FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH III
OLEH:
PEMBIMBING:
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak, hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Faktor etiologi yang lain
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemophilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan dalam jangka lama, malformasi arteriovenosa, dan
malformasi mikroangimatosa dalam otak, tumor otak (primer dan metastasis) yang tumbuh
cepat, amiloidosis serebrovaskular dan eklampsia (jarang), dapat pula disebabkan oleh trauma
kepala. Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen, pengobatan khusus dan intervensi
penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu. Pasien dengan perdarahan
intraserebral biasanya jalan napas tidak terlindungi sehingga membutuhkan intubasi
endotracheal (kriteria intubasi, GCS < 8).1
Bagaimana pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur, tindakan
(konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).
Untuk mengetahui pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur,
tindakan (konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).
3
I.IV Metode Penelitian
Data yang didapat, diolah dan disajikan dalam bentuk table, diagram dan narasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Defenisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika diameter lebih
dari 3 cm, letaknya di perifer, Adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom tersebut
dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.1
Perdarahan intraserebral merupakan hematom yang biasanya diakibatkan oleh cidera
regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan otak
atau kadang kerena cedera tekanan.Ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cedera.1
Perdarahan intraserebral adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri, hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.Perdarahan
intraserebral juga dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh
nadi.1
Perdarahan intraserebral, diartikan sebagai hematom yang terbentuk pada jaringan otak
(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah.Terutama melibatkan lobus
frontal dan temporal (80-90 persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak
dan ganglia basalis.Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematom.1
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis merupakan perdarahan cortex cerebri
yang berasal dari arteri kortikal.Apabila pasien dengan perdarahan intraserebral dapat hidup,
perdarahannya dapat diabsorpsi dengan pembentukan gliosis dan kavitas. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.1
II.2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan perdarahan
intraserebral sekunder. Perdarahan intraserebral primer yang merupakan 78 sampai 88 persen
5
kasus, ditimbulkan oleh adanya ruptur spontan dari pembuluh darah berukuran kecil yang
mengalami kerusakan oleh hipertensi kronis atau angiopati amiloid.2,3
II.2.1 Insiden perdarahan intraserebri akibat cedera kepala
Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000 penduduk,Di Taiwan (1992),
insiden trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause specific death rate 23 per 100.000
penduduk.
Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan, proporsi
penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%), dan proporsi
jenis kelamin laki-laki (63,1%).
Trauma capitis sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera kepala
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala meninggal sebelum
datang ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala.2
Data-data yang didapat di USA dan mancanegara, dimana kecelakaan terjadi hampir 15
menit. Sekitar 60% diantaranya bersifat fatal akibat adanya cedera kepala. Data menunjukkan
cedera kepala masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kecacatan pada usia <35 tahun.
Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja yang memerlukan tindakan operasi.2
Data-data yang didapat di Indonesia (1982) terjadi 55.498 kecelakaan lalu lintas dimana
setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang dan 80% penyebabnya adalah cedera kepala.
Data-data yang didapat dari RSCM (1995-1998), terjadi 96% trauma kapitis yang disebabkan
oleh kecelakaan lalu-lintas, dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ± 25 tahun. Dari
seluruh kasus cedera kepala, sebanyak 84% hanya memerlukan tindakan konservatif. Sekitar
28% saja penderita cedera kepala yang menjalani pemeriksaan CT Scan.1
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor, dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang
tidak memadai (>85%). Dalam hal ini yang dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang
terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga saat penderita terjatuh,
helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.1,3
6
II.3. Anatomi Dan Fisiologi
Gambar 1 : Otak terdiri dari tiga bagian: batang otak, cerebrum, dan cerebelum.
Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari hemisfer kanan dan
kiri.Cerebrum melakukan fungsi yang lebih dominan seperti menafsirkan sentuhan,
penglihatan dan pendengaran, pidato, penalaran, emosi, belajar, dan fungsi motorik.Cerebellum
terletak di bawah otak besar, fungsinya adalah untuk mengkoordinasikan gerakan otot,
menjaga postur tubuh, dan keseimbangan.Batang otak termasuk otaktengah, pons, dan
medula.Batang otak bertindak sebagai pusat estafet menghubungkan otak dan cerebellum ke
sumsum tulang belakang.Batang otak melakukan banyak fungsi otomatis seperti bernapas,
denyut jantung, suhu tubuh, bangun dan siklus tidur, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan
menelan.Sepuluh dari dua belas saraf kranial berasal di batang otak5.
