Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH III

EVALUASI KASUS PERDARAHAN INTRASEREBRAL PADA PASIEN TRAUMA


CAPITIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PERIODE JANUARI 2015 – DESEMBER 2017

OLEH:

dr. Mukhizal Aqni

PEMBIMBING:

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS


Dr.Andi Ihwan,Sp.BS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Definisi ............................................................................................... 3


2.2 Epidemologi ....................................................................................... 4
2.3 Anatomi dan Fisiologis....................................................................... 5
2.4 Etiologi ............................................................................................... 6
2.5 Klasifikasi ........................................................................................... 7
2.6 Patofisiologi ....................................................................................... 8
2.6.1 Patofisiologi perdarahan intraserebri akibat cedera kepala .. 8
2.7 Diagnosa ............................................................................................ 9
2.7.1 Diagnosa perdarahan intraserebral akibat cedera kepala ....... 9
2.7.2 Laboratorium ............................................................................ 12
2.7.3 Neuroimaging ........................................................................... 12
2.8 Penatalaksanaan................................................................................ 13
2.8.1 Penatalaksanaan Non Operatif................................................. 13
2.8.2 Penatalaksanaan Operatif ........................................................ 15
2.8.3. Indikasi Pembedahan .............................................................. 16
2.9 Prognosis ........................................................................................... 16
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 18

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 33

4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 33

4.2 Saran .................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 34

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak, hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Faktor etiologi yang lain
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemophilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan dalam jangka lama, malformasi arteriovenosa, dan
malformasi mikroangimatosa dalam otak, tumor otak (primer dan metastasis) yang tumbuh
cepat, amiloidosis serebrovaskular dan eklampsia (jarang), dapat pula disebabkan oleh trauma
kepala. Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen, pengobatan khusus dan intervensi
penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu. Pasien dengan perdarahan
intraserebral biasanya jalan napas tidak terlindungi sehingga membutuhkan intubasi
endotracheal (kriteria intubasi, GCS < 8).1

Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam Gleneagle Lippo


Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma kapitis berat 41 kasus (46,1%)
diantaranya memerlukan tindakan operasi craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma
kapitis ringan-sedang yang tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang
memerlukan tindakan operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio
serebri, 11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma intraserebral.2

I.II Rumusan Masalah

Bagaimana pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur, tindakan
(konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).

I.III Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur,
tindakan (konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).

3
I.IV Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah destriktif-retrospektif.Dilakukan studi terhadap catatan


medik pasien yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, periode Januari 2015 –
desember 2017.

Data yang didapat, diolah dan disajikan dalam bentuk table, diagram dan narasi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Defenisi

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika diameter lebih
dari 3 cm, letaknya di perifer, Adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom tersebut
dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.1
Perdarahan intraserebral merupakan hematom yang biasanya diakibatkan oleh cidera
regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan otak
atau kadang kerena cedera tekanan.Ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cedera.1
Perdarahan intraserebral adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri, hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.Perdarahan
intraserebral juga dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh
nadi.1
Perdarahan intraserebral, diartikan sebagai hematom yang terbentuk pada jaringan otak
(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah.Terutama melibatkan lobus
frontal dan temporal (80-90 persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak
dan ganglia basalis.Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematom.1
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis merupakan perdarahan cortex cerebri
yang berasal dari arteri kortikal.Apabila pasien dengan perdarahan intraserebral dapat hidup,
perdarahannya dapat diabsorpsi dengan pembentukan gliosis dan kavitas. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.1

II.2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan perdarahan
intraserebral sekunder. Perdarahan intraserebral primer yang merupakan 78 sampai 88 persen

5
kasus, ditimbulkan oleh adanya ruptur spontan dari pembuluh darah berukuran kecil yang
mengalami kerusakan oleh hipertensi kronis atau angiopati amiloid.2,3
II.2.1 Insiden perdarahan intraserebri akibat cedera kepala
Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000 penduduk,Di Taiwan (1992),
insiden trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause specific death rate 23 per 100.000
penduduk.
Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan, proporsi
penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%), dan proporsi
jenis kelamin laki-laki (63,1%).
Trauma capitis sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera kepala
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala meninggal sebelum
datang ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala.2
Data-data yang didapat di USA dan mancanegara, dimana kecelakaan terjadi hampir 15
menit. Sekitar 60% diantaranya bersifat fatal akibat adanya cedera kepala. Data menunjukkan
cedera kepala masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kecacatan pada usia <35 tahun.
Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja yang memerlukan tindakan operasi.2
Data-data yang didapat di Indonesia (1982) terjadi 55.498 kecelakaan lalu lintas dimana
setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang dan 80% penyebabnya adalah cedera kepala.
Data-data yang didapat dari RSCM (1995-1998), terjadi 96% trauma kapitis yang disebabkan
oleh kecelakaan lalu-lintas, dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ± 25 tahun. Dari
seluruh kasus cedera kepala, sebanyak 84% hanya memerlukan tindakan konservatif. Sekitar
28% saja penderita cedera kepala yang menjalani pemeriksaan CT Scan.1
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor, dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang
tidak memadai (>85%). Dalam hal ini yang dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang
terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai, sehingga saat penderita terjatuh,
helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.1,3

6
II.3. Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 1 : Otak terdiri dari tiga bagian: batang otak, cerebrum, dan cerebelum.
Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal dan oksipital.

