A. Pengertian
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, hilang percaya diri dan harga diri,
merasa gatal mencapai keinginan (Kelliat, 1998).
C. Rentang Respon
Respon
Adaptif
1. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses yang dapat diterima.
2. Konsep diri positif : apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun ynag negatif dari dirinya.
3. Harga diri rendah : individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa
rendah dari orang lain.
4. Keracunan identitas : kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi : perasan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain.
D. Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis.
2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran yang sesuai dengan jenis kelamin,
peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu yaitu orang tua yang tidak percaya
pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur sosial yang berubah.
E. Faktor Presipitasi
Faktor prepitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota
tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktifitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.
1. Situasional
Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang terjadi secara situasional bisa
disebabkan secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan,
menjadi korban kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana
karena masuk penjara.
2. Kronik
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah berlangsung sejak
lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat. Klien sudah memiliki
pikiran negatif sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
F. Akibat (Effect)
Harga diri rendah kronis dapat beresiko terjadinya isolasi sosial. Isolasi sosial
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain. Isolasi sosial dapat mengakibatkan perubahan
persepsi sensori.
Isolasi Sosial
I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri yang
menyakitkan.
1. Pertahanan jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas (misal :
bermain musik, bekerja keras, menonton tv)
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara (ikut serta dalam
aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok/geng).
c. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri (misalnya olahraga yang
kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mensapatkan popularitas)
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal : Penyalahgunaan obat)
2. Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas : adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang penting
bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu.
b. Identitas negatif : Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh
nilai dan harapan masyarakat.
Data Minor :
DO : Curiga dengan orang lain, mendengar suara/melihat bayangan, merasa tidak
berguna
DO : Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak berinisiatif berhubungan dengan
orang lain.
C. Berduka disfungsional
Data Mayor :
DS : Mengungkapkan tak berdaya dan tak ingin hidup lagi
DO : Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas/ kehilangan seseorang
Data Minor :
DS : Ekspresi Wajah sedih
DO : Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
III. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
- Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi pasien
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan secara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
C. Rentang respon
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan
2. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak menemukan alternatif
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi masih terkontol.
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
D. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis,
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau
saksi penganiayaan.
2. Perilaku,
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4 Bioneurolgis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
E. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya
seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap
dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
G. MASALAH KEPERAWATAN DAN FOKUS DATA PENGKAJIAN
a. Masalah Keperawatan
Harga diri rendah
Perilaku kekerasan
Koping individu tidak efektif
Perubahan sensori persepsi; Halusinasi
Resiko mencederai diri sendiri lingkungan & orang lain.
b. Data Fokus Pengkajian
Faktor Predisposisi
Faktor Presipitasi
Mekanisme koping yang digunakan
Perilaku yang muncul (misal menyerang, memberontak perilaku kekerasan)
H. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Perilaku kekerasan berhuungan dengan koping individu tidak efektif
I. Rencana Tindakan
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
- Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
- Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
- Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
- Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
- Fisik
- Sosial / verbal
- Spiritual
- Terapi psikofarmaka (patah obat)
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., teori & tindakan keperawatan Jiwa.Jakarta;
Yankes RI Keperawatan Jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya; Airlangga University
Press.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi ; 1. Bandung;
RSJP
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya, dalam sumber lain dikatakan bunuh diri
sebagai perilaku deskruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku deskruktif yang mencakupsetiap aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal inisebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sudden,1995).
2. Tanda dan gejala
d. Impuls
menyalahgunakan alkohol)
j. Kesehatan fisik
k. Pengangguran
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
m. Status perkawinan
n. Pekerjaan
o. Konflik interpersonal
q. Orientasi seksual
r. Sumber sumber personal
s. Sumber-sumber sosial
3. Rentang Respon
Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang
membutuhkan pertahanan diri sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya
Beresiko deskruktif
Seseorang memiliki kecendrungan atau beresiko mengalami perilaku deskruktif atau menyalahkan
diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri, misalnya karena pandangan seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal
Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan
Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi tiga kategori yaitu sebagai
berikut :
a. Upaya bunuh diri (Suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila
kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian, kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan.