7
Gambar2 :Arteri karotis terbagi menjadi arteri karotie internl dan eksterna. Sirkulasi anterior otak didapatkan
dari arteri karotis interna dan sirkulasi posterior didapatkan dari arteri vertebralis . Kedua sistem sirkulasi
terhubung di Sikulus Willis2
II.4. Etiologi
Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu,
dsb), olahraga, korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam (misalnya golok,
parang, batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan
olahraga, trauma tembak, dan lain-lain.3,5
.
8
Gambar 3 : Perdarahan Intracerebral3
II.5.Klasifikasi
Klasifikasi Perdarahan Intraserebral dapat ditinjau dari aspek etiologi maupun aspek
anatomi, hal tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Aspek Anatomi
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
c. Perdarahan subdural
d. Perdarahan epidural
e. Perdarahan supra dan infratentorial
9
Aspek Etiologi
a. Perdarahan primer atau spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri
b. Perdarahan sekunder yang terjadi akibat trauma, tumor, dan akibat penggunaan
obat.1,2,7.
II.6.Patofisiologi
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi
karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke
otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga
oksigenasi cukup.2
10
II.7.Diagnosa
II.7.1 Diagnosa perdarahan intraserebral akibat cedera kepala
Diagnosis dan terapi yang cepat pada penderita cedera kepala sangatlah penting, karena
memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi.
Primay Survey
a) Resusitasi
Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder.Penderita cedera otak berat dengan
hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak disbanding dengan penderita tanpa
hipotensi. Adanya hipoksia pada penderita yang disertai dengan hipotensi akan
menyebabkan mortalitas mencapai 75 %. Oleh karena itu, tindakan stabilisasi
kardiopulmoner pada penderita cedera otak berat harus dilakukan secepatnya.
b) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmuner penderita
stabil, pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil.
Secondary Survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus selalu
dilakukan untuk mendeteksi dini gangguan neurologis.Tanda awal dari herniasi lobus temporal
(unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.Adanya trauma
langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan dapat membuat
pemeriksaan pupil menjadi sulit.
Prosedure Diagnostik
Pemeriksaan CT Scan harus segera dilakukan secepat mungkin, segera setelah
hemodinamik normal. Pemeriksaan CT Scan ulang harus juga dapat dikerjakan apabila terjadi
perubahan status klinis penderita dan secara rutin 12-24 jam setelah trauma bila dijumpai
gambaran awal kontusio atau hematoma pada CT Scan awal.
Pada penderita dimana tekanan darah dapat dinormalkan, setiap usaha harus dilakukan
untuk pemeriksaan CT kepala sebelum penderita dibawa ke kamar operasi.10
11
Mendiagnosa dengan cepat perdarahan intraserebral sangat penting . Perkembangan
klinis yang cepatselama beberapa jam pertama dengan cepat dapat menyebabkankerusakan
neurologis dan ketidakstabilan kardiopulmonal, penelitian yang konsisten dari tahun 1990,
menunjukkan perdarahan bertambah kira kira 40% pada pasien dalam masa 3 jam dari onset
kejadian.Gejala perdarahan intraserebralbiasanya karena peningkatan tekanan intrakranial, hal
ini sering dibuktikanmelalui kehadiran trias Cushing, yaitu :hipertensi , bradikardia dan
respirasi tidak teratur yang dipicu oleh Cushing refleks3,4,5,10,11.
12
II.7.2. Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium harus dilakukan termasuk pemeriksaam darah lengkap,
parameter koagulasi ( fibrinogen,PT,PTT,INR), serum elektrolit,pemeriksaan fungsi hepar.
Pemeriksaan labaratorium tambahan dan diagnostik ( foto rontgen thorax dan EKG)11,12.
