindari situasi yang menantang.
2. Ketidakberdayaan belajar dan pelatihan atribusi
Suatu bentuk ekstrem dari motivasi untuk menghindari kegagalan
disebut ketidakberdayaan belajar. Hal ini merupakan persepsi bahwa apapun
yang dilakukan oleh seseorang, dan apabila orang tersebut telah ditakdirkan
untuk gagal atau tidak berhasil, maka ini disebut ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan belajar bisa timbul dari asuhan atau didikan anak, tetapi
juga dapat terjadi dari penggunaan penghargaan dan hukuman yang tidak
konsisten yang dilakukan oleh guru. Ketidakberdayaan belajar dapat dikurangi
atau dihindari dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berhasil melalui langkah-langkah kecil, umpan balik sesegera mungkin, dan
yang terpenting adalah harapan untuk melanjutkan cita-citanya.
46
Lampiran 4 :
Peranan Guru Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa
47
A. Apa itu Motivasi
Motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Ngalim
Purwanto, 1996). Sedangkan menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu
proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk
kegiatan. John P. Compbell, dkk.,menambahkan rincian dalam definisi tersebut,
bahwa motivasi mencakup arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons dan
kegigihan tingkah laku. Hoy dan Miskel dalam buku Educational Administration
(1982: 137) mengemukakan bahwa motivasi sebagai kekuatan yang kompleks
dorongan-dorongan kebutuhan-kebutuhan pertanyaan, ketegangan, atau
mekanisme-mekanisme lainnya yang menilai dan menjaga kegiatan yang
diinginkan ke arah pencapaian tujuan personal.
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli tersebut, bahwa
motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu: (1) menggerakkan, berarti
menumbuhkan kekuatan para individu, memimpin seseorang untuk bertindak
dengan cara tertentu, misalnya: kekuatan dalam hal mengatur respon-respon
efektif dan kecenderungan mendapat kesenangan, (2) mengarahkan atau
mengalurkan tingkah laku dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi
tujuan, (3) untuk menjaga dan menopang tingkah laku lingkungan sekitar harus
menguatkan (reinforcement) intensitas dan arah dorongan dan kekuatan individu.
B. Tujuan Motivasi
Secara Umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan Kemauan
untuk melakukan sesuat u sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau
memacu para siswanya agar timbul keinginan dan Kemauan untuk meningkatkan
prestasi belajar sehingga tercapainya tujuan pendidikan sesuai yang diharapkan
dan ditetakkan di dalam kurikulum.
48
C. Bagaimana Guru dapat Meningkatkan Motivasi Siswa dalam Belajar
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa, yaitu: (1) motivasi intrinsik, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri
anak (siswa) itu sendiri. Artinya, guru harus mampu merangsang siswa agar
tumbuh keinginan belajar. Salah satunya dengan menggunakan contoh-contoh
yang positif yang ditujukan oleh guru, sehingga lambat laun siswa dapat
mengimitasi perilaku yang ditujukan oleh guru dalam keseharian itu. (2) motivasi
ekstrinsik, yakni motivasi yang berasal dari luar diri anak (bisa berasal dari
lingkungan setempat; keluarga/orang tua, guru, dan teman-teman sebaya, dan lain-
lain). Peran guru di sini adalah memberikan rangsangan dari luar dan bisa
dilakukan dengan cara menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik
siswa, menarik, tidak membosankan, dan sifatnya aktual pada saat proses belajar
mengajar. Termasuk gaya mengajar guru yang tidak membosankan, pilihan materi
yang aktual, tidak satu arah sehingga terlihat sikap guru kepada siswa pun harus
demokratis.
49
perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara siswa, (c) kemampuan semua siswa
terbatas.
E. Pribadi Guru
Semua siswa mengetahui dari pengalaman sendiri bahwa guru berperan
sekali dalam keseluruhan proses belajar mengajar di dalam kelas. Siswa
mengharapkan banyak sekali dari guru. Bila harapan itu dipenuhi, siswa akan
merasa puas. Bila tidak terpenuhi, mereka akan kecewa, dan guru sangat
menyadari peranan yang dipegangnya. Berperan sebagai guru mengandung
banyak tantangan, karena di satu pihak guru harus ramah, sabar, memberi
pengertian, kepercayaan, dan menciptakan suasana aman, di pihak lain guru harus
memberikan tugas mendorong siswa untuk mencapai tujuan mengadakan koreksi,
menegur dan menilai sebelum proses belajar mengajar dimulai, dan oleh karena
itu guru harus sudah memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi dalam
pikiran dan perasaan siswa.
Lebih jelasnya diusulkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
1. Kepribadian guru yang meliputi; nilai kehidupan (values), motivasi kerja,
sifat dan kerja.
2. Guru sebagai pendidik yang meliputi; inspirator dan korektor, penjaga
disiplin, umur dan jenis kelamin.
3. Guru sebagai dikdaktikus yang meliputi; keahlian dalam penguasaan
materi, gaya memimpin kelas, berkomunikasi dengan siswa, dan
kemampuan berbahasa.
4. Guru sebagai rekan seprofesi.
F. Kepribadian Guru
Ciri khas kepribadian seorang guru, nampak dalam cara guru melakukan
pekerjaannya. Pekerjaan seorang guru yang mendidik generasi muda di
sekolah dengan kehadirannya di kelas. Guru memberikan pengaruh terhadap
pengembangan siswa dalam hal:
50
a. Penghayatan nilai-nilai kehidupan (values) sebagai manusia, guru
berpegang pada nilai-nilai tertentu, menampilkan diri pada
pembicaraan dan perilaku di dalam kelas. Misalnya tanggung jawab
dalam bertindak, kebanggaan atas jerih payah sendiri, kerelaan
membantu sesama dan pengorbanan diri.
b. Motivasi Kerja
Guru yang pertama-tama bercita-cita menyumbangkan keahliannya,
demi perkembangan siswa akan memandang pekerjaan sebagai
kepuasan pribadi.
c. Sifat dan sikap.
Telah banyak diadakan penelitian tentang guru yang ideal, yang
mempunyai ciri-ciri ; keluwesan dalam pergaulan, suka humor,
kemampuan untuk menyelami alam pikiran dan perasaan anak,
kreativitas dan rela membantu.
51
H. Guru Sebagai Didaktikus
Berdasarkan keyakinan bahwa proses belajar yang dilalui seorang siswa
sangat kompleks. Karena kaitannya antara banyak unsur antara lain; tenaga
pengajar (guru) diambil lebih dahulu perilaku dari tenaga pengajar,
efektivitas guru.
Kesimpulan
Guru sebagai pendidik tentunya tidak hanya mengajar dan berdiri di depan
kelas, tetapi juga membimbing, mengarahkan dan sekaligus memberi
dorongan, menggerakkan, memberi motivasi untuk belajar, agar siswa
(peserta didik) dapat berhasil dengan baik, karena guru adalah orang yang
pertama yang berhubungan dengan siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung, serta memahami keadaan siswa di dalam kelas.
Bagaimana siswa bisa merespons pelajaran yang diberikan oleh guru,
tentunya sebagai tenaga pengajar yang bisa melihat keberhasilan siswa, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga guru dalam hal ini bisa
memberi dorongan, memberikan penilaian untuk memacu prestasi yang lebih
baik yang dimiliki siswa, lebih-lebih terhadap siswa yang memiliki
kemampuan pas-pasan atau kurang. Dalam hal ini guru harus dapat memberi
motivasi belajar terhadap siswa atau peserta didik.
Karena peranan guru dalam pendidikan di antaranya di dalam ‘domain
motivasi, tugas utama guru adalah membangkitkan keinginan anak dalam
menghadapi perubahan dan hal-hal baru, agar supaya dapat menguasai dan
memperoleh keuntungan sehingga bisa tercapai tujuan pengajaran sesuai
yang diharapkan.
52
Latihan
A. Diskusikan dengan rekan anda mengenai strategi motivasional dalam
proses pembelajaran yang mendasarkan diri dengan empat prinsip
motivasi; perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan. Kemudian
buatlah ringkasan untuk dilaporkan dalam presentasi kelas secara
kelompok (masing-masing kelompok 3 orang).
B. Buatlah ringkasan bagaimana peranan guru dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa (dibuat secara perorangan dan dipresentasikan
secara kelompok, masing-masing kelompok 3 orang).
C. Pilih satu topik mata kuliah/mata pelajaran, dan susunlah “sembilan
peristiwa instruksional” menurut Gagne untuk topik tersebut, dengan
mempertimbangkan penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam strategi
instruksional tersebut. Gunakan format yang disesuaikan (tugas
kelompok). Lihat lampiran: Sembilan peristiwa instruksional !
53
Topik : ........................................................................
Mata Kuliah/mata pelajaran : ………………………………………………
Daftar Pustaka
54
BAB III
BELAJAR INFORMASI VERBAL, KETERAMPILAN
INTELEKTUAL,DAN KETERAMPILAN MOTORIK
Pendahuluan
Tujuan Intruksional
Bila Anda mempelajari isi bab ini dengan baik, anda diharapkan memiliki
kemampuan berikut ini :
1. Merumuskan definisi informasi verbal, keterampilan intelektual, dan
keterampilan motorik dengan seksama
2. Membedakan rumusan konsep tentang jenis – jenis informasi verbal dan
contoh – contohnya, jenis – jenis keterampilan intelektual dan contohnya,
jenis – jenis keterampilan intelektual dan contohnya, dan struktur
keterampilan motorik beserta contohnya.
3. Merumuskan implikasi apa yang diperlukan dalam belajar informasi
verbal, keterampilan intelektual, dan keterampilan motorik bagi
pendidikan.
INFORMASI VERBAL
(DECLARATIVE KNOWLEDGE)
55
Dalam bentuk produksi dan citra (ba-yangan). Misalnya: proposisi = ide : orang
itu memasang ban
Disini proposisi memiliki dua unsur:
1. Suatu relasi: memasang ban (kata kerja)
2. Argumen: orang itu (kata benda)
A. Jenis – Jenis Informasi Verbal
Jenis – jenis informasi verbal dapat dibedakan menjadi 3 jenis: (1) nama atau
label, (2) proposisi tunggal atau fakta, dan (3) kumpulan proposisi yang
terorganisasi secara bermakna (Bodies of Knowledge).
