Anda di halaman 1dari 2

Demokrasi Rente Ala Koalisi Merah Putih

Oleh: Fathorrahman Ghufron


Setelah pemilihan presiden (pilpres), terjadi pergolakan politik centang-perenang di
parlemen yang dimainkan oleh Koalisi Merah Putih (KMP), yang ditengarai publik sebagai
buntut panjang dari kekelahan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa. Berbagai manuver politik
dilakukan KMP untuk merumuskan peraturan dan perubahan peraturan. Setidaknya ada tiga
hal yang sudah bergulir ke permukaan, yaitu Pertama : Pengesahan UU MD3, Kedua:
Pengesahan Pilkada tidak langsung, Ketiga: Merevisi UU Pilpres untuk dipilih oleh DPR/MPR
RI.
Manuver tersebut menimbulkan kontroversi yang sangat runcing dengan
mengatasnamakan “demokrasi”. Demokrasi sebagai jalan lempeng untuk menyerap dan
mengakomodasi aspirasi rakyat, dimasuki berbagai ihwal kepentingan KMP untuk
memenangkan kontestasi kekuasaannya di babak berikutnya. Tak peduli apakah mekanisme
pengetahuan yang digunakan untuk memperoleh kekuasaan tersebut mengebiri berbagai
proses sosio-politik, yang selama reformasi telah berlangsung secara terbuka dan
melibatkan rakyat sebagai tampuk kedaulatannya.
Demokrasi dijadikan arena legalisasi berbagai intrik politik untuk merengkuh sebuah
pengaruh yang mampu menundukkan siapapun yang berseberangan dengan arus
kepentingannya. Tak heran bisa berbagai aturan yang ada sebelum Pilpres digelar, lalu
berubah haluan atas nama kesepakatan baru dengan dibungkus ideologi Pancasila sembari
mengecam ideologi liberal yang diletakkan pada Pilkada langsung.
Dalam dimensi ekonomi, pola rente banyak menghiasi pelaku usaha informal dimana
utang piutang menjadi arena kuasa kaum pemodal yang memanfaatkan momen kelemahan
pedagang kecil untuk meminjam modal kepada pihak berpunya. Kaum pemodal menebar
jaringan keterpengaruhannya ke setiap sendi usaha informal melalui aturan peminjaman
modal yang memudahkan, namun praktik pengembaliannya sangat memberatkan. Dalam
situasi demikain, banyak pengusaha kecil yang tak kuasa menghindar dan memilih pasrah
terhadap aturan main yang digunakan oleh pemodal . meskipun, hasil yang diperoleh dari
usaha informalnya terkadang lebih besar pasak daripada tiang. (Heru Nugroho, Uang,
Rentenir dan Utang Piutang).
Gambaran pola rente yang berkembang dalam dimensi ekonomi, terjadi pula dalam
dimensi politik. KMP, yang mempresentasikan dirinya sebagai kelompok paling besar, kerap
menggunakan jaringan keterpengaruhannya untuk menjerat ruang gerak koalisi Indonesia
Hebat (KIH), pendukung Jokowidodo-Jusuf Kalla, sebagai representasi kelompok paling kecil,
dalam merancang berbagai aturan kelembagaan di parlemen. KMP memainkan pengaruh
kuasanya untuk membuat aturan sesuai dengan keinginan mereka melalui beberapa
perangkap modalitas.
Pertama: Sistem Voting, yang secara konstitusional memang menjadi jalan
keabsahan untuk menentukan pilihan di antara kebutuhan negosiasi dan jenis
permusyawaratan lain, dianggap sebagai modal oleh KMP untuk menebar relasi
keterpengaruhannya demi menentukan arah politik kekuasaan dan model kepemimpinan
parlemen. Kedua: Jaringan para supplier dukungan yang tediri dari ketua parpol, digerakkan
sebagai jalur pemetaan kekuasaan KMP untuk membatasi ruang gerak KIH di parlemen.
Ketiga: Secara deduktif, Herarkis KMP menggerakan modalitas kekuatannya hingga level
daerah agar menyatu dalam gerak emosional yang sama, yaitu menyiapkan model
kepemimpinan yang sepadan dengan trah politik kekuasaannya.
Ketiga: pola rente yang berkembang dalam dimensi politik yang dimainkan KMP
tentu akan berpotensi besar menghidupkan semangat Orde Baru yang dapat mengancam
sendi-sendi berdemokrasi yang kian menunjukkan kematangannya sejak era reformasi. Cita-
cita reformasi seiring dengan nilai-nilai demokrasi, di mana rakyat menjadi ujung tombak
kedaulatan bernegara, akan berbalik arah menjadi ujung tombok, dimana rakyat justru akan
menanggung beban kerugian sosial yang ditimbulkan dalam dimensi politik berpola rente
tersebut.
Dengan demikian, bukan tidak mungkin negara Indonesia yng diakui sebagai role of
model berdemokrasi yang baik, akan tercoreng oleh perilaku rente berpolitik kelompok KMP
yang hanya mengedepankan syahwat kekuasaannya dari pada menghimpun kekuatan
kebersamaan dalam menjunjung kedaulatan rakyat. Tribun Selasa Legi 14 Okt 2014.

Anda mungkin juga menyukai