II.7.3. Neuroimaging
a. Computed Tomography Scan
Pemeriksaan CT Scan adalah gold standard untuk permulaan neuroimaging pada pasien
yang dicurigai terjadi perdarahan intraserebral. CT imaging tidak saja memeriksa ukuran dan
lokasi pada perdarahan tetapi juga dapat memberitahu penyebab lain perdarahan dan
komplikasi yang dapat terjadi2,11,13
Pada CT Scan perdarahan intraserebri, akan memberikan gambaran daerah hiperdens
yang homogen dan berbats tegas. Disekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal, jika
massa hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi, maka keadaan ini disebut
13
kontusio. Jika perdarahan intraserebri ini disertai dengan subdural hematom dan kontusio atau
laserasi pada daerah yang sama, maka disebut ‘burst lobe’. Paling sering terjadi pada lobus
frontal dan temporal.Suatu perdarahan intraserebri dapat terjadi berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan setelah kejadian trauma dan pasien sering dalam keadaan neurologis yang baik,
keadaan ini sering terjadi pada orang tua. Beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan
keadaan ini seperti hipotensi atau syok, DIC yang dipicu oleh tromboplastin dari penguraian
jaringan saraf, dan konsumsi alcohol1,9.
Metode yang mudah untuk mengetahui volume hematom yang pertama kali di publisi
oleh Kothari dan kawan-kawan adalah, mereka meringkaskan rumus volume perdarahan
menjadi ABC/2 , dimana A B dan C merupakan diameter diameter terbesar disetiap aksis
ortoganal, dengan C sebagai dasar penomoran CT slide hematom yang dilihat berdasarkan
tingkat ketebalan potongannnya.Pengukuran sangat berguna dalam perkembangan hemoragik
dan penentuan prognosis awal9,11,12.
14
c. Angiography/ CT angiography
Angiography/ CT angiography dilakukan secepatnya jika didapatkan gejala klinis yang
memerlukan operasi secepatnya.Untuk mengidentifikasi penyebab sekunder seperti AVM dan
aneurysma atau vaskulitis.Pemeriksaan imaging lain seperti MRI atau cerebral angiography
diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut perdarahan pada kasus tidak khas4,6,9,12,13
15
Penanganan Airway dan Oksigenasi
Meskipun tidak semua pasien perdarahan intraserebral membutuhkan penanganan airway,
namun penanaganan airway dan ventilasi sangat penting bagi pasien dengan penurunan
kesadaran dengan skor GCS ≤ 8, tanda-tanda disfungsi batang otak, pasien hipoksia (Po2 <
60 mmHg atau Pco2 > 50 mmHg), atau pasien-pasien yang mengalami aspirasi.
Manajemen Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah pasien harus berdasarkan masing-masing individu seperti adanya
riwayat hipertensi kronis, tekanan intrakranial, usia, dan penyebab perdarahan. Alasan utama
untuk menurunkan tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebri adalah untuk
mengurangi resiko perdarahan yang terjadi akibat pecahnya arteriol dan arteri kecil.Pada
berbagai penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara tekanan darah dengan
perluasan perdarahan intraserebri, namun pengunaan obat antihipertensi masih tetap
dianjurkan.Sebaliknya, manajemen tekanan darah yang terlalu agresif dapat menurunkan
tekanan perfusi serebral sehingga memperburuk kejadian brain injury, terutama dalam hal
pengaturan tekanan intrakranial.
Efek Massa dan Hipertensi Intrakranial
Efek massa yang ditimbulkan oleh volume hematom dengan herniasi sebagai ancamannya
merupakan penyebab sekunder utama kematian pada pasien perdarahan intraserebral,
sehingga tindakan hiperventilasi dan pemberian obat osmotik terbukti memperbaiki aliran
darah cerebral (CBF) dan metabolisme yang terganggu oleh adanya herniasi.