56
mempunyai fungsi mediasi atau mengode. Makin mudahnya orang
belajar sebagai hasil penggunaan secara seksama rantai mediasi yang
dipilih dengan baik sangat mencolok (Jerkins, 1963).
3) Adalah sukar memisahkan gejalah belajar asosiasi tunggal dari asosiasi
ganda. Pada akhirnya studi belajar asosiasi berpasangan yang tipikal
menggunakan sepuluh atau dua belas pasangan seperti RIV, GEX, dan
tidak hanya satu. Bertam-bahnya jumlah pasangan membuat masing –
masing jauh lebih sukar dipelajari.
b. Penyimpangan label dalam memori. Terjadi interferensi di antara label
– label yang dipelajari dalam waktu yang saling berdekatan merupakan
faktor yang bertentangan dengan belajar cepat – suatu faktor yang
harus diatasi.
2. Belajar Fakta
Suatu bentuk informasi verbal yang di peroleh, dan disimpan oleh orang
adalah fakta suatu fakta lebih dari untaian kata – kata. Urutan kata – kata yang
membentuk kalimat yang dipelajari secara lebih cepat dari dan jauh lebih
mudah diingat kembali dari pada senarai kata – kata yang panjangnya sama
tapi tidak berhubungan secara bermakna. (Briggs dan Peed, 1943). Belajar
fakta yang ada yang: konkret (spesifikasi). Misalnya: 1 minggu = 7 hari dan
patung liberty di New York memegang obor, dan abstrak : keharusan adalah
ibunya penemuan.
a. Penyimpangan proposisi dalam memori
Teori – teori belajar dari pengolahan informasi memandang fakta yang
disimpan sebagai proposisi. Biasanya di dalam suatu jaringan yang
mengaitkan satu proposisi dengan lainnya melalui konsep – konsep
bersama. Segi – segi teori yang paling nyata tentang fakta adalah sebagai
berikut: (1) fakta disimpan sebagai proposisi yang mempunyai struktur
sintaksis Inheren , (2) fakta tidak disimpan sebagai kata-kata yang tidak
bersambung atau konsep-konsep yang tidak bersambung; dan (3) fakta
yang tersimpan dirangkai dengan fakta-fakta yang lain melalui konsep
yang dipunyai bersama. Fakta menurut teori pemrosesan informasi
57
dipelajari dalam bentuk proposisi, biasanya dalam bentuk jaringan
proposisi.
Sepeda
Motor
O
A
1
S Memperbaiki
R
Untung
A
S 2
R
Cepat-
cepat
S = Subyek
O = Obyek
R = Relasi
58
Segitiga adalah gambar dua dimensi tertutup dengan tiga sisi (lihat gambar).
R S
Gambar
S S
R R
Proporsisi
Tertutup Tiga Sisi
Ciri utama proposisi tiga sisi dapat mendefinisikan produksi.
SEGITIGA
Bila gambar dua-dimensi dan gambar tersebut tiga sisi dan gambar tersebut
tertutup. Maka golongan gambar tersebut sebagai segitiga dan katakana
segitiga.
Buku itu ada di atas meja = Proposisi
Ada Diatas
R R
S S
Buku Meja
59
Bayangan (Image)
Berupa bayangan gambar buku di atas meja, atau buku besar berada di atas
meja kecil (ukuran ruang). Schema adalah sekumpulan ide dan hubungan
antara ide-ide tersebut membentuk suatu kategori yang dipahami pembelajar.
c. Organisasi Buku ajar
Fakta-fakta baru biasanya disajikan di sebuah buku ajar atau wacana lisan
dengan cara yang menunjukkan organisasi tertentu. Suatu contoh adalah
penggunaan kalimat topik untuk mengorganisasi suatu paragraph buku ajar
yang mengandung sajian sejumlah fakta yang berlain-lainan.
d. Organisasi berupa pertanyaan yang diselipkan.
Mengorganisasi informasi fakta dengan jalan menyelipkan pertanyaan-
pertanyaan ke dalam naskah buku ajar. Pengaruh cara ini telah diteliti secara
luas, antara lain oleh Rothhkopf (1970), dan oleh Frase (1970). Ternyata untuk
kerja siswa pada butir-butir soal yang mereka sudah “berlatih mengerjakan”
melalui pertanyaan yang diselipkan jauh lebih baik ketimbang untuk kerja
pada butir-butir soal yang mereka jumpai. Demikianlah, penyelipan
pertanyaan memberikan pengaruh mengorganisasi yang pasti pada fakta yang
dipelajari dan diingat.
60
adanya pertanyaan yang diselipkan dalam bacaan; (4) banyaknya pengulangan
yang diberikan untuk gagasan-gagasan tertentu.
Faktor-faktor yang berpengaruh setelah waktu belajar mula utama ada
hubungannya dengan review. Biasanya pertanyaan digunakan untuk meminta
si belajar menyebutkan arti gagasan pokok dan subordinat dari apa yang telah
dibacanya, dalam bentuk nonverbatim (dengan “kata-kata si belajar sendiri”)
Mereview berjarak mengandung keuntungan dalam retensi dari pada mereview
yang dilakukan secara berturut-turut berdekatan.
61
belajar informasi lain yang baru berikutnya (seperti kalau fakta baru
ditambahkan kekumpulan yang sudah ada), hal itu juga dapat
menimbulkan intejrferensi.
C. Implikasi Pendidikan
Kegunaan Informasi adalah bahwa informasi verbal mempunyai kegunaan
yang menjangkau sepanjang hidup seseorang. Kita semua perlu mengetahui
nama objek sehari-hari, nama bilangan, nama hari, nama bulan dan banyak
fakta yang lain lagi yang penting untuk kehidupan dan komunikasi sehari-hari
di dalam masyarakat. Penggunaan lain informasi verbal adalah sebagai
komponen dalam belajar jenis kapabilitas lainnya. Informasi seperti itu
membentuk “isi” dari contoh kejadian tertentu diterapkannya keterampilan
intelek (konsep kaidah) dan sehubungan dengan itu keterampilan dipelajari.
Siswa yang belajar asas pemerintahan seperti “pemisahan masjid dan negara”
harus menggunakan banyak informasi verbal yang berlain-lainan tentang
contoh khusus itu. Banyak informasi yang dibawa “di kepala” merupakan
prasyarat bagi belajar yang lain.
Penggunaan yang ke tiga dan sangat penting pada informasi verbal adalah
sebagai wahana untuk berpikir. Orang hendaknya tidak lupa akan kenyataan
bahwa pemikir-pemikir besar yang kita kagumi kemungkinannya adalah orang
yang pengetahuannya banyak sekali.
Pembelajaran untuk belajar informasi verbal, dengan adanya kondisi
eksternal adalah untuk informasi verbal secara efektif dapat diwujudkan dalam
bentuk material dan prosedur pembelajaran. Hal ini dapat memperoleh fakta
baru atau seperangkat fakta baru, akan lebih mudah dilakukan oleh pelajar
yang memiliki struktur pengetahuan yang sudah ada dan lebih besar jumlahnya
di dalam memori daripada oleh pelajar yang hanya mempunyai sedikit
pengetahuan pemula.
62
KETERAMPILAN INTELEKTUAL
A. Aturan (Rute)
Temukan aturan yang melandasi himpunan bilangan-bilangan ini
2,3,5,7,11,13….bilangan prima
2+3,3+4,7+5, = 3+2,4+3,5+7tidak terikat pada urutan.
Aturan adalah : kemampuan yang disimpulkan yang memungkinkan
individu merespons terhadap setiap contoh dari segolongan (class) situasi stimulus
dengan contoh suatu kelas penampilan.
Contoh lain :
Mate Mat
Dame Ram
Same Fan
63
Aturan ini dipahami maknanya kalau semua konsep yang mendefinisikannya
dipahami artinya.
Eksternal :
ATURAN TINGKAT TINGGI
Memerlukan Sebagai
Prasyarat
ATURAN
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat
KONSEP
(konkrit + Terdefinisi)
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat
DISKRIMINASI
Yang Memerlukan
Sebagai Prasyarat
64
C. Belajar Diskriminasi
Membuat diskriminasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Anak-
anak kecil harus belajar sejak awal kemampuan membedakan: warna, bentuk,
ukuran, tekstur, jarak, kekerasan suara dan nada. Sedangkan orang dewasa juga
belajar membedakan diskriminasi.
Kondisi internal : kemampuan mengingat
Kondisi eksternal:
Tingkat kesulitan (multiple discr)
Latihan
D. Belajar Konsep
Belajar Konsep adalah belajar merespons terhadap sekumpulan benda
dengan cara membedakannya. Misalnya : Alat dapur – alat kamar tidur.
1. Konsep Konkret:
Konsep yang diperoleh melalui pengamatan
2. Konsep Terdefinisi:
Konsep yang diperoleh melalui definisi
berat
BD Simpang Baku
JK
masa DB
65
Konsep Terdefinisi dan Aturan (Rule)
Beberapa konsep dapat dipelajari melalui interaksi langsung dengan
lingkungan pembelajaran (konsep konkret). Konsep lainnya harus dipelajari
dengan menggunakan bahasa (konsep terdefenisi).
Contoh konsep terdefinisikan: Diagonal : garis yang menghubungkan sudut-sudut
segi banyak (quadilateral). Pivot : titik dalam lengan timbangan pada titik mana
suatu benda bergerak. Kemenakan: anak laki/perempuan dari paman atau bibi.
Paman : adalah .... Bibi : adalah.......
Konsep berdefinisikan adalah suatu aturan (rule) yang mengklasifikasikan benda
atau kejadian. Sedangkan definisi adalah penyataan yang menyatakan aturan
untuk mengklasifikasikan.
Eksternal:
Penyajian definisi secara lisan atau tulisan
Atap = penutup luar dari suatu bangunan
66
Ada butir-butir informasi verbal khusus yang disimpan di dalam jaring-
jaring proposisi yang bersambungan satu dengan yang lainnya melalui
mata rantai konsep-konsep bersama. Makin banyak mata rental
persambungan satu butir tertentu, makin baik ia direntengi. Cara
penyimpanan yang utama himpunan tertentu pengetahuan verbal adalah
skema, yaitu suatu himpunan konsep yang saling berhubungan dan saling
berkaitan yang merupakan bagian dari kategori subosinat objek, peristiwa
atau tindakan. Sebagai contoh, skema makan di rumah makan.
b. Siasat Pengkodean.