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari hemisfer kanan dan
kiri.Cerebrum melakukan fungsi yang lebih dominan seperti menafsirkan sentuhan,
penglihatan dan pendengaran, pidato, penalaran, emosi, belajar, dan fungsi motorik.Cerebellum
terletak di bawah otak besar, fungsinya adalah untuk mengkoordinasikan gerakan otot,
menjaga postur tubuh, dan keseimbangan.Batang otak termasuk otaktengah, pons, dan
medula.Batang otak bertindak sebagai pusat estafet menghubungkan otak dan cerebellum ke
sumsum tulang belakang.Batang otak melakukan banyak fungsi otomatis seperti bernapas,
denyut jantung, suhu tubuh, bangun dan siklus tidur, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan
menelan.Sepuluh dari dua belas saraf kranial berasal di batang otak5.

7
Gambar2 :Arteri karotis terbagi menjadi arteri karotie internl dan eksterna. Sirkulasi anterior otak didapatkan
dari arteri karotis interna dan sirkulasi posterior didapatkan dari arteri vertebralis . Kedua sistem sirkulasi
terhubung di Sikulus Willis2

II.4. Etiologi

Penyebab terjadinya perdarahan intraserebraladalah, sebagai berikut:

 Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu,
dsb), olahraga, korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam (misalnya golok,
parang, batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan
olahraga, trauma tembak, dan lain-lain.3,5
.

8
Gambar 3 : Perdarahan Intracerebral3
II.5.Klasifikasi

Klasifikasi Perdarahan Intraserebral dapat ditinjau dari aspek etiologi maupun aspek
anatomi, hal tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Aspek Anatomi
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
c. Perdarahan subdural
d. Perdarahan epidural
e. Perdarahan supra dan infratentorial

Gambar4 : Tipe-tipe perdarahan intrakranial.

9
Aspek Etiologi
a. Perdarahan primer atau spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri
b. Perdarahan sekunder yang terjadi akibat trauma, tumor, dan akibat penggunaan
obat.1,2,7.

II.6.Patofisiologi

II.6.1 Patofisiologi perdarahan intraserebri akibat cedera kepala


a. Proses primer
Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik
yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya,
kondisi kepala yang bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses primer
ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga tengkorak/otak, robekan
selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena.
b. Proses sekunder
Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena
berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi.

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi
karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke
otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga
oksigenasi cukup.2

10
II.7.Diagnosa
II.7.1 Diagnosa perdarahan intraserebral akibat cedera kepala
Diagnosis dan terapi yang cepat pada penderita cedera kepala sangatlah penting, karena
memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi.
Primay Survey
a) Resusitasi
Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder.Penderita cedera otak berat dengan
hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak disbanding dengan penderita tanpa
hipotensi. Adanya hipoksia pada penderita yang disertai dengan hipotensi akan
menyebabkan mortalitas mencapai 75 %. Oleh karena itu, tindakan stabilisasi
kardiopulmoner pada penderita cedera otak berat harus dilakukan secepatnya.
b) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmuner penderita
stabil, pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil.
Secondary Survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus selalu
dilakukan untuk mendeteksi dini gangguan neurologis.Tanda awal dari herniasi lobus temporal
(unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.Adanya trauma
langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan dapat membuat
pemeriksaan pupil menjadi sulit.
Prosedure Diagnostik
Pemeriksaan CT Scan harus segera dilakukan secepat mungkin, segera setelah
hemodinamik normal. Pemeriksaan CT Scan ulang harus juga dapat dikerjakan apabila terjadi
perubahan status klinis penderita dan secara rutin 12-24 jam setelah trauma bila dijumpai
gambaran awal kontusio atau hematoma pada CT Scan awal.
Pada penderita dimana tekanan darah dapat dinormalkan, setiap usaha harus dilakukan
untuk pemeriksaan CT kepala sebelum penderita dibawa ke kamar operasi.10

11
Mendiagnosa dengan cepat perdarahan intraserebral sangat penting . Perkembangan
klinis yang cepatselama beberapa jam pertama dengan cepat dapat menyebabkankerusakan
neurologis dan ketidakstabilan kardiopulmonal, penelitian yang konsisten dari tahun 1990,
menunjukkan perdarahan bertambah kira kira 40% pada pasien dalam masa 3 jam dari onset
kejadian.Gejala perdarahan intraserebralbiasanya karena peningkatan tekanan intrakranial, hal
ini sering dibuktikanmelalui kehadiran trias Cushing, yaitu :hipertensi , bradikardia dan
respirasi tidak teratur yang dipicu oleh Cushing refleks3,4,5,10,11.

Gambar5 :Lokasi perdarahan Intraserebral

12
II.7.2. Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium harus dilakukan termasuk pemeriksaam darah lengkap,
parameter koagulasi ( fibrinogen,PT,PTT,INR), serum elektrolit,pemeriksaan fungsi hepar.
Pemeriksaan labaratorium tambahan dan diagnostik ( foto rontgen thorax dan EKG)11,12.

II.7.3. Neuroimaging
a. Computed Tomography Scan

Gambar 6 :CTScan tanpa kontrasmenunjukkanlokasiperdarahan intraserebri: (a)thalamus,


(b) putamen/dalam ganglia basalis, (c) pons(di batang otak), dan(d) cerebellum6

Pemeriksaan CT Scan adalah gold standard untuk permulaan neuroimaging pada pasien
yang dicurigai terjadi perdarahan intraserebral. CT imaging tidak saja memeriksa ukuran dan
lokasi pada perdarahan tetapi juga dapat memberitahu penyebab lain perdarahan dan
komplikasi yang dapat terjadi2,11,13
Pada CT Scan perdarahan intraserebri, akan memberikan gambaran daerah hiperdens
yang homogen dan berbats tegas. Disekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal, jika
massa hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi, maka keadaan ini disebut