Kejang dan Perdarahan Ulangan
Kebanyakan kejang terjadi pada onset perdarahan intraserebral dalam kurun waktu 24
jam.Antikonvulsan umumnya dapat dihentikan setelah bulan pertama pada penderita yang
tidak lagi menunjukkan kejang.Penderita yang menunjukkan kejang pada waktu lebih dari
dua minggu dari onset perdarahan intraserebri memiliki resiko tinggi untuk mengalami
kejang ulangan dan memerlukan terapi profilaksis jangka panjang menggunakan
antikonvulsan.Pasien dengan kejang yang memerlukan control kejang yang cepat dapat
diberikan benzodiazepin dan untuk manajemen kejang jangka panjang dapat diberikan
phynitoin.
Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh harus dipertahankan pada suhu normal. Acetaminophen 650 mg atau selimut
o
pendingin diperlukan pada pasien dengan suhu tubuh > 38,5 C, normothermia
16
direkomendasikan sebagai hipertermia ringan bahkan dapat menyebabkan kerusakan sel di
daerah iskemik penumbra.2,5,7,8,11.
Tujuan pembedahan dari perdarahan intraserebral untuk evakuasi sebanyak dan secepat
mungkin bekuan darah dengan seminimal mungkin jumlah trauma otak dari operasi itu
sendiri.Jika memungkinkan, operasi juga harus menghilangkan penyebab yang mendasari
perdarahan intraserebri, seperti malformasi arteri, dan mencegah komplikasi perdarahan
intraserebri seperti efek hidrosefalus dan massa dari bekuan darah. Kraniotomi telah menjadi
pendekatan standar untuk penanganan perdarahan intraserebri, keuntungan utama dari
pembedahan adalah eksposur yang memadai untuk membuang darah yang menggumpal,
mengevakuasi hematom lebih banyaksehingga dapat menurunkan tekanan intrakranialdan
menurunkan efek tekanan lokal dari bekuan darah di daerah sekitarotak.Kerugian utama dari
pembedahan intraserebri bahwa hal itu dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut,
khususnyapada pasien dengan perdarahan yang dalam.Selain itu,efektivitas menghilangkan
bekuan oleh kraniotomi jauh lebih baik.7,12,14
17
II.8.3. Indikasi Pembedahan
Saat initidak ada indikasiyang jelas untukoperasi evakuasiperdarahan intraserebralpada
sebagian besarpasien, beberapa kondisi yang sering dilakukan tindakan pembedahan pada
perdarahan intraserebri :
1. Perdarahan yang letaknya superfisial atau perifer
2. Volume hematoma antara 20-80 cc
3. Terjadi perburukan status neurologis
4. Usia pasien relatif muda
5. Perdarahan yang menyebabkan pergeseran garis tengah atau terjadi peningkatan
tekanan intrakranial
6. Hematoma serebelum> 3cm atau hematoma yang menyebabkan hydrocephalus12,13
II.9. Prognosis
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan
kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam
dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga
mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai
defisit neurologis.2,5,8,11,15
Glasgow Outcome Scale (GOS)dikembangkan pertama kali oleh Jennet dan Bond pada
tahun 1975.Mereka mengembangkan GOS dengan tujuan mengklasifikasi bermacam-macam
kondisi luaran yang terdapat pada pasien paska cedera kepala.Banyak peneliti telah
menggunakan GOS sebagai pengukuran utama luarankarena dapat mendeskripsikan secara
umum luarandari pasien.
18
ALGORITMA16
pasien
dapatdiekstubasi jika terapi jangka panjang
terdapat perbaikan dengan antikonvulsan
klinis dalam waktu 14 setelah 3 hari dapat
terapi lebih lanjut diberikan jika terjadi
hari selanjutnya dapat diberikan obat
memerlukan evaluasi kejang lebih dari dua
dilakukan trakeostomi antihipertensi oral jika
dari neurosurgical minggu setelah onset
kondisi pasien stabil.
perdarahan.