Fungsi yang paling penting adalah agar info masih yang sudah dipelajari
bisa diingat terus dan juga dilangsungkan ke situasi-situasi yang akan
dihadapi dibelajar di waktu kemudian.
2. Kondisi Eksternal: (a) konteks yang bermakna, (b) meningkatkan kejelasan
perbedaan antar isyarat, dan (c) pengaruh repetisi (pengulangan).. kondisi
eksternal belajar adalah peristiwa-peristiwa di lingkungan yang mendukung
terjadinya proses belajar di dalam diri si belajar. Karena itu peristiwa kritis
untuk belajar si dalam dari si belajar. Karena itu peristiwa kritis untuk belajar
informasi verbal jelasnya adalah hal-hal yang dapat mengaktifkan dan
mempertahankan proses pengodean, penyimpanan dan .... Memberikan
konteks yang bermakna. Situasi di luar “menggunakan kontak” dengan
pengetahuan tersebut yang sudah ada si dalam memori si belajar tersebut.
Diduga, kondisi eksternal mengaktifkan siasat pemrosesan internal yang
mendukung segi konstruktif dari
KETERAMPILAN MOTORIK
Aktivitas manusia banyak memerlukan gerakan otot. Misalnya
menggapai, menggenggam dan gerakan mata. Gerakan-gerakan ini ada yang
sudah ada sejak lahir dan menetap dan sebagian lagi adalah hasil belajar,
misalnya menggunakan peralatan makanan, mengikat tali sepatu dan
mengucapkan bunyi bahasa, pada dasarnya perbuatan motorik mi berguna
67
sebagai upaya mempertahankan hidup dan untuk selfmanagement (mengelola
diri).
Perbuatan motorik berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa,
sekolah pengembangan keterampilan mi dipelajari misalnya menulis,
bernyanyi, mi disebut dengan keterampilan yang berhubungan dengan
intelektual. Keterampilan motorik dipelajari dan bertambah lebih kompleks.
Keterampilan motorik yang lain, bagaimanapun harus dipelajari sebagai hasil
suatu pendidikan.
1. Keterampilan Motorik
Tindakan motorik berkembang dan hasil berpikir, misalnya
menyelam, menggunakan mesin tik dan mencocokkan jam. Perbuatan motorik
memiliki ketergantungan secara umum atas ketepatan, dan gerakan otot.
Kemampuan dan vitalitas tindakan, ketepatan dan waktu ml merupakan arti
utama dan “belajar keterampilan motorik”. Ada beberapa dimensi pokok yang
membedakan perbuatan motorik, yaitu:
Dimensi perbuatan motorik
Para peneliti dalam bidang keterampilan motorik membedakan 3
dimensi penting dan perbuatan motorik yang merupakan hasil dan
belajar keterampilan motorik, yaitu
1) halus lawan kasar
2) kontinu lawan diskrit
3) terbuka dan tertutup
Untuk point: 1). Perbedaan antara halus dan kasar menunjuk pada
sejumlah jaringan otot tubuh yang dilibatkan dalam perbuatan. Tindakan
motorik kasar adalah seseorang menggunakan otot-otot besar dan sering
melibatkan seluruh tubuh. Misalnya berenang dan bermain tenis. Sebaliknya
keterampilan motorik yang ditunjukkan dalam gerakan pergalangan tangan
dan jari-jari di pertimbangkan sebagai tindakan yang halus, karena
memerlukan presisi yang ekstrem, misalnya mencetak huruf dan menjalankan
mesin tulis.
68
Untuk point: 2). Tugas motorik diskrit adalah khas di mana gerakan-gerakan
khusus dibuat dalam merespons stimulus eksternal. Tugas diskrit adalah
gerakan tangan dan lengan dalam satu arah seperti dalam putaran jam.
Sebaliknya dalam tugas “kontinu” seseorang memerlukan secara individu
membuat penyesuaian dan koreksi yang terus menerus untuk
mengkombinasikan stimuli, beberapa daninya adalah “feed back stimulus
internet” dan otot-otot. Contohnya adalah tes untuk “crew” pesawat yang
disebut “Rotary Pursnit Test’.
Untuk point: 3). Keterampilan putaran tertutup adalah seseorang tergantung
seluruhnya terhadap internal feedback dan otot sebagai pedoman stimuli,
misalnya perbuatan dan gerakan “ratang pursuit test” itu. Beberapa
karakteristik “lingkaran terbuka, yaitu respon yang dipengaruhi terhadap
tingkat stimuli eksternal yang lebih besar atau Iebih kecil. Beberapa jenis
keterampilan “putaran terbuka” diawasi dalam bagian stimuli yang terbentuk
dan rencana intelektual dad feed back jaringan otot. Misalnya keterampilan
main piano, mengetik. Alih-alih kelihatannya masuk akal untuk mengira-ngira
bahwa individu harus memerlukan “pelaksana rutin” atau program motorik.
69
pasti. Perbuatan yang ditujukan oleh seseorang yang baru dan kebanyakan ahli
membedakan corak dalam tindakan presisi, kehalusan, dan waktu yang dapat
diamati. Sebagai tambahan terhadap perubahan yang jelas mi dalam perbuatan
motonik, bagaimanapun ada bukti-bukti lain dan perubahan kualitas
keterampilan secara progressive dikuasai.
3. Perbuatan Motorik
Perbuatan manusia itu jelas, sering digunakan sebagai bukti belajar,
dalam berbagai bentuk. Belajar keterampilan motorik tak dapat diidentifikasi
semata-mata dengan mengamati perbuatan belajar torik yang nyata. mi berarti
bahwa ada kritik yang penting untuk mengomentari, kemampuan apa pelajar
dapat melakukan sebelum belajar. Untuk menduga bahwa keterampilan
motorik telah dipelajari, kita pertama-tama harus melihat apakah pelajar
“menyertai tingkah laku” mengidentifikasi keterampilan motorik yang baru
harus dilakukan dengan pertimbangan aspek-aspek perbuatan motorik yang
baru dan bukan yang sebelum belajar dimulai.
Bila tugas-tugas dengan sengaja didesain untuk memerlukan tindakan
motorik, keterampilan motorik harus dipelajari seminimal mungkin. Pelajar
memerlukan diskriminasi ganda. Pelajar yang diberikan praktek pada belajar
tugas diskriminasi sebelum mereka mencoba belajar tugas dengan alat yang
nyata. Respon motorik untuk belajar diskriminasi mi tugas berisi hanya
menandai posisi dengan pensil atau kertas. Oleh karena itu, bahwa
kemampuan belajar yang besar terhadap alat bukan keterampilan motorik
tetapi keterampilan intelektual yang sederhana yang disebut dengan
diskriminasi ganda.
Kesimpulan yang sama sering diambil dengan menganalisa perbuatan
manusia lebih kompleks. Suatu hal yang penting untuk dibuat, bagaimana
bahwa dalam mengenal keterampilan motorik untuk dipelajari, pertama-tama
harus jelas idenya tentang “tingkah laku yang menyertai”, dan apa yang sudah
dipelajari. Alangkah baiknya untuk tidak berpikir dan dasar berlari sebagai
suatu ‘keterampilan motorik” tetapi sebagai keseluruhan pembuatan yang
melibatkan pelajar dan beberapa komponen keterampilan motorik.
70
4. Prosedur
Apa yang dipelajari bila kapabilitas dan perbuatan suatu prosedur
dipelajari? Suatu prosedur ada dalam keterampilan intelektual, sering suatu
aturan menentukan urutan (urutan aturan) dengan mana aturan yang
dibawahinya juga digabungkan.
Prosedur itu sendiri dilihat pada isi dan suatu uraian peraturan, misalnya
memarkirkan mobil. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
pengemudi untuk memarkirkan mobilnya. Hal yang penting, pelaksanaan
prosedur memerlukan penelitian dan keterampilan motorik yang pasti, yang
ditunjuk pada baris akhir.
Figure 10.3 The procedure of parallel parking, analyzed to show
the major component rules, concepts, and the motor skills on
which it depends
Jelaslah bahwa prosedur memarkir mobil mengandung beberapa
komponen keterampilan, beberapa di antaranya adalah keterampilan
intelektual, sedang yang lain adalah keterampilan motorik.
Keterampilan intelektual contohnya, adalah mengestimasi belakang
mobil, sedang keterampilan motorik adalah keterampilan yang dipelajari, dan
penggunaan yang masuk akal, contoh membelokkan mobil. Kejadian yang
sering terjadi dan keterampilan motorik di dalam kerangka yang lebih besar
dan aktivitas dinamakan prosedur yang mengajukan pada pertanyaan yang
berkenaan dengan belajar. Bila kemampuan-kemampuan prosedur
keterampilan telah dipelajari dengan balik, urutan langkah-langkah dalam
prosedur mungkin dipraktekkan secara terpisah, dengan hasil yang baik, untuk
suatu Iangkah belajar bila segala sesuatu yang cocok secara bersama-sama”
Sebaliknya bila komponen keterampuan motorik dan suatu prosedur
belum secara penuh dipelajari, praktek prosedur tanpa praktek yang simpulkan
dan komponen keterampilan motorik tidak dapat diharapkan untuk
mengombinasikan sangat banyak kepada aktivitas total dari belajar.
Banyak perbuatan praktek motorik melibatkan langkah-langkah tindakan yang
terpisah yang tidak dapat dikenal. Kadang-kadang tindakan langkah-langkah
71
ini disusun secara berurutan (seperti memarkir mobil). Kadang-kadang
langkah individu dipilih sebagai pilihan-pilihan(seperti memilih tombol-
tombol untuk ciri tekan). Setiap tindakan mungkin merupakan perbuatan
motorik dengan nyata dipelajari dengan baik
atau mungkin perbuatan untuk sebuah keterampilan motorik baru yang mesti
dipelajari. Perbuatan total sering disebut sebagai total keterampilan.
Keterampilan total memiliki karakteristik prosedur dan setiap komponen bisa
disebut “bagian-bagian keterampilan’, aspek-aspek prosedur hasil perbuatan
sebut rencana perbuatan atau “executive subroutine’. Bagian-bagian
keterampilan dapat dipelajari dan secara terpisah di praktekkan sebagai
keterampilan motorik yang berfungsi mengintegrasi bagian-bagian itu ke
dalam praktek untuk keterampilan
total adalah penting.