13
kontusio. Jika perdarahan intraserebri ini disertai dengan subdural hematom dan kontusio atau
laserasi pada daerah yang sama, maka disebut ‘burst lobe’. Paling sering terjadi pada lobus
frontal dan temporal.Suatu perdarahan intraserebri dapat terjadi berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan setelah kejadian trauma dan pasien sering dalam keadaan neurologis yang baik,
keadaan ini sering terjadi pada orang tua. Beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan
keadaan ini seperti hipotensi atau syok, DIC yang dipicu oleh tromboplastin dari penguraian
jaringan saraf, dan konsumsi alcohol1,9.
Metode yang mudah untuk mengetahui volume hematom yang pertama kali di publisi
oleh Kothari dan kawan-kawan adalah, mereka meringkaskan rumus volume perdarahan
menjadi ABC/2 , dimana A B dan C merupakan diameter diameter terbesar disetiap aksis
ortoganal, dengan C sebagai dasar penomoran CT slide hematom yang dilihat berdasarkan
tingkat ketebalan potongannnya.Pengukuran sangat berguna dalam perkembangan hemoragik
dan penentuan prognosis awal9,11,12.

b. Magnatic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan jenis pemeriksaan radiologi yang dapat
digunakan untuk melihat struktur otak lebih jelas dan dapat mengidentifikasi penyebab
pendarahan.

Gambar 7:MRIotak menunjukkan malformasi cavernous disertai edema disekitarnya8

14
c. Angiography/ CT angiography
Angiography/ CT angiography dilakukan secepatnya jika didapatkan gejala klinis yang
memerlukan operasi secepatnya.Untuk mengidentifikasi penyebab sekunder seperti AVM dan
aneurysma atau vaskulitis.Pemeriksaan imaging lain seperti MRI atau cerebral angiography
diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut perdarahan pada kasus tidak khas4,6,9,12,13

Gambar 8 : Angiogram otak menunjukkan perdarahan intraserebral


yang disertai Arterivenous malformation9
II.8. Penatalaksanaan
II.8.1. Penatalaksanaan Non Operatif
Bukti keberhasilan penanganan konservatif maupun pembedahan dari perdarahan
intraserebral yang masih rendah menyebabkan terjadinya perbedaan penanganan.Pedoman
penanganan konservatif perdarahan intraserebral tetap dibutuhkan sebagai standard
penanganan yang rasional.
 Evaluasi dan Manajemen di Ruang Gawat Darurat
Hal utama yang harus dilakukan adalah pembebasan jalan nafas, pemeriksaan pernafasan,
sirkulasi, defisit neurologis, dan deteksi tanda-tanda trauma eksternal.Pemeriksaan fisis
menyeluruh untuk mencari tanda-tanda trauma, sindrom kompartemen, rhabdomyolysis pada
pasien dengan kesadaran menurun yang lama.Tertundanya tindakan proteksi jalan nafas
dapat mengakibatkan kerusakan sekunder pada otak yang ditimbulkan oleh aspirasi,
hipoksemia, dan hiperkapnia.

15
 Penanganan Airway dan Oksigenasi
Meskipun tidak semua pasien perdarahan intraserebral membutuhkan penanganan airway,
namun penanaganan airway dan ventilasi sangat penting bagi pasien dengan penurunan
kesadaran dengan skor GCS ≤ 8, tanda-tanda disfungsi batang otak, pasien hipoksia (Po2 <
60 mmHg atau Pco2 > 50 mmHg), atau pasien-pasien yang mengalami aspirasi.
 Manajemen Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah pasien harus berdasarkan masing-masing individu seperti adanya
riwayat hipertensi kronis, tekanan intrakranial, usia, dan penyebab perdarahan. Alasan utama
untuk menurunkan tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebri adalah untuk
mengurangi resiko perdarahan yang terjadi akibat pecahnya arteriol dan arteri kecil.Pada
berbagai penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara tekanan darah dengan
perluasan perdarahan intraserebri, namun pengunaan obat antihipertensi masih tetap
dianjurkan.Sebaliknya, manajemen tekanan darah yang terlalu agresif dapat menurunkan
tekanan perfusi serebral sehingga memperburuk kejadian brain injury, terutama dalam hal
pengaturan tekanan intrakranial.
 Efek Massa dan Hipertensi Intrakranial
Efek massa yang ditimbulkan oleh volume hematom dengan herniasi sebagai ancamannya
merupakan penyebab sekunder utama kematian pada pasien perdarahan intraserebral,
sehingga tindakan hiperventilasi dan pemberian obat osmotik terbukti memperbaiki aliran
darah cerebral (CBF) dan metabolisme yang terganggu oleh adanya herniasi.
 Kejang dan Perdarahan Ulangan
Kebanyakan kejang terjadi pada onset perdarahan intraserebral dalam kurun waktu 24
jam.Antikonvulsan umumnya dapat dihentikan setelah bulan pertama pada penderita yang
tidak lagi menunjukkan kejang.Penderita yang menunjukkan kejang pada waktu lebih dari
dua minggu dari onset perdarahan intraserebri memiliki resiko tinggi untuk mengalami
kejang ulangan dan memerlukan terapi profilaksis jangka panjang menggunakan
antikonvulsan.Pasien dengan kejang yang memerlukan control kejang yang cepat dapat
diberikan benzodiazepin dan untuk manajemen kejang jangka panjang dapat diberikan
phynitoin.
 Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh harus dipertahankan pada suhu normal. Acetaminophen 650 mg atau selimut
o
pendingin diperlukan pada pasien dengan suhu tubuh > 38,5 C, normothermia

16
direkomendasikan sebagai hipertermia ringan bahkan dapat menyebabkan kerusakan sel di
daerah iskemik penumbra.2,5,7,8,11.