19
BAB III
akibat trauma pada pasien yang dirawat inap di RSWS dari tahun 2015 hingga tahun 2017.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dan rekam medik penderita
pendarahan intraserebri yang di rawat inap pada periode waktu tersebut. Pada penelitian ini,
sampel yang diperoleh sebanyak 276 sampel. Sampel yang telah diambil dari data rekam medik
kemudian diolah untuk mengetahui karakteristik berdasarkan Jumlah penderita tiap tahunnya,
Umur, jenis kelamin, Kesadaran saat masuk Rumah Sakit, dan juga keadaan saat keluar dari
Rumah Sakit. Selanjutnya karakteristik tersebut dikategorikan berdasarkan tindakan dan juga
Data yang terkumpul kemudian dioleh yang kemudian hasilnya dapat dilihat sebagai
berikut
Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Tahun 2015 33 32 65 (23,5%)
Tahun 2016 63 31 94 (34,1%)
Tahun 2017 76 41 117 (42,3%)
Total 172 102 276 (100,0%)
20
Grafik 1. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri hematom akibat
trauma capitus yang dirawat inap berdasarkan jumlah penderita tiap tahunnya
Berdasarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa penderita pendarahan intraserebri yang
dirawat di RSWS tiap tahun meningkat. Jumlah pasien yang mendapatkan tindakan
konservatif dan operasi yang dilakukan pada pasien yang menderita pendarahan intraserebri
berbeda tiap tahunnya. Pasien yang mendapatkan tindakan konservatif pada pasien penderita
pendarahan intraserebri di RSWS tiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2015 terdapat 33 pasien
yang dirawat inap yang mendapatkan tindakan konservaif dan meningkat hampir 50% menjadi
63 pasien di tahun berikutnya. Di tahun 2017 pasien penderita pendarahan intraserebri yang
peningkatan jumlah pasien tidak sebesar tahun sebelumnya tetapi tetap terjadi penambahan
mengalami fluktuasi pada tiga tahun terkhir. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang mendapatkan
tindakan operasi berjumlah 32 orang namun turun menjadi 31 orang pada tahun berikutnya.
21
Meskipun peningkatan yang dialami pasien pendarahan intraserebri konservatif dan
yang mendapatkan tindakan operasi berbeda namun jumlah pasien pendarahan intraserebral
meningkat tiap tahunnya. Hal ini mendukung hasil penelitian stocchetti & bullock pada tahun
Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Umur <11 3 1 4 (1.44%)
Umur 12-25 60 37 97 (35,14%)
Umur 26-45 87 30 117 (42,39%)
Umur >46 36 22 58(21.01%)
UMUR
87
90
80
70 60
60
50 Konservatif
37 36
40 30 Operasi
30 22
20
10 3 1
0
<11 12-25 26-45 >46
Berdasarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang mendapatkan
tindakan konservatif lebih banyak dibandingkan tindakan operasi pada penderita pendarahan
intrasebri di setiap kategori umur. Di bawah umur 11 tahun terdapat 3 pasien yang
22
kategori umur 12 hingga 25 tahun jumlah pasien yang mendapatkan tindakan konservatif ialah
kategori umur diatas 26 tahun dan dibawah 45 tahun jumlah pasien yang mendapatkan
Berbeda dari kategori umur lainnya, pada umur diatas 45 tahun perbedaan pasien yang
mendapatkan tidakan konservatif dan operasi tidak terlalu berbeda yaitu 36 pasien
penelitian pradesta dkk yang memiliki jumlah sampel yang sedikit namun karakteristik umur
yang diperoleh memiliki kesamaan dimana penderita lebih dominan berumur diatas 26 tahun
lebih khususnya diatas 35 tahun dan umur penderita yang paling sedikit ialah umur dibawah 26
tahun serta diatas 45 tahun. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Pandhita dkkyang memiliki hasil karakteristik yang serupa dengan jumlah penderita
Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Pria 111 75 186 (67,3%)
Wanita 61 29 90 (32,6%)
Total 172 104 276 (100,0%)
23
Grafik 3. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis
yang dirawat inap berdasarkan kelompok Jenis Kelamin
120
100
80
60
Konservatif
40 Oprasi
20
Pria
Wanita
Berdasarkan grafik dan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang menerima
tindakan konservatif lebih banyak dari pasien yang mendapatkan tindakan operasi baik itu pria
ataupun wanita. Jumlah pasien pria yang mendapatkan tindakan konservatif ialah sebanyak
111 pasien atau sebesar 40% dari total pasien penderita pendarahan intraserebri dari tahun
2015 hingga tahun 2017. Sedangkan 27% atau sekitar 75 pasien pria mendapatkan tindakan
operasi. Pada pasien berjenis kelamin wanita yang menderita pendarahan intraserebri
berjumlah 61 atau sekitar 22% pasien mendapatkan tindakan konservatif dan 11% atau 29
pasien lainnya mendapatkan tindakan operasi. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Hartoyo dkk, karakteristik yang diperoleh memiliki hasil yang serupa dimana pasien
didominasi oleh pria dimana pada penelitian ini pasien pria yang mengalami pendarahan
intraserebri akibat trauma capitis bernilai 67% dari total pasien yang terdaftar di RSWS dimana
pada penelitian Hartoyo dkk jumlah pasien yang berjenis kelamin pria mencapai 75,4%.
