Anda di halaman 1dari 3

Banjir Buah Naga

Buah naga membanjiri berbagai kota swalayan dan toko buah di kota-kota besar Indonesia,
akhir tahun lalu dan awal tahun ini. Memang petani kita sudah bisa membudidayakan buah
naga. Tetapi buah naga yang memenuhi dan menyesaki pasar belakangan ini merupakan
buah impor. Badan pusat statistik mencatat impor buah naga Indonesia 2013 mencapai
21.700 ton, dengan nilai US$ 25,7 juta, atau setara Rp 283,4 miliar. Impor di tahun
berikutnya, sepanjang Januari hingga November menyusut hingga 8.800 ton, dengan nilai
US$ 7,9 juta, atau setara Rp 87,2 Miliar.

Meskipun ditambah dengan data impor selama bulan Desember, total impor buah
naga Indonesia selama 2014 lebih kecil dibanding 2013. Tetapi volume impor buah naga kita
selama 2013 merata disepanjang tahun. Sementara pada 2014, impor buah naga kita
menumpuk pada pertengahan tahun. Jadi kalau kita membeli buah naga pada bulan
Februari atau Maret 2015, kemungkinan besar kita membeli sisa sisa impor di pertengahan
tahun 2014, yang baru saja dikeluarkan dari gudang berpendingin (cold storage). Sebagian
besar buah naga yang kita impor berasal dari Vietnam. Selama ini Vietnam merupakan
penghasil buah naga utama dunia. Sekitar dua abad yang lalu, bangsa Perancis telah
mendatangkan buah naga dari Meksiko untuk dikembangkan di jazirah Indochina. Prancis
menguasai sebagaian Jazirah Indochina, yang kini menjadi Vietnam, Laos, dan Kamboja,
selama 1887-1945.

Ada empat jenis buah naga yang dikenal saat ini. Jenis yang paling awal dikenal
masyarakat saat ini adalah buah naga berkulit merah, berdaging buah putih. Lalu buah naga
dengan kulit dan daging buah naga merah keunguan, dan berkulit serta berdaging buah
merah tua. Dua buah naga yang terakhir disebut itu sama-sama memiliki nama pitaya roja
atau red-fleshed pitaya. Buah naga yang paling langka adalah buah naga berkulit kuning,
dengan daging buah putih. Buah naga kuning jarang dibudidayakan karena produktivitasnya
yang rendah dan buahnya berukuran paling kecil. Di Vietnam buah naga seperti menemukan
lahan dan cuaca yang lebih baik daripada habitat aslinya di Meksiko. Vietnam dan Meksiko
memang berada pada garis lintang yang Paralel, yakni antara 10 Lintang Utara (LU) 20 (LU).

Dari Vietnam buah naga menyebar ke Thailand, Tiongkok, Taiwan, Israel, dan
Indonesia. Kehadiran buah naga ke Indonesia baru terjadi pada akhir dekade 1990-an
dengan dibukanya kebun buah naga di pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo,
Yogyakarta. Dikabupaten Kulon Progo buah naga berbuah cukup produktif. Tetapi ketika
dikembangkan disekitar Bogor, hasilnya tak sebagus di Kulon Progo. Penyebab utamanya
Kabupaten Bogor terkenal memiliki curah hujan yang cukup tinggi, hingga memiliki julukan
sebagai kota hujan. Sedangkan buah naga menghendaki kawasan yang kering dan berlahan
pasir. Penyebab kedua, letak pulau Jawa tidak lurus sejajar dengan garis lintang, melainkan
semakin ke Timur semakin menggeser keselatan. Kabupaten Bogor terletak pada 6,5 Lintang
Selatan (LS), sementara Kulon Progo terletak pada 7,5 LS. Perbedaan satu derajat turut
menentukan hasil budidaya buah naga. Lahan di kabupaten Bogor merupakan tanah
vulkanis, sementara lahan di Pantai Glagah, Kulon Progo merupakan tanah pasir pantai,
yang disukai buah naga.