II.8.2. Penatalaksanaan Operatif

Tujuan pembedahan dari perdarahan intraserebral untuk evakuasi sebanyak dan secepat
mungkin bekuan darah dengan seminimal mungkin jumlah trauma otak dari operasi itu
sendiri.Jika memungkinkan, operasi juga harus menghilangkan penyebab yang mendasari
perdarahan intraserebri, seperti malformasi arteri, dan mencegah komplikasi perdarahan
intraserebri seperti efek hidrosefalus dan massa dari bekuan darah. Kraniotomi telah menjadi
pendekatan standar untuk penanganan perdarahan intraserebri, keuntungan utama dari
pembedahan adalah eksposur yang memadai untuk membuang darah yang menggumpal,
mengevakuasi hematom lebih banyaksehingga dapat menurunkan tekanan intrakranialdan
menurunkan efek tekanan lokal dari bekuan darah di daerah sekitarotak.Kerugian utama dari
pembedahan intraserebri bahwa hal itu dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut,
khususnyapada pasien dengan perdarahan yang dalam.Selain itu,efektivitas menghilangkan
bekuan oleh kraniotomi jauh lebih baik.7,12,14

Gambar 9 : Prosedure kraniektomi dekompresi pada perdarahan intraserebral10

17
II.8.3. Indikasi Pembedahan
Saat initidak ada indikasiyang jelas untukoperasi evakuasiperdarahan intraserebralpada
sebagian besarpasien, beberapa kondisi yang sering dilakukan tindakan pembedahan pada
perdarahan intraserebri :
1. Perdarahan yang letaknya superfisial atau perifer
2. Volume hematoma antara 20-80 cc
3. Terjadi perburukan status neurologis
4. Usia pasien relatif muda
5. Perdarahan yang menyebabkan pergeseran garis tengah atau terjadi peningkatan
tekanan intrakranial
6. Hematoma serebelum> 3cm atau hematoma yang menyebabkan hydrocephalus12,13

II.9. Prognosis

Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan
kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam
dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga
mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai
defisit neurologis.2,5,8,11,15

Glasgow Outcome Scale (GOS)dikembangkan pertama kali oleh Jennet dan Bond pada
tahun 1975.Mereka mengembangkan GOS dengan tujuan mengklasifikasi bermacam-macam
kondisi luaran yang terdapat pada pasien paska cedera kepala.Banyak peneliti telah
menggunakan GOS sebagai pengukuran utama luarankarena dapat mendeskripsikan secara
umum luarandari pasien.

18
ALGORITMA16

Pasien dengan defisit neurologis akut yang


disurigai menderita perdarahan intraserebri
harus menjalani pemeriksaan CT-Scan tanpa
kontras untuk mendeteksi lokasi hematom
dan mengetahui ada tidaknya perdarahan
intraventrikular dan hidrocephalus

dilakukan pemilihan pasien yang akan menjalani operasi.


pasien yang direkomendasikan untuk operasi yaitu pasien dengan
diameter perdarahan > 3 cm, GCS < 14 semua pasien harus
dimonitor di dalam ICU
pasien umur muda dengan dengan perdarahn yang sedang atau
perdarahan lobaris yang besar dan gejala klinis yang memburuk atau
pasien dengan perdarahan gangglion basalis jika volume perdarahan
lebih dari 30 ml, perluasan hematom atau perburukan kondisi
neurologis yang progresif.

pasien dengan herniasi pasien yang mengalami pasien dengan


pasien dengan GCS < 8 trantentorial, kompresi pasien dengan MAP > kejang selama perdarahan hidrocephalus harus
dengan kesulitan batang otak, atau efek 130 mmHg diberikan harus diberikan diberikan kateter intra
menjaga air way atau terapi anti hipertensi antikonvulsan intravena ventrikular
massa yang berat,
disfungsi batang otak harus diberikan IV.
harus di lakukan hiperventilasi dan
pemasangan ETT dan mannitol intarvea
setelah 30 hari terapi lebih lanjut
ventilasi mekanik (terapi ini tidak
antikonvulsan memerlukan evaluasi
anjurkan untuk
dihentikan jika tidak neurosurgical
dilakukan lebih sering)
kejang

pasien
dapatdiekstubasi jika terapi jangka panjang
terdapat perbaikan dengan antikonvulsan
klinis dalam waktu 14 setelah 3 hari dapat
terapi lebih lanjut diberikan jika terjadi
hari selanjutnya dapat diberikan obat
memerlukan evaluasi kejang lebih dari dua
dilakukan trakeostomi antihipertensi oral jika
dari neurosurgical minggu setelah onset
kondisi pasien stabil.
perdarahan.

19
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


Telah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita pendarahan intraserebri

akibat trauma pada pasien yang dirawat inap di RSWS dari tahun 2015 hingga tahun 2017.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dan rekam medik penderita

pendarahan intraserebri yang di rawat inap pada periode waktu tersebut. Pada penelitian ini,

sampel yang diperoleh sebanyak 276 sampel. Sampel yang telah diambil dari data rekam medik

kemudian diolah untuk mengetahui karakteristik berdasarkan Jumlah penderita tiap tahunnya,

Umur, jenis kelamin, Kesadaran saat masuk Rumah Sakit, dan juga keadaan saat keluar dari

Rumah Sakit. Selanjutnya karakteristik tersebut dikategorikan berdasarkan tindakan dan juga

berdasarkan keadaan saat keluar dari Rumah Sakit.