b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanbakan untuk usaha mempengaruhi
c. Ancaman bunuh diri (Suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung,
verbal atau non verbalbahwa seseorang sedang menguipayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkoin menunjukan secara verbal bahwa dia tidak akan lagi ad disekitar kita atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat dan sebagainya. Kurangnya
respon dari lingkungan sekitar dapat dipresepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
4. Faktor Predisposisi
Tidak ada teori tunggal yang mengiungkapkan tentang bunuh diri dan memberi petunjuk mengenai
cara melakukan intervensi yang terapeutik. Teori perilaku meyakini bahwa pencerdasan diri
merupakan hal yang dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori psikologi
memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma interpersonal, dan kecemasan
anak mendapat perlakuan kasar serta tidak mendapat kepuasan (Stuart dan Sundeen, 1995)
Lima faktor predisposisi yang menunjuang pada pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus
a. Diagnosis psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk melakukan tindakan
Tiga sifat kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipasti,
c. Lingkungan psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negativ dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan sosial
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan lebih dahulu mengetahui
penyebab masalah respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebuit dan lain lain.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting yang dapat
e. Faktor biokimia
Data menunjukan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang
terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin dan dopamin. Peningkatan zat-zat tersebut dapat
dilihat melalui8 rekaman gelombang otak elektro encepalo graph atau (EEG).
5. Faktor Presipitasi
Perilaku deskruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memerlukan. Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah meloihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan melakukan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebur menjadi
sangat rentan.
6. Sumber Koping
Klien dengan penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku
bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
7. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan
perilau bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. Perilaku
bunuh diri menunjukan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan
upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
B. Pohon Masalah
2. Bunuh diri
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Direktorat kesehatan jiwa, Dit.jen. 2000., teori & tindakan keperawatan jiwa. Jakarta: Yankes.RI
keperawatan jiwa
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide
to Psychiatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed :1. Bandung : RSJP
HALUSINASI
A. Definisi
Halusinasi adalah ganggiuan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
Halusinasi adalah persepsi adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang
terjadi dalam keadaan sadar (Maramis, halaman 119)
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, takut)
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tanpak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitas
dan ketakutan
Karakteristik
Non psikotik, merasa cemas, kesepian, bersalah, takut sehinggamencoba berpikir hal-hal
menyenangkan, halusinasi masih dapat dikontrol
preoccupied
2. Condemnine → cemas berat, halusinasi menjadi refulsif
Karakteristik
Nonspesifik pengalaman sensori menjadi menakuitkan, klien merasa hilang kontrol dan merasa
dilecehkan oleh pengalaan sensori tersebut, menarik diri dari orang lain
Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom, peningkatan denyut jantung, respirasi dan tekanan darah.
3. Controlling → cemas berat, halusinasi tidak dapat ditolak
Karakteristik
Mengikuti perintah halusinasinya, sulit berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika tidak mengikuti perintahnya
Observable patient behaviors
Pelaku panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri/orang lain,m,m aktivitas menggambarkan isi
D. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulkus yang nyata/lingkungan.
Dengan kata lain yang berada disekitar klien tidak mendengar bunyi atau suara yang didengar klien
tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari lingkungan
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Rentang Respon
With Drawl
F. Faktor Predisposisi
1. Biologis
adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbic yang paling berhubungan dengan munculnya
perilaku psikotik.
2. Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun schizofrenia diyakini sebagai penyakit disebabkan sebagian oleh
menyebabkan schizofrenia.
G. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini menyatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan
terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik
dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan (Depkes, 2000).
H. Mekanisme Koping
Menarik diri
a. Masalah keperawatan
DS :
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar dan
DO :
Klien mengamuk, merusak, dan melempar barang, melakukan tindakan kekerasan kepada orang
disekitarnya
DS :
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata dll.
DO :
Disorientasi
c. Diagnoasa keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan perceptual :
halusinasi
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
keperawatan jiwa
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.
WAHAM
A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) tapi diyakini
keberadaannya (Dadang Hawari, 1999). Waham / delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul
tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak realistis
2. Tidak logis
3. Menetap
4. Egoistik
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.keyakinan
klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi
oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tiodak ada kasih
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakini (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
3. Curiga
4. Bermusuhan
C. Klasifikasi
3. Waham somatik, yaitu keyakinan klien bahasa tubuh / bagian tubuh terganggu / terserang penyakit
mencederai dirinya
6. Waham sisip pikir, yaitu keyakinanklien bahwa orang lain mengetahui apa yang dipikirkannya
7. Waham kontrol pikir, yaitu keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan luar biasa
(Depkes, 2000)
D.
Rentang respon
Predisposisi
1. Biologis
adanya lesi pada area frontal, temporal, dan limbic yang paling berhubunganb dengan munculnya
perilaku psikotik
2. Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun schizofrenia diyakini sebagai penyakit disebabkan sebagian oleh
keluarga dan sebagian lagi oleh karakyer individu itu sendiri.
3. Sosial budaya
F. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini menyatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan
terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik
G. Mekanisme Koping
3. Menarik diri
H. Masalah Keperwatan dan Data Fokus Pengkajian
1. Masalah Keperawatan
DS :
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membvunuh, ingin membakar dan
DO :
Klien mengamuk, merusak, dan melempar barang, melakukan tindakan kekerasan kepada orang
disekitarnya.