24
Tabel 4. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis
yang dirawat inap berdasarkan Keadaan masuk Rumah Sakit
Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
GCS 14-15 45 20 65 (23,5%)
GCS 9-13 79 41 120 (43,4%)
GCS 3-8 46 41 87 (31,5%)
Total 172 104 276 (100,0%)
Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang mendapatkan tindakan
konservatif lebih banyak dibandingkan tindakan operasi pada penderita pendarahan intrasebri
di setiap kategori keadaan saat memasuki Rumah Sakit. Jumlah pasien yang memiliki GCS 14-
mendapatkan tindakan operasi. Untuk pasien yang memiliki GCS 9-13 yang mendapatkan
25
Berbeda dari kategori lainnya, pada padien yang memiliki GCS 3-8 memiliki perbedaan pasien
tidakan konservatif dan operasi yang tidak terlalu berbeda. 46 pasien mendapatkan tindakan
yang dilakukan oleh Pandhita dkk , karakteristik yang diperoh dari penelitian ini memiliki
beberapa perbedaan dimana pada penelitian Pandhita dkkpasien lebih banyak memiliki nilai
GCS 14-15 namun pada penelitian kali ini pasien penderita pendaraha intraserebri didominasi
GCS 9-13.
Tindakan
Total
Kategori Konservatif Operasi
Hidup 95 34.4% 67 24.3% 162
Meninggal 77 27.9% 37 13.4% 114
Total 172 62.3% 104 37.7% 276
100
90
80
70
60 Konservatif
50 Oprasi
40
30
20
10
0
Hidup Meninggal
26
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang hidup setelah
meninggalkan Rumah sakit lebih banyak dibandingkan yang meninggal baik itu pasien
yang mendapatkan tindakan konservatif maupun operasi. Jumlah pasien yang hidup
Meninggal dunia. Pada pasien yang mendapatkan operasi, 67 pasien hidup setelah
keluar dari Rumah sakit sedangkan 37 sisanya meninggal dunia. Dengan jumlah pasien
yang hidup mencapai 58.6% dan kematian 41,4% menunjukkan bahwa karakteristik
keluaraan dari Rumah Sakit yang diperoleh Hartoyo dkk memiliki hasil yang hampir
serupa dimana persentase pasien yang hidup mencapai 66.7% dan yang meninggal
mencapai 33.3%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien penderita pendarahan intraserebri
LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
Tahun 2015 39 26 65 (23,5%)
Tahun 2016 55 41 96 (34,7%)
Tahun 2017 65 46 111 (40,2)
Total 162 114 276 (100%)
27
Grafik 6. Karakteristik Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat
trauma capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan jumlah penderita tiap
tahunnya
Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa penderita pendarahan intraserebri yang
keluar RSWS tiap tahun meningkat. Pasien yang Hidup setelah menjalani pengobatan
mengalami peningkatan tiap tahunnya namun hal yang sama jga terjadi pada tingkat kematian
pada penderita pendarahan intraserebri. Pada tahun 2015 terdapat 39 pasien yang keluar dari
rumah sakit dan masih hidup meningkat hingga 55 pasien di tahun berikutnya. Di tahun 2017
pasien penderita pendarahan intraserebri yang hidup setelah keluar dari rumah sakit menngkat
hingga mencapai 65 pasien. Meskipun peningkatan jumlah pasien tidak sebesar tahun
sebelumnya tetapi tetap terjadi peningkatan jumlah pasien yang hidup setelah menjalani
pengobatan
peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang meninggal dunia berjumlah
26 orang dan meningkat menjadi 41 orang pada tahun berikutnya. Pada tahun 2017 jumlah
28
Tabel 7.Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma
capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan kelompok umur
LuaranSaatKeluar RS
Total
Kategori Hidup Meninggal
<11 5 1.81% 1 0.36% 6
12-25 55 19.92% 41 14.8% 96
26-45 65 23.55% 54 19.57% 119
>46 39 14.13% 18 6.52% 57
Total 164 59.42% 114 41.3% 278
UMUR
70 65
60 55 54
50 41 39
40 Konservatif
30 Operasi
18
20
10 5
1
0
<11 12-25 26-45 >46
Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang Hidup lebih banyak
dibandingkan meninggal dunia pada penderita pendarahan intrasebri di setiap kategori umur.