Data yang terkumpul kemudian dioleh yang kemudian hasilnya dapat dilihat sebagai

berikut

Tabel 1.Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitus yang


dirawat inap berdasarkan jumlah penderita tiap tahunnya

Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Tahun 2015 33 32 65 (23,5%)
Tahun 2016 63 31 94 (34,1%)
Tahun 2017 76 41 117 (42,3%)
Total 172 102 276 (100,0%)

20
Grafik 1. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri hematom akibat
trauma capitus yang dirawat inap berdasarkan jumlah penderita tiap tahunnya

Jumlah Penderita Pendarahan Intraserebri di


RSWS
80
76
70
60 63
50
40 33 41
Konservatif
30 31
32 Operasi
20
10
0
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Penderita ICH di RSWS

Berdasarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa penderita pendarahan intraserebri yang

dirawat di RSWS tiap tahun meningkat. Jumlah pasien yang mendapatkan tindakan

konservatif dan operasi yang dilakukan pada pasien yang menderita pendarahan intraserebri

berbeda tiap tahunnya. Pasien yang mendapatkan tindakan konservatif pada pasien penderita

pendarahan intraserebri di RSWS tiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2015 terdapat 33 pasien

yang dirawat inap yang mendapatkan tindakan konservaif dan meningkat hampir 50% menjadi

63 pasien di tahun berikutnya. Di tahun 2017 pasien penderita pendarahan intraserebri yang

mendapatkan tindakan konservatif tetap meningkat hingga mencapai 76 pasien. Meskipun

peningkatan jumlah pasien tidak sebesar tahun sebelumnya tetapi tetap terjadi penambahan

pasien yang menderita pendarahan intraserebri dan mendapatkan tindakan konservatif.

Jumlah pasien pendertita pendarahan intraserebri yang mendapatkan tindakan operasi

mengalami fluktuasi pada tiga tahun terkhir. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang mendapatkan

tindakan operasi berjumlah 32 orang namun turun menjadi 31 orang pada tahun berikutnya.

Pada tahun 2017 jumlah pasien naik hingga mencapai 41 orang.

21
Meskipun peningkatan yang dialami pasien pendarahan intraserebri konservatif dan

yang mendapatkan tindakan operasi berbeda namun jumlah pasien pendarahan intraserebral

meningkat tiap tahunnya. Hal ini mendukung hasil penelitian stocchetti & bullock pada tahun

2008 yang mengatakan bahwa insiden cedera kepala meningkat.

Tabel 2. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang dirawat inap berdasarkan kelompok umur

Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Umur <11 3 1 4 (1.44%)
Umur 12-25 60 37 97 (35,14%)
Umur 26-45 87 30 117 (42,39%)
Umur >46 36 22 58(21.01%)

Grafik 2. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang dirawat inap berdasarkan kelompok umur

UMUR
87
90
80
70 60
60
50 Konservatif
37 36
40 30 Operasi
30 22
20
10 3 1
0
<11 12-25 26-45 >46

Berdasarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang mendapatkan

tindakan konservatif lebih banyak dibandingkan tindakan operasi pada penderita pendarahan

intrasebri di setiap kategori umur. Di bawah umur 11 tahun terdapat 3 pasien yang

mendapatkan tindakan konservatid sedangka 1lainnya mendapatkan tindakan operatif pda

22
kategori umur 12 hingga 25 tahun jumlah pasien yang mendapatkan tindakan konservatif ialah

berjumlah 60 pasien sedangkan 37 pasien lainnya mendapatkan tindakan operasi. Untuk

kategori umur diatas 26 tahun dan dibawah 45 tahun jumlah pasien yang mendapatkan

tindakan konservatif berjumlah 87 sedangkan 30 pasien lainnya mendapatkan tindakan operasi.

Berbeda dari kategori umur lainnya, pada umur diatas 45 tahun perbedaan pasien yang

mendapatkan tidakan konservatif dan operasi tidak terlalu berbeda yaitu 36 pasien

mendapatkan tindakan konservatif dan 22 pasien mendapatkan tindakan operasi. Dibandingkan

penelitian pradesta dkk yang memiliki jumlah sampel yang sedikit namun karakteristik umur

yang diperoleh memiliki kesamaan dimana penderita lebih dominan berumur diatas 26 tahun

lebih khususnya diatas 35 tahun dan umur penderita yang paling sedikit ialah umur dibawah 26

tahun serta diatas 45 tahun. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Pandhita dkkyang memiliki hasil karakteristik yang serupa dengan jumlah penderita

pasien didominasi oleh umur disekitar 45 tahun.

Tabel 3. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang dirawat inap berdasarkan kelompok Jenis Kelamin

Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
Pria 111 75 186 (67,3%)
Wanita 61 29 90 (32,6%)
Total 172 104 276 (100,0%)

23
Grafik 3. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis
yang dirawat inap berdasarkan kelompok Jenis Kelamin

120

100

80

60
Konservatif

40 Oprasi

20

Pria
Wanita

Berdasarkan grafik dan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang menerima

tindakan konservatif lebih banyak dari pasien yang mendapatkan tindakan operasi baik itu pria

ataupun wanita. Jumlah pasien pria yang mendapatkan tindakan konservatif ialah sebanyak

111 pasien atau sebesar 40% dari total pasien penderita pendarahan intraserebri dari tahun

2015 hingga tahun 2017. Sedangkan 27% atau sekitar 75 pasien pria mendapatkan tindakan

operasi. Pada pasien berjenis kelamin wanita yang menderita pendarahan intraserebri

berjumlah 61 atau sekitar 22% pasien mendapatkan tindakan konservatif dan 11% atau 29

pasien lainnya mendapatkan tindakan operasi. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian

Hartoyo dkk, karakteristik yang diperoleh memiliki hasil yang serupa dimana pasien

didominasi oleh pria dimana pada penelitian ini pasien pria yang mengalami pendarahan

intraserebri akibat trauma capitis bernilai 67% dari total pasien yang terdaftar di RSWS dimana

pada penelitian Hartoyo dkk jumlah pasien yang berjenis kelamin pria mencapai 75,4%.