DS :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya)
Klien tampak tidak memiliki orang lain, curiga, bermusuhan, merusak, takut, waspada, paniki, sangat
3. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubunganb dengan perubahan proses pikir :
waham
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI
keperawatan jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.
A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengfalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi akivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif dan keterampilan
klien kurang
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klioen tidak mampu melakukan perawatan diri
3. Sosial
Kurang dukungan danlatihan kemampuan dari lingkungannya
1. Mandi / hygiene
mendapatkan sumber air bersih, mengatur suhu, atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan
Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil potongan pakaian. Klien juga
memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
3. Makan
Klien tidak memiliki kemampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan,
4. Toiletting
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar
keci, duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi pakaian untuk toiletting dan membersihkan bdan
setelah toiletting.
D.
Rentang Respon
1. Menyendiri
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang dilakukan sosialnya dan
Kondisi dalam hubungn sosial interpersonal diman individu mampu saling memberi dan
menerima.
4. Saling ketergantungan
Hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalm rangka membina
hubungan interpersonal.
E. Pohon Masalah
Data mayor :
DS :
Menyatakan malas mandi, tidak tahu cara makan yang baik, tidak tahu cara dandan, dan tidak tahu
DO :
Data minor :
DS :
Merasa tidak berguna, merasa tidak perlu merubah penampilan, merasa tidak ada yang peduli
DO :
Tidak tersedia alat kebersihan, tidak tersedia alat makan, tidak tersedia alat toileting
Klien hidup tak bermakna, tidak memiliki kelebihan apapun, merasa jelek.
DO :
Data minor
DS :
DO :
Data mayor
DS :
Klien mengatakan malas berinteraksi, mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
DO :
DS :
Curiga dengan orang lain, mendengar suara/melihat bayangan, merasa tidak berguna
DO :
Mematung, mondar-mandir, tanpa arah, tidak berinisiatif, berhubunganb dengan orang lain.
Daftar Pustaka
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI
keperawatan jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.
Tujuan Kriteria
Pasien mampu : Setelah ...x pertemuan, pasien
Melakukan kebersihan diri secara mandiri menjelaskan pentingnya :
Melakukan berhias / berdandan secara baik Kebersihan diri
Melakukan makan dengan baik Berdandan
Melakukan BAB / BAK secara mandiri Makan
BAB / BAK
Dan mampu melakukan cara merawat di
Keluarga mampu : Setelah ...x pertemuan, keluarga
Merawat anggota keluarga yang mengalami meneruskan melatih pasien dan men
masalah kurang perawatan diri agar kemampuan pasien dalam per
dirinya meningkat
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Pengertian
1. Hubungan sosial
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerja sama dan ketergantungan dengan
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan intrapersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam
pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan
interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah
pada perilaku menarik diri (Townsend, 1998).
3. Isolasi sosial
Suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa
bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan,
pikiran, prestasi atau kegagalan.ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghundari hubungan
1. Kurang spontan
2. Apatis
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka
akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap kemempuan untuk
C. Rentang
Respon
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial :
1. Respon adaptif
Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara
umum berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normalketika menyelesaikan
lingkungannya.
Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
Bekerja sama, kemmapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
2. Respon maladaptif
Adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini
orang lain
Ketergsantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain
Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat
D. Etiologi
Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stresor presipitasi. Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposoisi dan stresor presipitasi. Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
1. Faktor predisposisi
Pada setisp tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas – tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah. Tugas perkembangan
dengan budaya
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut
oleh keluarga, dimana settiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lansia, berpenyakit
Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya
pada klien skizofrenia yang mengalami struktur abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal
Contohnya adalah stresor budaya yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti
keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis yaitu stres yang terjadi akibat asietas berkepanjangan dan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemempuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
individu.
E. Pohon Masalah
Resti mencederai diri, orang lain
PPS Halusianasi
- Curiga
- Dependen
- Manipulatif
- Menarik diri
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar
Disorientasi
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya
atau tidak.
2). Data Obyektif
Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan
banyak diam.
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.
Tujuan
Pasien mampu :
- Menyadari penyebab isolasi sosial
Keluarga mampu :
sosial, keuntungan dan - Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
kerugian berinteraksi dengan - Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
- Latih berkenalan
anggota keluarga
- Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
oleh pasien
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
SP 2
- Evaluasi SP1
SP 3
- Evaluasi SP1 dan 2
- Penyebab isolasi sosial - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- Follow Up
- Rujukan
Daftar Pustaka
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI
keperawatan jiwa
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide
To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.