5. Penguasaan Keterampilan
Jalan untuk mempelajari keterampilan motorik tergantung antara satu
dengan yang lain tugas-tugas untuk dipelajari. Dasar dan lamanya prosedur,
tipe dan jenis bagian-bagian keterampilan yang tersusun dan keseluruhan
keterampilan Dalam hal kemudian tambahan periode dan keseluruhan belajar
pada bagian-bagian keterampilan total, atau keduanya akan dibutuhkan.
a. Praktek (latihan)
Sangat jelas bahwa ciri-ciri keterampilan motorik dimantapkan melalu
praktek Hal itu dimaksudkan sebagai prosedur ulangan yaitu.
1.Untuk memantapkan perbuatan.
2. Sebagai feed back.
Ada banyak bukti bahwa untuk memantapkan keterampilan motorik dapat
meningkat dengan latihan-latihan yang kontinu untuk waktu panjang.
6. Feed Back Pada Keterampilan Motorik
Ada dua tipe feed back yang terjadi sebagai hasil dan belajar
motorik, yaitu
1. Digunakan untuk menyempurnakan perbuatan.
2. Efektif dalam berubah gerakan-gerakan otot.
72
3. Memperbesar feed back (augmented feed back) atau memperbaiki
perbuatan selama waktu yang disediakan.
7. Prosedur Menggabungkan Bagian-bagian Keterampilan Menjadi
Keterampilan Utuh
Belajar keterampilan motorik, pada umumnya sering berarti
menggabungkan bagian-bagian keterampilan menjadi unit yang lebih besar
dan menjadi rangkaian tingkah laku.
Ada beragam urutan prosedurnya; kadang-kadang dikaitkan dengan
komponen keterampilan intelektual, kadang-kadang seluruhnya adalah
komponen keterampilan motorik, tetapi kebanyakan menggabungkan
keduanya, Gilbert (1967) menguraikan analisis tentang beberapa prosedur
rangkaian tingkah aku yang beragam dengan menekankan pada
1) Keinginan belajar rangkaian dengan link” akhir dan bekerja terbalik agar
memperhatikan hal-hal baru yang dapat dipelajari.
2) Adalah penting membuat setiap Iink tersendiri agar menguasai tendensi
“Kompetisi” yang terjadi
.
8. Kondisi Belajar Keterampilan Motorik
Tiffs dan Rosner (1967) membedakan 3 fase pokok dalam
belajar keterampilan motorik.
a) Fas awal atau kognitif
Pelajar mencoba memahami tugas dan kebutuhan. Konsekuensi pokok dan
fase n adalah adanya suatu pelaksana yang rutin atau dengan kata lain
‘prosedur”.
b) Menengah atau fase assosiasi
Pada masa ini ada dua jenis perubahan khusus yang terjadi, yaitu
1) Bagian keterampilan yang belum jelas membawa tingkat kehalusan yang
tinggi dan waktu pencapaian kualitas
2) Bagian-bagian keterampilan menjadi tereintegrasi dalam bentuk.
keterampilan penuh dalam persaingan respon (campur tangan)
73
dihapuskan. Jadi bagian-bagian keterampilan dapat dipraktekkan secara
terpisah sebelah keterampilan penuh.
c) Akhir atau fase otonomi
Pada masa ini keterampilan motorik menjadi berkurang, subyek kepada
campur tangan dari aktivitas yang lain secara terus menerus.
6.1. Kondisi Internal
a. Recall of part skills
Keterampilan motorik ditentukan dari bagian-bagian keterampilan, jika
keterampilan motorik yang telah dilaksanakan, bagan kecil tidak dipelajari
lagi.
b. Recall of excusie Routine
Pemisah-pemisah dan keterampilan motorik melibatkan poIa-pola dan
gerakan-gerakan yang berurutan Prosedur akan dihilangkan apabila
keterampilan motorik telah bertambah menjadi habis tepat sesuat dengan apa
yang diharapkan.
8.2.Kondisi eksternal
a) Instruksi verbal
Instruksi verbal digunakan pada awal belajar yang dapat djadkan pemandu
dalam melakukan suatu tindakan.
b) Gambar-gambar
Gambar lebih efektif dan kata-kata Dengan gambar dapat dilukiskan langkah-
langkah untuk prosedur.
c) Demonstrasi
Contoh-contoh juga dapat membantu keberhasilan belajar motorik.
d) Praktek
Praktek sangat diperlukan dalam keterampilan motorik Dengan praktek hasil
akan dapat lebih baik dicapai.
a) Feed back
Feed back perlu untuk meningkatkan perbuatan, feed back dapat juga sebagai
reinforcement untuk perbuatan.
74
9. Implikasinya Terhadap Pendidikan
Untuk tingkat TK dan SD keterampilan motorik lebih menonjol dalam
pendidikan jasmani dan kegiatan olahraga. Dalam menyusun rencana
pengajaran yang perlu diperhatikan adalah menyangkut keterampilan
intelektual dan prosedur dan komponen motorik tersebut Untuk itu diperlukan
rencana motorik atau pelaksanaan secara rutin.
Instruksi verbal dapat diberikan gambar-gambar dan mendemonstrasikan. Hal
itu dimaksudkan untuk bimbingan. Ada 2 fungsi
a) Pelaksanaan secara rutin bisa dipelajari. Juga menginternalisasikan,
sebagai suatu bayangan atau sebagai urutan verbal.
b) Gambar-gambar sebagai isyarat eksternal Stimuli eksternal memainkan
peranan penting dalam belajar keterampilan motorik. Stimuli yang penting
adalah melalui feed back internal. Internal feed back mungkin untuk
mencapai hasil ketepatan, keharusan, dan waktu karakteristik level tinggi
dan perbuatan keterampilan motorik.
Untuk keberhasilan pelajar keterampilan motorik, guru harus memikirkan
penyusunan periode praktek yang sesuai apabila keterampilan motorik akan
dipelajari.
Dengan situasi, maka mereka tidak hanya ‘memcahkan masalah’ tetapi
juga dan ‘mempelajari sesuatu yang baru’.
Sesuatu yang baru yang ia pelajari akan memudahkan seseorang untuk
menyelesaikan suatu masalah yang serupa. Aspek lain dari pembelajaran yang
baru mungkin merupakan cara untuk menyelesaikan masalah secara umum,
dengan kata lain strategi kognitif yang dapat membimbing kebiasaan berpikir
pelajar. Peristiwa yang paling penting adalah kehadiran suatu masalah yang
mungkin dilakukan oleh pernyataan verbal atau metode-metode lain. Pelajar
mungkin akan mendevinisikan masalah, atau membedakan hal-hal yang penting
dari suatu situasi. Langkah ketiga mungkin pelajar akan membentuk suatu
hipotesa yang mungkin dapat di aplikasikan sebagai solusi. Akhirnya rangkaian
hipotesis terus di coba sampai pelajar menemukan satu yang dapat meraih solusi.
75
Pemecahan masalah mengacu pada penemuan solusi pada suatu problem
atau masalah. Pemecahan masalah bergantung pada aturan-aturan yang telah di
pelajari sebelumnya. Dia juga bergantung pada jenis kemampuan intelektual yang
terbentuk proses berpikir seseorang: strategi kognitif
76
Pada pembelajaran ini di bentuk dengan masalah tertentu (Katona,
1949) Dan hasilnya di peroleh:
1. Metode yang efektif dalam menimbulkan hasrat kemampuan yang di
tunjukan pelajar bagaimana memecahkan beberapa masalah yaitu dengan
cara menggerakkan pasangan tersebut sampai pelajar dapat menemukan
gerakan yang tepat.
2. Dengan mempeertimbangakan efektifitasyang lebih besar adalah metode
dimana pelajar diminta dalam proposisi verbal. (Dua proposisi yang
berbeda yang digunakan adalah “aritmatik”, yang menyatakan pasangan
dengan fungsi ganda harus di ubah untuk menjadi fungsi tunggal; yang
lain disebut’Struktural”, Yang meminta pelajar untuk membentuk dengan
cara menciptakan lubang dan mengurangi bentuk. Kedua hal tersebut
sama-sama efektif
3. Cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah adalah membuat
langkah untuk menggambarkan perubahan yang akan di bawa dengan
aturan, tanpa menyatakan aturan secara verbal.
Intruksi verbal yang digunakan pada situasi ini memenuhi sejumlah
fungsi yang berbeda. Secara singkat adalah sebagai berikut ini :
1. Mereka menginformasikan pelajar tentang sifat-sifat pada tampilan yang
diharapkan. Dengan kata lain, mereka mendefinisikan tujuan pelajar dua
pendulum yang dapat member tanda pada lantai.
2. Mereka secara hati-hati terbiasa untuk membawa pengetahuan pada aturan
yang lebih khusus.
3. Mereka menggunakan dua channel atau petunjuk pada pemikiran pelajar.
Mereka melakukan ini dengan cara menekankkan apa yang bukan
merupakan arah yang bagus untuk pemikiran.
Semua ini datang dari dalam pelajar dalam bentuk ingatan aturan yang
dapat diterapkan pada masalah.- mereka juga berasal dari situasi eksternal
dalam bentuk langkah verbal yang digunakan untuk membimbing pemikiran
pada “arah” yang tepat.
77
B. SOAL KALIMAT PADA ARITMATIKA
Beberapa masalah yang terkenal pada generasi anak-anak dan dewasa
adalah soal kalimat dalam atirmatika. Dalam waktu yang sama, hal ini
merupakan jenis masalah yang secara jelas menggambarkan tentang
bagaimana mengaplikasikan dan beberapa kondisi yang membantu aplikasi
mereka secara benar.
Apalikasi pada tambahan dasar dan pengurangan fakta-fakta, Riley,
Greeno, dan Heller (1983) telah mengidentifikasikan tiga jenis soal kalimat
yaitu: “perubahan”, “penggabungan”, dan perbandingan”. (dan juga jenis-jenis
subordinate)
Kesulitan pada jenis-jenis soal ini berbeda-beda tergantung tingkat
sekolahnya. Jenis pengetahuan dan ketrampilan apakah yang harus dimiliki
siswa agar dapat memecahkan soal-soal kalimat? Penemuan menjelaskan
bahwa beberapa kemampuan kecerdasan sangat diperlukan dalam tugas-tugas.