Di bawah umur 11 tahun jumlah pasien yang Hidup ialah berjumlah 5 pasien sedangkan
terdapat 1 pasien meninggal dunia pada kategori umur 12-25 jumlah pasien yang hidup
berjumlah 55 orang sedangkan 41 pasien meninggal dunia. Untuk kategori umur diatas 26
tahun dan dibawah 45 tahun jumlah pasien yang Hidup berjumlah 65 sedangkan 54 pasien
29
lainnya meninggal dunia. Pada umur diatas 45 tahun perbedaan pasien yang hidup dan
meninggal dunia sangatlah berbeda dengan kategori umur lainnya. 39 pasien Hidup dan 18
LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
Pria 104(55,9%) 82(41,30%) 186 (67,3%)
Wanita 58(44,08%) 32(35,55%) 90 (32,6%)
Total 162(58,69%) 114(41,30%) 276 (100%)
120 104
100 82
80 58 Hidup
60
32 Meninggal
40
20
0
Pria Wanita
Berdasarkan grafik dan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang hidup lebih
banyak dari pasien yang meninggal dunia baik itu pria ataupun wanita. Jumlah pasien pria yang
Hidup ialah sebanyak 104 pasien atau sebesar 38% dari total pasien penderita pendarahan
intraserebri dari tahun 2015 hingga tahun 2017setelah keluar dari Rumah Sakit. Sedangkan
30
30% atau sekitar 82 pasien pria meninggal dunia. Pada pasien berjenis kelamin wanita yang
menderita pendarahan intraserebri. 58 atau sekitar 21% pasien Hidup dan 11% atau 32 pasien
capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan Keadaan awal masuk Rumah Sakit
LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
GCS 14-15 71(94,66%) 4(5,3%) 75
GCS 9-13 85(65,38%) 45(34,6%) 130
GCS 3-8 6(8,45%) 65(91,54%) 71
Total 162(58,69%) 114(41,30%) 276
capitisyang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan Keadaan awal masuk Rumah Sakit
Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang Hidup lebih banyak
dibandingkan meninggal dunia pada penderita pendarahan intrasebri di kategori keadaan saat
memasuki Rumah Sakit dengan CGS 9-13 dan CGS 14-15 namun jumlah pasien yang
31
meninggal dunia lebih banyak pada pasien yang memiliki CGS 3-8. Jumlah pasien yang
memiliki GCS 14-15 dan Hidup berjumlah 71 pasien sedangkan 4 pasien lainnya meninggal
dunia. Untuk pasien yang memiliki GCS 9-13 yang Hidup berjumlah 85 sedangkan 45 pasien
lainnya meninggal dunia. Berbeda dari kategori lainnya, pada pasien yang memiliki GCS 3-8
memiliki jumlah pasien yang meninggal dunia lebih banyak dari yang hidup dengan jumlah
pasien yang meninggal ialah 65 orang dan 6 orang lainnya masih hidup.
Tabel 10.