Buah naga baru akan berbuah optimal jika mendapat sinar matahari selama 14 jam
per hari. Di Vietnam buah naga diberi tambahan sinar dari lampu. Tiap lampu yang dipasang
diantara deretan tanaman memiliki kekuatan 75 watt sampai 100 watt. Lampu akan
dinyalakan selama 5 sampai 6 jam per malam selama dua bulan. Sepanjang Juli hingga
Agustus, lampu dinyalakan selama 15 sampai 20 hari. Dan antara Desember dan Januari,
lampu dinyalakan selama 20 hari hingga 25 hari. Dengan tambahan sinar lampu, buah naga
berbuah optimum. Di Israel, buah naga tak perlu diberi tambahan sinar lampu, sebab
panjang hari dikawasan ini bisa lebih dari 14 jam per hari. Belum lagi cuaca disana lebih
banyak cerahnya. Buah naga merupakan tumbuhan famili kaktus (keluarga kaktus). Di
Meksiko yang merupakan habitat asalnya, empat spesies buah naga tumbuh secara liar
dibatu-batu karang, atau menempel di batang,cabang, dan ranting pohon. Buah naga lebih
tahan terhadap kekeringan, dibanding dengan kelebihan air. Maka buah naga
dibudidayakan dengan tiang-tiang beton setinggi 2 meter dengan bagian atas diberi jeruji
dan lingkaran dari besi atau bahan lain.

Sekitar 0,5 meter dimasukkan ke dalam tanah, dan yang 1,5 meter berada diatas
tanah. Tiap Hektar lahan bisa diberi antara 1.100 tiang pancang sampai 1.300 tiang. Apabila
lahan berupa tanah liat, sepanjang tiang perlu digali memanjang dan diisi pasir. Benih
tanaman buah naga berupa stek, diikatkan pada tiang panjatan. Pelan-pelan akar buah naga
akan tumbuh kebawah dan menjangkau tanah. Cabang sekunder dan primer masih tumbuh
dibagian tengah tiang dan harus tetap diikat agar tumbuh meninggi. Cabang-cabang yang
tumbuh di ujung tiang baru dibiarkan menyebar kesegala arah. Caranya, cabang cabang itu
diikatkan pada lingkaran jeurji yang terdapat diujung tiang. Tanaman awal memerlukan
pupuk urea dan SP3 masing-masing 50 KG per hektar yang diberikan sebanyak tiga kali
dalam setahun. Selanjutnya tanaman memerlukan urea, SP3 dan potasium masing-masing
0,5 KG per tanaman yang diberikan sebanyak tiga kali per tahun. Buah naga juga
memerlukan pupuk organik sebanyak 20 KG pertanaman per tahun.

Kendati peka terhadap air, buah naga tetap memerlukan irigasi rutin, terutama pada
musim kemarau. Idealnya, air diberikan dengan cara irigasi tetse (drip irigation), tapi bisa
pula dengan cara penyiraman biasa. Di Thailand buah naga ditanam diatas bendengan yang
dikitari kanal. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan prahu motor. Cabang-cabang
yang tumbuh di ujung tiang itulah yang akan menghasilkan buah naga. Bunga tanaman buah
naga, mekar di tengah malam, Epiphyllum oxypetalum). Karenanya diperlukan serangga
penyerbuk yang beroperasi pada malam hari. Ada beberapa jenis semut dan serangga lain
yang biasa mengumpulkan polen alias tepung sari pada malam hari. Serangga inilah yang
akan berfungsi sebagai penyerbuk. Jika di lokasi budi daya tak terdapat serangga penyerbuk,
atau populasinya terlalu kecil, diperlukan penyerbukan (polinasi) secara manusal dengan
tenaga manusia. Pantai selatan Yogyakarta tampaknya lokasi paling ideal untuk
membudidayakan buah naga dan juga sebagai tandingan yang lebih kuat untuk
mengimbangi persebaran buah naga dari Vietnam.

Anda mungkin juga menyukai