Sebagai contoh seorang anak harus tahu mengenai ketrampilan seperti 1)
mengidentifikasi sejumlah obyek dalam jumlah tertentu, seperti sejumlah 8
obyek yang dimiliki
John. 2) menambah beberapa jumlah obyek yang telah ada, 3) mengubah jumlah
angka pada sebuah obyek 4) menghitung semua jumlah objek. Sebagai tambahan
ada beberapa keterampilan yang harus dikuasai seperti: 1) mencocokkan sejumlah
obyek dengan beberapa obyek yang berbeda. 2) memisahkan sejumlah obyek dari
selnya 3) mengidentifikasi dan menghitung sisa.
Masih ada jenis komponen lain dari pengetahuan, dan masih sangat
penting jika pemecahan masalah yang sukses dari soal kalimat telah dikerjakan.
78
atau elemen yang mempunyai arti hubungan dalam informasi verbal yang
berkaitan dengan masalah.
1) Schemata: informasi masalah yang terorganisir.
pentingnya informasi verbal yang memberikan pemahaman tentang
masalah telah diungkapkan berkali-kali. Jenis schamata yang dapat membantu
pelajar untuk menghubungkan komponen masalah dalam sikap yang berarti
menjadi konsep yang yang lebih umum muncul dalam bentuk pengetahuan yang
penting dalam solusi suatu masalah di berbagai jenis. (Greeno, 1978a). Tugas
lingkungan yang merupakan perwakilan dari masalah itu sendiri, harus
dimunculkan seperti yang Simon (1978) katakan sebagai “bagian masalah;
perwakilan diri pelajaran terhadap masalah. Penelitian tentang pemecahan
masalah fisika oleh para ahli dan pelajar (Larkin,dkk, 1980) menunjukkan secara
jelas bahwa para ahli dapat membawa sejumlah pengetahuan yang besar dan
komplek dalam pemecahan masalah. Sebaliknya, pelajar cenderung pada konsep
yang sempit dan solusi tidak tercapai secara jelas perbedaan antara ahli dan
pelajar tidaklah bergantung pada kualitas alasan mereka pada pameran; pelajaran
fisika berfikir dalam lingkup pengetahuannya terus menerus. Keuntungan ahli
fisika terletak pada schemata yang kaya yang berhubungan masalah dan
interpretasinya.
2) Strategi Kognitif.
Beberapa peneliti tentang pemecahan masalah manusia menemukan bukti-
bukti bahwa strategi kognitif mungkin lebih umum pada penerapannya dari pada
strategi tugas-tugas khusus yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Sejumlah saran tentang jenis umum mengenai strategi kognitif telah dibuat,
Contohnya (1) menganalisis pernyataan pada masalah dan membandingkan
dengan tujuan disebut “mansend analysis” (analisis metode akhir); (2)
pembentukan tugas ke dalam sub-tugas,disebut “sub-goal decomposition’ dan (3)
pemecahan dengan :workin backward” (bekerja ke depan) dari tujuan.
79
D. TIPE ATAU BENTUK PEMECAHAN MASALAH
Penelitian pendidikan mengenai pemecahan masalah tetap menundukkan
berbagai macam pentingnya tiga jenis kemampuan pelajar dalam menyelesaikan
masalah:
1. Kemampuan intelektual, aturan, prinsip, dan konsep yang harus diketahui agar
suatu masalah dapat dipecahkan.
2. Informasi verbal yang terorganisasi dalam bentuk schemata yang dapat
memberikan kemungkinan pemahaman akan masalah dan penyelesaiannya pada
solusi yang memadai.
3. Strategi kognitif yang dapat membantu pelajar untuk menyeleksi informasi
yang tepat dan kemampuan dan untuk memutuskan kapan dan bagaimana
menerapkannya untuk memecahkan masalah.
Diantara ide-ide mengenai bagaimana pemecahan masalah terjadi adalah
sebagai berikut:
1. Pergantian besar. Seseorang yang memecahkan masalah mempunyai
sejumlah prosedur khusus yang tinggi dan besar. Hal ini merupakan
kemampuan intelektual dan tugas spesifik strategi kognitif, dan jumlah
mereka sangat banyak. Pemecah masalah juga mempunyai
“netdiskriminasi” yang digunakan untuk mencapai akses pada prosedur
ini.
2. Memory besar. Seorang pemecah masalah memiliki data-data fakta yang
banyak, yaitu informasi verbal dalam bentuk schemata. Sel informasi ini
membantu pecah masalah mengakses dengan cepat tentang ide-ide yang
sebagian berhubungan dengan masalah yang sedang d hadapi.
3. Metode lemah. Hal ini merupakan salah satu jenis strategi kognitif yang
membawa kemampuan umum. Contoh-contoh strategi kognitif seperti
metode akhir analisa, hill climbing, sub goal decomposition, dan hipotesa
dan mencocokkan. Newell menyebutnya lemah, karena meskipun secara
umum diterapkan, mereka tidak memiliki kekuatan yang banyak.
80
4. Pemetaan. Pemecah masalah memetakan situasi masalah ke dalam sesuatu
yang dikenal. Situasi ini contohnya diubah ke dalam bentuk simbolik yang
mana analogi atau perbandingan digunakan.
5. Perencanaan. Pemecah masalah pertama kalinya membentuk rencana
dalam bentuk abstrak tetapi dalam konsep yang sederhana, kemudian
menggunakan rencana sebagai petunjuk dalam memecahkan suatu
masalah. Dengan menggunakan sesuatu yang sederhana situasi yang
serupa, pemecah masalah dapat menemukan solusi dengan metode yang
relatif simpel.
Dalam perhitungan proses pemecahan masalah, kita melihat kembali
penekanan yang berbeda yang diberikan pada kemampuan intelektual, strategi
kognitif, dan pada informasi verbal yang terorganisir. Mungkin masalah
terpecahkan karena pemecah masalah dapat “mengganti: antara sejumlah
besar kemampuan intelektual yang khusus.
81
elemen yang ada pada skema, keseluruhan pengetahuan yang ada dalam skema
menjadi siap diakses oleh memory pelajar.
2) Kondisi dalam situasi pembelajaran
Kondisi eksternal yang mendukung proses dalam pemecahan masalah
sering terdiri dari instruksi verbal. Salah satu fungsi dari instruksi itu adalah
menimbulkan pernyataan yang dapat menstimulasi munculnya aturan yang
relevan. Aturan-aturan ini akan dapat dengan mudah diakses ketika pelajar
memasuki situasi masalah.
Instruksi verbal yang secara eksternal diproduksi mungkin digunakan
untuk membimbing pemikiran ke arah yang khusus,(salah satu contoh
membimbing mungkin dihasilkan oleh pelajar sendiri dalam instruksi pribadi).
Petunjuk-petunjuk itu mungkin berbeda dalam jumlah atau kelengkapan. Secara
umum petunjuk pemikiran memberitahu pelajar akan tujuan suatu aktivitas,
bentuk umum dari solusi; sejumlah petunjuk muncul untuk diperoleh jika
pembelajaran terjadi. Jumlah yang lebih besar mempunyai efek dalam membatasi
hipotesa yang diambil untuk memperoleh solusi.
82
yang dilakukan oleh Worthen (1968) membandingkan metode instruksional yang
menekankan pada penemuan dengan penekanan pada presentasi ekspositorik pada
enam belas kelas pada tingkat lima dan enam yang sedang mempelajari konsep
matematika lebih dari enam Minggu periode. Penelitian ini menemukan metode
ekspositori menghasilkan penggunaan aturan yang superior ketika diukur secara
langsung mengikuti masa pembelajaran. Pemuculan aturan yang lebih besar yang
dipenuhi. Metode yang kedua merupakan hasil praktek yang lebih penting, hal ini
muncul semangat penemuan dibawahi kondisi dimana pemecahan masalah tepat
bagi tujuan instruksi dan menjadi nilai besar bagi teknik mengajar.
83
dalam bab ini bahwa ada sumber utama pada kemampuan manusia yang dapat
berperan dalam pemecahan masalah. Pertama ada kemampuan intelektual, konsep
dan aturan, yang membentuk struktur dasar kemampuan intelektual manusia.
Aturan-aturan yang sebelumnya telah dipelajari dicari dalam memori, diolah dan
dibawah untuk digunakan dalam memecahkan masalah. Aktivitas pemecahan
masalah menghasilkan pembelajaran baru dan yang lebih kompleks “perintah
yang lebih tinggi akan disimpan dalam memori untuk penerapan di masa datang”.
Kebanyakan dari aktivitas dalam memecahkan masalah secara internal dibimbing
dan “dipelajari melalui penemuan” adalah bentuk sikap atau kebiasaan manusia.
Tugas guru adalah satu dari temuan dan perencanaan yang tepat tantang situasi
pemecahan masalah. Masalah atau soal bagi siswa sangat efektif bagi siswa jika
1) Pada situasi yang tidak serupa 2) dalam batas kemampuan siswa, yaitu
kemampuan belajar dan pengetahuan yang terdahulu.
Program pendidikan biasanya disusun untuk mengajar tiga jenis
kemampuan ini: kemampuan intelektual, informasi verbal, dan strategi kognitif.
Ketidakpastian yang melanjutkan tentang kepentingan relatif pada hasil-hasil
pembelajaran untuk pemecahan masalah akan muncul untuk menentang
kurikulum yang seimbang dan isi perintah yang bermacam-macam. Ini akan tidak
bijaksana bagi sekolah atau program pendidikan lainnya yang menekankan
pembelajaran pada salah satu dari ketiga jenis keterampilan ini. Praktek dalam
memecahkan masalah akan sangat membantu dalam membentuk manusia pemikir
yang hebat. Latihan yang paling baik adalah mengajak pelajar untuk membawa
ketiga kemampuan itu muncul bersamaan dalam menyelesaikan masalah.
84
BAB IV
SIKAP
Hasil dari belajar juga berupa terbentuknya keadaan internal yang
mempengaruhi pilihan individu akan tindakan pribadi. Hasil belajar ini disebut
sikap. Hubungan sikap dengan tingkah laku individu agak kurang langsung
daripada halnya pada kapabilitas-kapabilitas lain seperti keterampilan intelek atau
keterampilan motorik. Sikap tidak menentukan tingkah laku tertentu, sikap
menentukan lebih atau kurang kemungkinan terjadinya tindakan tertentu, karena
alasan itu sikap sering dilukiskan sebagai “kecenderungan merespons”.