Perbandinganluaranantaratindakanoperatifdankonservatifpadaberbagaitingkatkesadara
nsaatmasukrumahsakit
Luaran
Tindakan Keadaan Hidup Meninggal
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentasi
GCS 14-15 21 8% 0 0%
Operatif GCS 9-13 39 14% 19 7%
GCS 3-8 7 3% 19 7%
GCS 14-15 41 15% 4 1%
Konservatif GCS 9-13 53 19% 26 9%
GCS 3-8 0 0% 46 17%
Total 161 59% 114 41%
32
Grafik 10.
Perbandinganluaranantaratindakanoperatifdankonservatifpadaberbagaitingkatkesadara
nsaatmasukrumahsakit
60 53
46
50 41
39
40
26
30 21 19 19
20
7
10 4
0 0
0
GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8 GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8
Operatif Konservatif
Bedasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pasien yang termasuk dalam kategori
CGS 9-13 dan CGS 14-15 saat memasuki Rumah Sakit lebih dominan keluar dari rumah sakit
dengan keadaan hidup baik yang mendapatkan tindakan operatif maupun konservatif. Hal yang
berbeda terjadi pada pasien yang memliki GCS 3-8 saat masuk rumah sakit, sebagian besar
pasien meninggal dunia bahkan pada pasien yang mendapatkan tindakan konservatif tidak ada
satu pasien pun yang hidup selama tiga tahun terakhir. Semakin rendah nilai GCF pada pasien
penderita pendarahan intraserebri maka semakin rendah pula kemungkinannya untuk hidup, hal
yang serupa dan mendukung karakteristik yang diperoleh penelitian ini juga diperoleh dari
penelitian yang dilaksanakan Hartono dkkdimana 33.3 % dari pasien yang mengalami cedera
kepala mengalami kematian dan 100% pasien yang mengalami kematian memiliki CGS 3-5.
Penelitian yang dilaksanakan Pandhita dkk juga mendapatkan hasil yang serupa dimana tingkat
mortalitas pasien penderita pendarahan intraserebri semakin rendah jika CGS pasien semakin
rendah. Jika pada penelitian ini hanya ada 3% pasien yang hidup dengan CGS 3-8
33
dibandingkan penelitian Tito dkk terdapat 22.2% pasien yang hidup namun 33% pasien yang
34
BAB IV
IV.2. Saran
1. Penelitian ini sifatnya terbatas, untuk itu perlu penelitian terhadap variabel-variabel lain
serta perlu dilanjutkan dengan penelitian serupa pada skala yang lebih luas.
2. Perlunya pencatatan rekam medis yang detail dan lengkap untuk kepentingan data.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
11. Arabi Bizhan,Eisenberg Howard.Menegement of severe head injury. in:Moore J Anne
editor Neurosurgery.USA.Springer.2006.h:370-378
12. .Japardi I. Cedera Kepala. Patologi Dan Patofisiologi Cedera Kepala. PT Buana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia. Jakarta Barat 2004:14-23.
13. Advanced Trauma Life Support. Cedera Kepala, Seventh Edition. American College of
Surgeon, 633 N. Saint Clair St., Chicago.2004.h : 179-182.
14. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage:pathophysiology, diagnosis
and management. McMaster Universty, Volume 10 No. 1, 2013.h:15-22.
15. .Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A
Statement for Health care Professionals From a Special Writing Group of the Stroke
Council American Heart Association.Stroke. 1999.h:905-915.
16. Gamboa C, Sloan P Edward. Intracerebral hemorrhage annotated biobliography.
University of Illonois at Chicago, college of medicine medical candidate, Department
of emergency medicine University of Illionois at Chicago,college of medicine
2010.h:1-2
17. .McDowel M. Michael, Kellner P Christopher, Barton M. Sunjay. The role advanced
neuroimaging in intracerebral hemorrhage. Department of neurological surgery,
Columbia university, Newyork 2005.h:445-452.
18. ennerh W.Lindsay, Ian Bone.Cerebrovascular disease – intracerebral hemorrhage
:Neurology and neurosurgery illustrated. 4th edition.h:270-281.
37
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH III
OLEH:
PEMBIMBING:
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
38
39