24
Tabel 4. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis
yang dirawat inap berdasarkan Keadaan masuk Rumah Sakit

Tindakan Total
Kategori Konservatif Operasi n (%)
GCS 14-15 45 20 65 (23,5%)
GCS 9-13 79 41 120 (43,4%)
GCS 3-8 46 41 87 (31,5%)
Total 172 104 276 (100,0%)

Grafik 4. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis

yang dirawat inap berdasarkan Keadaan masuk Rumah Sakit

Keadaan Awal Saat Masuk Rumah Sakit


79
80
70
60
45 46
50 41 41
Konservatif
40
Operasi
30 20
20
10
0
GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8

Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang mendapatkan tindakan

konservatif lebih banyak dibandingkan tindakan operasi pada penderita pendarahan intrasebri

di setiap kategori keadaan saat memasuki Rumah Sakit. Jumlah pasien yang memiliki GCS 14-

15 mendapatkan tindakan konservatif sebanyak 45 pasien sedangkan 20 pasien lainnya

mendapatkan tindakan operasi. Untuk pasien yang memiliki GCS 9-13 yang mendapatkan

tindakan konservatif berjumlah 79 pasien, 41 pasien lainnya mendapatkan tindakan operasi.

25
Berbeda dari kategori lainnya, pada padien yang memiliki GCS 3-8 memiliki perbedaan pasien

tidakan konservatif dan operasi yang tidak terlalu berbeda. 46 pasien mendapatkan tindakan

konservatif dan 41 pasien mendapatkan tindakan operasi. Dibandingkan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Pandhita dkk , karakteristik yang diperoh dari penelitian ini memiliki

beberapa perbedaan dimana pada penelitian Pandhita dkkpasien lebih banyak memiliki nilai

GCS 14-15 namun pada penelitian kali ini pasien penderita pendaraha intraserebri didominasi

GCS 9-13.

Tabel 5. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang dirawat inap berdasarkan Keadaan keluar Rumah Sakit

Tindakan
Total
Kategori Konservatif Operasi
Hidup 95 34.4% 67 24.3% 162
Meninggal 77 27.9% 37 13.4% 114
Total 172 62.3% 104 37.7% 276

Grafik 5. Karakteristik penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang dirawat inap berdasarkan Keadaan keluar Rumah Sakit

Keaadaan pasien keluar rumah sakit

100
90
80
70
60 Konservatif
50 Oprasi
40
30
20
10
0
Hidup Meninggal

26
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang hidup setelah

meninggalkan Rumah sakit lebih banyak dibandingkan yang meninggal baik itu pasien

yang mendapatkan tindakan konservatif maupun operasi. Jumlah pasien yang hidup

setelah mendapatkan tindakan konservatif ialah sebanyak 95 orang dan 77 lainnya

Meninggal dunia. Pada pasien yang mendapatkan operasi, 67 pasien hidup setelah

keluar dari Rumah sakit sedangkan 37 sisanya meninggal dunia. Dengan jumlah pasien

yang hidup mencapai 58.6% dan kematian 41,4% menunjukkan bahwa karakteristik

keluaraan dari Rumah Sakit yang diperoleh Hartoyo dkk memiliki hasil yang hampir

serupa dimana persentase pasien yang hidup mencapai 66.7% dan yang meninggal

mencapai 33.3%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien penderita pendarahan intraserebri

lebih dari setengahnya tetap bertahan hidup.

Tabel 6. Karakteristik Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat


trauma capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan jumlah penderita tiap
tahunnya

LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
Tahun 2015 39 26 65 (23,5%)
Tahun 2016 55 41 96 (34,7%)
Tahun 2017 65 46 111 (40,2)
Total 162 114 276 (100%)

27
Grafik 6. Karakteristik Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat
trauma capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan jumlah penderita tiap
tahunnya

Jumlah Penderita Pendarahan Intraserebri di


RSWS
70
65
60
55
50
39 46
40 41
30 Hidup
20 26 Meninggal
10
0
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Penderita ICH di RSWS

Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa penderita pendarahan intraserebri yang

keluar RSWS tiap tahun meningkat. Pasien yang Hidup setelah menjalani pengobatan

mengalami peningkatan tiap tahunnya namun hal yang sama jga terjadi pada tingkat kematian

pada penderita pendarahan intraserebri. Pada tahun 2015 terdapat 39 pasien yang keluar dari

rumah sakit dan masih hidup meningkat hingga 55 pasien di tahun berikutnya. Di tahun 2017

pasien penderita pendarahan intraserebri yang hidup setelah keluar dari rumah sakit menngkat

hingga mencapai 65 pasien. Meskipun peningkatan jumlah pasien tidak sebesar tahun

sebelumnya tetapi tetap terjadi peningkatan jumlah pasien yang hidup setelah menjalani

pengobatan

Jumlah pasien penderita pendarahan intraserebri yang meninggalpun juga mengalami

peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang meninggal dunia berjumlah

26 orang dan meningkat menjadi 41 orang pada tahun berikutnya. Pada tahun 2017 jumlah

pasien naik hingga mencapai 46 orang.

28
Tabel 7.Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma
capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan kelompok umur

LuaranSaatKeluar RS
Total
Kategori Hidup Meninggal
<11 5 1.81% 1 0.36% 6
12-25 55 19.92% 41 14.8% 96
26-45 65 23.55% 54 19.57% 119
>46 39 14.13% 18 6.52% 57
Total 164 59.42% 114 41.3% 278

Grafik 7. Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma


capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan kelompok umur

UMUR
70 65

60 55 54

50 41 39
40 Konservatif
30 Operasi
18
20
10 5
1
0
<11 12-25 26-45 >46

Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang Hidup lebih banyak

dibandingkan meninggal dunia pada penderita pendarahan intrasebri di setiap kategori umur.