Hubungan tidak langsung (atau kompleks) antara sikap dan tindakan
manusia itu berarti bahwa sulit menentukan bagaimana sikap itu diperoleh dan
dimodifikasi. Dengan kata lain, tidaklah mudah kita merasa pasti apakah yang
diukur itu perubahan sikap sebagai hasil belajar ataukah dipengaruhi oleh sebab
lain. Di samping itu, rupanya kondisi belajar memperoleh sikap itu lebih rumit
ketimbang kondisi untuk keadaan internal hasil belajar yang lain. Sekalipun
demikian, hanya ada sedikit keraguan, sebagaimana disarankan dalam definisi All
port, bahwa sikap itu terbentuk dan “tersusun”melalui belajar.
Kebanyakan sikap yang kita pelajari (peroleh) secara kebetulan daripada
sebagai hasil dari pengajaran yang terencana sebelumnya. Kondisi yang
membentuk dan mengubah sikap selalu ada di sekeliling individu, di dalam
hidupnya,sejak lahir. Sebagai contoh, seseorang memperoleh sikap terhadap oran
tua, saudara, anak-anak yang lain, dan orang-orang yang sudah dewasa.
Pengalaman anak dapat menimbulkan sikap terhadap binatang seperti kucing,
anjing, ular, laba-laba dan serangga. Beberapa dari sikap-sikap yang diperoleh
pada usia awal sangat kuat dan tidak gampang diubah. Biasanya sebagai hasil dari
kehidupan keluarga, anak kecil juga memperoleh sikap yang berkaitan dengan
pemilihan bersama, menempati janji, menolong orang dan berkata jujur.
Dari hasil pergaulannya dengan teman-teman, anak bisa juga memperoleh
sikap kerja sama, persaingan, kompromi, dan “berlaku adil”,maupun suka
berkelahi dan balas dendam.
85
Meskipun banyak sekali sikap itu diperoleh di rumah, di gereja/masjid,
dan lingkungan tetangga, ada penghargaan besar bahwa beberapa sikap akan
lingkungan di perkokoh di sekolah sebagai hasil dari perencanaan yang seksama
(Gagne, 1984), memang sekolah selalu dipandang sebagai tempat yang cocok
untuk membentuk sikap. Kalaupun diwaktu-waktu belakang ini ada perubahan
pandangan, perubahan itu mengenai jenis apa yang dianggap patut atau tidak patut
sebagai tujuan kurikulum. Dulu “pujaan terhadap Tuhan” dipandang merupakan
tujuan itu tidak lagi dianggap cocok oleh beberapa kalangan untuk kurikulum
sekolah umum. Dulu pendidikan “budi pekerti” (sikap sopan santun) dipandang
menjadi tanggung jawab utama keluarga; dewasa ini untuk pembentukan sikap
semacam itu jauh lebih banyak digantungkan pada pendidikan di sekolah.
Tujuan belajar sikap yang direncanakan, apapun sifat merupakan
komponen yang pasti dari program pendidikan untuk anak dan orang dewasa.
Kurikulum dikatakan mengandung ranah afektif (Krathwool, Bloom, dan Masia,
1964); istilah ini menekankan adanya “nada perasaan” keadaan internal hasil
belajar itu. Jenis sikap apa yang harus dibentuk kadangkala menjadi bahan
pertentangan pendapat antara sekolah dan masyarakat atau bahkan di dalam
masyarakat itu sendiri. Sementara itu, banyak sikap yang patut untuk belajar di
sekolah hampir tidak menimbulkan pertentangan pendapat. Berikut ini sebagai
contoh, sanarai sikap seperti itu, banyak di antarannya disarankan oleh
Klausmeier (1975 : 375)
Hormat akan individualitas orang lain,
Menerima tanggung jawab bagi perbuatan yang dilakukan sendiri
Menyukai secara positif terhadap teman sekelas
Sikap positif terhadap guru
Kegairahan kerja
Ketepatan waktu mengerjakan tugas pelajaran
Menjaga barang milik sendiri
Bekerja sama dengan orang lain
Sopan santun terhadap orang lain
Hati-hati mematuhi peraturan keselamatan
86
Meski ada perbedaan pendapat tentang sikap mana yang dapat dibenarkan
dan mana yang diprioritaskan utama untuk diambil sebagai tujuan kurikulum,
tampaknya para pendidik ada kesepakatatan kuat tentang pentingnya sikap dalam
berbagai jenis program pendidikan. Mereka umumnya mengakui bahwa sikap
yang bersifat sosial, seperti mengenai tindakan kekerasan atau penggunaan obat
terlarang, memainkan peranan penting dalam menjalankan masyarakat kita
modern dan mempengaruhi mutu kehidupan semua orang di dalam masyarakat
tersebut. Jika sikap-sikap yang dikehendaki dapat dikenali, disepakati oleh
masyarakat, dan diajarkan sebagai bagian dari program pendidikan, maka dapat
diduga akan dapat dicapai mutu kehidupan yang lebih baik. Rintangan besar di
dalam rencana seperti itu adalah tujuan yang sukar, yaitu “kesepakatan
masyarakat”.
A. Hakekat Sikap
Ada banyak perbedaan pendapat mengenai hakikat sikap. Kita tidak dapat
memecahkan perbedaan tersebut menurut berbagai pandangan yang ada dan hanya
dapat memberikannya secara umum. Suatu definisi yang sudah lama tapi berguna
adalah dari All Port (1935:810): “sikap ialah keadaan kesiapan mental dan syaraf,
tersusun melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh untuk mengarahkan
respons seseorang terhadap semua obyek dan situasi respons di mana ia
berhubungan”.
1. Tiga segi sikap
Sikap umumnya di sepakati mengandung tiga segi yang dapat diselidiki
secara terpisah atau bersama-sama (Triandis, 1971). Ciri-ciri itu adalah (I) segi
kognitif, mengenai gagasan atau profesi yang menyatakan hubungan antar situasi
dan objek sikap.(Seperti dalam “mobil menggunakan terlalu banyak bengsin”); (2)
segi aktefif, mengenai emosi atau perasaan yang menghargai gagasan, dan (3) segi
perilaku, mengenai pra-disposisi atau kesiapan untuk bertindak (seperti tindakan
memberi sebuah mobil yang mempunyai perbandingan kilo-per-liter yang tinggi).
Secara umum, segi-segi tersebut di pandang mencirikasn keadaan internal
yang adalah sikap sebagai hasil belajar. Dengan kata lain, keadaan tersebut
87
masing-masing mempunyai komponen efektif, atau emosional; dan komponen
kognitif; dan komponen “kecendeerungan bertindak”, atau perilaku (Rosenberg
dan Hovlan, 1960). Perbedaan yang ada di antara teori tentang sikap berkenaan
dengan persamaan tentang komponen mana dari antara komponen-komponen itu
yang primer atau mana yang merupakan penyebab lainnya. Banyak teoritikus
berpendapat bahwa ketimpangan dalam “kepercayaan” (komponen kognotif)
menghasilkan perubahan sikap (misalnya, Fistingeer, 1975). Pakar-pakar teori
yang lain menekankan belajar respon emosional (afektif) terhadap obyek stimulus
(Staats dan Staats, 1958). Paham ketiga berpendirian bahwa sikap itu timbul dari
persepsi seseorang sendiri atas tingkah lakunya (Bem, 1970). Sebenarnya ada
bukti yang mendukung pandangan-pandangan itu masing-masing, dan sulit kita
memilih satu diantaranya.
2. Komponen Kognitif
Penjelasan teoritis mengenai asas kognotif sikap menganut premis dasar
tentang “kebutuhan akan keajekan”, “need for consistency”. Diasumsikan bahwa
orang-orang sebagai individu selalu berusaha untuk ajek dalam pikiran,
kepercayaan dan perilakunya. Berbagai jenis toeri termasuk teori-teori yang
memberi tekanan pada “keseimbangan”. (Heider, 1958), “simetri” (Newcomb,
1961, dan Cilings, serta miller (1969). Gagasan pokoknya adalah apabila
menghadapi ketidak ajekan atau disonasi di antara kepercayaan-kepercayaan yang
ada, individu berusaha mencapai keadaan ajek dan dalam proses itu ia mengalami
perubahan di dalam sikapnya.
Dalam studi Kelman, (1953), yang hasilnya dapat ditafsirkan sejalan
dengan asas tersebut diatas, anak-anak diberi hadiah setelah menulis karangan
yang menyatakan setuju dengan satu jenis buku komik tertentu, yang sebenarnya
tidak mereka sukai. Setelah karangan selesai di tulis dan hadiah di terima,
ditemukan bahwa buku-buku yang telah diuji mereka adalah sesuatu yang
sebenarnya, karena anak-anak itu mengalami disonasi (ketidak ajekan) pada
waktu mereka menguji buku-buku komik yang semula tidak disukainya. Ada
beberapa cara mencapai keajekan yang dapat dipikirkan misalnya pengaturan
pemberian hadiah eksternal yang benar, atau persetujuan dari guru. Dalam studi
88
itu pembenaran untuk menulis karangan yang faforble itu tidak diperoleh anak-
anak itu. Sebagai akibatnya, keajekan itu di capai oleh adanya perubahan dalam
sikap yang menyetujui buku komik yang mereka puji di dalam karangan-
karangan mereka.
3. Komponen Afektif
89
4. Komponen Tingkah Laku
Sikap didefinisikan sebagai disposisi atau kesiapan untuk melakukan
tindakan tertentu. Apa hubungan antara sikap dan tingkah laku nyata dari individu
yang memiliki sikap itu? Studi klasik yang mengenai pertanyaan itu dilakukan
oleh Lapiere (1934). Ia bepergian dengan sepasang orang Tionghoa ke seluruh
Amerika, berhenti di 66 hotel dan motel, makan di 184 rumah makan. Selama
perjalanan itu hanya sekali mereka ditolak, tidak diberi layanan. Enam bulan
kemudian dikirimkan surat di hotel-hotel dan rumah-rumah makan yang pernah
dikunjungi dan surat yang sama dikirim ke kelompok “control” yang serupa tetapi
tidak pernah dikunjungi. Surat-surat jawaban yang diterima 92 % menyatakan
bahwa mereka tidak mau memberikan pelayanan kepada tamu orang Tionghoa.
Dengan demikian hasil itu menunjukkan adanya perbedaaan yang nyata antara
sikap yang dinyatakan dalam surat jawaban dan tingkah laku nyata yang
dipertunjukkan. Banyak penelitian yang telah dilakukan menggam-barkan
kecenderungan dasar sama : tiadanya hubungan yang kuat antara sikap
sebagaimana dilaporkan melalui jawaban atas pertanyaan dan tingkah laku yang
sebenarnya (Triandis, 1971) Ada beberapa kemungkinan alasan bagi temuan itu.
Pertama adalah dengan tingkah laku, hubungan semacam itu hendaknya memang
jangan diharapkan. Situasi membalas surat tadi dari teman orang Tionghoa
mengandung banyak unsur yang berbeda dengan situasi berhadapan langsung
dengan sepasang orang Tionghoa yang mencari penginapan. Dua situasi itu
mengandung ambang respon yang sangat berbeda, sebagaimana Cambell (1963)
menyebutnya. Cara Lain mengatakan hal itu adalah bahwa tingkah laku sosial
sebagian besar ditentukan berdasarkan situasi, dan sikap hanya memainkan
peranan terbatas saja dalam mengatur hasil tingkah laku. Alasan kedua bagi
adanya tingkah hubungan yang kecil saja antara sikap yang diukur dan perilaku
berasal dari cara yang digunakan untuk menilai sikap dan menyangkut validitas
ukuran semacam itu. Sangat sering, sikap diukur dengan meminta orang merespon
terhadap pernyataan verbal yang terdapat pada skala yang menunjukkan dimensi
suka tidak suka atau setuju tidak setuju. Namun pernyataan itu sendiri mungkin
90
mengacu ke tingkah laku orang lain dari pada ke tingkah laku individu yang
sikapnya sedang diukur. Sebagai contoh, bukan tidak bisa dijumpai pernyataan
seperti berikut ini pada kuesioner yang menilai sikap terhadap agama.
Orang yang pergi ke gereja kemungkinannya mempunyai akhlak yang baik.
Setuju-------------------------………..------------------- Tidak setuju
Aliran-aliran paham gereja yang saling bertentangan menjadikan agama
membingungkan bagi orang kebanyakan.
Setuju-------------------------………..------------------- Tidak setuju
Pernyataan seperti itu, lazim digunakan untuk menilai sikap “Skor” sikap
diperoleh dengan jalan menjumlahkan biji-biji respon yang menunjukkan tingkat
kesesuaian dengan setiap pernyataan. Jelas bahwa ukuran seperti itu memang
benar bersifat tidak langsung sejauh mengenai pilihan tindakan individu sendiri.
Skor yang didasarkan instrumen semacam itu dapat memberitahukan kita
pendapat seseorang tentang tingkah laku orang lain, tetapi tidak tentang tingkah
lakunya sendiri. Maka, sebagian alasan bagi kurangnya kesesuaian yang terdapat
antara ukuran sikap dan tingkah laku mungkin sekali adalah kurangnya validitas
ukuran sikap itu.
Sebagai langkah pertama untuk mencapai validitas dalam pengukuran
sikap, dilakukan usaha-usaha untuk memastikan bahwa pernyataan tertulis yang
digunakan untuk menilai menyebutkan pilihan tindakan pribadi. Butir-butir
semacam ini mula-mula digunakan oleh Bogardus (1925) untuk menilai sikap
terhadap orang-orang dari berbagai bangsa dan menghasilkan ukuran yang disebut
“jarak sosial”. Pernyataan-pernyataan yang digunakan menanyakan orang untuk
mengajukan, berkenaan dengan berbagai bangsa apakah ia sekiranya akan (1)
kawin dengan anggota kelompok itu, (2) mempunyai kelompok itu sebagai teman
akrabnya, (3) pekerja pada kantor sebagai anggota kelompok itu, (4) mempunyai
orang dalam anggota dalam anggota kelompok itu sebagai teman berbicara, (5)
mengeluarkan anggota itu dari bangsa.
Pengembangan skala jarak sosial lebih jauh dikerjakan oleh Triandis dan
Triandis (1960), dan menghasilkan pengembangan “the Behavioral Differentia
”(Triandis 1964) yang mengukur “niat perilaku” orang-orang terhadap atau
91
kategori orang. Cara ini menggunakan butir-butir yang pertama memberikan
deskripsi orang yang akan dipertimbangkan (objek orang). Kemudian ada
serangkaian skala yang memberikan pilihan tindakan pribadi, masing-masing
harus dicek kemungkinan pemilihannya.
Sebagai contoh :
Seorang pendeta berkulit hitam berusia 50 tahun
Akan ---------------------------- Tidak akan
Mematuhi orang lain
Tidak akan -------------------------- akan
Minta nasihat orang lain
Akan ---------------------------- Tidak akan
Mengundang makan orang lain
Dengan menggunakan cara tersebut, penelitian-penelitian mengenai sikap
terhadap orang Lain dari berbagai bangsa telah dilakukan hasil-hasilnya
menunjukkan adanya dimensi-dimensi sikap tertentu yang dinamakan
penghormatan, perkawinan, persahabatan, jarak sosial, dan superordinasi. Tetapi
barangkali hal yang paling penting dari penelitian ini adalah adanya kemungkinan
untuk melakukan pengukuran yang lebih kurang langsung atas niat perilaku.
Dengan kata lain, metode itu memberikan validitas isi bagi pengukuran pilihan
tindakan pribadi. Jenis pengukuran yang sama bisa tampak kesukaran diterapkan
pada “objek” selain orang dari berbagai bangsa misanya :
Sikap terhadap ilmu kimia sebagai mata kuliah di perguruan tinggi bisa
dinilai sejumlah butir soal, termasuk :
Akan ---------------------------- Tidak akan
Memilih mata kuliah mayor
Tidak akan ------------------- akan
Membatalkan kuliah jika boleh tanpa hukuman
5. Lingkup Sikap
Sebagaimana sudah kita lihat, objek sikap itu mungkin berupa kelas orang
(seperti orang Asia), atau peristiwa (seperti parade) ataupun objek fisik (misalnya
92
jejak mobil). Kelas objek semacam ini bisa luas dan inklusif atau cukup sempit
sehingga hanya berisi satu anggota saja. Apakah adanya keragaman di dalam
lingkup sikap ini memberikan kepada kita petunjuk bagaimana membatasinya ?
Dan jika tidak, adakah cara mengkonseptualisasikan seberapa luas atau sempit
identitas sikap itu.
Konsep dan sejumlah tertentu informal yang berkaitan. Konsep Pertama, adalah
jenis bahwa si belajar harus memiliki konsep tentang kelas objek, peristiwa, atau
orang terhadapnya sikap yang baru tentang kelas objek, peristiwa atau orang
terhadapnya sikap yang baru (atau yang baru diubah) akan ditujukan. Informasi
Informal yang lengkap juga merupakan prasyarat yang penting untuk
belajar sikap. Khususnya. Informasi semacam itu kemungkinannya berkenaan
dengan situasi di mana pilihan tindakan kemungkinan akan diambil.
6. Kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi yang ada di luar diri siswa yang menunjang bagi
pembentukan sikap bisa berbentuk macam-macam, bergantung pada model
pengubahan sikap yang disukai. Demikian, adalah mungkin menggunakan teknik
kondisioning klasik untuk maksud mengubah sikap, tetapi metode itu hampir
tidak bisa diterapkan pada sikap yang begitu luas yang menjadi perhatian sekolah
atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kontingensi penguatan untuk banyak
ragam sikap di pihak siswa. Tetapi kemungkinannya besar bahwa cara
menggunakan model orang adalah rancangan yang paling umum dapat diterapkan
dan yang paling ampuh bagi belajar sikap. Pengalaman terhadap pilihan yang
dilakukan model :
1. Terbentuk daya tarik dan kredibilitas model.
2. Ingatan kembali si belajar akan objek sikap dan situasi berlakunya
objek sikap itu diransang.
3. Model memperagakan atau mengkomunikasikan pilihan tindakan
pribadi yang inginkan.
4. Peragaan atau komunikasi yang menunjukkan diberikannya penguatan
kepada model.
93
7. Implikasi dalam pendidikan
Belajar dan pengubahan sikap, yang disebut beberapa kalangan sebagai
ranah afektif tujuan, memang sangat penting bagi hampir semua jenis program
pendidikan. Adalah hal yang umum bahwa para siswa dikehendaki agar
mempunyai sikap yang positif terhadap semua mata pelajaran yang dipelajarinya
dan lebih luas lagi terhadap semua mata pelajaran yang dipelajarinya dan lebih
luas lagi terhadap kegiatan belajar umumnya. Program-program pelatihan praktis
memasukkan ke dalamnya tujuan-tujuan yang mengandung sikap
Terhadap kerja, terhadap standar tampilan kerja, dan terhadap peraturan
keselamatan kerja. Program-program sekolah diharapkan menghasilkan sikap-
sikap yang berguna bagi kehidupan sosial pada para siswa, seperti memperdulikan
orang lain, gotong royong, dan tenggang rasa terhadapa adanya perbedaan budaya
dan suku bangsa. Disamping itu, banyak program sekolah mementingkan sikap
mengajar yang menunjang pelestarian lingkungan obat berbahaya, dan
melaksanakan tanggung jawab kewarganegaraan.
Meskipun berbagai jenis pendidikan sikap dilembagakan secara saksama,
orang-orang memperoleh sejumlah besar sikap hasil dari pengalamannya di dalam
lingkungan sosial dan alam yang lebih besar. Pengaruh keluarga teristimewa
penting dalam membentuk sikap yang berpengaruh pada kelakuan pribadi dan
tingkah laku antar pribadi maupun kecermatan bahasa dan pikiran. Geraja, serikat
buruh, perkumpulan sosial, kelompok teman sebaya, dan organisasi-organisasi
serta kelompok-kelompok sosial tempat individu menunjukkan kesetiaannya sama
kuat pengaruhnya menentukan sikap. Selanjutnya, berbagai media tempat individu
mencari informasi atau hiburan juga sering merupakan sumber kuat perubahan
sikap
Sikap mempunyai baik komponen kognitif maupun afektif. Maksudnya,
sikap itu ditengahi, sebagian, oleh proposisi yang menggabungkan kategori
“objek” (peristiwa, orang, atau barang) tertujunya sikap tersebut. Biasanya, sikap
juga ditangani, sebagian oleh perasaan yang memberinya sifat “afektif”. Ciri-ciri
tersebut, betapapun kemungkinannya penting untuk memahami hakekat sikap
94
yang esensial, memberikan petunjuk sedikit saja mengenai fungsi sikap. Sifat
sikap yang disebut terakhir inilah yang sangat penting bagi program pendidikan.