Di bawah umur 11 tahun jumlah pasien yang Hidup ialah berjumlah 5 pasien sedangkan

terdapat 1 pasien meninggal dunia pada kategori umur 12-25 jumlah pasien yang hidup

berjumlah 55 orang sedangkan 41 pasien meninggal dunia. Untuk kategori umur diatas 26

tahun dan dibawah 45 tahun jumlah pasien yang Hidup berjumlah 65 sedangkan 54 pasien

29
lainnya meninggal dunia. Pada umur diatas 45 tahun perbedaan pasien yang hidup dan

meninggal dunia sangatlah berbeda dengan kategori umur lainnya. 39 pasien Hidup dan 18

pasien meninggal dunia.

Tabel 8. Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma


capitisyang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan kelompok Jenis Kelamin

LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
Pria 104(55,9%) 82(41,30%) 186 (67,3%)
Wanita 58(44,08%) 32(35,55%) 90 (32,6%)
Total 162(58,69%) 114(41,30%) 276 (100%)

Grafik 8. Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma capitis


yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan kelompok Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Pasien penderita


pendarahan intraserebri di RSWS

120 104
100 82
80 58 Hidup
60
32 Meninggal
40
20
0
Pria Wanita

Berdasarkan grafik dan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang hidup lebih

banyak dari pasien yang meninggal dunia baik itu pria ataupun wanita. Jumlah pasien pria yang

Hidup ialah sebanyak 104 pasien atau sebesar 38% dari total pasien penderita pendarahan

intraserebri dari tahun 2015 hingga tahun 2017setelah keluar dari Rumah Sakit. Sedangkan

30
30% atau sekitar 82 pasien pria meninggal dunia. Pada pasien berjenis kelamin wanita yang

menderita pendarahan intraserebri. 58 atau sekitar 21% pasien Hidup dan 11% atau 32 pasien

lainnya meninggal dunia

Tabel 9. Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma

capitis yang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan Keadaan awal masuk Rumah Sakit

LuaranSaatKeluar RS Total
Kategori Hidup Meninggal n (%)
GCS 14-15 71(94,66%) 4(5,3%) 75
GCS 9-13 85(65,38%) 45(34,6%) 130
GCS 3-8 6(8,45%) 65(91,54%) 71
Total 162(58,69%) 114(41,30%) 276

Grafik 9. Distribusi Keadaan penderita pendarahan intraserebri akibat trauma

capitisyang Keluar dari Rumah Sakit berdasarkan Keadaan awal masuk Rumah Sakit

Keadaan awal Masuk Rumah Sakit


85
90
80 71
65
70
60
45 Hidup
50
Meninggal
40
30
20
4 6
10
0
GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8

Berdarkan Grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang Hidup lebih banyak

dibandingkan meninggal dunia pada penderita pendarahan intrasebri di kategori keadaan saat

memasuki Rumah Sakit dengan CGS 9-13 dan CGS 14-15 namun jumlah pasien yang

31
meninggal dunia lebih banyak pada pasien yang memiliki CGS 3-8. Jumlah pasien yang

memiliki GCS 14-15 dan Hidup berjumlah 71 pasien sedangkan 4 pasien lainnya meninggal

dunia. Untuk pasien yang memiliki GCS 9-13 yang Hidup berjumlah 85 sedangkan 45 pasien

lainnya meninggal dunia. Berbeda dari kategori lainnya, pada pasien yang memiliki GCS 3-8

memiliki jumlah pasien yang meninggal dunia lebih banyak dari yang hidup dengan jumlah

pasien yang meninggal ialah 65 orang dan 6 orang lainnya masih hidup.

Tabel 10.
Perbandinganluaranantaratindakanoperatifdankonservatifpadaberbagaitingkatkesadara
nsaatmasukrumahsakit

Luaran
Tindakan Keadaan Hidup Meninggal
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentasi
GCS 14-15 21 8% 0 0%
Operatif GCS 9-13 39 14% 19 7%
GCS 3-8 7 3% 19 7%
GCS 14-15 41 15% 4 1%
Konservatif GCS 9-13 53 19% 26 9%
GCS 3-8 0 0% 46 17%
Total 161 59% 114 41%

32
Grafik 10.
Perbandinganluaranantaratindakanoperatifdankonservatifpadaberbagaitingkatkesadara
nsaatmasukrumahsakit

60 53
46
50 41
39
40
26
30 21 19 19
20
7
10 4
0 0
0
GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8 GCS 14-15 GCS 9-13 GCS 3-8
Operatif Konservatif

Luaran Hidup Luaran Meninggal

Bedasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pasien yang termasuk dalam kategori

CGS 9-13 dan CGS 14-15 saat memasuki Rumah Sakit lebih dominan keluar dari rumah sakit

dengan keadaan hidup baik yang mendapatkan tindakan operatif maupun konservatif. Hal yang

berbeda terjadi pada pasien yang memliki GCS 3-8 saat masuk rumah sakit, sebagian besar

pasien meninggal dunia bahkan pada pasien yang mendapatkan tindakan konservatif tidak ada

satu pasien pun yang hidup selama tiga tahun terakhir. Semakin rendah nilai GCF pada pasien

penderita pendarahan intraserebri maka semakin rendah pula kemungkinannya untuk hidup, hal

yang serupa dan mendukung karakteristik yang diperoleh penelitian ini juga diperoleh dari

penelitian yang dilaksanakan Hartono dkkdimana 33.3 % dari pasien yang mengalami cedera

kepala mengalami kematian dan 100% pasien yang mengalami kematian memiliki CGS 3-5.