Jika sikap hendak ditanamkan atau diubah, ia harus dikenali sebagai hasil belajar
dan sebagai tujuan pembelajaran. Untuk itu, definisi sikap yang berguna ialah
keadaan internal hasil belajar yang mempengaruhi pilihan tindakan pribadi atas
kategori-kategori orang, objek, atau peristiwa. Tujuan umum pembelajaran di
dalam ranah ini membentuk atau memperkokoh keadaan internal tertentu yang
menjalankan fungsi itu.
Meskipun sikap itu hias dibentuk dan diubah dengan beberapa cara, asas
kontingensi penguatan biasanya diakui meyakinkan bagian penting dalam belajar
sikap. Bagaimanapun cara suatu sikap itu mula-mula diperkenalkan atau
dikomunikasikan, pembentukannya (sebagaimana halnya dengan jenis-jenis
tingkah laku lainnya) bergantung pada terjadinya penguatan untuk menyelesaikan
tindak belajar itu. Adalah benar juga bahwa orang itu menyukai apa yang mampu
dilakukannya dengan baik. Jenis tindakan pribadi yang membawa keberhasilan
kemungkinan besar adalah jenis tindakan yang terhadapnya seseorang
menampilkan sikap positif. Dalam banyak situasi pendidikan, suatu sikap positif
yang diinginkan kemungkinan besar tercapai dengan cara membuat siswa
berpeluang mencapai sukses.
Suatu metode yang paling handal bagi membentuk sikap adalah dengan
seperangkat kondisi belajar yang mengandung permodelan manusia. Secara
singkat, metode itu mencakup demonstrasi atau komunikasi pilihan tindakan
pribadi yang diinginkan (sikap) oleh orang yang dihormati atau dikagumi. Orang
semacam itu bisa orang tua, guru, tokoh yang menonjol atau popular, atau setiap
orang yang dapat membangkitkan kepercayaan dan sifat dapat dipercaya (Gagne,
1973). Model itu menyajikan “pesan” secara pribadi atau melalui suatu medium
seperti televise atau halaman tertulis; model itu tidak harus “riil” sebagaimana
dilukiskan dengan contoh seorang pahlawan fiktif. Kemudian si belajar melihat
bahwa model itu mendapat penguatan, atau memperoleh ganjaran, karena pilihan
tindakan yang dibuatnya, suatu peristiwa yang disebut “penguatan pengganti”, “
various reinforcement”.
95
Keampuhan penggunaan model orang untuk mengubah sikap berlawanan
secara nyata dengan ketidakmampuan pesan yang disampaikan tanpa nama yang
mewartakan informasi, atau perintah verbal. Himbauan “Hati-hati mengemudi”,
berdasarkan bukti-bukti, hampir-hampir sepenuhnya tidak ampuh untuk belajar
sikap. Himbauan itu sama juga tidak efektif kalau ditempatkan di dalam konteks
yang lebih besar, yaitu himbauan emosional dan alasan rasional. Sementara
informasi itu mungkin diperoleh isi belajar sebagai prasyarat untuk mengubah.
Sikap, belajar menguasainya sendiri dan dengan sendiri dan dengan
sendirinya tidak membuahkan perubahan yang diinginkan. Siswa perlu tahu apa
prothonotary itu sebelum mereka memperoleh sikap sikap terhadap kelas orang
seperti itu. Tetapi mengetahui semacam itu tidak membentuk atau mengubah
sikap, siswa secara nyata, pengetahuan hanya memungkinkan terjadinya
perubahan semacam itu. Sama juga halnya, pendidikan, obat terlarang jika
dimaksudkan untuk membentuk sikap menjauhi obat-obatan berbahaya, tidak
membawa hasil jika ia hanya menyampaikan saja kepada siswa pengetahuan
tambah tentang obat-obat berbahaya.
8. Tindakan Pribadi
Petunjuk bagi masalah lingkup sikap bisa diterima oleh hasil studi analisis
faktor Triandis (1964) berdasarkan penilaian atas pilihan pernyataan yang
menggambarkan tindakan pribadi terhadap bangsa tertentu. Dapat dicatat bahwa
butir-butir ukuran sikap ini yang cenderung berkorelasi tinggi adalah butir-butir
yang berkenaan dengan kelas-kelas tindakan pribadi tertentu, yang diberi nama
penghormatan, persahabatan, dan superodinasi. Persahabatan, misalnya,
dipertunjukkan oleh butir-butir yang menyatakan tentang (1) menjadi pasangan di
dalam suatu pertandingan atletik, (2) makan dengan orang itu, (3)
mempergunjingkan orang lain dengan orang itu, (4) menerima orang itu sebagai
teman akrab. Superordinasi, sebagai suatu kelas yang nyata berkenaan dengan (1)
memperlakukan orang itu sebagai bawahan, (2) memerintah orang itu, (3)
mematuhi orang itu, dan (4) mengecam pekerjaan orang itu.
96
Demikian rupanya, lepas dari ukuran besar kelas obyek acuan sikap itu,
jenis tindakan pribadi membatasi lingkup suatu sikap dalam arti mendefinisikan
adanya satu unit yang ajek. Satuan ialah sikap yang didefinisikan oleh suatu kelas
tindakan pribadi terhadap kategori obyek orang atau peristiwa.
Implikasinya adalah bahwa orang tidak dapat memikirkan kebenaran
adanya sikap yang tinggi seperti “sikap terhadap orang Meksiko” atau “sikap
terhadap sekolah” ataupun terhadap “Calvin Coolidge”. Besarnya kelas obyek
tidak menentukan kesatuan sikap, alih-alih, sifat tunggal suatu sikap itu ditentukan
oleh kelas tindakan pribadi yang dipengaruhinya.
97
Makin besarnya tingkat internalisasi sikap ditunjukkan dengan macam perbuatan
yang valuing.
98
itu. Suatu penelitian laboratorium yang dilakukan Staats, Staats, dan Crawford
(1962) memperlihatkan bahwa kata-kata yang diperpasangkan dengan kejutan
atau bunyi yang keras (stimulus tak berkondisi) menimbulkan respons kulit
galvanis (indikator emosional) dan juga memperlihatkan perubahan penilaiannya.
Dalam studi lainnya (Staats dan Staats, 1958) kata-kata yang “bermakna baik”
seperti “kecantikan”, “manis”, dan “hadiah” disajikan bersama-sama dengan
sederetan nama depan anak laki-laki (“Tom”, “Bili”, “Jack”, dan sebagainya),
sedangkan kata-kata “tak bermakna baik seperti “pahit”, buruk”, dan “sedih”
disajikan bersama-sama dengan sederetan nama depan anak laki-laki kondisi
pertama menghasilkan penilai atas nama-nama yang lebih positif.
14. Penguatan
Kondisioning operan, yang meliputi manipulasi kontingesi penguatan,
juga telah di gunakan sebagai metode untuk belajar memperoleh sikap. Misalnya,
Insko (1965) memberikan penguatan kepada para siswa melalui telepon,
pergunakan kata “bagus” pada waktu mereka setuju atau tidak setuju dengan
pernyataan – pernyataan tentang pendapat. Sepakat kemudian siswa-siswa yang
sama diminta untuk menjawab pertanyaan pendapat tersebut yang di sajikan
dalam bentuk kuesioner. Penguatan itu ternyata mempengaruhi sikap mereka
dalam arah yang di ramaikan.
Bem (1970) menata bukti-bukti bahwa “sikap datang setelah tingkah
laku”. Kondisi ini demikian sebab individu menarik simpulan tentang keadaan di
dalam dirinya; ia mengalami persepsi diri sendiri. Bukanlah tidak wajar kalau
orang menduga bahwa persiapan orang-orang akan tingkah laku yang berhasil
memberikan kepada mereka satu petunjuk yang paling kuat mengenai persamaan
mereka sendiri terhadap objek eksternal.
99
atau lebih tepat, meniru pilihan tindakannya. Apabila ada kondisi yang cocok
rancangannya, maka individu memperoleh sikap yang mencerminkan apa yang
dikemukakan atau dipertunjukkan model manusianya. Proses memodel manusia
telah diteliti secara luas oleh Bandura dan rekan-rekannya (Bandura, 1969).
Rancangan dasar bagi memodel manusia adalah sebagai berikut :
Seseorang yang dikagumi, dihormati, atau dipandang memiliki “kredibilitas”
diamati (oleh seorang pelajar atau lebih) untuk menampilkan tingkah laku tertentu
atau untuk melakukan pilihan tindakan pribadi tertentu. Untuk maksud penelitian,
model bisa memperlihatkan pilihan tingkah laku yang tidak dikehendaki (seperti
agresi) atau pilihan yang dikehendaki (misalnya memberikan pertimbangan moral
yang obyektif).
Memodel orang bisa terjadi di dalam banyak situasi belajar. Model itu bisa
disuguhkan kepada siswa dalam gambar hidup, atau TV dan tidak perlu tampil
secara pribadi. Sangat mungkin, orang tua adalah model orang yang utama untuk
meneruskan sikap pada anak-anak kecil. Sebagaimana dikatakan Thorburg (1975),
keluarga adalah tempat anak mula pertama mengalami belajar sosial.
100
membangkitkan emosi, (4) mengandung stimulus yang menimbulkan rasa takut,
atau (5) menarik simpulan yang khusus. Sementara seruan seperti “hati-hati
berkendaraan” telah lama diketahui tidak ampuh untuk mengubah sikap.
Latihan
101
Daftar Pustaka
______
Sikap memerlukan kehadiran kapabilitas-kapabilitas prasyarat pada diri
siswa. Terutama, kapabilitas itu adalah keterampilan intelek dari jenis
102