Penelitian yang dilaksanakan Pandhita dkk juga mendapatkan hasil yang serupa dimana tingkat

mortalitas pasien penderita pendarahan intraserebri semakin rendah jika CGS pasien semakin

rendah. Jika pada penelitian ini hanya ada 3% pasien yang hidup dengan CGS 3-8

33
dibandingkan penelitian Tito dkk terdapat 22.2% pasien yang hidup namun 33% pasien yang

mengalami trauma capatis di RSUD Dr. Abdul Azis meninggal dunia.

34
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


IV.1. Kesimpulan
1. Diperoleh 276 orang penderita perdarahan intraserebri yang masuk dan di rawat di
RSWS selama periode tahun 2015 – 2017.
2. Perdarahan intraserebri setiap tahun jumlahnya semakin meningkat dengan berbagai
kelompok umur dan terbanyak pada umur 26- 50 tahun (117 (42,3%).
3. Kejadian perdarahan intraserebri lebih banyak pada pria dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1, pria (186 (67,3%) dan wanita (90 (32,6%).
4. Luaran pasien setelah keluar dari rumah sakit lebih banyak yang hidup 162 orang
(58,8%), dibandingkan yang meninggal 114 orang (41,3%).
5. Penanganan perdrahan intracerebri sebanyak 276 berupa tindakan konservatif 171
orang ((61,9%) daripada tindakan operatif 105 orang (37,5%).
6. Pasien dengan GCS 14-15 dan GCS 9-13 Memiliki persentase hidup yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan GCS 3-8.

IV.2. Saran
1. Penelitian ini sifatnya terbatas, untuk itu perlu penelitian terhadap variabel-variabel lain
serta perlu dilanjutkan dengan penelitian serupa pada skala yang lebih luas.
2. Perlunya pencatatan rekam medis yang detail dan lengkap untuk kepentingan data.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaye H Andrew,Neurosurgery Third Edition ,Melbourne,Australia,Blackwell.2005


.h:1-30.
2. Tabatabei1 SM, Seddighi1 AM, Seddighi A. Head Injury. Department of Neurosurgery,
Shahid Beheshti University of Medical Sciences, Neurofunctional Reseach Center of
Shohada Tajrissh Hospital, Tehran, Department of Neuerosurgery, Shahid Rajaee
Hospital, Qazvin University of Medical Sciences, Qazvin, Iran. WWW.ircmj.com Vol
13 June 2011.h:382-91.
3. 2.Qureshi A, Tuhrim S, Broderick J. Spontaneus Intracerebral Hemorrhage. Department
of neurology, mount sinai medical center, New York NEJM, volume 344:1450-1460
Mei 10, 2001, Nomer 19.
4. LindslayKeneth,CallenderRobin.NeurologyandNeurosurgeryIlustrated,London:Churchi
l Livingston.2006.h:64-68
5. Israr, A. Cedera Kepala. Bagian Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara, Sumatera. 2013.h:1-16.
6. Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Price SA.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. h:1006-1042
7. .Edward C. Jauch.Intracerebral hemorrhage. Assistant professor department of
emergency Medicine, University of Cincinnati : Foundation for education and research
in neurological Emergencies 2005.h:1-10.
8. Brodrick JP, Zuccarello M. Intracerebral Hemorrhage. Mayfield clinic and spine
institute. Neurosurgery focus 2003.h :1-3.
9. Reichart R, Frank S. Intracerebral hemorraghe, indication for surgical treatment and
surgical techniques. Department of neurosurgery, Jena University hospital 2011:68-71.
10. Towfighi A, Greenberg S, Rosand J. Treatment and prevention of primary intracerebral
hemorrhage. The Indiana university school of medicine. Boston, volume 5, number 4
2005.h:445-452.

36
11. Arabi Bizhan,Eisenberg Howard.Menegement of severe head injury. in:Moore J Anne
editor Neurosurgery.USA.Springer.2006.h:370-378
12. .Japardi I. Cedera Kepala. Patologi Dan Patofisiologi Cedera Kepala. PT Buana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia. Jakarta Barat 2004:14-23.
13. Advanced Trauma Life Support. Cedera Kepala, Seventh Edition. American College of
Surgeon, 633 N. Saint Clair St., Chicago.2004.h : 179-182.
14. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage:pathophysiology, diagnosis
and management. McMaster Universty, Volume 10 No. 1, 2013.h:15-22.
15. .Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A
Statement for Health care Professionals From a Special Writing Group of the Stroke
Council American Heart Association.Stroke. 1999.h:905-915.
16. Gamboa C, Sloan P Edward. Intracerebral hemorrhage annotated biobliography.
University of Illonois at Chicago, college of medicine medical candidate, Department
of emergency medicine University of Illionois at Chicago,college of medicine
2010.h:1-2
17. .McDowel M. Michael, Kellner P Christopher, Barton M. Sunjay. The role advanced
neuroimaging in intracerebral hemorrhage. Department of neurological surgery,
Columbia university, Newyork 2005.h:445-452.
18. ennerh W.Lindsay, Ian Bone.Cerebrovascular disease – intracerebral hemorrhage
:Neurology and neurosurgery illustrated. 4th edition.h:270-281.

37
BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH III

EVALUASI KASUS PERDARAHAN INTRASEREBRAL PADA PASIEN TRAUMA


CAPITIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PERIODE JANUARI 2015 – DESEMBER 2017

OLEH:

dr. Mukhizal Aqni

PEMBIMBING:

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS


Dr.Andi Ihwan,Sp.BS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

38
39

Anda mungkin juga menyukai